• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat

Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011

Dalam setiap kegiatan baik itu berskala besar maupun berskala kecil,ada beberapa aspek yang patut dilakukan agar kegiatan itu terlaksana dengan hasil yang memuaskan,tak terkecuali dalam proses penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah Indonesia,yang dalam hal ini dipertanggung jawabkan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).

Beberapa aspek tersebut tak lain adalah dalam hal terkait perencanaan

(planning), perngorganisasian, pelaksanaan, pengwasan, analisis data

temuan, dan evaluasi dari kesemua proses pelaksanaan kegiatan tersebut. Perencanaan (planning) adalah proses penyusunan rencana strategis untuk sebuah kegiatan guna mencapai tujuan bersama. Pengorganisasian (organizing) adalah proses penyusunan struktur kerja sesuai dengan kemampuan setiap pelaku kerja. Pelaksanaan (actuating) adalah aplikasi dari proses perencanaan dan pengorganisasian sebagai langkah konkrit mencapai tujuan bersama. Pengawasan (controlling) adalah proses pemantauan kerja dalam melaksanakan ketiga aspek sebelumnyam; perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan untuk menghasilkan sebuah rangkuman akhir kegiatan untuk di evaluasi bersama. Keempat hal tersebut adalah salah satu faktor utama dalam proses mengelola sebuah lembaga atau organisasi selama membuat sebuah kegiatan,namun keempat hal tersebut juga bisa

diselingi dengan sebuah analisis SWOT yang berfungsi untuk melacak kelebihan, kelemahan, peluang dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar terkait pengembangan sebuah lembaga atau organisasi.

Hal yang menjadi inti pembahasan adalah mengenai aspek pelaksanaan (actuating) yang merupakan fungsi ketiga dari empat fungsi manajemen. Pelaksanaan atau sering juga disebut penyelenggaraan adalah proses realisasi dari hasil perencanaan dan pengorganisasian yang menghasilkan sesuatu yang konkrit dan bisa diawasi serta di evaluasi.

Pada fungsi ini, penyelenggaraan ibadah haji tentunya juga dilaksanakan oleh Dirjen PHU dengan membagi beberapa unit kerja yang telah disebutkan di atas sesuai dengan fungsinya. Pelaksanaan ibadah haji Indonesia di tahun 2011 dirasa telah memberikan pelayanan yang optimal untuk jamaah haji Indonesia yang tentunya dengan beberapa kasus yang menimpa jamaah,seperti perampokan,ratusan kasus kematian,kendala transportasi dan lainnya seperti yang telah tertulis di atas. Namun secara keseluruhan, hal-hal tersebut adalah yang lazim terjadi pada PIH di setiap tahunnya dan dibuat standar baru untuk tahun berikutnya sesuai dengan kejadian yang ada di musim haji yang sedang berlangsung.

Langkah terakhir dalam sebuah pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi. Evaluasi adalah aktifitas untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses keseluruhan organisasi sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan serta

menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau kegagalan sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.61

Dalam penyelenggaraan ibadah haji kegiatan pengawasan dan evaluasi secara umum tentunya dilakukan oleh pemerintah pusat, khususnya Ditjen PHU selaku badan pelaksana. Namun tidak hanya Ditjen PHU, semua aspek juga diawasi oleh instansi pemerintahan yang memiliki keterkaitan disetiap bidangnya. Secara teknis PIH juga diawasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI, untuk aspek kesehatan dan kelayakan katering jamaah haji diawasi secara langsung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kelayakan transportasi mulai dari armada pesawat hingga armada bus selama di tanah suci diawasi secara langsung oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, keamanan jamaah haji Indonesia diawasi langsung oleh sejumlah anggota dari bidang pertahanan militer yang diberangkatkan juga ke tanah suci untuk mengawasi dan menjaga stabilitas keamanan jiwa raga jamaah haji Indonesia dan juga berbagai aspek lainnya yang juga diawasi secara langsung oleh berbagai instansi pemerintahan untuk dilaporkan langsung kepada Ditjen PHU,tak terkecuali terkait penggunaan dana yang akan diawasi langsung oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dan secara non-teknis, seperti hasil laporan

61

M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115

keuangan akan diaudit langsung oleh BPK RI sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen PHU selaku pelaksana kepada pemerintah pusat62.

Adapun langkah-langkah evaluasi yang dilakukan oleh Ditjen PHU untuk PIH tahun 2010 dan 2011 antara lain sesuai dengan langkah-langkah yang sudah umum, yakni yang pertama adalah menentukan hal-hal yang akan di evaluasi untuk semua aspeknya dengan melakukan pengamatan langsung pada tiap aspek yang dilakukan oleh petugas haji yang nantinya laporan tersebut akan dikumpulkan menjadi satu laporan umum untuk di kaji dan di bahas lebih lanjut. Kedua adalah menentukan batasan-batasan evaluasi, yakni membatasi bahwa yang akan di evaluasi hanyalah aspek-aspek dalam PIH dan tidak termasuk hal-hal selain aspek-aspek-aspek-aspek tersebut agar laporan yang dihasilkan menjadi jelas dan teratur untuk di kaji lebih lanjut. Ketiga adalah merancang desain atau metode evaluasi, Ditjen PHU menggunakan rancangan desain dengan menggunakan metode studi kasus atau pengamatan langsung untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Keempat adalah menyusun rencana pelaksanaan, mulai dari rencana PIH secara umum hingga rencana untuk melakukan pengamatan dengan tanpa mengganggu proses PIH yang sedang berlangsung. Kelima adalah melakukan pengamatan dan analisis semua prosesi PIH sejak masih di tanah air hingga di tanah suci dan kembali lagi ke tanah air,mengumpulkan semua permasalahan dan persoalan yang terjadi selama PIH dan menyatukannya menjadi satu laporan yang akan dilaporkan nantinya kepada pemerintah

62

Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

(Komisi VIII DPR RI). Langkah terakhir yang dilakukan adalah membuat kesimpulan sebagai laporan akhir yang nantinya akan dijadikan standar baru untuk PIH di tahun-tahun berikutnya.

Menyambung kepada laopran evaluasi teknis, tak diragukan lagi bahwa media massa turut mengambil peran penting selama proses PIH untuk melaporkan berita-berita terkini kepada instansinya dan akan dipublikasikan ke seluruh pelosok nusantara, baik itu media cetak maupun media online, dan juga baik itu dari media nasional maupun media internasional. Secara tidak langsung, setiap perusahaan media massa di Indonesia juga mengirim utusan wartawannya untuk meliput berbagai kegiatan yang sedang berlangsung selama proses PIH. Sehingga wartawan pun langsung melaporkan kepada kantor media massa untuk segera diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat umum, menjadikannya secara tak langsung peran media massa di tanah suci juga diperhitungkan sebagai bahan evaluasi oleh Ditjen PHU dan instansi pemerintahan lainnya untuk segera ditangani dengan baik dan optimal serta dijadikan bahan evaluasi untuk menciptakan PIH yang lebih ideal di tahun berikutnya.63

Pada tahun 2011 juga terbentuk Media Center Haji (MCH) yang merupakan sumber utama informasi dan pemberitaan operasional PIH baik di Jeddah, Makkah maupun di Madinah. MCH dikelola oleh Assisten Koordinator Bidang Penerangan (Askorbid Penerangan) yang secara teknis dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan Informasi dan MCH yang memiliki

63

Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

koordinator peliputan di Kantor Misi Haji Indonesia, Daerah Kerja (Daker) Jeddah, Daker Makkah dan Daker Madinah. Sistem kerja MCH adalah mengumpulkan hasil liputan dari berbagai unsur media cetak maupun elektronik untuk kemudian diunggah kepada editor melalui situs

http://haji.kemenag.go.id/ sehingga laporan bersifat orisinil.64

Untuk bentuk penanganan dari berbagai macam kendala dalam aspek-aspek yang ada dalam PIH, Ditjen PHU sendiri sebenarnya telah menetapkan standar pelaksanaan ibadah haji ideal yang berbeda di setiap tahunnya tergantung dari hasil temuan selama proses PIH di tahun sebelumnya.

1. Sosialisasi Pendaftaran

Pada tahun 2010 dan 2011, sosialisai pendaftaran masih terjadi hal-hal klasik seperti masih adanya sedikitnya orang-orang yang masih belum mengerti alur pendaftaran haji. Untuk itu pemerintah dari tahun ke tahun terus dengan gencar menguatkan sosialisasi pendaftaran melalui pemerintah atau pejabat daerah dari yang terendah sampai yang tertinggi. Terkait alur pendaftaran haji yang sedikitnya masih belum dipahami oleh masyarakat awam. Pada prakteknya, Ditjen PHU membuka secara sukarela layanan pertanyaan berbagai hal terkait pendaftaran haji dan juga telah mensosialisasikan alur pendaftaran yang benar kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia melalui lembaga pemerintahan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) dan melalui lembaga-lembaga non-formal atau

64

Rencana Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1432 H / 2011 M oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, 2011

swasta seperti majelis-majelis ta’lim dan KBIH atau travel setempat yang tentunya telah memiliki kemampuan untuk mengelola pelaksanaan ibadah haji. Dengan adanya sistem grass root dalam sosialisasi pendaftaran,maka sudah pasti informasi tersebut sampai hingga pelosok-pelosok negeri, kecuali memang ketidaktahuan datang dari calon jamaah haji tersebut, yang enggan untuk mencari informasi mengenai alur pendaftaran yang benar.

Pada tahun 2011 juga, yang menjadi salah satu hambatan adalah kurang terkendalinya jumlah jamaah haji khusus, untuk itu evaluasi yang dilakukan pada tahun 2011 untuk di tahun 2012 adalah dengan pemerintah melakukan penekanan jumlah jamaah haji khusus agar tidak terlalu menyerap lebih dari kuota yang telah ditetapkan.

2. Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Darat (Armada Bis)

Pada tahun 2010 yang menjadi kendala dalam pemberangkatan adalah hal yang sama pada setiap tahunnya, yakni keterlambatan kedatangan armada pesawat di bandara. Namun yang menjadi kendala dalam transportasi darat adalah bukan pada armada bus, melainkan pada banyaknya jumlah jamaah haji yang ada di tanah suci dari berbagai negara, sehingga menyebabkan arus jalan menjadi sedikit terhambat. Akan tetapi hal tersebut adalah hal yang tidak bisa di cegah oleh pemerintah Indonesia, karena hak untuk menunaikan ibadah haji adalah hak dan kewajiban bagi setiap Muslim yang sudah mampu, sehingga hal-hal terkait perjalanan lokal tidak bisa diprediksikan dengan tepat.

Pada tahun 2011, pemberangkatan (embarkasi) yang masih banyak keterlambatan (delay). Untuk tahun 2012 ini pemerintah masih menggunakan jasa penerbangan dari Garuda Airlines dan Saudi Arabia Airlines sama seperti pada musim haji tahun sebelumnya untuk mengangkut jamaah haji Indonesia. Pada prakteknya pemerintah telah memesan armada yang layak dan nyaman, namun keterlambatan terjadi

bukan pada koordinasi pemerintah dengan maskapai

penerbangan,melainkan terjadi akibat kendala teknis selama pra-pemberangkatan seperti penuhnya landasan untuk parkir pesawat sehingga pesawat lain harus menunggu pesawat yang ada untuk berangkat terlebih dahulu. Keterlambatan armada pesawat itu tentu ada konsekuensinya pada maskapai terkait karena sebelumnya sudah ada kesepakatan antara pelaksana ibadah haji, yakni Ditjen PHU dengan maskapai yang digunakan untuk embarkasi dan debarkasi. Konsekuensinya adalah jika armada pesawat terlambat datang lebih dari 4 jam,maka pihak maskapai diharuskan menyediakan konsumsi untuk jamaah yang terlantar. Bahkan jika lewat dari 6 jam bisa kemungkinan pihak maskapai harus menyediakan penginapan hotel untuk jamaah haji dan untuk kemudian diberangkatkan setelahnya.65

Masih tentang transportasi,selama teknis PIH berlangsung masih sering terjadi jamaah haji Indonesia yang kekurangan fasilitas armada bus yang mengantar jamaah haji Indonesia yang tinggal kurang lebih 2 KM

65

Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

dari masjidil haram,untuk penanganannya pada musim haji tahun 2012 ini pihak penyelenggara telah menambah jumlah armada bus sesuai kebutuhan,dan jumlahnya akan terus berubah setiap tahunnya tergantung pada jumlah jamaah haji Indonesia. Penyewaan armada bus yang dilakukan di tanah suci ini dilakukan dengan alasan untuk menghemat biaya dengan membagi jumlah armada bus yang akan disewa sesuai dengan jamaah yang ada, sehingga tidak mengalami kelebihan armada.

3. Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji

Hal ketiga adalah pada tahun 2010 dan 2011 masih banyak jamaah haji yang mengalami perampokan barang bawaan, hal tersebut dilakukan oleh muqimin asal Indonesia yang tentunya sebagian besar sudah ditangani secara hukum sesuai dengan aturan hukum di Arab Saudi. Namun mulai dari musim haji tahun 2012 kini sudah mulai dibentuknya personil keamanan wanita untuk menjaga keamanan dan ketertiban dari jamaah wanita pada tempat yang dilarangnya bercampur antara laki-laki dan wanita dalam satu tempat.66

4. Katering Haji

Kemudian yang keempat terkait masalah banyaknya keluhan tentang katering yang basi,sebenarnya penyedia katering melakukan tugas dengan semestinya,mengantarkan katering jamaah ke pemondokan masing-masing sesuai dengan jam-jam yang telah ditentukan. Namun adanya

miss-understanding antara jamaah dan penyedia katering adalah banyaknya

66

Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

jamaah yang berdiam didalam masjid untuk menunggu waktu sholat berikutnya sementara katering sudah tiba di pemondokan. Alhasil sesampainya jamaah di pemondokan,yang didapati adalah katering yang sudah tidak layak atau basi. Untuk itu perlu ditingkatkannya kesadaran jamaah akan waktu-waktu penyediaan katering di pemondokan dan juga adanya sistem informasi yang lebih jelas dari pihak penyelenggara kepada jamaah agar tidak lagi didapati katering yang sudah basi.

Sementara masih banyaknya kejadian katering basi di luar teknis PIH seperti saat di bandara, hal itu biasanya disebabkan oleh keterlambatan pesawat tiba di bandara sehingga katering menjadi sudah tidak layak untuk di makan,dan untuk penanganannya pihak maskapai diharuskan mengganti dengan katering yang baru untuk para jamaah haji Indonesia,sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak,antara pihak maskapai dan dengan pihak penyelenggara,Ditjen PHU.67

Untuk itu pemerintah melakukan upaya penanganan hal tersebut dengan peningkatan kualitas layanan katering seperti dengan pengawasan penyediaan katering yang lebih diperketat mulai dari penyimpanan bahan di gudang, proses pemasakan makanan hingga penyediaan katering kepada jamaah.

5. Pemulangan (Debarkasi)

67

Wawancara langsung dengan Bapak Abdul Muhyi, Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia.

Untuk proses pemulangan (debarkasi) di tahun 2012, pemerintah mengupayakan agar meningkatnya OTP dari tahun 2011 dan 2010 yang hanya mencapai 54,5%. Seperti pada proses embarkasi,pada proses debarkasi pun pemerintah Indonesia akan terus menjalin komunikasi yang efektif dengan pihak maskapai agar lebih mengatur jadwal pemberangkatan khusus untuk jamaah haji Indonesia, agar ibadah haji lebih berjalan dengan khusyu tanpa adanya gangguan terkait keterlambatan armada pesawat.

6. Dana Abadi Umat (DAU)

Sebelum mengenai Dana Abadi Umat (DAU), yang masih sering terjadi masalah dalam PIH adalah penentuan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang masih simpang siur menjelang musim haji berlangsung, untuk itu pemerintah mengupayakan untuk melakukan pembahasan BPIH lebih awal agar lebih ada persiapan, baik dari pemerintah selaku pelaksana maupun juga dari jamaah haji yang akan berangkat.

Kemudian terkait masalah Dana Abadi Umat (DAU), DAU sendiri difungsikan untuk membiayai pembangunan di Indonesia yang berasal dari efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji68. Penggunaan DAU mencakup untuk aspek sosial, agama, pendidikan, kesehatan dan juga digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji. Yang digunakan untuk menjalankan fungsi ini bukan jumlah keseluruhan dana dari hasil sisa ONH jamaah haji Indonesia,namun hanya sekitar 10% dari bunganya yang

68

Republik Indonesia, Peraturan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Badan Pengelola Dana Abadi Umat, Bab I, Pasal 1.

akan digunakan,khususnya untuk penyelenggaraan ibadha haji dengan pembagian tertentu untuk porsi di tanah suci dan di Indonesia. DAU yang pada awalnya disebut sebagai dana sisa ONH mulai diberlakukan pada 1998 pada masa Tarmizi Taher menjabat sebagai Menteri Agama.

DAU disusun atas kerja sama antara Direktorat Pengelolaan Dana Haji (Ditlola) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membidangi masalah Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan. DAU sendiri pada awalnya yang masuk ke rekening pribadi,namun sejak tahun 2006 seluruh dana hasil efisiensi PIH masuk ke rekening baru atas nama Menteri Agama dengan alasan keamanan dan ketransparansian alur penggunaan dan pemasukan dana. Sebagai bentuk pertanggung jawabannya, Ditlola membuat laporan hasil penggunaan DAU sama halnya dengan laporan keuangan untuk PIH,untuk kemudian di audit oleh BPK RI dan disahkan oleh Menteri Agama.69

Dokumen terkait