• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KUALITAS PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS TEPUNG PUCUK Indigofera zollingeriana

Hasil dan Pembahasan

3 EVALUASI KUALITAS PROTEIN DAN ENERGI METABOLIS TEPUNG PUCUK Indigofera zollingeriana

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas protein dan kandungan energi metabolis tepung pucuk Indigofera zollingerina. Materi yang digunakan untuk mengukur Net Protein Utilization (NPU) tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah anak ayam broiler sebanyak 50 ekor, sedangkan untuk mengukur energi metabolis tepung pucuk Indigofera zollingeriana digunakan 15 ekor ayam broiler strain Cobb yang berumur 5 minggu. Metode pengukuran NPU berdasarkan teori Leeson dan Summers (2001) dan untuk mengukur kandungan energi metabolis tepung pucuk Indigofera zollingeriana berdasarkan teori Sibbald dan Wolynetz (1985). Hasil penelitian diperoleh NPU tepung pucuk Indigofera zollingeriana sebesar 38.58 sampai 46.98, sedangkan NPU bungkil kedelai adalah 55. Nilai NPU tepung pucuk Indigofera zollingeriana 70.14 % sampai 85.42 % dari NPU bungkil kedelai. Kandungan energi metabolis 2791.12 kkal/kg. Energi metabolis ini lebih tinggi 9.46 % dari energi metabolis bungkil kedelai. Berdasarkan nilai NPU dan kandungan energi metabolis tepung pucuk Indigofera zollingeriana yang mendekati nilai NPU bungkil kedelai, tepung pucuk Indigofera zollingeriana dapat digunakan sebagai pakan substitusi protein bungkil kedelai dalam ransum ternak unggas.

Kata-kata kunci : Energi metabolis, NPU, tepung pucuk Indigofera zollingeriana

Abstract

This study aimed to evaluate the protein quality and metabolizable energy of Indigofera zollingeriana top leaf meal. Fifty day old chick (DOC) of broiler were used as experimental animal to measure Utility Net Protein (NPU) of Indigofera zollingeriana top leaf meal. Fifteen Cobb broilers of 5 weeks of old were used to determine metabolizable energy of Indigofera zollingeriana top leaf meal. NPU was determined using the method of Leeson and Summers (2001), and metabolizable energy was measured using the method of Sibbald and Wolynetz (1985). The results showed that NPU value of Indigofera zollingeriana top leaf meal were range from 38.58 to 46.43 and the metabolizable energy was 2791.12 kcal/kg. The NPU value of soybean meal is 55. The NPU value of Indigofera zollingeriana top leaf meal was about 70.14 to 84.42 % of NPU of soybean meal. The metabolizable enery of soybean meal is 2550 kkal/kg. The metabolizable energy of Indigofera zollingeriana top leaf meal was higher 9.46 % than that of soybean meal. The conclusion of this study that Indigofera zollingeriana top leaf meal can be used as to substitute the soybean meal in poultry diets.

Pendahuluan

Hasil uji kualitas protein dan kandungan nutrien lainnya pada percobaan pertama menunjukkan bahwa tepung pucuk Indigofera zollingeriana layak digunakan sebagai pengganti sebagian protein dan nutrien lainnya yang dikandung oleh bungkil kedelai. Kandungan protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana sebesar 28.98 % dan kandungan serat kasarnya 8.49 %. Efektifitas penggunaan protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana dibandingkan dengan bungkil kedelai dalam pakan unggas harus diketahui terlebih dahulu, agar kuantitas penggunaannya dalam ransum unggas untuk menggantikan protein bungkil kedelai dapat diketahui.

Informasi dalam bahan pakan yang akan digunakan untuk menyusun ransum, tidak cukup hanya diketahui kandungan zat-zat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, tetapi evaluasi nilai biologis zat-zat makanan pada bahan pakan perlu dilakukan. Kualitas protein dan kandungan energi metabolis dari tepung pucuk Indigofera zollingeriana sangat diperlukan. Kualitas protein pakan ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang di kandungnya, daya cerna protein tersebut, serta protein yang dapat diretensi dari pakan tersebut.

Evaluasi nilai gizi protein secara in-vivo merupakan cara yang lebih akurat dibandingkan dengan metode in-vitro untuk mengetahui nilai biologis suatu bahan pakan. Salah satu cara evaluasi nilai gizi protein secara in-vivo adalah pengukuran keseimbangan nitrogen. Penggunaan unsur nitrogen dalam pengukuran nilai gizi secara in-vivo, disebabkan nitrogen merupakan unsur yang terdapat dalam protein dan tidak terdapat dalam kelompok senyawa kimia utama lainnya yang dibutuhkan tubuh (karbohidrat dan lemak). Pengukuran proporsi nitrogen terserap yang dapat diretensi oleh tubuh ternak, dikenal dengan nama NPU (Net Protein Utilization). Net protein utilization (NPU) digunakan untuk mengukur kualitas protein dengan memperhatikan jumlah protein yang dapat digunakan dan ditahan dalam tubuh. NPU menunjukkan presentase protein dari makanan yang mampu diubah menjadi protein tubuh (Gaman dan Sherrington 1992; Winarno 1997). Nilai NPU dipengaruhi oleh retensi nitogen dari bahan pakan tersebut. Sedangkan retensi nitrogen dipengaruhi oleh kandungan dan kualitas protein dalam pakan (Winedar et al. 2006). Retensi nitrogen yang meningkat dengan konsumsi nitrogen yang sama akan meningkatkan NPU (Mahfudz et al. 2005).

Protein dalam pakan setelah masuk kedalam saluran pencernaan mengalami perombakan yang dilakukan oleh enzim-enzim hidrolitik yang bekerja di dalam rangkaian yang tetap. Setiap enzim yang ada di dalam saluran pencernaan tersebut memegang peranan penting dalam hidrolisis protein. Sebelum pakan masuk kedalam proventrikulus, pH dari sekresi-sekresi yang ada dalam organ ini ada diantara 1.5 sampai 2.0, akan tetapi dibawah pengaruh buffer dari pakan, pHnya naik menjadi 3.5 sampai 5.0 (Wahju 2004). Pakan dengan protein rendah cepat meninggalkan saluran pencernaan, sedangkan pakan dengan protein tinggi lebih lambat meninggalkan saluran pencernaan, karena dibutuhkan waktu lebih banyak untuk proses denaturasi dan penglarutan protein makanan yang dikonsumsi. Protein dalam jaringan tubuh secara terus menerus dipecah menjadi asam-asam amino. Untuk mempertahankan jaringan-jaringan tubuh,

diperlukan suplai asam-asam amino. Jika konsumsi protein melebihi jumlah protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh, maka kandungan nitrogen dalam feses akan meningkat, sedangkan jika konsumsi protein menurun, maka jumlah nitrogen dalam feses juga menurun (Piliang 2006). Protein mempunyai fungsi yang sangat penting bagi tubuh antara lain; memperbaiki jaringan, pertumbuhan jaringan baru, deaminasi yang menghasilkan energi, metabolisme zat-zat dalam tubuh, merupakan enzim - enzim esensial bagi fungsi normal tubuh dan merupakan pembentuk hormon tertentu (Anggorodi 1994).

Selain nilai biologis protein bahan pakan, perlu juga dilakukan pengukuran kandungan energi bahan pakan tersebut. Sibbald (1980), menyatakan bahwa penggunaan bahan pakan akan lebih baik jika kandungan energi metabolis dari bahan pakan tersebut diketahui. Nilai energi metabolis dari bahan-bahan pakan adalah paling aplikatif digunakan pada unggas sebagai salah satu dasar penyusunan ransum. Energi metabolis merupakan standar perhitungan ketersediaan energi pada ayam dan ternak unggas lainnya. Perhitungan energi metabolis mudah dilakukan pada ayam, karena muara saluran urin dan feses menjadi satu yaitu di kloaka, sedangkan untuk memisahkan kedua saluran tersebut diperlukan operasi. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan energi metabolis dengan pengambilan urin dan feses (ekskreta) secara bersamaan (Leeson dan Summers 2001).

Pengukuran nilai energi metabolis suatu bahan pakan bertujuan untuk acuan dalam penetapan proporsi suatu bahan pakan dalam ransum ternak. Wahju (2004) menyatakan bahwa dalam menyusun ransum untuk unggas, selain kandungan zat-zat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral, perlu juga diperhatikan kandungan energinya, mengingat tingkat energi ransum sangat menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengukuran energi metabolis terhadap tepung pucuk Indigofera zollingeriana sebelum digunakan sebagai bahan pakan pengganti bungkil kedelai dalam ransum ternak unggas.

Kandungan energi metabolis suatu bahan pakan adalah selisih antara banyaknya energi bruto pada bahan pakan yang dikonsumsi dengan energi bruto ekskreta yang dikeluarkan ternak unggas. Kebutuhan energi dijadikan standar dalam penyusunan ransum, sehingga pengetahuan kandungan energi bahan baku secara kualitatif sangatlah penting (McDonald et al. 2002). Kebutuhan energi pada ayam dipengaruhi oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, umur dan temperatur lingkungan (Wahju 2004). Ekskresi energi merupakan acuan jumlah pakan yang dapat dicerna atau kemampuan ternak dalam mencerna pakan. Semakin banyak jumlah pakan yang tidak dapat dicerna, maka semakin tinggi energinya diekskresikan. Tingkat energi dalam ransum merupakan faktor yang menentukan banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh ternak, karena ayam mengkonsumsi makanan untuk memenuhi kebutuhan energi terlebih dahulu.

Perhitungan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi karena kemampuan ternak dalam memanfaatkan energi bruto dari protein pakan sangat bervariasi. Perubahan dalam tingkat protein ransum yang diberikan pada unggas dapat menyebabkan perbedaan jumlah protein yang diretensi, sehingga menghasilkan perbedaan dalam nilai energi metabolis (McDonald et al. 2002). Koreksi terhadap nitrogen dilakukan guna menentukan variasi nilai Energi Metabolis Semu (EMS) dan Energi metabolis Murni (EMM),

hal ini diasumsikan kondisi nitrogen dalam keadaan seimbang dimana nitrogen sama dengan nol, yaitu nitrogen yang diretensi sama dengan yang dikeluarkan dari dalam tubuh ternak (Wolynetz dan Sibbald 1984). Hill dan Anderson dalam NRC (1994) menyebutkan bahwa nitrogen yang tidak diretensi akan berubah menjadi asam urat, maka setiap gram nitrogen yang diretensi unggas setara dengan 8.22 Kal. Nilai retensi nitrogen yang berbeda dipengaruhi oleh umur dan spesies (NRC 1994). Retensi nitrogen adalah selisih antara nilai konsumsi nitrogen dengan nilai nitrogen yang diekskresikan setelah dikoreksi dengan nilai ekskresi nitrogen endogenous (Sibbald dan Wolynetz 1985). Sedangkan nitrogen endogenous adalah nitrogen dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan pakan, yaitu peluruhan sel mukosa usus, empedu, dan saluran pencernaan (Sibbald 1989). Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan evaluasi terhadap nilai biologis protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana dengan melakukan evaluasi terhadap nilai net protein utilization (NPU) dan mengukur kandungan energi metabolisnya.

Materi dan Metode