• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUCUK Indigofera zollingeriana DALAM RANSUM AYAM PETELUR

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Kimia Telur Ayam

Data kualitas kimia telur pada penelitian ini (kandungan ß-karoten, vitamin A, kolesterol) dan aktifitas antioksidan disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data kualitas kimia telur ayam selama penelitian

Peubah R0 R1 R2 R3 Kandungan ß- karoten(mg/100g) 56.71±7.67A 85.95±9.55B 109.5±7.41C 124.13±4.59D Kandungan vit. A (mg/100g) 2297.21±78.4A 2536.16±44.42B 2776.16±37.06C 3380.91±54.31D Koleterol (mg/yolk) 375 ± 11.53A 280 ± 47.06B 220 ± 10.6C 172 ±25.36C Konsentrasi Inhibisi (mg/g) 87.63 ± 4.09A 86.19 ± 3.67A 41.41 ± 9.45B 35.78 ± 3.22B Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan

berbeda nyata (P<0.01). R0=Ransum kontrol (0% TPI) R1=Ransum mengandung 5.2% TPI R2=Ransum mengandung 10.4% TPI R3=Ransum mengandung 15.6% TPI

Kandungan ß-karoten Telur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum sangat berpengaruh nyata (P<0.01) terhadap kandungan ß-karoten telur ayam. Hal ini disebabkan ransum yang mengandung tepung pucuk Indigofera zollingeriana memiliki senyawa karotenoid berupa ß-karoten. Kandungan ß-karoten dari tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah 507.6 mg/kg. Adanya senyawa ß-karoten dalam ransum akan meningkatkan kandungan ß-karoten dalam telur.

Semakin meningkat penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum semakin meningkatkan deposit ß-karoten dalam telur. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan absorpsi ß-karoten yang terkandung dalam tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Betakaroten membentuk 2 molekul vitamin A. Di dalam tubuh ayam hanya sebagian saja beta karoten yang dikonversi menjadi vitamin A dan sisanya disimpan sebagai cadangan (Mayes 2002). Proporsi beta karoten yang dikonversi dikontrol oleh kadar/status vitamin A dalam tubuh, sehingga tidak sampai menjadi hipervitaminosis vitamin A. ß-karoten memainkan peranan biologis yang penting walaupun dalam status sebagai provitamin. Penyerapan vitamin dan ß-karoten ke dalam tubuh ayam memerlukan garam empedu melalui usus halus bagian atas. Sebagian ß-karoten dikonversi menjadi vitamin A di dinding mukosa usus. Absorpsi ß-karoten sangat cepat, dengan waktu penyerapan maksimum dapat terjadi 2 sampai 6 jam setelah makanan masuk dalam pencernaan. Sisa beta karoten disimpan dalam jaringan lemak, sehingga berwarna kekuningan dan pada produk yang dihasilkan seperti warna

kuning pada telur. Surai et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi karotenoid dalam kuning telur merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi oleh ayam.

Substitusi dengan 5.2 % tepung pucuk Indigofera zollingeriana berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan 10.4%. Kemudian substitusi 10.4% tepung pucuk Indigofera zollingeriana berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan 15.6%. Hal ini disebabkan oleh konsumsi ß-karoten pada berbagai proporsi substitusi bungkil kedelai tersebut juga berbeda sangat nyata. Konsumsi ß-karoten pada ransum R1 adalah 2.87 g/ekor/hari, pada ransum R2 adalah 5.72 g/ekor/hari, sedangkan pada R3 konsumsi ß-karotennya 8.62 g/ekor/hari.

Rataan kandungan ß-karoten pada telur yang diberi tepung pucuk Indigofera zollingeriana berkisar antara 85.95mg/100g sampai 124.13 mg/100g. Peningkatan kandungan ß-karoten pada R1= 51.56%, R2= 93.09 % dan R3= 118.88 %. Peningkatan ß-karoten dalam telur terlihat secara fisik pada semakin cerahnya warna kuning telur yang dihasilkan yang merupakan refleksi dari kandungan karotenoid dalam makanan (Surai dan Speake 1998; Na et al. 2004). Liu et al. (2012) melaporkan bahwa ß-cryptoxanthin telur meningkat 663.64 % dengan pemberian jagung yang difortifikasi dengan ß-cryptoxanthin dalam ransum. Ishikawa et el. (2001) melaporkan bahwa kandugan ß-karoten pada kuning telur meningkat 500 % pada ayam yang ransumnya diberi daun wortel dibandingkan dengan ayam yang diberi ß-karoten sintetis dalam ransumnya.

Kandungan Vitamin A pada Telur

Rataan kandungan vitamin A pada telur yang diberi tepung pucuk Indigofera zollingeriana berkisar antara 2536.16mg/100g sampai 3380.91mg/100g. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kandungan vitamin A telur ayam. Hal ini disebabkan oleh ransum yang mengandung tepung pucuk Indigofera zollingeriana memiliki senyawa ß-karoten pada R1 = 26.40 mg/g R2= 52.79 mg/g dan pada R3 = 79.19 mg/g, sedangkan pada ransum tanpa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak memiliki senyawa ß-karoten. Tee (1992) menyatakan bahwa ß-karoten memiliki 100% aktifitas sebagai provitamin A dalam tubuh.

Substitusi dengan 5.2 % tepung pucuk Indigofera zollingeriana berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan 10.4% tepung pucuk Indigofera zollingeriana. substitusi dengan 10.4% dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana berbeda sangat nyata (P<0.01) dengan 15.6% tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum ayam petelur. Hal ini disebabkan oleh konsumsi ß-karoten dan konsumsi vitamin A pada berbagai proporsi substitusi bungkil kedelai tersebut juga berbeda sangat nyata. Konsumsi vitamin A pada ransum R0 adalah 1368 IU, R1 adalah 1502 IU, pada ransum R2 adalah 1682 IU, sedangkan pada R3 konsumsi vitamin A 1847 IU.

ß-karoten yang terkandung dalam tepung pucuk Indigofera zollingeriana merupakan karotenoid yang berbentuk alami. Menurut Hencken (1992), karotenoid alami yang berbentuk senyawa monohydroksi dan monoketocarotenoid akan dikonversi menjadi vitamin A. Sifat vitamin A yang

terkandung dalam tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah sebagai provitamin dalam bentuk pigmen berwarna kuning ß karoten, yang terdiri atas dua molekul retinal yang dihubungkan pada ujung aldehid rantai karbonnya. ß- karoten tidak mengalami metabolisme yang efisien, maka ß-karoten mempunyai efektifitas sebagai sumber vitamin A hanya 10% dari retinal.

Metabolisme ß-karoten menjadi vitamin A dan penggunaannya dalam tubuh disajikan pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Metabolisme vitamin A dalam tubuh (Encyclopedy Britannica 2007) Ester retinal yang terlarut dalam lemak makanan akan terdispersi di dalam getah empedu dan dihidrolisis di dalam lumen intestinum diikuti oleh penyerapan langsung ke dalam epitel intestinal. ß-karoten yang dikonsumsi mungkin dipecah lewat reaksi oksidasi oleh enzim ß-karoten dioksigenase. Pemecahan ini menggunakan oksigen molekuler, dibantu dengan adanya garam-garam empedu dan menghasilkan 2 molekul retinaldehid (retinal). Demikian pula, di dalam mukosa intestinal, retinal direduksi menjadi retinal oleh enzim spesifik

retinaldehid reduktase dengan menggunakan NADPH. Retinal dalam fraksi yang kecil teroksidasi menjadi asam retinoat. Sebagian besar retinal mengalami esterifikasi dengan asam-asam lemak dan menyatu ke dalam kilomikron limfe yang masuk ke dalam aliran darah. Bentuk ini kemudian diubah menjadi fragmen kilomikron yang diambil oleh hati bersama-sama dengan kandungan retinolnya .

Di dalam hati, vitamin A disimpan dalam bentuk ester di dalam liposit, yang mungkin sebagai suatu kompleks lipoglikoprotein. Untuk pengngkutan ke jaringan, vitamin A dihidrolisis dan retinal yang terbentuk terikat dengan protein pengikat aporetinol (RBP). Holo- RBP yang dihasilkan diproses dalam apparatus golgi dan disekresikan ke dalam plasma. Asam retinoat diangkut dalam plasma dalam keadaan terikat dengan albumin. Begitu di dalam sel-sel ekstrahepatik, retinal terikat dengan protein pengikat retinol seluler (CRBP).

Retinal dan retinal mengalami interkonversi dengan adanya enzim-enzim dehidrogenase atau reduktase yang memerlukan NAD atau NADP di dalam banyak jaringan. Namun demikian, begitu terbentuk dari retinal, asam retinoat tidak dapat diubah kembali menjadi retinal. Asam retinoat dapat mendukung pertumbuhan dan differensiasi, tetapi tidak dapat menggantikan retinal dalam peranannya pada penglihatan atau pun retinal dalam dukungannya pada system reproduksi.

Retinol setelah diambil oleh CRBP diangkut ke dalam sel telur (kuning telur) yang terikat dengan protein nucleus, di dalam nucleus inilah retinal terlibat dalam pengendalian ekspresi gen-gen tertentu, sehingga retinal bekerja menyerupai hormon steroid. Penggunaan 15.6 % tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum dapat meningkatkan kandungan vitamin A pada telur sebesar 47.17 %. Sejalan dengan hasil penelitian yang Piliang et al. (2001), melaporkan bahwa semakin tinggi kandungan ß-karoten dalam ransum semakin tua/pekat warna kuning telur yang dihasilkan. Warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karotenoid sebagai sumber provitamin A, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al. 1997). Jiang et al. (1994) menyatakan bahwa kandungan vitamin A telur meningkat sebesar 19.83 % dengan penambahan 200 mg ß- karoten/kg ransum.

Kandungan Koleterol Telur

Rataan kandungan kolesterol pada kuning telur pada penelitian ini berkisar 172 mg/100g sampai 280 mg/yolk. Kandungan kolesterol tertinggi terdapat pada telur ayam yang tidak ditambahkan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransumnya (R0), sedangkan ayam yang diberi tepung pucuk Indigofera zollingeriana menghasilkan kolesterol telur lebih rendah. Penggunaan 15.6% tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum dapat menurunkan kandungan kolesterol telur mencapai 54.13 % dibandingkan dengan ransum tanpa pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Hal ini disebabkan oleh konsumsi ß-karoten yang makin meningkat menyebabkan meningkatnya kandungan ß-karoten pada kuning telur dengan peningkatan penggunaan tepung pucuk Indigofera sp dalam ransum. Peningkatan kadar karotenoid pada kuning

telur menyebabkan penurunan kolesterol pada kuning telur yang dihasilkan (Akdemir 2012).

Penggunaan 15.6% tepung pucuk Indigofera zollingeriana sangat nyata menurunkan kandungan kolesterol pada telur. Deposisi kolesterol dalam telur dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain oleh faktor genetik, nutrien dan obat- obat yang digunakan selama pemeliharaan. Menurut Hargis (1988) kandungan kolesterol dalam kuning telur dapat berubah-ubah sekitar 25% dari kolesterol pakan dan lemak. Han et al. (1993) menyatakan bahwa pengaruh lemak yang tinggi dalam pakan akan meningkatkan kolesterol hati, serum dan kuning telur pada ayam petelur.

Kolesterol tubuh berasal dari kolesterol makanan yang dikonsumsi (kolesterol eksogen) dan kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri (kolesterol endogen), dan kedua kolesterol tersebut dalam tubuh tidak dapat dibedakan (Muchtadi et al. 1993). Jika jumlah kolesterol dari makanan sedikit untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain, maka status kolesterol di dalam hati dan usus meningkat. Demikian sebaliknya, jika kolesterol makanan meningkat, maka kolesterol dalam hati dan usus menurun (Ravnkov 2003; Pilliang dan Djojosoebagio 2006).

Hasil analisis ragam bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana menunjukkan sangat nyata (P<0.01) menurunkan kandungan kolesterol telur. Hal ini disebabkan oleh ß-karoten yang terkandung dalam tepung pucuk Indigofera zollingeriana dapat menurunkan kolesterol. Karotenoid bersifat antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya lipid, dan karotenoid mampu menghambat kerja aktivitas enzim HMG Co-A reduktase sehingga tidak terbentuk mevalonat yang diperlukan untuk sintesis kolesterol (Einsenbrand 2005; Sies et al. 1995).

Aktivitas Antioksidan

Penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana 10.4 % (R2) dan 15.6 % (R3) sangat nyata (P<0.01) menurunkan konsentrasi inhibisi DPPH. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung pucuk Indigofera sp dalam ransum, semakin meningkatkan kandungan antioksidan telur yang dihasilkan untuk menangkal radikal bebas. Penurunan konsentrasi inshibisi pada R2 = 52.75 % dan pada R3 = 59.17 %. Keadaan ini disebabkan semakin meningkatnya kandungan ß-karoten dalam telur ayam yang diberi pakan tepung pucuk Indigofera zollingeriana 10.4 % dan 15.6 %. Mayes (2002) menyatakan bahwa ß-karoten adalah suatu antioksidan pemutus rantai, bersifat lipofilik sehingga berperan pada membran sel termasuk sel telur untuk mencegah peroksidasi lipid (LPO). Peroksidasi lipid adalah reaksi rantai yang timbul oleh radikal hidroksil terhadap asam lemak tak jenuh dari fosfolipid dan glikolipid yang menyusun membran sel. Radikal bebas hidroksil adalah suatu oksidan kuat yang terbentuk dari proses biologis alamiah yang berturut-turut, pertama terbentuk hydrogen peroksida (H2O2) terutama terbentuk karena aktivitas enzim-enzim oksidase yang terdapat dalam retikulum endoplasma dan periksisom.

Enzim-enzim tersebut mengkatalis terbentuknya hydrogen peroksida ini kemudian terbentuk radikal hidroksil (•OH). H2O2 merupakan oksidan yang kuat dan dapat mengoksidasi berbagai senyawa yang terdapat dalam sel. Daya rusak

H2O2 bukan hanya karena senyawa tersebut merupakan oksidan yang kuat, tetapi juga karena menghasilkan radikal hidroksil bila bereaksi dengan logam transisi Fe++ dan Cu+ yang disebut reaksi Fenton. Radikal hidroksil juga terbentuk dari H2O2 dengan ion superoksida yang dikenal dengan reaksi Haber-Weiss (Mayes 2002; Winarsi 2007).

Radikal hidroksil adalah yang paling reaktif di antara senyawa-senyawa oksigen reaktif, bila dengan asam lemak tak jenuh dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi lipid. Akibat reaksi berantai ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel dan dapat juga terjadi ikatan silang antara dua asam lemak atau antara asam lemak dengan rantai peptide yang timbul karena reaksi dua radikal. Peranan antioksidan seperti ß-karoten, vitamin E, vitamin C, glutathion dan antioksidan lainnya adalah untuk membersihkan dan meredam oksidan atau radikal bebas di atas. Antioksidan seperti ß-karoten adalah senyawa yang dapat memberi elektron kepada radikal bebas atau oksidan sehingga senyawa radikal menjadi stabil (Mayes 2002). Sejalan dengan hasil penelitian Sangeetha dan Baskaran (2010) yang melaporkan bahwa astaxanthin dapat dikonversi menjadi ß-karoten dan retinol ketika terjadi pada tikus yang defisiensi retinol, serta dapat juga berperan sebagai antioksidan dalam tubuh. Chidambara et al. (2005) melaporkan bahwa karotenoid yang terdapat pada alga Dunaliella memiliki efek sebagai antioksidan yang menyamai antioksidan pada ß-karoten sintetis.

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana pada level 10.4% dan 15.6% dalam ransum lebih rendah aktivitas antioksidannya, hal ini disebabkan karena semakin tingginya kandungan ß-karoten yang terakumulasi dalam telur ayam, yaitu 124.13 mg/100g. Karotenoid pada hewan bukan merupakan hasil sintesis didalam tubuhnya, tetapi bersumber dari makanan yang dikonsumsinya yang mengandung karotenoid. Sintesis karotenoid hanya dapat terjadi pada tumbuhan (Gross 1991; Rodriques-Amaya dan Kimura 2008; Stahl dan Sies 2003). Surai (2003) menyatakan bahwa karotenoid yang memiliki aktifitas sebagai provitamin A memiliki fungsi sebagai antioksidan. Fungsi karotenoid sebagai pendeaktivasi radikal bebas terjadi melalui proses transfer electron (Dutta et al. 2005). Reaksi yang akan terjadi ada tiga kemungkinan, yaitu (1) radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak berpasangan (reduktor) kepada senyawa karotenoid, (2) radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa karotenoid, dan (3) radikal bebas bergabung dengan senyawa karotenoid. Selama ini antioksidan yang ada pada makanan manusia berasal dari tanaman telah lama dikenal potensinya dan telah lama diketahui untuk menstabilkan senyawa radikal yang dapat diukur aktivitas antioksidannya (Stahl dan Sies 2003). Adanya kandungan ß-karoten dan vitamin A yang tinggi dalam telur ayam pada penelitian ini akan meningkatkan kandungan antioksidan pada produk peternakan. Telur yang dikonsumsi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi saja, terutama kebutuhan protein, tetapi juga untuk meningkatkan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.

C. Profil Hematologi, Lipid Darah dan Status Kesehatan Ayam Petelur