• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Profil Penggunaan Obat

2. Golongan Obat

Obat kardiovaskuler diperlukan dalam pengobatan DM komplikasi IHD. Pasien dengan DM komplikasi IHD mengalami aterosklerosis yang cukup parah sehingga darah tidak dapat mensuplai oksigen ke dalam jantung, oleh karenanya dibutuhkan obat-obat antiangina yang bekerja sebagai vasodilator, sehingga kebutuhan oksigen pada jantung dapat tercukupi. Obat kardiovaskuler yang paling banyak digunakan adalah isosorbid dinitrat dengan persentase 77,7%. Isosorbid dinitrat (ISDN) bekerja dengan cara memperlebar pembuluh darah koroner sehingga memperbaiki aliran darah ke otot jantung, terutama di bagian penyempitan arteri koroner. Nitrat juga memiliki efek venodilatasi yang menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung, sehingga tekanan akhir diastolik ventrikel dan volume ventrikel menurun, akibatnya kerja jantung dan konsumsi oksigen menjadi berkurang. Selain nitrat, antiangina yang digunakan adalah golongan beta bloker yaitu sebesar 16,6% dan calcium channel blocker

(CCB) sebesar 49,8%. Mekanisme beta bloker adalah memperlambat denyut jantung sehingga menyebabkan penurunan konsumsi oksigen, namun beta bloker tidak dapat digunakan pada pasien dengan riwayat asma bronkial dan bronchitis

karena nafas pasien dapat menjadi lebih sesak. Calcium channel blocker (CCB) memiliki efek vasodilatasi, dengan cara menghambat penyerapan kalsium ke

sel-sel tubuh khususnya ke otot jantung dan pembuluh darah. Berkurangnya kadar kalsium bebas tersebut menyebabkan berkurangnya kontraksi otot polos pada pembuluh darah (vasokostriksi).

Tabel VIII. Persentase Penggunaan Obat Kardiovaskular pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama

dagang

Jumlah Kasus

Persentase (%)

1 Antiangina Beta bloker Bisoprolol Fumarat Concor 2 11,1

Carvedilol Dilbloc 1 5,5

Nitrat Isosorbid dinitrat Cedocard 14 77,7 Antagonis

Kanal Kalsium Amilodipin besilat

Norvask 2 11,1 Tensivask 3 16,6 Diltiazem HCl Diltiazem 2 11,1 Herbesser 1 5,5 Nifedipin Adalat 1 5,5 2 Anti-hipertensi

ACE Inhibitor Kaptopril Generik 1 5,5

Ramipril Hyperil 2 11,1

Imidrapil HCl Tanapress 1 5,5 Antagonis

Angiotensin II Valsartan Aprovel 3 16,6

3 Diuretik

Kuat Furosemid Lasix 5 27,7

Silax 1 5,5 Antagonis Reseptor Aldosteron II Spironolakton Aldactone 2 11,1 4

Anti-platelet Asam asetil salisilat

Aspilet 2 11,1 Cardioaspirin 1 5,5 5 Anti-aritmia Amiodarone Cordarone 2 11,1 Propafenone HCl Rytmonorm 1 5,5 6 Kardio-tonika Glikosida

jantung Digoxin Digoxin 1 5,5

7 Hipo-lipidemik

Fibrat

Gemfibrozil Hypofil 2 11,1

Lipira 1 5,5

Statin Simvastatin Simvastatin 2 11,1

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat kardiovaskuler.

Tekanan darah berkaitan erat dengan terjadinya angina pada pasien diabetes komplikasi IHD, karena adanya penyempitan pembuluh darah menyebabkan jantung bekerja lebih keras dan terjadi kenaikan tekanan darah.

Terapi untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan menggunakan antihipertensi (83%), meliputi penggunaan golongan ACE inhibitor (22,2%), antagonis angiotensin II (16,6%), dan diuretik (44,3%). Antiplatelet juga penting digunakan dalam penatalaksanaan diabetes melitus komplikasi IHD. Pada penelitian ini antiplatelet yang digunakan sebanyak 16,6%. Antiplatelet digunakan untuk mengurangi agregasi platelet pada aterosklerosis sehingga mengurangi pembentukan trombus pada sirkulasi arteri yang membuat pembuluh darah semakin sempit. Luka di pembuluh darah pada aterosklerosis menyebabkan terjadi penumpukan platelet yang menempel pada pembuluh darah, penumpukan platelet ini dapat mempersempit pembuluh darah. Dengan penggunaan antiplatelet diharapkan tidak terjadi penumpukan platelet yang akan memperparah keadaan iskemik pada pembuluh arteri koroner, dan dapat memperbaiki kondisi pasien.

Kadar kolesterol pada pasien diabetes melitus komplikasi IHD perlu diperhatikan karena kadar kolesterol mempengaruhi terjadinya aterosklerosis, yang merupakan faktor penting terjadinya IHD. Kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida yang melebihi nilai normal memerlukan penggunaan obat-obat hipolipidemik, supaya terjadi penurunan kadar kolesterol yang mengurangi atau meringankan aterosklerosis pada pembuluh darah sehingga dapat mencegah terjadinya kembali IHD. Obat-obat hipolipidemia yang digunakan meliputi golongan statin (11,1%) yang berfungsi untuk menurunkan kadar olesterol total dan LDL yang mengalami kenaikan, dan golongan fibrat (16,6%) yang berguna untuk menurunkan kadar trigliserida yang mengalami peningkatan, dan menaikkan kadar HDL pada pasien.

b) Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon

Obat yang mempengaruhi sistem hormon yang terdapat dalam penelitian ini adalah obat antidiabetes, insulin, hormon tiroid dan obat hipotiroid. Antidiabetik digunakan sebagai terapi menurunkan kadar gula darah. Menurut

Internasional Diabetes Federation (2005), metformin digunakan sebagai lini pertama pengobatan untuk menurunkan kadar gula darah.

Tabel IX.Persentase Penggunaan Obat yang Mempengaruhi Sistem Hormon pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi

rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No

Golongan Sub

Golongan Jenis

Nama dagang Jumlah Kasus Persentase (%) 1 Antidiabetik oral Sulfonilurea Glimepirid - 5 27,7 Gluvas 2 11,1 Gliquidone Glurenorm 1 5,5 - 1 5,5

Biguanida Metformin Metformin 4 22,2

Glumin XR 8 44,4 Penghambat α -glukosidase Akarbose Glucobay 1 5,5 Kombinasi Metformin

dengan Glibemklamid Glucovance 1 5,5 2 Insulin Kerja singkat Reguler insulin Insulin RI 3 16,6 Kerja Sedang Insultard Insultard 1 5,5 Kerja Panjang Insulin Glargine Lantus 1 5,5 3 Hormon tiroid Levothyroxine Euthyrox 1 5,5

4 Hipotiroid Karbimazol

Neo-Mercazole 2 11,1

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat yang mempengaruhi sistem hormon.

Metformin sebagai kelompok obat biguanida paling banyak digunakan pada pasien diabetes melitus komplikasi IHD yaitu sebesar 66,6%. Metformin bekerja dengan cara mengurangi produksi glukosa di hati dan meningkatkan

penggunaan glukosa dalam jaringan. Metformin tidak dapat digunakan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati karena dapat menyebabkan peningkatan asidosis laktat. Efek samping dari metformin adalah mual muntah, sehingga untuk mengurangi efek samping tersebut metformin dikonsumsi setelah makan. Penggunaan sulfonilurea jenis glimepirid juga cukup banyak digunakan pada pasien diabetes komplikasi IHD yaitu sebanyak 30,3%. Glimepirid bekerja langsung terhadap organ sasaran yaitu dengan cara meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan dan menghambat glukoneogenesis. Glimepirid tidak dapat digunakan pada pasien yang mengalami gangguan ginjal, sedangkan pasien yang mengalami gangguan ginjal dapat diberikan glikuidon (1%) merupakan golongan sulfonilurea yang dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan ginjal, karena masa kerjanya yang singkat. Penggunaan insulin digunakan jika pasien mengalami gangguan dalam sekresi insulin. Insulin yang banyak digunakan adalah insulin kerja singkat sebanyak 8,6%, karena isulin ini bekerja dengan onset yang cepat yaitu sekitar 0,5 jam dengan durasi 6-8 jam.

c) Obat Infeksi

Golongan antibiotik adalah obat infeksi yang banyak digunakan dalam kasus diabetes komplikasi IHD. Hal ini karena pasien diabetes rentan terjadinya infeksi seperti infeksi saluran kemih dan saluran nafas, seperti bronkitis dan pneumonia. Infeksi yang terjadi pada pasien diabetes sulit sembuh karena kadar gula darah yang tinggi, yang menyebabkan bakteri menjadi mudah hidup pada tubuh pasien diabetes.

Tabel X.Persentase Penggunaan Obat Infeksi pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama dagang Jumlah Kasus Persentase (%)

1 Antibiotik Penisilin Amoxicilin - 1 5,5

Co-Amoxiclav Claneksi 2 11,1

Sefalosporin Cefuroxime axetil Zinnat 1 5,5

Sefotiam Ceradolan 8 44,4

Ceftriaxone - 9 50

Kuinolon Pefloxacin Dexaflox 6 33,3

Levofloxacin Cravit 1 5,5 Betalaktam golongan lain Imepenem dan Cilastin Pelastin 1 5,5

2 Antiamuba Metronidazole Flagyl 2 11,1

3 Antijamur Griseofulfin Grivin Forte 1 5,5

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat infeksi. Antibiotik yang banyak digunakan dalam kasus diabetes komplikasi IHD adalah obat golongan sefalosporin yang memiliki indikasi untuk bakteri gram negatif dan gram positif. Ceftriaxone yang merupakan kelompok sefalosporin generasi ketiga, dengan persentase penggunaan ceftriaxone sebesar 50%.

Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas yang dapat diindikasikan untuk pengobatan infeksi akibat bakteri gram negatif dan gram positif dan dapat digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih yang banyak dialami oleh pasien diabetes komplikasi IHD. Ceftriaxone banyak digunakan sebagai antibiotik dikarenakan dapat digunakan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal tanpa dilakukan penyesuaian dosis.

d) Obat Saluran Nafas

Obat saluran nafas digolongkan menjadi dua yaitu obat antiasma dan bronkodilator serta ekspektoran. Obat saluran nafas digunakan untuk mengobati penyakit penyerta pada pasien diabetes komplikasi IHD. Bronkodilator adalah

obat saluran nafas yang paling banyak digunakan dalam kasus diabetes komplikasi IHD sebanyak 22,1%. Penggunaan bronkodilator digunakan untuk melegakan jalan nafas sehingga dapat mengurangi gejala sesak nafas. Sedangkan penggunaan ekspektoran digunakan sebanyak 11%, untuk meredakan batuk berdahak yang dialami pasien.

Tabel XI.Persentase Penggunaan Obat Saluran Nafas pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama dagang Jumlah Kasus Persentase (%) 1 Antiasma dan bronkodilator Bronkodilator

Terbutalin Sulfat Bricasma 2 11,1 Fluticasone

Propionate Flixotide 1 5,5

Salbutamol Sulfat Ventolin 1 5,5

2 Ekspektoran Silex 1 5,5

Bromhexine HCl Bisolvon 1 5,5 e) Obat Analgesik

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri yang dirasakan oleh penderita diabetes komplikasi IHD. Nyeri dapat disebabkan karena adanya infeksi pada pasien, dan karena adanya penyakit penyerta lainnya yang membuat obat analgesik digunakan dalam kasus. Golongan non opioid digunakan dalam penanganan nyeri ringan hingga sedang seperti sakit kepala dengan mekanisme kerja menghalangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri di saraf perifer.

Parasetamol digunakan sebesar 22,1% pada kasus diabetes komplikasi IHD. Parasetamol merupakan analgesik golongan non opioid yang dapat juga digunakan sebagai antipiretik.

Analgesik opioid digunakan pada nyeri hebat, karena analgesik bekerja dengan cara memblokade pusat nyeri di sistem saraf pusat, dan digunakan sebesar 5,5% dalam kasus.

Tabel XII.Persentase Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 No

Golongan Jenis Nama

dagang

Jumlah Kasus

Persentase (%) 1 Opioid Kombinasi Tramadol dan

acetaminofen Ultracet 1 5,5

2 Non Opioid

Parasetamol Sanmol 3 16,6

Primadol 1 5,5

Kombinasi metampiron dan

diazepam Cetalgin 2 11,1

3 Obat untuk nyeri neuropatik

Pregabalin Lyrica 3 16,6

f) Obat Nutrisi dan Darah

Obat nutrisi dan darah digunakan dalam kasus karena pasien banyak mengalami mual dan muntah yang mengakibatkan penurunan nafsu makan, sehingga kebutuhan nutrisi tubuh tidak tercukupi. Keluhan lemas, dan pusing cukup sering dijumpai dalam kasus, kondisi tersebut juga dimungkinkan kerena kekurangan nutrisi pada pasien diabetes komplikasi IHD. Obat nutrisi digunakan untuk menambah nutrisi pada pasien yang tidak tercukupi nutrisinya hanya dari makanan yang dikonsumsinya. Penggunaan obat golongan cairan dan elektrolit, khususnya elektrolit intravena banyak digunakan dalam kasus yaitu sebesar 133,1%.

Tabel XIII.Persentase Penggunaan Obat Nutrisi pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009 No

Golongan Sub

Golongan Jenis

Nama dagang Jumlah

Kasus Persentase (%) 1 Cairan dan Elektrolit Elektrolit oral

K-I aspartate Aspar-K

4 22,2 Elektrolit intravena NaCl NaCl 0,9% 4 22,2 NaCl 3% 2 11,1 Asering NaCl 13 72,2 Glukosa Dekstrosa 5% 3 16,6 Dekstrosa 10% 1 5,5 Elektrolit Aminofluid 1 5,5

2 Vitamin Vitamin B Vitamin B komplek dengan vitamin C

Lysmin 1 5,5

Lesipar 2 11,1

3 Nutrisi Asam Amino Nephrisol 1 5,5

4 Tonikum Sitikolina Nikolin 1 5,5

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat nutrisi dan darah.

g) Obat Susunan Saraf Pusat

Obat susunan saraf pusat terdiri dari antiemetik dan vertigo dan ansiolitik. Obat yang banyak digunakan dalam kasus adalah domperidone sebanyak 33,3%. Domperidone digunakan sebagai antiemetik yaitu untuk menangani mual dan muntah yang banyak dikeluhkan pasien. Mual dan muntah dapat disebabkan oleh efek samping obat, seperti metformin.

Obat ansiolitik diberikan pada pasien yang mengalami gangguan kecemasan pasien, sehingga pasien menjadi tenang. Cemas pada pasien dapat dikarenakan banyak hal seperti menahan rasa nyeri, sehingga perlu diberikan obat jenis untuk ini agar pasien dapat beristirahat dan dapat memperbaiki kondisi pasien. Obat ansiolitik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 16,6%.

Tabel XIV.Persentase Penggunaan Obat Susunan Saraf Pusat pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat

Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama dagang Jumlah Kasus Persentase (%) 1 Antiemetik dan vertigo

Antiemetik Ondansetron Narfoz 2 11,1 Domperidone Vometa FT 6 33,3 Metoclopramide Primperan 1 5,5 Vertigo Betahistine

mesylate Mertigo 2 11,1

3 Ansiolitik Clobazam Clobazam 2 11,1

Lorazepam Ativan 1 5,5

Keterangan : terdapat pasien yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat susunan saraf pusat.

h) Obat Saluran Cerna

Obat saluran cerna banyak digunakan untuk mengatasi tukak lambung pada pasien diabetes komplikasi IHD.

Tabel XV.Persentase Penggunaan Obat Saluran Cerna pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama

dagang Jumlah Kasus Persentase (%) 1 Antitukak Penghambat

Pompa Proton Omeprazole

Omeprazole 1 5,5

OMZ 1 5,5

Pantoprazole Pantozole 1 5,5 2 Pencahar Stimulan Bisakodil Dulcolax 1 5,5 3 Adsorben

dan Pembentuk massa

Antimotilitas Norit Norit 1 5,5

Antispasmodik Timepidium Sesden 1 5,5

Tukak lambung pada pasien dapat terjadi karena efek samping dari obat-obat diabetes yang dikonsumsi pasien, seperti penggunaan metformin dan glimepirid dengan efek samping gangguan gastrointestinal, atau pasien memang memiliki riwayat tukak lambung. Antitukak yang digunakan dalam kasus sebesar 16,5%.

i) Obat Skelet dan Sendi

Obat yang digunakan pada penyakit skelet dan sendi adalah kelompok anti gout dan anti inflamasi non steroid. Sebagian besar pasien berumur lanjut mengalami peningkatan kadar asam urat, yang menyebabkan rasa nyeri pada persendian. Penggunaan obat antigout sebesar 22,1%, digunakan untuk menurunkan kadar asam urat, sehingga rasa nyeri pada persendian menjadi berkurang.

Tabel XVI.Persentase Penggunaan Obat Skelet dan Sendi pada Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ischemic Heart Disease di Instalasi rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 – Mei 2009

No Golongan Sub Golongan Jenis Nama dagang Jumlah Kasus Persentase (%) 1 Penyakit Gout

dan Rematik Antigout Allupurinol

Allupurinol 1 5,5 Zyloric 3 16,6 Anti Inflamasi Non steroid Ketorolak trometamine Remopain 1 5,5 Celecoxib Celebrex 2 11,1 Meloxicam Mobiflex 2 11,1 Diclofenac diethylammon Voltaren Gel 1 5,5 2 Gangguan

neuromuskular Piracetam Neurotam 1 5,5

Penggunaan anti inflamasi non steroid pada kasus ditujukan pada gangguan otot skelet. Pasien yang berumur lanjut, otot tubuhnya sudah mulai melemah, keadaan pasien yang dianjurkan bed rest, membuat otot tidak banyak bergerak, sehingga dapat menyebabkan encok, dan nyeri. Penggunaan antiinflamasi non steroid sebesar 33,2%.

C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Kasus Diabetes Melitus

Dokumen terkait