• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panti Rapih

Penggunaan antidiabetik bertujuan untuk menurukan kadar gula darah hingga batas normal, dan penggunaan obat antiangina ditujukan pada arteri koroner yang mengalami penyempitan, sehingga suplai oksigen dalam darah dapat tersedia dengan baik. Penatalaksanaan kasus diabetes komplikasi IHD dapat menimbulkan masalah-masalah yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Masalah-masalah tersebut tidak hanya dijumpai pada penggunaan obat antidiabetik dan antiangina tetapi juga sering dijumpai pada penggunaan obat lainnya yang dapat memperburuk kondisi pasien.

Pemeriksaan laboratorium dapat memperjelas tentang kondisi pasien, sehingga dapat memperjelas pula obat-obat yang harus diberikan pada pasien. Kadar gula darah, kadar kolesterol, tekanan darah dan kadar kreatinin pasien adalah hasil tes laboratorium pasien yang perlu untuk diperhatikan.

Evaluasi DRP dalam kasus diabetes komplikasi IHD dilakukan dengan cara melihat kondisi pasien, meliputi keluhan yang dialami pasien, obat-obat yang sedang dikonsumsi pasien dan hasil uji laboratorium yang menggambarkan keadaan tubuh pasien yang sebenarnya. Dari hasil penelitian ditemukan 13 kasus dengan DRP. Kasus-kasus DRP yang teridentifikasi meliputi butuh obat tambahan, adverse drug reaction, obat tidak tepat, dan tidak perlu obat terapi. Kemudian kasus tersebut dibandingkan dengan literatur yang digunakan sebagai acuan, yaitu Global Guideline Indonesia (2005), American Diabetes Association

MIMS Indonesia (periode 2008/2009), dan Informatorium Obat Nasional Indonesia (2000).

Tabel XVII.Persentase DRP yang teridentifikasi pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Jenis DRP Jumlah

Kasus

Persentase (%)

1 Butuh obat tambahan 11 61,1

2 Adverse Drug Reaction 2 11,1

3 Tidak Perlu Obat Terapi 2 11,1

4 Obat tidak tepat 2 11,1

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis DRP. Dari tabel dapat terlihat DRP yang paling banyak terjadi adalah butuh tambahan obat, yaitu sebanyak 61,1%. Pada kasus yang mengalami butuh tambahan obat, obat yang paling dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi pasien adalah obat antiplatelet.

1. Butuh tambahan obat

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 11 kasus yang membutuhkan obat terapi tambahan. Butuh tambahan obat yang banyak dibutuhkan pasien diabetes komplikasi IHD adalah antiplatelet sebanyak 11 kasus. Standar American Diabetes Association (ADA), merekomendasikan pasien diabetes dengan komplikasi IHD perlu pemberian aspirin (antiplatelet) dengan dosis 75-325 mg/hari, hal ini sangat penting karena antiplatelet digunakan agar aliran darah tetap lancar, yaitu dengan cara mengurangi agregasi platelet pada aterosklerosis sehingga mengurangi pembentukan trombus pada sirkulasi arteri yang membuat pembuluh darah semakin sempit. Antiplatelet yang digunakan untuk rekomendasi pada penelitian ini adalah aspirin. Aspirin lebih banyak digunakan karena efek sampingnya yang lebih sedikit dibandingkan dengan antiplatelet yang lain

(misalnya clopidogrel), jika pasien alergi dengan aspirin dapat diberikan clopidogrel, sebagai penggantinya.

Tabel XVIII. Kasus Butuh Tambahan Obat yang Teridentifikasi pada Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

Kasus Adanya kondisi pasien yang memerlukan

terapi secara lengkap untuk mencegah timbulnya kondisi medis baru

1. Pasien yang membutuhkan golongan

antiplatelet 1, 3, 5, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 11 2 Pasien membutuhkan kaptopril

sebagai antihipertensi 5, 11, 18 3

3. Pasien yang membutuhkan golongan

gemfibrozil 12, 13 2

4. Pasien yang membutuhkan golongan

calcium cannel blocker 5 1

5. Pasien yang membutuhkan

allupurinol sebagai antigout 9 1

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu DRP butuh tambahan obat

Sebanyak 1 kasus dalam penelitian tidak mendapatkan terapi untuk mengelola kurangnya suplai oksigen ke jantung yang dialami oleh pasien. Obat golongan calcium cannel blocker (CCB) dengan dosis 1x2,5 mg/dl untuk pasien lanjut umur pada kasus nomor 5 (80 Tahun). Ion kalsium yang masuk ke dalam otot polos menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, oleh karenanya pemberian CCB diperlukan untuk menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos, sehingga menyebabkan vasodilatasi. Keunggulan dari penggunaan CCB adalah dapat diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal, sehingga direkomendasikan pada kasus nomor 5 yang mengalami kenaikan kreatinin (1,65 mg/dl).

Antihipertensi dibutuhkan karena adanya kenaikan tekanan darah yang terjadi karena adanya aterosklerosis, yang memicu terjadinya IHD. Sebanyak 3

kasus memerlukan tambahan obat antihipertensi. Pada kasus 5,11, dan 18 pasien tidak mendapatkan obat antihipertensi, padahal pada kasus tersebut tekanan darah pasien diatas normal. Kasus nomor 5, pasien masuk dengan tekanan darah 140/90 mmHg dan pulang dengan tekanan darah 160/90 mmHg. Kasus 14 juga membutuhkan antihipertensi karena tekanan darah masuk pasien 133/80 mmHg dan mengalami kenaikan hingga tekanan darah keluar 140/90 mmHg. Selama menjalani terapi di rumah sakit pasien tidak mendapat antihipertensi sehingga pasien pulang dalam keadaan tekanan darah yang diatas normal. Kaptopril digunakan pada dosis 2x12,5 mg karena pada kasus 5 pasien tergolong lansia, berumur 80 tahun. Kasus 11, 14, dan kasus 18, antihipertensi yang direkomendasikan adalah kaptopril, yang digunakan sebagai lini pertama pada pasien diabetes yang mengalami hipertensi, dengan dosis 3x12,5 mg/hari. Antihipertensi diberikan karena tekanan darah pasien tidak mencapai tekanan darah normal yang diharapkan pada pasien dengan diabetes komplikasi IHD.

Butuh tambahan obat hipolipidemia sebanyak 2 kasus. Obat hipolipidemia dapat diberikan pada pasien dengan kenaikan kadar kolesterol. Kadar kolesterol ini meliputi kenaikan kolesterol total, LDL, trigliserida, dan penurunan kadar HDL. Obat hipolipidemia ini penting dalam mendukung perbaikan kondisi pasien, karena kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mengakibatkan aterosklerosis, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah yang memperburuk kondisi pasien. Pada kasus 12 dan 13, pasien direkomendasikan menggunakan gemfibrozil sebagai obat hipolipidemia, karena pasien mengalami kenaikan trigliserida. Gemfibrozil ini digunakan dengan dosis 2x600mg/hari.

Kasus 9 pasien membutuhkan allupurinol untuk menurunkan kadar asam urat pasien. Terapi penggunaan obat antigout ini dibutuhkan jika kadar asam urat lebih dari 10 mg/dl. Kadar asam urat pada kasus 9 adalah 10,6 mg/dl, sehingga dibutuhkan allupurinol dengan dosis 1x300 mg/hari.

2. Adverse Drug Reaction

Adverse drug reaction terjadi pada dua kasus, meliputi penggunaan obat yang menimbulkan efek samping dan interaksi antar obat yang diberikan.

Tabel XIX. Kasus Adverse drug reaction yang Teridentifikasi pada Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

Terjadi reaksi yang tidak menguntungkan antar obat

1. Reaksi penggunaan bisoprolol fumarat dan glikuidon 18 1 Terjadi efek samping dari penggunaan obat

2. Timbul efek samping dari penggunaan glimiperid 12 1

Penggunaan obat-obat yang lebih dari satu memungkinkan terjadinya reaksi interaksi antara masing-masing obat tersebut. Kasus 18, pasien diberi bisoprolol fumarat sebagai antiangina dan glikuidon sebagai antidiabetes, penggunaan keduanya memang diperlukan dalam menangani kasus diabetes komplikasi IHD, namun kedua obat tersebut menyebabkan efek yang tidak menguntungkan jika digunakan secara bersama. Interaksi antara bisoprolol dan glikuidon dapat menyebabkan penurunan efek hipoglikemik dari glikuidon. Bisoprolol fumarat (golongan beta bloker) dapat meningkatkan metabolisme hepatik dan penurunan sekresi insulin yang pada akhirnya dapat menyebabkan kadar glukosa tinggi (Sukandar, 2008). Rekomendasi yang dapat dilakukan adalah menghentikan penggunaan bisoprolol fumarat sebagai antiangina, hal ini dapat

dilakukan karena pada kasus, pasien sudah menerima ISDN yang juga diindikasikan untuk terapi IHD.

Pemberian glimepirid pada kasus 12 menyebabkan munculnya hiponatremia dan trombositopenia yang dapat timbul karena efek samping dari penggunaan glimepirid (golongan sulfonilurea). Pasien masuk dengan diagnosa diabetes, setelah pemberian glimepirid selama terapi, pasien mengalami hiponatremia dan trombositopenia, sehingga kondisi pasien tidak semakin baik. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah penghentian penggunaan glimepirid sebagai antidiabetik dan menggantinya dengan metformin dengan dosis 3x500mg.

3. Tidak Perlu Obat Terapi

Tidak perlu obat terapi terjadi pada 2 kasus yaitu penggunaan obat hiperurisemia. Menurut Pharmacoteraphy A Pathophysiologic approach (2005) penggunaan terapi pada hiperurisemia diperlukan jika kadar asam urat ≥ 10 mg/dl. Pada kasus 3 kadar asam urat pasien 7,2 mg/dl, dan kasus 17 kadar asam urat 7,6 mg/dl sehingga pasien tidak memerlukan terapi menggunakan allupurinol. Terapi untuk menurunkan kadar asam urat tersebut dapat dilakukan dengan pengaturan pola dan menu makan pada pasien. Penggunaan obat yang tidak perlu dapat mengakibatkan kondisi pasien menjadi tidak lebih baik, sehingga tujuan pengobatan menjadi tidak tercapai.

Tabel XX. Kasus Tidak Perlu Obat Terapi yang Teridentifikasi pada Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

Kondisi lebih baik dengan kondisi non drug

1 Allupurinol tidak perlu digunakan untuk kadar asam urat <10 mg/dl

4. Obat tidak tepat

Dalam kasus ini, sebanyak 3 kasus mendapatkan obat yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan kondisi pasien.

Tabel XXI. Kasus Obat Tidak Tepat yang Teridentifikasi pada Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

Penyebab DRP No Kasus Jumlah

Obat yang digunakan tidak tepat sesuai dengan keadaan pasien 1. Metformin tidak boleh digunakan untuk pasien dengan

gangguan ginjal

5, 9 2

2. Glibenklamid tidak boleh digunakan untuk pasien dengan gangguan ginjal

5 1 3. Glimepirid tidak boleh digunakan untuk pasien dengan

gangguan ginjal

5 1

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu DRP obat tidak tepat

Pada kasus data laboratorium pasien menunjukkan bahwa pasien mengalami gangguan ginjal, dengan melihat adanya kenaikan kadar kreatinin pada pasien, namun digunakan obat-obat yang kontraindikasi dengan pasien dengan gangguan ginjal. Menurut Pharmacoteraphy A Pathophysiologic approach (2005) batasan penghentian metformin dan glimepirid pada pasien adalah jika kadar kreatinin lebih dari sama dengan 1,4 mg/dl pada wanita dan lebih dari sama dengan 1,5 mg/dl pada pria. Pada kasus 5 (kreatinin pasien 1,65 mg/dl), dan kasus 9 (kreatinin pasien 2,36 mg/dl), pasien mendapat metformin dan glimepirid yang memiliki kontraindikasi terhadap pasien dengan gangguan ginjal, sehingga obat-obat tersebut tidak tepat digunakan pada pasien. Rekomendasi untuk kasus nomor 5 adalah pemberian insulin kerja sedang dengan dosis 3-5 unit per hari yang diberikan setelah sarapan. Insulin pada pasien diabetes dapat digunakan jika terjadi resistensi insulin, dalam kasus nomor 5 pasien mengalami

infeksi sekunder dan infeksi saluran kemih, menurut IONI, insulin diperlukan bila timbul keadaan patologis tertentu seperti infark miokard, infeksi, koma, dan trauma. Rekomendasi untuk kasus nomor 9 adalah glikuidon dengan dosis 15 mg/hari. Selain glikuidon obat antidiabetik yang digunakan untuk pasien dengan gangguan ginjal adalah tolbutamid, dan glikazid yang memiliki masa kerja yang singkat.

Pemakaian obat yang tidak tepat ini dapat memperburuk kondisi pasien. Kerusakan ginjal pasien akan semakin parah jika penggunaan obat-obat yang dikontraindikasikan pada gangguan ginjal tetap diberikan.

D. Outcome Terapi pada Kasus Diabetes Melitus Komplikasi Ischemic Heart

Dokumen terkait