• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Produksi Ayam Ras Petelur Data performa dan Income over feed cost (IOFC) ayam petelur

PUCUK Indigofera zollingeriana DALAM RANSUM AYAM PETELUR

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Produksi Ayam Ras Petelur Data performa dan Income over feed cost (IOFC) ayam petelur

Tabel 4.2 Rataan performa ayam petelur dan konsumsi zat-zat makanan selama penelitian (umur 30 – 40 minggu)

Peubah R0 R1 R2 R3 Konsumsi ransum(g/ekor/h) 110.28± 3.15 108.72 ± 2.69 108.44 ± 6.33 108.89±3.23 Konsumsi protein (g/ekor/h) 20.98 ± 0.60 20.68 ± 0.51 20.64 ± 1.20 20.71 ± 0.61 Konsumsi lemak (g/ekor/h) 5.84 ± 0.17a 5.97 ± 0.35a 6.94 ± 0.40b 7.19 ± 0.21c Konsumsi ß- karoten(g/ekor/h)) 0.00 ± 0.00a 2.87 ± 0.7b 5.72 ± 0.33c 8.62 ± 0.26d Konsumsi vitamin A (IU/ekor/h)) 1508.63±43.08a 1632.97±40.41b 1823.96±106.39c 2011.15±59.72d Konsumsi energi (Kal/ekor/h) 320.26±9.14 315.72 ± 7.81 316.21 ± 18.44 317.19 ± 9.41 Produksi telur hen

day(%) 83.63± 5.75a 93.05± 3.06b 91.36± 3.27b 91.65± 2.73b Produksi massa telur (g/ekor) 3871.16±41.14 3906.85±45.91 3907.97±48.76 3931.99±56.61 Berat telur (g) 55.29± 0.67 55.99±0.88 56.08 ± 1.00 56.26 ± 0.59 Konversi ransum 2.23 ± 0.03 2.08 ± 0.04 2.20 ± 0.08 2.19 ± 0.10 IOFC (Rp) 12 521.75 14 462.43 15 351.99 15 734.97

Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).

R0=Ransum kontrol (0% TPI) R1=Ransum mengandung 5.2% TPI R2=Ransum mengandung 10.4% TPI R3=Ransum mengandung 15.6% TPI

Produksi Telur

Penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sebanyak 5.2 % sampai 15.6 % dalam ransum yang menggantikan 15% sampai 45 % protein bungkil kedelai nyata meningkatkan produksi telur hen day. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi telur adalah konsumsi ransum. Walaupun konsumsi ransum pada penelitian relatif sama, tetapi konsumsi ß-karoten dan konsumsi vitamin A nyata meningkat dengan Penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana (Tabel 4.2). Adanya ß-karoten dalam ransum dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak, yang dapat menahan peroksidasi dengan mengubahnya kembali menjadi asam lemak semula. Jika peroksida dibiarkan berlanjut akan terjadi pemecahan menjadi aldehid dan keton. ß-karoten yang merupakan komponen antioksidan dalam ransum, berkerja dalam melindungi sel normal dan menetralisir radikal bebas, sehingga ternak menjadi lebih sehat. Noguchi dan Niki (1999) menyatakan bahwa antioksidan adalah substansia yang mencegah atau menurunkan reaksi-reaksi oksidasi dan berfungsi untuk mencegah atau menghentikan kerusakan akibat adanya radikal bebas. Asikin (2001) menyatakan antioksidan melindungi sel dan jaringan dengan memusnahkan radikal bebas secara enzimatik atau dengan reaksi kimia langsung, mengurangi pembentukan radikal bebas, mengikat ion logam yang terlibat dalam pembentukan spesies yang reaktif (transferin, seruloplasmin, dan albumin), memperbaiki

kerusakan sasaran serta menghancurkan molekul yang rusak dan menggantinya yang baru.

Peningkatan konsumsi lemak pada penelitian ini dapat menyebabkan efek positif terhadap metabolisme ß-karoten dan vitamin A dalam saluran pencernaan, karena ß-karoten akan dikonversikan menjadi vitamin A dalam saluran pencernaan dan akan diserap dan ditranspor bersama lemak dan vitamin-vitamin yang larut ladam lemak. Linder (1992) menyatakan bahwa vitamin A dari makanan, terutama yang masih dalam bentuk karoten diserap ke dalam tubuh melalui dinding usus halus. Penyerapan ß-karoten yang efisien membutuhkan pembebasan dari endogen protein atau deesterfikasi serta adanya lemak makanan lainnya dan asam empedu yang terekskresi di dalam usus halus, juga sedikit di dalam hati, sebagian ß-karoten dipecah menjadi unit retinal (mungkin juga menjadi retinoid dengan rantai cabang lebih panjang) dan semua diinkorporasikan menjadi kilomikron untuk diangkut ke hati dan organ lain, melalui sistem limfe dan darah.

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap produksi massa telur selama penelitian. Produksi massa telur pada setiap perlakuan selama penelitian adalah R0 = 3871.16 g/ekor, R1 = 3906.85 g/ekor, R2 = 3907.97 g/ekor dan R3 = 3931.99 g/ekor. Massa telur erat kaitannya dengan bobot telur dan persentase produksi telur, yang sangat dipengaruhi oleh kandungan dan kualitas protein ransum perlakuan. Protein dan asam amino yang cukup dalam ransum akan memberikan produktifitas optimal. Walaupun substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sampai 15.6% dalam ransum, namun kandungan nutriennya, terutama kandungan protein pada masing-masing perlakuan sama. Hal ini menunjukkan kualitas protein yang dimiliki tepung pucuk Indigofera zollingeriana baik, karena kandungan NPN sangat kecil yaitu 1.12 %. Mousavi et al. (2013) melaporkan bahwa protein yang tidak mencukupi kebutuhan ayam, akan menurunkan berat telur dan produksi massa telur ayam tersebut. Kualitas biologis tepung pucuk Indigofera zollingeriana mendekati kualitas biologis bungkil kedelai, yaitu nilai NPU tepung pucuk Indigofera zollingeriana 74.16 % dari NPU bungkil kedelai.

Berat Telur

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap berat telur. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sampai 15.6 % yang menggantikan 45% protein bungkil kedelai tidak menyebabkan penurunan berat telur yang dihasilkan. Menurut Wahju (2004) berat telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, dewasa kelamin, umur ayam, beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan dalam ransum, terutama besarnya kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi. Kandungan protein ransum pada penelitian ini sama yaitu 19 % dan konsumsi protein yang relatif sama, seperti yang disajikan pada Tabel 4.2 yaitu berkisar antara 20.64 sampai 20.98 g/ekor/hari.

Rataan berat telur selama penelitian 55.29 (R0), 55.99 (R1), 56.08 (R2) dan 56.26 (R3). Rataan berat telur yang diperoleh tiap minggu selama penelitian

dan standar berat telur ayam ISA Brown ditampilkan pada Gambar 4.1. Standar berat telur ayam strain ISA Brown pada fase produksi pertama adalah 62.8 g. Berat telur pada penelitian ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan berat telur standar ayam ISA Brown, hal ini disebabkan suhu lingkungan selama penelitian berlangsung relatif tinggi, yaitu berkisar antara 300 – 330C. Suhu lingkungan yang tinggi memberikan pengaruh negatif terhadap produksi telur ayam ras (Nataamijaya et al. 1986). Suhu lingkungan yang tinggi menyebabkan sebagian nutrien yang dikonsumsi digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh terhadap suhu lingkungan yang bertambah panas (Krogh 2000).

Gambar 4.1 Data berat telur tiap minggu selama penelitan

Berdasarkan gambar rataan berat telur tiap minggu, tejadi peningkatan berat telur mulai minggu ke-30 sampai pada minggu ke-40. hal ini menunjukan bahwa kualitas protein yang dimiliki tepung pucuk Indigofera zollingeriana dapat menggantikan protein bungkil kedelai dalam ransum dengan baik, karena mengandung asam-asam amino esensial yang dibutuhkan ayam untuk pembentukan telur. Hasil perhitungan indeks asam amino esensial pada tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah 21.45%, artinya 21.45% dari kandungan protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana merupakan asam amino esensial yang dapat digunakan oleh ternak untuk berproduksi. Walaupun indeks asam amino tepung pucuk Indigofera zollingeriana lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks asam amino esensial bungkil kedelai, tetapi tidak mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Asam amino esensaial yang dimiliki tepung pucuk Indigofera zollingeriana, terutama asam amino methionin dan lisin mampu mempertahankan berat telur yang normal. Menurut Yuwanta (2010) melaporkan bahwa ayam yang kekurangan lisin menurunkan berat kuning telur dan kekurangan methionine akan menurunkan berat putih telur.

Kandungan ß-karoten pada tepung pucuk Indigofera zollingeriana dapat meningkatkan pembentukan vitamin A dalam saluran pencernaan ayam petelur. Vitamin A akan berfungsi dalam proses pertumbuhan, stabilitas jaringan epitel pada membran mukosa saluran pencernaan, pernapasan, saluran reproduksi, serta

46 48 50 52 54 56 58 60 62 64 66 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 B er at T elu r (g /b u tir ) Umur (minggu) R0 R1 R2 R3 STANDAR

mengoptimalkan indera penglihatan. Jika saluran pencernaan ayam sehat maka akan meningkatkan menyerapan zat-zat makanan, terutama protein dan lemak. Jika protein dan lemak terserap secara sempurna oleh ayam petelur, maka akan dihasilkan kualitas telur yang baik. Penambahan ß-karoten sampai 15 mg/kg ransum tidak mempengaruhi berat telur yang dihasilkan (Damron et al. 1984) . Ransum yang disuplementasi dengan 400 mg/kg ß-karoten dan dl-alpha- tocopheryl acetat serta kombinasinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat telur (Jiang et al. 1994).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum ayam petelur pada penelitian ini sesuai dengan kebutuhan. Konsumsi ransum ayam petelur strain Isa Brown umur 18 – 90 minggu, yaitu 109 g/ekor/hari (ISA 2009). Rataan konsumsi ransum ayam petelur selama penelitian berkisar antara 108.44 g/ekor/hari sampai 110.89 g/ekor/hari. Berdasarkan analisis ragam, substsitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum tidak mempengaruhi (P>0.01) konsumsi ransum ayam petelur. Hal ini disebabkan kandungan energi metabolis pada semua perlakuan sama yaitu 2900 kkal/kg, sehingga perlakuan substitusi bungkil kedelai sampai 15.6% dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana terpenuhi kebutuhan energinya. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi maka ayam akan terus makan. Jika ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan makan lebih banyak begitu pula sebaliknya.

Selain kandungan energi metabolis yang sama pada semua perlakuan, substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak menyebabkan perubahan palatabilitas ransum perlakuan. Palatabilitas ransum salah satunya ditentukan oleh kandungan fitokimia bahan pakan yang menyusun ransum tersebut. Fitokimia yang terdapat pada tepung pucuk Indigofera zollingeriana sangat rendah yaitu : tanin 0.29% dan saponin 0.036%. Kandungan tanin dan saponin dalam ransum perlakuan yang menggunakan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sangat rendah, masih berada dalam batas yang dapat ditoleransi oleh ternak ayam. Perlakukan R1 mengandung tanin 0.015%, pada R2 0.03% dan pada R3 0.045%. Kandungan saponin tepung pucuk Indigofera zollingeriana pada perlakuan R1 0.0019 %, pada R2 0.0037 % dan pada R3 0.0056 %. Menurut FAO (2005) batas toleransi kadar saponin dalam ransum ayam sebesar 0.37 %.

Kandungan ß-karoten dalam ransum yang dikonsumsi meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan tepung pucuk Indigofera zollineriana dalam ransum. ß-karoten mampu meningkatkan daya tahan tubuh ayam. Aktifitas antioksidan yang dimiliki ß-karoten berperan sebagai sistem kekebalan tubuh, karena sel-sel kekebalan tubuh menghasilkan radikal bebas untuk fungsi pertahanan normal, jika tingkat radikal bebas di dalam sel-sel kekebalan melampaui tingkat normal, maka akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dari ternak tersebut. Kemudian antioksidan juga berperan sebagai pemulung radikal bebas atau membatasi kelebihan radikal bebas tersebut, sehingga ketika terjadi

cekaman lingkungan dan cekaman fisiologis ternak ayam masih dapat berproduksi secara optimal.

ß-karoten dalam ransum yang dikonsumsi akan dikonversikan menjadi vitamin A dalam tubuh ayam. Vitamin A sangat dibutuhkan dalam pada proses sintesa hormon-hormon steroid, salah satunya untuk perkembangan sel-sel ootid menjadi sel ovum (kuning telur). Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sampai 15.6 % dalam ransum dapat meningkatkan produksi telur harian sebesar 3.41 % dibandingkan dengan ransum tanpa pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Peningkatan ini disebabkan semakin tingginya konsumsi vitamin A pada ternak, yaitu sebesar 2011.15 IU. Ransum yang mengandung ß-karoten akan diubah menjadi vitamin A. Almatsier (2003) menyatakan bahwa sebagian dari karotenoid diabsorpsi dalam saluran pencernaan tanpa mengalami perubahan dan masuk ke dalam peredaran darah dalam bentuk karoten. Sebanyak 15-30% karotenoid di dalam darah berupa ß- karoten, selebihnya adalah karotenoid nonvitamin. Karotenoid ini diangkut di dalam darah oleh berbagai bentuk lipoprotein. Karotenoid disimpan di dalam jaringan lemak dan kelenjar adrenal. Konsentrasi vitamin A di dalam hati yang merupakan 90% dari simpanan di dalam tubuh mencerminkan konsumsi vitamin tersebut dari makanan. Brody (1999) menyatakan bahwa vitamin A berfungsi untuk menjaga deferensiasi sel-sel epitel dan menjaga kelangsungan reproduksi. Bartolotti et al. (2003) menyatakan bahwa karotenoid merupakan bagian makanan yang sangat penting bagi unggas, karena berfungsi sebagai pigmen dan berperan pada proses fisiologis untuk menghasilkan produksi telur dan perkembangan embrio.

Konversi Ransum

Rataan konversi ransum ayam petelur selama penelitian berturut – turut adalah R0 = 2.23, R1 = 2.08, R2 = 2.20 dan R3 = 2.19. Konversi ransum ini mendekati konversi ransum standar ayam petelur strain ISA Brown. Konversi ransum ayam petelur ISA Brown adalah 2.14 (ISA 2009). Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap konversi ransum ayam ras petelur. Hal ini disebabkan produksi telur selama penelitian diimbangi konsumsi ransum yang sama pada semua perlakuan.

Semakin tinggi substitusi bungkil kedelai dalam ransum dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana, tidak menyebabkan peningkatan konsumsi ransum, karena meningkatnya pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum tidak menyebabkan ayam petelur kekurangan energi dan nutrien untuk memproduksi telur, sehingga selama penelitian ayam dapat berproduksi secara optimal. Disamping itu adanya ß-karoten yang dimiliki tepung pucuk Indigofera zollingeriana dapat meningkatkan pembentukan vitamin A dalam saluran pencernaan ayam petelur, sehingga ayam memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan ransum yang tidak mengandung tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Sejalan dengan hasil penelitian Lin. et al (2004) bahwa suplementasi vitamin A dalam ransum ayam ras petelur akan meningkatkan

produksi dan fungsi imunitas ternak, terutama pada saat kondisi ayam terpapar heat stress.

Income Over Feed Cost

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa peningkatan penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana 15.6 % (R3) yang menggantikan 45 % protein bungkil kedelai dalam ransum meningkatkan IOFC ayam petelur. Hal ini disebabkan karena produksi massa telur pada perlakuan R3 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan harga ransumnya lebih murah jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Harga ransum pada penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana lebih rendah disebabkan oleh terjadi penurunan penggunaan bungkil kedelai dalam ransum sebesar mencapai 9 % jika dibandingkan dengan ransum kontrol (R0).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IOFC yang paling baik dicapai pada pakan perlakuan R3, dengan nilai keuntungan IOFC sebesar Rp15 734. Meningkatnya IOFC pada R3 disebabkan adanya selisih yang semakin besar pada penjualan telur ayam dengan biaya pakan yang harus dikeluarkan selama periode pemeliharaan. Menurut Prawirokusumo (1994) IOFC dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan biaya pakan yang dikeluarkan selama penelitian. Perhitungan

Income over feed cost merupakan pendapatan kotor yang dihitung dengan cara mengurangi pendapatan dari penjualan produksi telur dengan biaya yang dikeluarkan untuk pakan. Rataan keuntungan yang diperoleh dari selisih penjualan telur dan biaya pakan yang telah dikeluarkan pada penelitian ini berkisar antara Rp12 521.75 sampai dengan Rp15 734.97. Semakin meningkat penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum, semakin rendah biaya pakan dan semakin meningkatkan keuntungan yang diperoleh.