• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUCUK Indigofera zollingeriana DALAM RANSUM AYAM PETELUR

B. Pengaruh Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Telur

Rataan kualitas fisik telur selama penelitian disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Data kualitas fisik telur ayam selama penelitian

Peubah yang diamati R0 R1 R2 R3

Berat kerabang (g) 5.71± 0.30 5.98± 0.15 6.05 ± 0.34 6.13 ± 0.15 (%) 10.58±0.36 10.84±0.36 10.99±0.53 10.97±0.20 Berat putih telur (g) 34.51± 0.75 35.02±1.25 35.00 ± 0.53 35.71 ± 0.84 (%) 63.98 ± 0.62 63.48 ± 1.14 63.64 ± 0.34 63.99 ± 0.53 Berat kuning telur (g) 13.77 ± 0.34 14.16± 0.56 13.94 ± 0.35 13.97 ± 0.48 (%) 25.52 ± 0.26 25.67 ± 0.88 25.35 ± 0.83 25.03 ± 0.72 Warna yolk 8.5± 0.58A 11.5± 0.58B 12.15± 0.5C 13.25 ± 0.5D Haugh unit 89.98±0.48 92.40± 0.94 90.82 ± 0.26 90.97 ± 2.06 Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan

berbeda nyata (P<0.01). R0=Ransum kontrol (0% TPI) R1=Ransum mengandung 5.2% TPI R2=Ransum mengandung 10.4% TPI R3=Ransum mengandung 15.6% TPI

Berat Kerabang Telur

Rataan berat kerabang telur hasil penelitian ini adalah 5.71 g sampai 6.13 g dengan persentase berat kerabang telur 10.58% (R0), 10.84% (R1), 10.99% (R2) dan 10.97% (R3). Menurut Pundir et al. (2009) persentase kerabang telur ± 11 % dari bobot telur utuh. Stadellman dan Cotterill (1994) menyatakan bahwa berat kerabang telur berkisar antara 9 sampai 12% dari total berat telur.

Penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sampai 15.6% dalam ransum tidak mempengaruhi berat dan persentase kerabang telur. Hal ini karena ransum yang digunakan mempunyai kandungan protein, energi, Ca dan P yang hampir sama dan konsumsi ransum pada penelitian ini tidak berbeda nyata, sehingga konsumsi Ca dan P tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Kerabang telur mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya seperti magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga (Gary et al. 2009). Menurut Clunies et al. (1992), semakin tinggi kandungan kalsium dalam ransum, semakin tinggi pula bobot maupun tebal kerabang telur. Apabila kadar Ca dari pakan dalam usus cukup tinggi, maka penyerapan Ca oleh usus terjadi secara pasif, namun apabila kadar Ca tersebut rendah, maka diperlukan penyerapan Ca secara aktif dengan bantuan dihidroksikolekalsiferol, suatu metabolit dari vitamin D. Dihidroksikolekalsiferol terbentuk di dalam ginjal di bawah pengaruh hormon patatiroid.

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak berpengaruh nyata terhadap berat kerabang, tetapi nilai rataan kerabang telur cenderung meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Adanya ß-karoten dalam ransum mengakibatkan kebutuhan vitamin A terpenuhi untuk menjalankan aktifitas metabolisme dalam tubuh ternak. Surai (2003) menyatakan bahwa sumber pakan yang mengandung karotenoid yang memiliki aktifitas pembentuk vitamin A yang memiliki fungsi sebagai antioksidan. Vitamin A meningkatkan kesehatan ternak ayam, melalui mekanisme peningkatkan sistem imunitas, sehingga proses pencernaan zat-zat makanan berjalan lancar, terutama pencernaan protein. Protein sangat dibutuhkan ayam petelur untuk pembentukan Calsium Binding Protein (CBP) yang diperlukan untuk penyerapan kalsium secara aktif. Menurut Wahju (2004) kualitas kerabang telur ditentukan oleh ketebalan dan struktur kerabang. Kandungan Ca dan P dalam pakan berperan terhadap kualitas kerabang telur, karena dalam pembentukan kerabang telur diperlukan adanya ion-ion karbonat dan ion-ion Ca yang cukup untuk membentuk CaCO3 kerabang telur.

Berat Putih Telur

Substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum tidak nyata mempengaruhi berat putih telur. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana cukup baik. Skor asam amino yang dimiliki tepung pucuk Indigofera zollingeriana 64.20 % dibandingkan dengan bungkil kedelai. Rataan berat putih telur ayam pada penelitian ini berkisar antara 34.52 sampai 35.71g. Persentase berat putih telur ayam sebesar R0 = 63.98 %, R1 = 63.48 %, R2 = 63.64 % dan R3 = 63.99 %. Persentase berat putih telur pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal

standar putih telur, yaitu berkisar 60 - 63 % (Yamamoto et al. 1996; Robert 2004). Hal ini menunjukan bahwa ayam petelur tidak mengalami kekurangan protein untuk pembentukan protein pada putih telur. Bell dan Weaver (2002) mengemukakan bahwa besar telur dalam batas tertentu akan meningkat apabila ketersediaan protein terpenuhi, karena diperlukan untuk membentuk albumen.

Putih telur terdiri dari empat lapisan yang tersusun secara istimewa, yaitu : (1) lapisan terluar yang terdiri dari cairan kental yang banyak mengandung serat- serat musin, (2) lapisan tengah yang terdiri dari anyaman musin yang berbentuk setengah padat, (3) lapisan ketiga merupakan lapisan yang lebih encer, dan (4) lapisan terdalam yang dinamakan kalazafera yang bersifat kantal (Muchtadi dan Sugiyono 1992). Putih telur tersusun atas 86.8 % air, 11.3 % protein, 0.08 % lemak, 1 % karbohidrat, dan 0.8 % abu (Romanoff dan Romanoff 1999). Protein putih telur terdiri atas protein serabut yang terdiri ovomucin dan protein globular yang terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lizosim, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor, dan avidin (Messier 1991; Bologa et al. 2013). Protein globular merupakan protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam basa dibandingkan protein serabut. Protein globular juga merupakan protein yang mudah terdenaturasi (Winarno 1997).

Berat Kuning Telur

Rataan berat kuning telur ayam pada penelitian ini berkisar antara 13.77 sampai 14.16 g, dengan persentase berat kuning telur sebesar 25.53% (R0), 25.67% (R1), 25.36% (R2) dan 25.03% (R3). Persentase berat kuning telur ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan presentase standar berat kuning telur. Presentase berat kuning telur ayam berkisar antara 30 – 33 % dari berat telur (Stadelman dan Cotterill 1995). Rendahnya presentase berat kuning telur yang dihasilkan pada panelitian ini disebabkan karena selama penelitian suhu lingkungan kandang yang relatif tinggi yaitu 300 – 330C. Suhu lingkungan dapat mempengaruhi fisiologis ayam secara langsung, yaitu dengan cara memberikan pengaruh terhadap fungsi beberapa organ tubuh seperti jantung dan alat pernafasan; serta dapat mempengaruhi secara tak langsung dengan meningkatnya hormon kortikosteron dan kortisol, serta menurunnya hormon adrenalin dan tiroksin dalam darah. Peranan utama kortikosteron dan kortisol terdapat pada proses gluconeogenesis yaitu perubahan dari non karbohidrat (protein yang masuk ke dalam darah dan diubah menjadi energi) . Selain hormon kortikosteron dan kortisol, ternyata hormon tiroksin dan adrenalin sangat berperan dalam pengaturan suhu tubuh. Aktifitas kedua hormon tersebut akan menurun apabila suhu lingkungan tinggi (Guyton 1983). Ketika suhu lingkungan yang tinggi, sebagian nutrien dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga nutrien untuk pembentukan sebutir telur menjadi berkurang.

Hasil analisis ragam menunjukan substitusi bungkil kedelai dalam ransum dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana tidak mempengaruhi berat kuning telur. Hal ini disebabkan asam lemak dan protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana mampu menggantikan proporsi asam lemak dan protein dari bungkil kedelai dalam membentuk kuning telur. Faktor yang mempengaruhi berat yolk

adalah kandungan lemak dan protein dalam telur yang sebagian besar terdapat dalam yolk (ISA 2009). Shim et al. (2002) menyatakan kolesterol telur umumnya terdapat pada kuning telur yang diproduksi di hati dan ditransport lewat darah dalam bentuk lipoprotein dan dideposit dalam folikel yang sedang berkembang.

Berat kuning telur pada perlakuan yang ransumnya mengandung tepung pucuk Indigofera zollingeriana relatif sama antara semua perlakuan dengan ransum kontrol (tanpa pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana). Hal ini dipengaruhi oleh kandungan asam linoleat dalam pakan ayam sama pada semua perlakuan, yaitu 1.09 - 1.28 % yang telah memenuhi kebutuhan minimal ayam petelur. Kebutuhan standar minimal asam linoleat dalam ransum ayam petelur adalah 1.00% (Wahju 2004). Berat kuning telur dipengaruhi oleh kandungan lemak karena deposit lemak terbanyak berada di dalam kuning telur.

Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan (Bell dan Weaver 2002; Yamamoto et al. 2007). Tepung pucuk Indigofera zollingeriana memiliki kandungan lemak yang rendah yaitu sekitar 3.39%, tidak dominan merubah komposisi asam linoleat dalam ransum yang memiliki kandungan lemak ransum yang relatif sama yaitu 5.3 – 6.6%.

Warna Kuning Telur

Intensitas warna kuning telur ayam merupakan salah satu penentu kualitas telur secara fisik. Semakin tinggi skor warna kuning telur yang dihasilkan, semakin baik kualitas telur tersebut. Adapun pengukuran kualitas warna kuning telur pada penelitian ini disajikan pada gambar 4.2.

R0(0% TPI) R1 (5.2% TPI) R2 (10.4% TPI) R3 (15.6% TPI) Gambar 4.2. Hasil pengukuran intensitas warna kuning telur

Hasil analisis ragam terhadap intensitas warna kuning telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum berpengaruh nyata (P<0.01) meningkatkan skor warna kuning telur. Rataan skor warna kuning telur pada penelitian ini adalah 8.5 (R0), 11.5 (R1), 12.15 (R2) dan 13.25 (R3). Penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana meningkatkan skor warna kuning telur 135.29 % (R1), 142.94 % (R2) dan 155.88 % (R3) dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi ß-karoten yang berasal tepung pucuk Indigofera zollingeriana. Karotenoid merupakan pigmen alami dan dikenal

secara luas dari warnanya terutama warna kuning, oranye dan merah. Salah satu tipe yang memberi manfaat yaitu ß-karoten (Gross 1991). Karotenoid yang berbentuk alami terdiri dari 60 – 90 % berbentuk trans dan 10 – 30 % berbentuk cis. Karotenoid yang berbentuk trans sangat efektif sebagai pigmen. ß-karoten merupakan karotenoid yang berbentuk trans, sehingga ß-karoten dapat mendeposit pigmen kuning pada telur ayam (Damron 1984). Zat warna tersebut akan diserap di saluran pencernaan ayam dan dideposit dalam kunig telur (Donald dan William 2002). Surai et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi karotenoid dalam kuning telur merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi oleh ayam tersebut.

Semakin tinggi penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum ayam, semakin tinggi skor warna kuning telur yang dihasilkan. Sejalan dengan penelitian Piliang et al. (2001) yang melaporkan bahwa semakin tinggi pemakaian daun katuk dalam ransum semakin tinggi skor warna kuning telur yang dihasilkan. Warna kuning dari telur ini sangat erat kaitannya dengan tingginya kandungan vitamin A.Intensitas kuning telur yang semakin cerah akan memiliki kualitas lebih tinggi secara fisik, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu xantofil, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al. 2007). Sangeetha dan Baskaran (2010) menyatakan bahwa ayam petelur tidak dapat mengubah semua karotenoid menjadi vitamin A, tetapi sebagian akan digunakan untuk meningkatkan warna kuning telur.

Nilai Haugh Unit Telur

Hasil pengukuran HU telur yang diamati selama periode penelitian disajikan dalam Tabel 4.4. Rataan nilai HU dari perlakuan pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana berkisar antara 90.97 sampai 92.40, sedangkan nilai haugh unit telur tanpa pemakaian tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah 89.98. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa substitusi bungkil kedelai dengan tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap nilai HU, hal ini disebabkan komposisi asam amino yang menyusun protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana berkualitas baik. Skor asam amino dari tepung pucuk Indigofera zollingeriana adalah 10.49 sedangkan skor asam amino bungkil kedelai 16.34, sehingga penggunaan tepung pucuk Indigofera zollingeriana sampai 15.6 % yang menggantikan 45 % protein bungkil kedelai dalam ransum tidak menurunkan kualitas telur yang dihasilkan. Nilai HU Semua nilai HU tersebut digolongkan pada kualitas AA. Menurut standar United State Department of Agriculture (2000) nilai HU lebih dari 72 digolongkan kualitas AA.

Faktor yang mempengaruhi nilai HU adalah tinggi albumen dan berat telur sedangkan tinggi albumen sangat ditentukan kepadatan albumen (Stadellman dan Cotterill 1995; Ramos 2008). Kepadatan albumen itu sendiri dipengaruhi oleh kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi dan status kesehatan ayam. Substitusi protein bungkil kedelai sampai 45% dengan protein tepung pucuk Indigofera zollingeriana dalam ransum, tidak mempengaruhi berat telur dan tinggi albumen, sehingga nilai HU juga tidak menunjukkan pebedaan yang nyata.

Haugh unit akan menurun jika ransum yang digunakan mengandung randah protein (Leeson dan Caston 1997; Kashani et al. 2014) .