• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon a Paparan Data Berdasarkan Pengamatan

Dalam dokumen TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER BAB (Halaman 65-76)

METODOLOGI PENELITIAN A Metode dan Pendekatan Penelitian

PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data

3) Buku Saku Siswa

2.3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon a Paparan Data Berdasarkan Pengamatan

Evaluasi atau penilaian terhadap pendidikan karakter didasarkan pada indikator-indikator dari nilai yang menjadi tujuan sekolah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada Selasa, 20 September 2016 terdapat beberapa siswa dikeluarkan dari kelas karena tidak menunjukkan sikap menghormati guru yang sedang mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru menilai karakter siswa selama pembelajaran berlangsung dan memberikan sangsi yang tegas kepada siswa yang tidak menunjukkan sikap sesuai nilai karakter yang diharapkan (lampiran TO-5).

Selain itu, pada Senin, 26 September 2016, peneliti mengamati pelaksanaan ujian tengah semester. Salah satu indikator penilaiannya adalah siswa tidak menyontek saat ujian berlangsung. Nilai kejujuran selama ujian telah ditegaskan oleh setiap guru mata pelajaran sejak awal pembelajaran hingga pelaksanaan ujian. Peran guru pengawas ujian sangat penting selama ujian berlangsung, sebab dialah yang dapat memastikan tingkat ketercapaian nilai kejujuran selama ujian berlangsung (lampiran TO-4).

b. Paparan Data Berdasarkan Wawancara

Evaluasi pendidikan karakter selain dilaksanakan bersamaan dengan evaluasi hasil belajar, juga berlangsung on the spot atau langsung di tempat kejadian, serta melibatkan banyak pihak dengan metode observasi dan penanganan yang konsisten. Kepala sekolah mengemukakan sebagai berikut:

Evaluasi kami lakukan untuk menilai atau mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter. Evaluasi dilakukan dalam bentuk rapat evaluasi setiap bulan, semesteran (awal dan akhir semester) dan tahunan (awal dan akhir tahun ajaran). Setiap bidang atau unit kerja melaporkan ketercapaian setiap program yang telah dibuat, termasuk kesulitan, tantangan, atau hambatan yang ditemui dan usulan solusi untuk

mengatasinya. Untuk guru dan pegawai secara perorangan dievaluasi juga. Apakah mereka sudah berupaya menjadi teladan yang baik bagi siswa. Misalnya tentang disiplin, saling menyapa satu sama lain. Jangan sampai siswa diminta disiplin dan saling menyapa, malah guru dan pegawai tidak menyapa satu sama lain atau datang terlambat. Evaluasi terhadap guru datang juga dari siswa. Mereka dilibatkan untuk memberi masukan tentang sikap dan perilaku guru sejauh yang mereka alami di kelas atau di lingkungan sekolah. Evaluasi terhadap siswa berlangsung pada saat rapat nilai mid semester, semester, rapat ketentuan kenaikan kelas dan rapat kelulusan. Pada rapat ini evaluasi dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, evaluasi kepribadian siswa atau sikap dan perilakunya (aspek afektif) dan kedua, evaluasi nilai-nilai akademik. Pengalaman kami ada juga siswa yang dinyatakan tidak naik kelas karena masalah perilaku. Instrumen yang kami pakai dalam menilai sikap dan perilaku siswa adalah observasi setiap hari. Setiap temuan tentang sikap dan perilaku siswa langsung ditangani.

Evaluasi pendidikan karakter juga berlangsung saat rapat orangtua saat penerimaan hasil belajar siswa. Kami memberikan kesempatan kepada orangtua untuk memberikan penilaian tentang sikap dan perilaku siswa. Terkadang juga penilaian datang dari beberapa anggota masyarakat yang disampaikan secara spontan kepada pihak sekolah (TW-1-AP).

Dari hasil evaluasi dikemukakan juga faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk faktor pendukung AP mengemukakan sebagai berikut:

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah kami secara keseluruhan dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik atau sesuai harapan. Ada dua faktor yang kami lihat sebagai pendukung. Pertama, para siswa sudah terseleksi pada awal penerimaan siswa baru dari segi akademik dan kepribadian. Siswa yang kami terima adalah mereka yang memiliki prestasi akademik/non akademik dan memiliki catatan kepribadian yang baik. Kedua, faktor asrama. Siswa kami wajib tinggal di asrama. Hal ini sangat memudahkan kami untuk mengontrol dan mengetahui perkembangan sikap dan perilaku mereka. Pendidikan karakter yang kami upayakan di sekolah dapat berlangsung secara kontinu atau berkesinambungan karena adanya asrama (TW-1-AP).

Selanjutnya, untuk faktor penghambat AP melanjutkan sebagai berikut:

Ada tiga faktor penghambat, yaitu guru, siswa, dan orangtua. Terkadang pola perilaku dari beberapa guru masih belum menunjukan keseriusan atau

komitmen untuk menjadi panutan. Siswa memperhatikan dan mulai membanding-bandingkan. Selanjutnya kesulitan dari siswa adalah masih ada yang suka menyimpang atau melanggar aturan yang sudah ditetapkan, padahal setiap hari diingatkan dan diberi pembinaan. Tantangan juga datang dari orangtua. Ada orangtua yang mendukung sekolah menerapkan disiplin, tetapi ada juga orangtua yang kurang mendukung. Usaha-usaha yang kami lakukan untuk mengatasi kesulitan, hambatan atau tantangan di atas adalah tetap berupaya konsisten dalam pembinaan setiap hari dan mengingatkan serta mengajak orangtua untuk lebih kooperatif dengan sekolah agar pendidikan karakter semakin berdampak positif bagi siswa, sekolah, dan orangtua (TW-1-AP).

Evaluasi pendidikan karakter yang dikemukakan oleh AP di atas diperkuat oleh pernyataan wakil kepala sekolah bidang hubmas sebagai berikut:

Evaluasi dilakukan bersamaan dengan rapat rutin bulanan dan saat rapat nilai. Kami berperan melaporkan temuan atau hasil observasi tentang sikap dan perilaku siswa. Setiap temuan kami bahas bersama dan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi tentang tindak lanjut penanganan masalah yang ada. Di samping itu, pada rapat bersama dengan orangtua. Mereka diberi kesempatan untuk menyampaikan penilaian mereka sendiri tentang perkembangan sikap dan perilaku siswa di rumah. Hal ini kami jadikan bahan refleksi dan evaluasi untuk menata dan memperbaiki sistem ke depan (TW-3-ES).

Sehubungan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung, hal serupa juga dikemukakan oleh ES sebagai berikut:

Pada saat penerimaan siswa baru, kami sering mengajukan pertanyaan tentang alasan atau motivasi orangtua memilih sekolah kami, dan umumnya memberi alasan karena sekolah kami terkenal disiplin. Mereka tertarik menyekolahkan anak mereka di sini karena mereka ingin anak mereka menjadi disiplin dan mandiri. Hal ini tentu mendorong kami untuk memberikan yang terbaik dalam usaha mengedepankan pendidikan karakter. Selain itu, faktor pendukung lainnya adalah input, yakni kualitas siswa itu sendiri. Kami menyeleksi siswa secara ketat di awal penerimaan siswa baru. Ada banyak calon siswa yang mendaftar, tetapi ketersediaan kamar di asrama terbatas. Kualitas akademik dan kepribadian siswa yang baik menjadi prioritas kami. Karena itulah, dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter, kami kurang mengalami kesulitan, karena pada dasarnya siswa-siswi yang kami terima adalah mereka yang mentalnya sudah siap, kepribadiannya sudah baik, dan memiliki motivasi untuk berkembang (TW-3-ES).

Namun, evaluasi faktor penghambat pendidikan karakter, ES memiliki pandangan yang berbeda sebagai berikut:

Pada umumnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah kami telah berjalan dengan lancar. Hambatan yang kami jumpai sangat minim. Ada masalah kedisplinan, tetapi tidak seberapa. Sejauh ini dapat diselesaikan (TW-3-ES).

Evaluasi pendidikan karakter ditempuh dengan cara observasi atau pengamatan dan berkaitan dengan proses penanganan masalah terhadap siswa. Informasi ini diperoleh dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan merangkap pengasuh asrama sebagai berikut:

Metode yang kami gunakan dalam evaluasi adalah observasi lapangan dan laporan dari berbagai pihak di sekolah dan asrama. Hasil observasi dan temuan masalah, sekecil apapun itu harus dilaporkan kepada kami dan diselesaikan bersama guru penasehat akademik. Untuk kasus yang berat, maka prosedur yang lakukan adalah sebagai berikut kesiswaan membawa kasusnya ke guru pembimbing akademik (PA) untuk dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan), lalu guru PA membuatkan rekomendasi berdasarkan tata tertib sekolah dan meneruskannya kepada kepala sekolah untuk dikeluarkan sangsi, entah itu berupa surat teguran atau dikembalikan kepada orangtua. Secara rutin evaluasi kami lakukan dalam rapat bulanan dewan guru bersama kepala sekolah (TW-2-NP).

Berkaitan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung NP mengemukakan beberapa hal yang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh AP dengan beberapa informasi tambahan. Menurutnya faktor pendukung pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

Sistem penanganan masalah telah berjalan dengan baik. Artinya ketika terjadi masalah, kami langsung menanganinya. Sekecil apapun itu tidak kami abaikan. Dalam penanganan kami melibatkan banyak pihak seperti yang sudah disebutkan di atas. Keterlibatan OSIS juga sangat membantu baik di sekolah maupun di asrama. Tingkat kesadaran siswa boleh dibilang cukup tinggi, sehingga nilai-nilai karakter yang kami harapkan mulai membudaya dalam keseharian mereka. Di samping itu, faktor pendukung yang signifikan adalah asrama. Siswa kami tinggal di asrama, sehingga

pengawasan terhadap mereka berlangsung 24 jam. Kegiatan-kegiatan dalam rangka melatih disiplin, dan membangun kreativitas, lebih mudah dilaksanakan karena mereka tinggal di asrama (TW-2-NP).

Mengenai faktor penghambat, NP memiliki cara pandang yang berbeda dengan yang dikemukakan oleh AP. Menurutnya faktor penghambat pendidikan karakter tidak terlalu signifikan dan lebih mencermati perkembangan psikologis siswa dan partisipasi orangtua dalam pendidikan karakter. Berikut pernyataannya:

Sejauh ini faktor penghambatnya tidak terlalu signifikan. Para siswa kami adalah remaja yang masih sangat membutuhkan bimbingan. Sehingga diperlukan kesabaran dan konsistensi dari kami untuk terus menerus mengingatkan mereka untuk berdisplin, jujur, peduli satu sama lain, saling menghargai, dan seterusnya. Tantangan yang kami hadapi adalah pacaran. Pada prinsipnya kami melarang para siswa untuk pacaran di sini. Tetapi, terdapat beberapa dari mereka yang ternyata pacaran dan kami mencoba untuk menggunakan pendekatan berbeda, bukan menghukum mereka tetapi mendampingi dan mengarahkan mereka agar tetap pada batas-batas kewajaran. Mereka diingatkan akan status mereka sebagai siswa, sehingga harus tetap fokus pada belajar. Tantangan selanjutnya adalah ketika liburan akhir pekan (weekend) atau liburan panjang. Terdapat beberapa siswa yang harus melakukan penyesuaian diri lagi. Mungkin terdapat kelonggaran saat liburan di rumah. Untuk itu diperlukan sekali kerjasama dengan orangtua (TW-2-NP).

Evaluasi pendidikan karakter dilakukan juga oleh guru di dalam kelas. Pernyataan ini disampaikan oleh guru Seni merangkap Bahasa Inggris dan Muatan Lokal. Evaluasi pendidikan karakter menurutnya adalah sebagai berikut:

Guru melakukan observasi selama kegiatan pembelajaran di kelas. Observasi didasarkan pada indikator-indikator yang telah dibuat guru dalam RPP. Sebagai contoh untuk mengukur nilai kerjasama, indikator yang ditetapkan adalah siswa terlibat dalam diskusi kelompok sesuai peran yang diberikan. Hal-hal yang ditemukan selama observasi ditulis pada jurnal guru untuk kemudian menjadi dasar penilaian ranah afektif. Guru memberikan apresiasi kepada siswa yang menunjukan karakter yang baik dengan cara memberikan bobot nilai afektif yang diakumulasi pada evaluasi pembelajaran tengah semester dan semester. Sedangkan, siswa yang menunjukan perilaku yang belum sesuai dengan indikator nilai

karakter, diberi pembinaan khusus dan bisa juga mempengaruhi nilai afektifnya. Selain itu, guru juga mempertimbangkan laporan-laporan atau hasil temuan dari guru PA, koordinator kelas, piket dan pengasuh asrama (TW-4-CK).

Kualitas input siswa dan asrama dipandang sebagai faktor pendukung pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini. Beberapa pihak di atas telah mengemukakan hal ini dan diulang lagi oleh CK sebagai berikut:

Profil siswa adalah faktor pendukung yang paling penting. Melalui kegiatan psikotes dan hasil elaborasi saat wawancara, gambaran awal tentang kepribadian, minat dan bakat, dan kemampuan akademik telah diperoleh oleh guru. Semua guru dilibatkan dalam wawancara, sehingga dapat dipastikan sejak awal para guru telah memiliki pengenalan awal tentang siswa yang akan dididiknya, dan bagaimana membina mereka. Peran guru saat wawancara sangat penting. Setelah wawancara, guru akan memberikan rekomendasi apakah siswa diterima atau tidak. Pendidikan karakter di sekolah kami dapat dikatakan berlangsung dengan baik, karena faktor asrama. Kontinuitas pendidikan karakter dapat terlaksana. Sebab asrama adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sekolah. Para pengasuh di asrama adalah juga guru di sekolah. Beberapa usaha yang kami lakukan untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan karakter adalah berusaha menjaga konsistensi penegakan disiplin, penanganan masalah siswa, menciptakan iklim demokrasi dalam arti melaksanakan kegiatan-kegiatan dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing mereka. Selain itu, komunikasi yang intensif dengan orangtua juga kami kembangkan. Pendidikan karakter terlaksana secara berkesinambungan sekolah-asrama-rumah (TW-4-CK).

Hal yang berbeda dikatakan oleh CK mengenai faktor penghambat pendidikan karakter. Beliau lebih menyoroti tentang sarana dan prasarana. Selengkapnya beliau mengemukakan sebagai berikut:

Fasilitas yang belum memadai merupakan salah satu faktor penghambat. Misalnya di dalam pembelajaran muatan lokal (prakarya dan kewirausahaan). Pelajaran ini juga sangat menekankan pendidikan karakter, seperti kreativitas, kerjasama, kebersihan, dan kewirausahaan. Namun, ketika harus melaksanakan praktek seperti memasak, fasilitas di dapur tidak memadai, air dari perusahan air minum kadang bermasalah. Tidak heran beberapa siswa menjadi kurang bersemangat atau belum

antusias. Usaha-usaha yang sudah coba kami lakukan adalah mengajukan pengadaan dan perbaikan sarana-prasarana. Sedangkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah perilaku siswa, kami langsung tangani dengan memberikan pembinaan dan untuk masalah-masalah yang sifatnya lebih serius, dalam arti siswa belum menunjukan perubahan berarti, maka kami akan mengarahkannya kepada guru PA atau guru BK (TW-4-CK).

Memberikan apresiasi berupa bobot nilai afektif kepada siswa yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter dan membahasnya dalam rapat dewan guru sebagai usaha evaluasi, juga diutarakan oleh guru Teknologi Informasi Komputer (DP). Beliau menyatakannya sebagai berikut:

Evaluasi bersama sering dibuat bersama dewan guru dan pimpinan sekolah melalui rapat bulanan, rapat nilai tengah semester dan semester. Hal-hal yang dibahas tidak hanya capaian nilai pengetahuan dan keterampilan, tetapi nilai afektif dengan indikator-indikator seperti yang disebutkan sebelumnya. Jika siswa menunjukan sikap dan perilaku yang baik di kelas, maka diberikan poin yang diakumulasi saat penilaian untuk raport (TW- TW-6-DP).

Berkaitan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung, DP menegaskan sebagai berikut:

Pada umumnya siswa sudah menunjukan perilaku yang baik, sehingga kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Konsistensi dalam penerapan aturan dan motivasi terhadap siswa diperlukan untuk menjaga agar suasana belajar di kelas bisa berlangsung kondusif (TW-6-DP).

Walaupun begitu, DP sendiri memaparkan tantangan-tantangan yang dihadapinya dan dilihat sebagai faktor penghambat pendidikan karakter yang berlangsung di kelas. Berikut pemaparannya:

Tantangan yang dihadapi di kelas antara lain masih ada saja siswa yang terlambat mengumpulkan tugas, kurang melibatkan diri dalam diskusi kelompok. Ada juga siswa yang mungkin memiliki masalah pribadi

sehingga mempengaruhi sikap dan perilakunya di kelas. Usaha yang saya lakukan adalah menegur atau memberi pembinaan agar ke depan ada perubahan sikap (TW-6-DP).

Model evaluasi yang berbeda disampaikan oleh guru Bimbingan dan Konseling. Beliau mengemukakannya sebagai berikut:

Setahun sekali kami menjalankan kuisioner kepada siswa. pertanyaan- pertanyaan yang kami ajukan berkaitan dengan evaluasi siswa terhadap perkembangan karakternya. Kami juga melakukan pengamatan atau observasi dan menuliskan hasilnya pada jurnal. Observasi dilakukan melalui laporan teman sebaya, sapaan-sapaan BK kepada siswa, dan

crosscheck (memastikan kebenaran laporan atau hasil temuan masalah siswa tertentu baik yang kami lakukan melalui kegiatan interogasi atau menggunakan instrument tes). Laporan secara lisan kami sampaikan kepada kepala sekolah dan dewan guru dalam rapat rutin bulanan dan rapat nilai. Hal-hal yang dilaporkan antara lain rekapitulasi kunjungan siswa dan ruang lingkup persoalan siswa. Terdapat juga laporan tertulis yang kami buat per-semester (TW-5-SK).

Ketika ditanya tentang evaluasi terhadap faktor pendukung, jawabannya senada dengan informan-informan sebelumnya. Menurutnya, faktor pendukung pendidikan karakter di sekolah ini adalah sebagai berikut:

Rekrutmen siswa pada awal tahun pelajaran adalah faktor pendukung yang sangat penting. Mereka yang diterima adalah yang memiliki IQ di atas rata-rata. Sedangkan pada bagian rata-rata dapat diterima setelah pertimbangan beberapa faktor yang ditemukan dalam hasil psikotes, seperti tingkat kemandirian, prestasi, daya juang. Mereka dinilai mampu mengolah potensi-potensi yang ada di dalam diri mereka. Tidak hanya prestasi akademik yang dijadikan prasyarat, tetapi kualitas karakter personal adalah faktor penentu apakah siswa diterima di sekolah ini atau tidak (TW-5-SK).

Selanjutnya, evaluasi terhadap faktor penghambat pendidikan karakter, SK memiliki persepsi sesuai dengan profesinya. Berikut pernyataannya:

Guru BK dalam menangani persoalan pribadi siswa, sedapat mungkin menjaga kerahasiaan agar siswa merasa nyaman dan mau terbuka. Tetapi, terkadang ada persoalan-persoalan yang oleh BK disimpan, malah disebarkan oleh pihak lain. Ini tentunya menjadi tantangan bagi guru BK untuk mengontrol agar masalah-masalah tertentu tidak menyebar. Selain itu, cara bersikap atau menanggapi persoalan siswa belum sama di kalangan guru. Misalnya ketika siswa kedapatan melakukan kesalahan, guru BK biasanya akan berusaha mencari tahu latar belakang masalah dan mencoba memberikan pembinaan secara positif kepada siswa. Sedangkan guru lain cenderung menghakimi siswa. Usaha-usaha untuk mengatasi hambatan ini antara lain dengan terus meningkatkan layanan Bimbingan dan Konseling, menyediakan banyak waktu mendengarkan siswa, menjadi orang yang dapat mereka percaya dengan menjaga kerahasiaan bimbingan dan memberikan solusi yang tepat bagi mereka (TW-5-SK).

Subjek dari pendidikan karakter adalah siswa itu sendiri. Untuk itu penting untuk memperhitungkan evaluasi terhadap pendidikan karakter dari perspektif atau pengalaman langsung dari mereka. Berikut informasi yang diperoleh dari salah seorang perwakilan siswa:

Motivasi saya bersekolah di sini karena sekolah ini dikenal dapat mendidik siswa untuk mandiri, disiplin, cerdas, berdaya saing dan memiliki karakter kristiani. Sewaktu saya kelas X saya pernah berpikir untuk pindah sekolah karena homesick. Baru kali ini saya tinggal di asrama dan jauh dari orangtua. Tetapi lama-kelamaan saya merasa senang dan bangga bisa bersekolah di sini. Ada banyak manfaat yang saya dapat, seperti bisa tampil percaya diri di hadapan banyak orang, ikut serta dalam lomba- lomba, persaudaraan sebagai satu angkatan, dan lain-lain. Senioritas di sekolah ini cukup kuat. Senior akan marah kalau junior tidak memberi salam. Tetapi sebenarnya mereka sangat baik. Hubungan kakak-adik begitu erat saya rasakan. Ketika ada siswa yang tidak memberi salam biasanya langsung mendapat bimbingan oleh senior atau oleh guru (TW-7- FU).

Informasi-informasi yang diperoleh dari wawancara di atas menegaskan bahwa evaluasi pendidikan karakter dilakukan oleh pimpinan sekolah bersama dewan guru dan melibatkan banyak pihak, termasuk siswa dan orangtua. Dari hasil evaluasi diperoleh faktor pendukung sekaligus penghambatnya. Pada umumnya informan mengemukakan tentang input siswa dan asrama sebagai

faktor pendukung pendidikan karakter. Contoh atau teladan guru yang belum maksimal, peran serta orangtua yang masih minim, keadaan psikologis siswa, dipandang sebagai faktor-faktor penghambat pendidikan karakter dan perlu ditangani. Oleh karena itu dapat dilihat dari kutipan wawancara di atas, beberapa usaha telah diupayakan oleh berbagai pihak untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut.

c. Paparan Data Berdasarkan Studi Dokumentasi

Dokumen penting yang memuat hasil evaluasi terhadap perkembangan sikap dan perilaku siswa adalah laporan hasil belajar siswa atau disingkat rapor (lampiran TD-11). Melalui rapor, orangtua dapat melihat perkembangan siswa dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Penilaian pendidikan karakter secara eksplisit dicantumkan pada lembaran terpisah, yakni pada laporan perkembangan akhlak mulia dan kepribadian siswa. Penilaian ini dirumuskan secara kualitatif dengan bertitik tolak pada 10 nilai karakter beserta indikator- indikator dari setiap nilai, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Rapor Akhlak Mulia dan Kepribadian No Aspek yang dinilai Keterangan (indikator) 1 Kedisiplinan

Hadir tepat waktu, berpakaian, ketepatan tugas, disiplin dalam proses belajar mengajar.

2 Kebersihan Berpakaian, badan dan rambut, buku catatan dan latihan.

3 Kesehatan Kesehatan jasmani, kesehatan rohani,kesehatan sosial.

4 Tanggungjawab

Menjaga keamanan kelas/sekolah, tugas dalam kegiatan belajar mengajar, tugas utusan sekolah, memelihara keutuhan sekolah.

5 Sopan santun Terhadap guru, terhadap sesama teman, sopan dalam berbicara, sopan dalam

lingkungan sekolah.

6 Percaya diri Berani menyampaikan pendapat,mengutamakan usaha sendiri. 7 Kompetitif Interaksi dengan teman/guru, aktivitasdalam proses belajar-mengajar.

8 Hubungan sosial Hubungan dengan teman sekelas, guru,lingkungan sekolah, guru, lingkungan sekolah, tata usaha.

9 Kejujuran Jujur dalam mengerjakan tugas,menepati janji, jujur dalam perkataan dan perbuatan.

10 Pelaksanaan ibadah ritual Ibadah rutin, memimpin ibadah,memberi persembahan, ibadah jemaat.

Dalam dokumen TESIS MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER BAB (Halaman 65-76)