EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI
DAN UMROH (DITJEN PHU)
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010-2011
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh : ABDUS SOMAD NIM : 108053000021
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI
DAN UMROH (DITJEN PHU)
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2010 - 2011
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Abdus Somad NIM : 108053000021
Dibawah Bimbingan
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA NIP : 19660651994031005
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN
Skripsi berjudul: Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 2010 dan 2011 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis,
29 November 2012. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan
Manajemen Dakwah.
Jakarta, 29 November 2012
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Cecep Castrawijaya, MA Drs. H. Mulkanasir, BA S.Pd, MM
NIP. 196708181998031002 NIP. 195501011983021001
Anggota,
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Murodi, MA Drs. Sugiharto, MA
NIP. 196407051992031003 NIP. 196608061996031001
Pembimbing,
Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam skripsi ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ilmiah ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jakarta, 07 Januari 2013
“This minithesis is
dedicated to my beloved
family,The Big Family of (dcsd)
KH. Sabilar Rosyad. May Allah
will always by our side and will
ABSTRAK ABDUS SOMAD, NIM 108053000021
Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011
Di bawah bimbingan : Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA
Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang merupakan sebuah fenomena religius akbar yang terjadi setiap tahunnya. Sejak tahun 1949, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemberangkatan perdana jamaah haji Indonesia ke tanah suci. Namun dari tahun ke tahun masih mengalami berbagai macam hambatan teknis yang sampai tahun 2010 dan 2011 pun masih banyak tercatat kekurangan selama penyelenggaraan ibadah haji (PIH).
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) selaku satu-satunya pemegang tampuk kuasa pelaksana ibadah haji reguler, tentunya tidak hanya berpangku tangan dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Ada beberapa ketetapan atau standar pelaksanaan ibadah haji yang maksimal, hanya saja penerapan untuk tahun 2010 dan 2011 yang masih belum sepenuhnya baik.
Untuk itu penulis mengangkat penelitian tentang evaluasi penyelenggaraan ibadah haji dan difokuskan di tahun 2010 dan 2011, dengan maksud membuat perbandingan antara kedua tahun tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu sumber informasi yang bermanfaat untuk publik tentang alur evaluasi selama proses (PIH). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menggunakan teknik wawancara dan pengambilan dokumentasi berupa data atau laporan tertulis.
Dari hasil penelitian penulis mendapatkan beberapa temuan, diantaranya mengetahui beberapa tahapan dalam pengelolaan PIH yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI dan juga gambaran semua aspek PIH serta langkah penanganannya oleh pemerintah pada tahun 2010 dan 2011 yang masih tak lepas dari beberapa hal klasik, serta mengetahui apa saja aspek yang dilakukan evaluasi secara spesifik oleh Ditjen PHU yang sudah diaplikasikan pada PIH tahun 2011 dan 2012 serta tahun-tahun berikutnya.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang masih
tetap setia memberikan segala petunjuk menuju dunia yang diridhoi-Nya.
Sholawat dan salam selalu dijunjungkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
yang telah dan akan selalu memberikan syafa’at kepada kaum Muslim dunia.
Alhamdulillah, empat tahun penulis berjuang melawan banyak godaan untuk
menuntut ilmu dijalan Allah. Canda, tawa, suka dan duka selalu menjadi
penyemangat jalannya hidup. Kini semua akan meninggalkan penulis namun akan
menjadi sebuah goresan tinta kehidupan yang tak akan pernah penulis lupakan.
Segala usaha dalam penyelesaian skripsi ini yang pada awalnya berjudul
“Evaluasi Aspek Kesehatan Penyelenggaraan Haji oleh Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI tahun 2011” namun
karena keterbatasan data secara spesifik,maka penulis berinisiatif dan juga atas
saran dari pihak terkait untuk membahasa secara luas tentang “Evaluasi
Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direkotrat Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Kementerian Agama RI tahun 2010 dan 2011”. Terima kasih penulis hanturkan
kepada segenap pihak atas terselesaikannya skripsi ini,antara lain:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan para jajarannya, kepada Drs. Cecep Castrawijaya, MM
selaku ketua jurusan Manajemen Dakwah dan kepada H. Mulkannasir,
2. Prof. Dr. Murodi,MA selaku penguji I dan Drs. Sugiharto, MA selaku
penguji II yang telah memberikan banyak masukan untuk penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. Hasanuddin Ibnu Hibban, MA selaku dosen pembimbing. Terima
kasih juga atas semua ilmu yang telah bapak berikan.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Manajemen Dakwah 2008-2012, terima
kasih atas segala ilmu yang telah diajarkan selama ini. Semoga masih
akan terus bermanfaat untuk penulis dalam menghadapi dunia yang nyata.
5. Kedua orang tua penulis, (alm) KH. Sabilar Rosyad dan Hj. Muhani.
Kasih sayangmu tak dapat penulis ungkapkan melalui kata-kata dalam
skripsi ini, tak terhitung berapa jumlah kalori yang kau bakar hanya untuk
memberikan yang terbaik untuk penulis.
6. Kakak, adik dan abang ipar penulis: Ummu Afifah, Halimatussa’diyah,
Rosmaliah, Siti Anshoriyah, Rosianah dan Damanhuri yang selalu
memberikan warna dalam kehidupan penulis. Tak lupa kepada kedua
keponakan tersayang, Muhammad Afif Hadzami dan Ahmad Fathir
Sabili, semoga Allah menjaga kalian semua dalam ridho-Nya.
7. Staf Perpustakaan FIDKOM dan Perpustakaan Utama yang telah
memberikan kemudahan dalam bertransaksi buku yang selama ini penulis
butuhkan dan tentunya atas koneksi WiFi-nya yang selalu penulis
gunakan.
8. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh selaku narasumber
Kasubbag Tata Usaha Pelayanan Haji dan jajarannya, kepada Bapak
Abdurrazak Al Fakhir selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Pengelola
Dana Haji, dan kepada segenap staf dari Bagian Perencanaan dan
Keuangan.
9. Kawan-kawan senasib dan tersayang dari Manajemen Dakwah 2008 ;
Dian, Sidiq, Tika, Anis, Dito, Reza, Andre, Ipin, Hilman, Ibnu, Abid,
Husin, Niam, Fini serta teman-teman MD A dan B yang lainnya. Juga
kepada teman-teman Manajemen Dakwah UIN Suska Riau yang terus
memberikan semangat kepada penulis, khususnya kepada Pipir Romadi
dan Andrika Saputra. Serta tak lupa kepada teman-teman seperjuangan;
Marisa, Nazhofah, Riri dan Fathur.
10.Adik-adik kelas di FIDKOM UIN Jakarta,khususnya kepada adik-adik
kelas di Manajemen Dakwah dan Manajemen Haji Umroh; Ajeng,
Yudho, Yudi, Wahyu dan lainnya. Terima kasih selama ini kita telah
berbagi segala apa yang kita ketahui. Semoga kalian segera lulus
memuaskan.
11.Segenap kawan-kawan dari : Himpunan Mahasiswa Islam, BEM
Manajemen Dakwah, Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi, Forum
Komunikasi Mahasiswa Manajemen Dakwah se-Indonesia, Sekolah
Politik Kerakyatan Komunitas Indonesia Baru (SPK KIBAR) dan
rekan-rekan Britzone English Club.
Jakarta, 07 Januari 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……….. i
KATA PENGANTAR ……… ii
DAFTAR ISI ……….. v
BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1
A. Latar Belakang Masalah ………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……… 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 8
D. Metodologi Penelitian ……… 9
E. Tinjauan Pustaka ……… 13
F. Sistematika Penulisan ……… 15
BAB II. LANDASAN TEORITIS ……….. 17
A. Teori Evaluasi ……… 17
1. Pengertian Evaluasi ………. 17
2. Proses Evaluasi ……… 19
3. Desain Evaluasi ………... 20
B. Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating) ……….. 21
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pelaksanaan ………. 21
2. Elemen Pelaksanaan ……… 22
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan ………... 24
C. Ruang Lingkup Ibadah Haji ……….. 24
2. Larangan Selama Ibadah Haji dan Denda (Dam) ….….. 29
3. Unsur-Unsur Penyelenggaran Ibadah Haji ………. 31
BAB III. TINJAUAN UMUM DIREKTORAT PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA ……….…….. 34
A. Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) ……..……… 34
1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan ………. 34
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru ………... 35
3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru ……….. 37
B. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU) ………...………. 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 45
A. Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Indonesa Tahun 2010 ……… 45
B. Deskripsi Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Indonesia Tahun 2011 ……….. 48
1. Kuota Haji 2011 ………. 48
2. Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Udara .. 50
3. Pemondokan ……….... 51
4. Katering Haji ……….. 52
5. Transportasi Darat (Armada Bis) ………... 53
7. Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji ………. 54
8. Pemulangan (Debarkasi) ………. 54
C. Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2010 dan 2011 ……… 55
1. Sosialisasi Pendaftaran ………... 60
2. Pemberangkatan (Embarkasi) dan Transportasi Darat ... 62
3. Keamanan dan Perlindungan Jamaah Haji ………. 63
4. Katering Haji ……….. 64
5. Pemulangan (Debarkasi) ………. 65
6. Dana Abadi Umat (DAU) ……… 65
D. Analisis ……….. 67
BAB V. PENUTUP ……….. 71
A. Kesimpulan ……… 71
B. Saran-Saran ………... 73
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah haji adalah sebuah fenomena keagamaan yang luar biasa,
peristiwa akbar yang dipertunjukkan oleh Sang Pencipta kepada seluruh
hamba-Nya.1 Dalam ibadah haji tidak ada perbedaan kasta dan suku bangsa, tidak ada diskriminasi jenis kelamin, bahkan perbedaan warna
kulit. Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang dilaksanakan
dengan syarat dan rukun tertentu dan dilaksanakan disebuah tanah yang
suci dimana Allah SWT memberikan sebuah tempat bagi orang-orang
Muslim untuk melaksanakan tawaf dan beribadah lainnya, seperti yang
tertera dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada
Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud.
Ibadah haji juga termasuk salah satu kewajiban umat Muslim dunia
bagi yang mampu menjalankannya.
1
Sesuai dengan firman Allah SWT:
Artinya: “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam”. (Q.S. Ali Imron : 97)
Kata (ﻉﺎﻄﺘﺴﭐ) di atas yang berarti “mampu” adalah mampu dalam 3
hal yang biaya, memiliki jiwa dan raga yang sehat, menguasai segala ilmu
tentang haji dan mampu menjaga diri dari perbuatan yang dilarang Allah
selama proses pelaksanaan ibadah haji. Selain itu, jamaah haji juga harus
mampu dalam hal perjalanan yang memadai dan aman serta mampu
meninggalkan bekal untuk keluarga yang ditinggalkan di Indonesia.2
Ibadah haji biasa dilakukan setiap bulan Dzulhijjah dengan kegiatan
intinya pada tanggal 8-10 Dzulhijjah. Dimulai dengan bermalam di Mina,
wukuf di Padang Arafah dan diakhiri dengan melempar jumrah, yakni
melempar batu ke sebuah benda yang disimbolkan sebagai setan.3
Penyelenggaraan ibadah haji telah dimulai sejak zaman Nabi
Ibrahim AS, saat istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Siti Hajar
2
Drs. H. M. Shalahuddin Hamid, MA, Agenda Haji & Umrah, (Jakarta : Intimedia Cipta Nusantara, 2006) h. 11-12
3
melahirkan putra pertamanya, Nabi Ismail AS. Nabi Ibrahim AS
diperintahkan oleh Allah untuk membawa mereka ke sebuah padang pasir
yang tandus dan kemudian Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka
dengan penuh keyakinan dari Allah SWT. Saat Siti Hajar dan Ismail kecil
mengalami kehausan, Siti Hajar berinisiatif untuk mencari sumber air dan
makanan dengan berlari kecil dari satu bukit ke bukit lainnya secara
terus-menerus, hingga kemudian Ismail kecil mengehentakan kaki kecilnya dan
keluarlah mata air yang kemudian hingga sekarang diberi nama air
zam-zam4.
Praktek ibadah haji di Indonesia sendiri sudah mulai sejak awal akhir
abad ke-12 pada saat para pedagang Muslim dari Arab, Persia dan Anak
Benua India datang ke nusantara untuk kepentingan perdagangan sekaligus
penyebaran agama Islam di nusantara. Kemudia pada abad selanjutnya,
yakni pada abad ke-14 dan ke-15 jumlah jamaah haji Indonesia mengalami
peningkatan ketika pada saat itu hubungan ekonomi, politik dan sosial
keagamaan antar-negara Muslim Timur Tengah dengan nusantara semakin
meningkat.5 Namun manajemen penyelenggaraan ibadah haji yang terorganisir di Indonesia baru mulai dilaksanakan mulai dari selang 4
tahun setelah Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1949 setelah
pemerintah Indonesia pada tahun 1948 mengirimkan misi haji ke Arab
Saudi untuk menjelaskan situasi politik pada saat itu sekaligus meminta
dukungan terhadap kaum Muslim untuk menentang penjajahan. Ibadah
4
http://id.wikipedia.org/wiki/Isma'il 5
haji pada saat itu adalah sebuah upaya yang sangat sulit untuk dilakukan
karena bangsa Indonesia masih harus berusaha mengusir para penjajah
dari bumi pertiwi. Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan
pemberangkatan pertama pada tahun 1949 setelah pemerintah- Indonesia
berhasil mengirimkan misi haji pada tahun sebelumnya untuk bertemu
dengan raja Arab Saudi.6
Namun seiring perjalanannya, masih sering ditemukan berbagai
masalah yang menyelimuti pelaksanaan ibadah haji Indonesia. Pada tahun
2010 dan 2011 saja masih sering terjadi hambatan klasik penyelenggaraan
haji di Indonesia, mulai dari pendaftaran, pemberangkatan, transportasi
dan akomodasi, katering, kesehatan, keamanan, hingga pemulangan
(debarkasi) jamaah kembali ke Indonesia. Menurut Taufiq Erwin Haryadi,
Kasubbag Pengelolaan Sistem Jaringan di Direktorat Jenderal
Penyelenggara Haji dan Umroh (Ditjen PHU) Kementerian Agama
Republik Indonesia (Kemenag RI), ada tiga hal prior dalam sebuah
penyelenggaraan ibadah haji, yakni pada saat pemberangkatan, pada saat
wukuf di Arafah dan pada saat pemulangan kembali jamaah ke Indonesia.7 Sebagai contoh pada saat pemberangkatan, tidak adanya pesawat
yang delay sehingga jamaah mendapatkan kepuasan tersendiri selama
perjalanan menuju Jeddah. Kemudian pada saat wukuf di Arafah, semua
pelayanan dari mulai akomodasi, katering dan lainnya harus sesuai
dengan keinginan dan pemahaman jamaah. Kemudian pada saat
6
M. Basyuni, Muhammad, Reformasi Manajemen Haji (Jakarta, FDK Press, 2008) hal. 51-52
7
pemulangan, tidak ada jamaah yang tertinggal. Banyaknya masalah yang
timbul adalah pada saat pelaksanaan wukuf di Arafah, antara lain seperti
katering nasi mentah, kasus kriminalitas yang dialami jamaah haji saat di
Jeddah, Mekkah dan Madinah, kemudian ada juga kasus jamaah haji yang
tersesat di Madinah. Padahal hakikatnya para jamaah haji harus
mendapatkan segala pelayanan yang ideal, yang sudah diatur dalam
Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Pasal 7, yakni yang berisi tentang para jamaah haji berhak mendapatkan
segala pelayanan yang memadai, mulai dari bimbingan manasik,
akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan kesehatan, perlindungan
sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), hingga kenyamanan fasilitas
selama jamaah haji ada di tanah air, Arab Saudi dan saat kepulangan
kembali ke Indonesia.8
Setiap penyelenggaraan sebuah kegiatan, dibutuhkan sebuah sistem
evaluasi. Evaluasi adalah sebuah proses penilaian9,dimana terjadinya sebuah pengukuran terhadap efektifitas rencana dalam sebuah program
yang pada hasil akhirnya akan dijadikan tolak ukur keberhasilan dan
dijadikan rancangan atau standarisasi untuk melakukan sebuah kegiatan
yang selanjutnya.
Begitu juga dengan penyelenggaraan ibadah haji, sangat
membutuhkan sebuah sistem evaluasi untuk mencari penyebab dari
berbagai masalah yang timbul dan mengatasi semua masalah yang timbul
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab III, pasal 7. 9
serta merancang sebuah gagasan atau solusi cemerlang agar pada saat
penyelenggaraan ibadah haji selanjutnya bisa berlangsung dengan keadaan
yang lebih baik dan ideal, sesuai dengan yang tertera dalam
undang-undang penyelenggaraan ibadah haji yang dijadikan sebagai standarisasi
penyelenggaraan ibadah haji yang semestinya.
Sebagai acuan, pada tahun 2008 mantan Menteri Agama RI telah
membuat buku berjudul Reformasi Manajemen Haji yang didalamnya
terdapat kajian tentang evaluasi penyelenggaraan haji dari awal
dilaksanakan hingga tahun 2007. Di antara evaluasi yang dilakukan pada
saat itu adalah memberikan layanan katering di Madinah agar sejak tiba di
Madinah jamaah haji tidak perlu memikirkan penyiapan makan dan
minum.10
Evaluasi pada penyelenggaraan ibadah haji ini mencakup berbagai
aspek,antara lain dalam proses pendaftaran, pemberangkatan yang
mencakup pelayanan transportasi, pelayanan akomodasi, pelayanan
konsumsi, serta juga mencakup aspek pelayanan kesehatan, pelayanan
jaminan keamanan sebagai WNI, jaminan keamanan sebagai warga negara
Indonesia (WNI) dan juga termasuk evaluasi pada proses pemulangan
jamaah haji kembali ke Indonesia.
Kejadian yang cukup mencengangkan pada musim haji tahun 2010
dan 2011 adalah banyaknya jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia,
yakni mencapai angka lebih dari 400 jamaah dari jumlah keseluruhan total
10
lebih kurang 200.000 jamaah haji Indonesia tiap tahunnya. Kasus
meninggalnya jamaah haji tersebut diakibatkan oleh berbagai
penyebab,seperti kesehatan jamaah yang tidak terprediksi pada saat
pelaksanaan ibadah di tanah suci dan juga disebabkan faktor usia.
Berdasarkan berbagai uraian yang tertulis diatas, maka penulis telah
membuat dan mengkaji sebuah penelitian berjudul “EVALUASI
PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI OLEH DIREKTORAT
JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
2010-2011”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini difokuskan kepada proses penyelenggaraan haji
oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) yang
masih tidak luput oleh berbagai masalah seperti yang telah tertulis
pada latar belakang masalah dan fokus di tahun 2010 dan 2011 agar
data bersifat terkini dan adanya perbadingan antara PIH di tahun 2010
dan di tahun 2011 untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau
penurunan didalamnya. Penelitian ini difoukskan kepada sistem
evaluasi untuk semua aspek yang ada dalam penyelenggaraan ibadah
haji tahun 2010 dan 2011 untuk menemukan solusi bersama untuk
Adapun informan untuk penelitian ini dikhususkan kepada
Direktorat Pelayanan Haji, Direktorat Pengelolaan Dana Haji dan
Direktorat Perencanaan dan Keuangan Direktorart Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah-masalah pokok yang akan dibahas
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimanakah gambaran umum penyelenggaraan ibadah haji
Indonesia pada tahun 2010 dan 2011?
b. Bagaimana evaluasi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2010
dan 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI?
c. Bagaimana perbandingan pelaksanaan PIH antara tahun 2010 dan
2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah yang penulis paparkan diatas,maka
ada beberapa tujuan yang penulis ingin capai,antara lain:
a. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan ibadah haji oleh
Kemenag RI pada tahun 2010 dan 2011.
b. Untuk mengetahui bentuk monitoring dan evaluasi yang dilakukan
c. Untuk mengetahui perbandingan deskripsi penyelenggaraan dan
hasil evaluasi dari PIHI tahun 2010 dan 2011.
2. Manfaat Penelitian
a. Teoritis, yaitu penelitian ini diharapkan bisa menjadi khazanah
keilmuan manajemen dakwah dalam lingkup manajemen haji oleh
Kemenag RI dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai
penulisan karya ilmiah.
b. Akademis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi teoritis dan dapat berguna bagi pengembangan
pengetahuan mengenai penyelenggaraan ibadah haji yang ideal.
c. Praktisi/Masyarakat, yaitu memberikan gambaran dan informasi
kepada masyarakat umum khususnya pada mahasiswa Manajemen
Dakwah bagaimana bentuk monitoring dan evaluasi yang
digunakan oleh Kemenag RI untuk semua aspek dalam PIH.
d. Sebagai prasyarat akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata
satu (S1) dalam bidang Manajemen Dakwah
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu
teknik pengumpulan data yang menggunakan metode observasi
kunci yang menjadi subjek penelitian dan sumber informasi
penelitian11.
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian
ini diharapkan mampu menghasilkan suatu utaian mendalam tentang
ucapan, tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu
konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh,
komprehensif dan holistic12. Dan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode studi kasus sebagai sub dari penelitian
kualitatif,dimana studi kasus merupaka tipe pendekatan dalam
penelitian yang menelaah satu kasus secara intensif, mendalam,
mendetail dan komprehensif.
Oleh karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis
berdasarkan tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran
proses dari penyelenggaraan ibadah haji Indonesia dan mencari hasil
dari evaluasi yang dilakukan Ditjen PHU Kemenag RI terhadap PIH
tahun 2010 dan 2011.
Dimana untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, penulis
melakukan pengumpulan data yang diperlukan secara intensif dan
kemudian menguraikan fakta-fakta yang terjadi secara alamiah
disertai pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan.
11
Elvinaro Ardianto, Metodolgi Penelitian Untuk Public Relations, Kualitatif dan Kuantitatif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010) h.58
12
2. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenis penelitian, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa
kata-kata,gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal dari
penelitian langsung kepada objek dengan teknik wawancara langsung,
catatan ilmiah dan dokumen resmi lainnya.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dimulai sejak 30 Agustus tahun 2012 dan selesai
pada 4 Oktober 2012, seiring dengan akan berjalannya proses PIH tahun
2012.
4. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini bertempat di Kementerian Agama
Republik Indonesia (Kemenag RI), khususnya di bagian Kantor Tata
Usaha Direktorat Pelayanan Haji dan di Kantor Tata Usaha Direktorat
Pengelolaan Dana Haji Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan
Umroh (Ditjen PHU).
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah narasumber dari Tata Usaha Pelayanan
Haji Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh (Ditjen PHU)
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI). Sedangkan objek
yang diteliti adalah mengenai laporan hasil monitoring dan evaluasi PIH
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan adalah
menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif, yaitu berupa
pengumpulan data dalam bentuk kata-kata dan pernyataan.
Dimana dalam pelaksanaannya, penulis melakukan teknik
pengumpulan data melalui:
a. Wawancara
Wawancara atau interview adalah percakapan atau
tanya jawab antara dua orang atau lebih untuk mendapatkan
sebuah informasi. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan wawancara tidak terstruktur, yakni
wawancara yang tidak tertuju pada satu pedoman wawancara
atau wawancara yang dilakukan bebas dimana penulis hanya
menggunakan garis-garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan13.
Dimana dalam penelitian ini, penulis melakukan
wawancara dengan garis besar permasalahan yang diteliti,
yakni tentang evaluasi untuk semua aspek dalam proses PIH
tahun 2010 dan 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU
Kemenag RI.
13
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti14. Teknik observasi pada awalnya dipergunakan dalam penelitian
etnografi, yakni merupakan studi tentang kebudayaan suatu
bangsa, dan tujuannya adalah untuk memahami suatu cara
hidup dari pandangan orang-orang yang terlibat
didalamnya.15 c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh
melalui dokumen-dokumen16, seperti berupa data-data, arsip-arsip dan gambar-gambar ataupun bentuk lainnya.
Dimana dalam kaidah metodologi penelitian, sumber data di
bagi menjadi dua menurut cara perolehannya, yakni data
primer (primary data) yang merupakan data yang diperoleh
secara langsung dari objek penelitian perorangan, kelompok
atau organisasi. Dan data sekunder (secondary data) yakni
data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau
tersedia melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan di
14
Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003) h. 53
15
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) h. 33
16
berbagai organisasi atau perusahaan, termasuk majalah
jurnal, khusus pasar modal, perbankan dan keuangan.17
E. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka dengan
tujuan untuk meyankinkan bahwa penulisan skripsi ini bukan merupakan
hasil plagiat dari skripsi sebelumnya. Selain itu dalam penelitian ini pun
keabsahan teori yang tercantum dapat penulis pertanggung jawabkan, dan
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Berikut ini judul-judul skripsi yang dijadikan tinjauan pustaka :
1. Strategi Pelayanan Prima Kementerian Agama Jakarta Selatan
Pada Calon Jamaah Haji oleh Ahmad Muis mahasiswa Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen
Dakwah dengan NIM 106053001979, skripsi ini membahas
tentang strategi pelayanan prima penyelenggaraan ibadah haji
pada Kementerian Agama Jakarta Selatan.
2. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu pada Kementerian Agama
RI karya Mutmainnah dengan NIM 107053002256 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini membahas mengenai
manajemen haji dengan aplikasi SISKOHAT dalam pendaftaran
calon jamaah haji.
17
3. Evaluasi Kinerja Karyawan PT. Asuransi Takaful Umum karya
Muh. Akmal Am.K dengan NIM 101053022735 Fakultas
Dakwah dan Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membantu penulis dalam
pencarian tentang berbagai teori evaluasi.
Dari semua tinjauan pustaka yang tertulis diatas, telah jelas bahwa
penulis belum menemukan judul dan bahasan penelitian serupa yang akan
penulis teliti. Untuk itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama Republik
Indonesia Tahun 2010 dan 2011”. Perbedaan dari judul yang penulis akan
teliti dengan judul-judul tinjauan pustaka diatas adalah terletak pada pokok
bahasan yang akan diteliti, penulis bermaksud melakukan fokus penelitian
kepada bentuk monitoring dan evaluasi untuk semua aspek yang ada dalam
proses PIH yang diselenggarakan secara reguler oleh Ditjen PHU
Kemenag RI di tahun 2010 dan 2011 serta menganalisis perbandingan
hasil PIH di kedua tahun tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan, penelitian ini terdiri dari lima bab
penulisan, yang perinciannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan prosedur penelitian
yang terdiri dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, waktu dan lokasi
penelitian dan pola analisa data. Kemudian juga tertulis tinjauan pustaka
dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II LANDASAN TEORITIS, yang berisi tentang teori yang digunakan sebagai acuan analisa hasil penelitian, yang terdiri dari teori
evaluasi, pembahasan mengenai penyelenggaraan (actuating), dan
pengertian serta ruang lingkup ibadah haji.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, yang berisi tentang tinjauan umum yang terdiri dari profil sejarah singkat berdirinya Kementerian
Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), Organisasi, Visi dan Misi
Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), serta profil
singkat tentang Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh
(Ditjen PHU)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari deskripsi tentang
penyelenggaraan ibadah haji (PIH) tahun 2011 dan bentuk evaluasi
terhadap PIH tahun 2011 yang dilakukan oleh Ditjen PHU Kemenag RI.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Teori Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni to evaluate yang
diberi awalan e- dan akhiran –tion yang berarti sebuah
penialaian/memberi nilai (judgment) atau pengukuran18. Ernest J. McCormick (1985:231) mengemukakan bahwa “As Goldstein and
Buxton (1982) print out, the evaluation of training centers around
two interacting corners: 1) the estabilishment of measures of success
(criteria); and 2) the experiments designs used in the evaluation”.
Goldstein dan Buxten berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dapat
didasarkan pada kriteria (pedoman dari ukuran kesuksesan) dan
rancangan percobaan.19
Evaluasi sebagai fungsi manajemen adalah aktivitas untuk
meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan di dalam
proses keseluruhan organisasi mencapai hasil sesuai dengan rencana
atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan
18
Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311
19
serta menjadikannya sebagai indikator kesuksesan atau kegagalan
sebuah program sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.20 Evaluasi adalah bagian integral dari proses manajemen, evaluasi
dilakukan karena ingin mengetahui apa yang telah dilakukan telah
berjalan sesuai rencana, apakah semua masukan kegiatan yang
[image:30.595.100.514.245.614.2]dilakukan memberi hasil dan dampak yang seperti yang diharapkan.
Gambar 1. Siklus Manajemen21
Dalam lingkup organisasi dan administrasi, evaluasi atau
penilaian dapat diartikan sebagai sebuah proses pengukuran dan
pembandingan hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan
hasil-hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hakekat dari penilaian adalah :
a. Penilaian ditujukan kepada satu fase tertentu dalam satu proses setelah
fase itu seluruhnya selesai dikerjakan. Berbeda dengan pengawasan
yang ditujukan kepada fase yang masih dalam proses pelaksanaan.
20
M. Anton Athoillah, Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung: Pustaka Setia, 2010) Cet. I, h.115
21
Soekidjo Notoatmodjo, Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Cet.5, h. 311
Perencanaan
Evaluasi
b. Penilaian bersifat korektif terhadap fase yang telah selesai dikerjakan.
Korektifitas yang menjadi sifat penilaian itu sangat berguna bukan
untuk fase yang telah selesai, akan tetapi untuk fase berikutnya.
Artinya melalui penilaian harus ditemukan kelemahan-kelemahan
sistem yang digunakan dalam fase yang baru saja selesai, juga harus
ditemukan penyimpangan-penyimpangan dan/atau
penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi, tetapi lebih penting lagi harus
ditemukan sebab-sebab mengapa kelemahan-kelemahan itu timbul dan
mengapa sebab-sebab mengapa penyimpangan-penyimpangan itu
terjadi.22
2. Proses Evaluasi
Dalam melakukan kegiatan evaluasi, secara umum meliputi
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan apa yang akan di evaluasi
Pimpinan lembaga dan pelaksana mennentukan secara spesifik
proses penerapan dan hasil yang akan di monitor dan di
evaluasi,proses dan hasil pengukuran harus bersifat objektif.
b. Mengembangkan standar kerangka dan batasan;
Standar yang dikembangkan harus bersifat strategis dan
objektif,serta mengandung sebuah jarak batasan yang logis yang
menerima segala bentuk kekurangan dan kesalahan. Standar
tersebut bukan hanya digunakan untuk mengukur hasil
22
akhir,tetapi juga untuk saat pelaksanaan monitoring
berlangsung.23
c. Merancang desain (metode);
d. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan;
e. Melakukan pengamatan, pengukuran dan analisis;
f. Membuat kesimpulan dan pelaporan.
Keenam langkah evaluasi di atas dapat dipadatkan menjadi 2
langkah terpenting, yaitu Menetapkan fokus hal yang akan di evaluasi
dan merancang metode pelaksanaannya
3. Desain Evaluasi
Banyak rancangan desain yang dapat dipakai dalam melakukan
evaluasi. Michael Ibrahim membuat urutan desain menjadi:
a. Non-riset, termasuk lelucon (anecdote), cerita hikayat
(story), dan pendapat-pendapat ahli maupun orang awam.
b. Riset non-eksperimental, termasuk survei sederhana, studi
kasus-kelola (case control study) dan studi kohor (cohort
study).
c. Riset eksperimental, termasuk mulai dari desain eksperimen
lapangan sampai dengan laboratorium
Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) mengemukakan 9
bentuk desain evaluasi, yaitu:
a. Historikal
23
b. Deskriptif
c. Studi perkembangan
d. Studi kasus lapangan
e. Studi korelasional
f. Studi sebab akibat
g. Eksperimen murni
h. Eksperimen semu
i. Riset aksi24
B. Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating) 1. Pengertian dan Dasar Hukum
Artinya : “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan
Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan.” (QS. At-Taubah : 105).
Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang salah satu fungsi
manajemen yang dikemukakan oleh George R. Terry yakni fungsi
pelaksanaan (actuating). Dimana fungsi ini adalah fungsi lanjutan atau
tindak lanjut dari dua fungsi sebelumnya, perencanaan dan
pengorganisasian.
24
Penyelenggaraan atau biasa disebut dengan pelaksanaan, dalam
bahasa Inggris disebut dengan actuating merupakan salah satu dari
empat fungsi manajemen yang kita kenal dengan istilah POAC
(planning, organizing, actuating dan controlling). Pelaksanaan
(actuating) merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh organisasi
yang telah memiliki perencanaan dan melakukan pengorganisasian
yang terstruktur sesuai kebutuhan satuan kerja25.
2. Elemen Pelaksanaan
Dalam fungsi pelaksanaan,ada 4 (empat) elemen atau sub-fungsi
yang perlu diperhatikan dalam proses manajerial,adalah sebagai
beikut:
a. Leadership (Kepemimpinan)
Kepemimpinan adalah bagaimana seseorang bisa memberikan
pengaruh kuat kepada mereka yang disebut sebagai pengikut.
Sedangkan pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
pengaruh tentang itu. Ada beberapa karakteristik dalam
kepemimpinan:
1) Kepemimpinan menunjukan tentang keberadaan pengikut
2) Kepemimpinan melibatkan kepentingan kedua belah
pihak,pemimpin dan pengikutnya.
3) Kepemimpinan melibatkan sebuah otoritas yang tidak sama
antara pemimpin dan anggota kelompoknya.
25
4) Kepemimpinan menunjukan bahwa seorang pemimpin bisa
mempengaruhi para pengikutnya atau bawahannya selain juga
bisa memberikan arahan yang sah kepada mereka.
b. Communication (Komunikasi)
Komunikasi adalah proses berjalannya sebuah informasi atau
pemahaman dari satu orang selaku pemberi pesan kepada orang
lainnya sebagai penerima pesan. Ada dua jenis
komunikasi,verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah
komunikasi yang melibatkan kosa kata melalui pembicaraan
secara langsung (two way communication),sedangkan nonverbal
adalah komunikasi yang tidak melibatkan kosa kata melalui
pembicaraan secara langsung,biasanya menggunakan
simbol-simbol atau melalui media seperti surat,TV,radio,surat kabar dan
lain sebagainya.
c. Motivation (Motivasi)
Motivasi adalah proses membangkitkan semangat kerja kedalam
pikiran para anggota kelompok dengan tujuan memberikan yang
terbaik bagi perusahaan atau organisasi26.
d. Coordination (Koordinasi)
Serupa dengan komunikasi, subfungsi koordinasi dimaksudkan
untuk mendapatkan sebuah hubungan baik antara pemimpin dan
anggota kelompok dengan agar tercapainya tujuan bersama.
26
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan mengandung 2 langkah terpenting dalam
rangka melaksanakan sebuah kegiatan dalam organisasi, yang pertama
adalah penyusunan staf kerja (staffing) yang meliputi sumber daya
manusia (SDM) dan tenaga lain dari luar lembaga (relawan). Yang
kedua adalah pengarahan kerja (directing) ,yakni mengelompokkan
SDM atau anggota kelompok sesuai dengan kemampuan dan bakat,
yang tentunya secara tidak langsung akan menghasilkan kinerja yang
efektif dan efisien. Tanpa adanya sebuah pengarahan, SDM atau
anggota kelompok cenderung bekerja sesuai dengan apa yang mereka
lihat tanpa memandang kepentingan utama sebuah lembaga. Pada
proses pengarahan, biasanya sebuah perusahaan atau lembaga
menggunakan program Total Quality Management (TQM).27
C. Ruang Lingkup Ibadah Haji
1. Pengertian, Macam, Syarat, Rukun, Wajib dan Sunnah Ibadah Haji
Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang
merupakan salah satu kewajiban umat Islam dunia untuk
menjalankannya bagi mereka yang mampu. Secara bahasa, kata haji
berasal dari bahasa Arab, hajj yang berarti ziarah. Dalam hal ini
adalah ziarah ke tempat-tempat yang diagungkan oleh agama Islam,
yakni Baitullah Makkah dan Madinah, tepatnya adalah menziarahi
27
ka’bah dengan syarat dan rukun tertentu.28
. Sesuai dengan yang
disebutkan dalam Al-Quran:
Artinya : “Tiada lain sembahyang mereka di sekitar Baitullah
itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah
azab disebabkan kekafiranmu itu.” (QS. Al-Anfaal : 35).
Secara istilah kata haji bisa diartikan sebagai rukun Islam kelima
yang pelaksanaannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yaitu
antara tanggal 8 sampai dengan 13 Dzulhijjah setiap tahun29, dan dilaksanakan dengan syarat dan rukun tertentu serta larangan saat
pelaksanaan ibadah haji, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran:
Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi
Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan
bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (QS Al
-Baqarah : 197).
28
M. Ardani, Fikih Ibadah Praktis, (Ciputat: Bumbu Dapur Communication – PT. Mitra Cahaya Utama, 2008) h.39
29
Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang kapan waktu
dibolehkannya melaksanakan ibadah haji, yakni pada bulan yang
dimaklumi antara lain bulan Syawal, Dzulkaidah dan Dzulhijjah. Ayat
tersebut juga menyebutkan tentang berbagai larangan saat pelaksanaan
ibadah haji, antara lain tidak boleh melaksanakan rafats30, tidak boleh berbuat fasik dan berbantah-bantahan selama proses pelaksanaan
ibadah haji. Kemudian Allah menyuruh hamba-Nya untuk
menyiapkan segala bekal untuk selama di tanah suci agar tetap
istiqomah menjalankan ibadah haji tanpa merasa kekurangan harta dan
kebutuhan rohani lainnya.
Menurut cara pelaksanaannya, haji itu terbagi menjadi tiga
macam, yaitu haji ifrad, haji tamattu dan haji qiran. Haji Ifrad adalah
haji yang dilaksanakan dengan mendahulukan umrah daripada ibadah
haji, sedangkan haji tamattu adalah ibadah haji yang dikerjakan
dengan mendahulukan ihram untuk umrah lalu kemudian baru
melaksanakan ihram haji setelah pekerjaan-pekerjaan umrah lainnya
telah selesai dikerjakan, sedangkan haji qiran adalah melakukan ihram
untuk ibadah haji sekaligus bersamaan dengan niat untuk umrah.
Dalam pelaksanaan ibadah haji,ada beberapa hal penting terkait
syarat, rukun, wajib dan sunnah haji yang perlu diperhatikan agar
menghasilkan ibadah haji yang mabrur.
30
a. Syarat Haji
Syarat adalah segala hal yang harus dilakukan sebelum
melakukan sebuah ibadah,tidak sah ibadahnya jika tidak
memenuhi syarat. Dalam pelaksanaan ibadah haji pun juga ada
beberapa syarat yang harus dijalani oleh calon jamaah, tidak
hanya semata-mata mampu dalam hal pembiayaan, namun juga
ada beberapa syarat utama yang harus dimiliki oleh calon
jamaah haji, antara lain:
1) Beragama Islam
2) Telah mencapai usia berakal (baligh)
3) Pengetahuan tentang manasik haji
4) Biaya yang ia miliki cukup untuk keperluan di dalam negeri,
perjalanan pulang pergi, biaya hidup di Arab Saudi dan
keperluan lainnya
5) Kelengkapan dokumen perjalanan (paspor) dan izin masuk ke
negara tujuan (visa).
b. Rukun Haji
Rukun adalah segala sesuatu yang mendasar dan harus
dikerjakan selama suatu ibadah berlangsung,tidak sah jika
meninggalkan satu rukunnya. Adapun yang termasuk dalam
rukun-rukun haji adalah enam hal, antara lain:
1) Ihram, yaitu berniat untuk memulai ibadah haji.
3) Thawaf di Baitullah
4) Sa’I antara bukit Shafa dan Marwah
5) Tahalul, yaitu mencukur atau memotong sedikit atau
seluruh bagia rambut
6) Tertib, yaitu berurutan mengerjakan rukun haji.
c. Wajib Haji
Adapun yang termasuk dalam wajib haji adalah antara
lain:
1) Melakukan ihram dari miqat
2) Melempar jumrah
3) Bermalam (mabit) di Mina
4) Thawaf al-Wada’
5) Menghindari segala yang diharamkan dalam ihram
d. Sunnah Haji
Adapun yang termasuk dalam sunnah haji adalah antara
lain:
1) Melakukan haji dengan ifrad
2) Talbiyah, yakni mengucapkan kalimat
3) Thawaf al-Qudum
4) Bermalam di Muzdaliah
5) Shalat thawaf dua rakaat31
31
2. Larangan Saat Ibadah Haji dan Denda (Dam)
Hal-hal yang terlarang dalam ibadah haji ada enam, antara lain:
a. Kaum laki-laki dilarang untuk mengenakan pakaian berjahit seperti
kemeja, celana, sepatu, sarung, surban dan sebagainya. Sedangkan
untuk wanita dibolehkan memakai pakaian berjahit tetapi dilarang
untuk menutup bagian wajahyna dengan sesuatu yang bersentuhan
langsung dengannya.
b. Tidak boleh memakai wangi-wangian, kecuali yang dipakai
sebelum berihram dan masih melekat aromanya.
c. Tidak boleh memotong kuku atau mencukur rambut saat berihram,
namun dibolehkan untuk memakai celak mata, mandi dan
berbekam serta menyisir rambut
d. Tidak boleh melakukan jima’ (bersetubuh)
e. Tidak boleh melakukan sesuatu sentuhan yang bisa membatalkan
wudhu
f. Tidak boleh membunuh binatang buruan yang hidup di darat.32 Dan apabila jamaah haji mengerjakan apa yang dilarang
selama ibadha haji,maka ia wajib membayar denda (dam) sesuai
dengan ketentuan syariat yang berlaku. Ada lima macam dam
menurut sebab wajibnya, antara lain:
a. Dam karena meninggalkan salah satu perintah ibadah haji,
misalnya tidak melakukan ihram dari miqat. Dalam hal ini, ia
32
wajib menyembelih binatang kambing yang sepertujuh dari
unta atau sepertujuh dari lembu. Jika tidak mampu
menyembelih binatang, maka ia wajib melakukan puasa
sepuluh hari dengan tiga hari pada saat pelaksanaan dan tujuh
hari setelah kepulangan ke tanah air.
b. Dam karena bercukur, berhias atau bersenang-senang
(taraffuh), termasuk memotong kuku, memakai
wangi-wangian, dan lain-lainnya. Dan ia harus memilih untuk
melaksanakan menyembelih hewan qurban atau puasa tiga
hari atau bersedekah dengan member makanan tiga sha’
kepada enam orang miskin masing-masing setengah sha’.
Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
Artinya : “Dan jangan kamu mencukur kepalamu,
sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu:
berpuasa atau bersedekah atau berkorban.” (QS. Al
-Baqarah : 196
c. Dam ihsar, adalah denda yang dibayar karena seseorang yang
terhalang oleh musuh atau mendapatkan sakit saat
pelaksanaan tahalul, maka ia wajib membayar dengan
semisalnya, jika tidak dapat melakukannya maka ia wajib
mengganti dengan mengeluarkan makanan senilai harga
hewan tersebut
d. Dam karena membunuh binatang buruan, maka ia wajib
memilih dendanya antara menyembelih hewan ternak yang
sebanding atau menyedekahkan makanan seharga binatang
kepada fakir miskin yang tinggal di tanah haram atau
berpuasa satu hari tiap-tiap mud makanan tersebut di atas.
e. Dam karena jima’
3. Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji
Penyelenggaraan ibadah haji adalah sebuah kegiatan yang
memiliki mobilitas tinggi dan pergerakan dinamis tapi dibatasi oleh
tempat dan waktu dengan melibatkan lima komponen yang harus
dipenuhi dalam operasionalnya, yaitu adanya calon haji, pembiayaan,
sarana transportasi, hubungan antar-negara dan organisasi
pelaksananya.33
Yang pertama adalah adanya calon jamaah haji, dalam hal ini
mereka harus memenuhi syarat untuk melaksanakan ibadah haji, yakni
antara lain telah mencapai usia berakal (jika belum usia berakal,
hajinya sah namun belum termasuk dalam kewajiban mereka), memiki
biaya cukup untuk di dalam dan di Arab Saudi, memiliki pengetahuan
33
yang cukup tentang prosesi pelaksanaan ibadah haji, serta memiliki
dokumen perjalanan yang sah dan lengkap.
Kemudian unsur yang kedua adalah mengenai pembiayaan haji
atau bisa disebut sebagai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
atau dulu disebut dengan Ongkos Naik Haji (ONH). Biaya haji adalah
sejumlah biaya yang harus dikeluarkan oleh calon jamaah kepada
pihak penyelenggara dalam hal ini adalah Kementerian Agama melalui
sejumlah bank-bank yang telah ditunjuk sebagai bank penerima
setoran BPIH
Secara singkat, organisasi pelaksana dalam hal ini adalah
tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaannya
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh
dengan yang terdiri dari 4 jejaring eselon yakni eselon I (Direktur
Jenderal PHU), eselon II (Direktur), eselon III (Bagian dan Sub
Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh
staff pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit
kerja.
Adapun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing
unit, secara garis besar organisasi pelaksana haji dapat dibagi sebagai
berikut:
a. Sekretarian Jenderal PHU
b. Direktorat Pembinaan Haji
d. Direktorat Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji
e. Dan yang terakhir adalah organsiasi terkecil dalam PIH,
yakni kelompok terbang (kloter) yang dalam setiap kloter
didampingi oleh Tim Pemandu Ibadah Haji Indonesia
(TPIHI), Tim Pembimbing Ibadah Haji (TPIH) dan Tim
Kesehatan Haji Indonesia (TKHI).34
34
BAB III
GAMBARAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMROH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
A.Sejarah Singkat Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Ditjen PHU)
1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia
(BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani
kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji
Indonesia (PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan
dikeluarkannya Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat
(RIS) Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran
Menteri Agama RIS Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Pebruari 1950 yang
menunjuk PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang sah disamping
Pemerintah untuk mengurus dan menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak
saat itulah penyelenggaraan haji ditangani oleh Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Agama, dibantu oleh instansi lain seperti Pamongpraja.35 Tahun itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang diikuti
dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan Rombongan
Kesehatan Indonesia (RKI).
35
Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur
kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban PIH
ditanggung pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksanaan ibadah
haji semakin terkendali Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan
Indonesia, pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan dalam
PIH dengan membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan kepada
Dirjen Urusan Haji (DUHA) ibawah koordinasi Menteri Urusan Haji.36
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara
pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan
sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan
dibentuknya Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja
organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawha
wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem
manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam
Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967
melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan
besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama.37
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali
ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun
1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara
penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji
36
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun
1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden
melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun
berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan
dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.38
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan
struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan
koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam
hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh
Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin
koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal
ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk
pelaksaan operasional PIH.39
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan
ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah
kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak
swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam
perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi
pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi
pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah
38
Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, (Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umroh, 2008), h.5
PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan keputusan tentang
PIH dan Umroh Nomor 22 tahun