• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengevaluasi drug related problems (DRPs) pada peresepan pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui profil pasien meliputi umur, komplikasi, dan penyakit penyerta pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

b. Mengetahui profil pengobatan meliputi kelas terapi, golongan obat, dan jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

c. Mengetahui apa saja jenis kasus drug related problems yang teridentifikasi pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008 - Mei 2009.

d. Mengetahui outcome terapi pasien diabetes melitus dengan komplikasi Ischemic Heart Disease (IHD) di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2008-Mei 2009.

1. Definisi, Tanda dan Gejala

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO,1999). Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin dibutuhkan untuk memproses karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Soegondo, 2006). Insufisiensi fungsi insulin ini dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO,1999).

Secara normal kadar gula darah sepanjang hari bervariasi. Gula darah akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Diabetes melitus ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemik kronik karena ganggguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein serta meningkatnya risiko terkena penyakit vaskular.

Gejala-gejala dari diabetes melitus adalah banyak makan atau polipagi, namun tidak menunjukkan tanda-tanda penambahan berat badan, banyak dan

sering minum atau polidipsi, namun badan tetap terasa lemas, banyak kencing atau poliuria, kadar gula darah diatas normal, yaitu lebih dari 140 mg/dl untuk gula darah 2 jam post prandial dan 100 mg/dl untuk gula darah puasa, pada dua kali pemeriksaan terpisah pada kadar glukosa darah puasa (Corwin, 2001). Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi (Soegondo, 2006).

2. Etiologi

Klasifikasi DM dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, dan diabetes gestasional.

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin, pada awalnya diagnosa biasa dilakukan pada anak-anak, remaja atau dewasa muda. Pada diabetes ini, sel beta pankreas tidak dapat membuat insulin. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang dari 30 tahun (Anonim, 2009).

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus ini tipe yang tidak tergantung pada insulin. Diabetes melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang (Anonim, 2003).

c. Diabetes Gestasional

Diabetes ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status

nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, risiko mengalami diabetes tipe 2 pada waktu mendatang lebih besar daripada normal. Wanita yang mengidap diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul (Corwin, 2001).

Diabetes gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan meningkatkan risiko malformasi congenital, lahir mati dan bayi bertubuh besar, yang dapat menimbulkan masalah pada persalinan (Corwin, 2001).

3. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes melitus adalah :

a. faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah ras, etnik, riwayat keluarga dengan diabetes,usia >45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional, riwayat berat badan lahir rendah <2,5 kg

b. faktor risiko yang dapat diperbaiki adalah berat badan lebih dapat dilihat dari indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg, dislipidemia dengan kadar HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl, diet tinggi gula rendah serat c. faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita

sindrom ovarium polikistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu atau glukosa darah puasa terganggu, riwayat penyakit kardiovaskular seperti stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki (Triplitt, 2005).

Tabel I Faktor Risiko Untuk Diabetes Tipe 2

(Muchid, 2005)

Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)

IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired glucose tolerance)

Umur 20-59 tahun : 8,7%

> 65 tahun : 18%

Hipertensi >140/90mmHg Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl

Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl Faktor-faktor Lain Kurang olah raga

Pola makan rendah serat

4. Patofisiologi

Diabetes melitus adalah penyakit dimana tubuh tidak dapat memproduksi atau tidak dapat menggunakan dengan baik insulin. Insulin adalah hormon yang diproduksi di pankreas, organ yang letaknya dekat dengan perut. Insulin ini dibutuhkan untuk mengubah gula dan makanan yang lain menjadi energi. Insulin juga menyimpan asupan glukosa atau produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glukoneogenesis ini mencegah hiperglikemia. Ketika seseorang memiliki diabetes, tubuhnya tidak dapat membuat cukup insulin atau tidak menggunakan insulin seperti yang seharusnya atau keduanya. Hal ini dikarenakan banyaknya gula yang ada di dalam darah.

Dalam keadaan normal, setelah makan kadar gula darah akan meningkat, hal ini akan merangsang pengeluaran hormon insulin. Insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Insulin ini bertugas menurunkan kadar gula darah yang sempat naik karena makan.

Diabetes tipe 2 terjadi karena resistensi insulin, yaitu kondisi di mana sensitivitas insulin menurun. Sensitivitas insulin adalah kemampuan dari hormon insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan menekan produksi glukosa hepatik dan menstimulasi pemanfaatan glukosa di dalam otot skelet dan jaringan (Adnyana, 2001). Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Gejala khas pasien DM tipe 2 adalah polidipsi, poliphagi dan poliuria. Pada pasien DM, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, yang membuat kadarnya dalam darah meningkat. Glukosa yang bersifat osmotik, menyebabkan osmolaritas dalam darah meningkat sehingga akan menarik air dalam sel dan menyebabkan filtrasi ke ginjal meningkat, hal tersebut menyebabkan poliuria, sehingga sebagai kompensasinya pasien merasa selalu haus (polidipsi). Glukosa terbuang melalui urin maka tubuh kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi), selain itu, tidak adanya pemasukan glukosa pada sel membuat penderita DM selalu merasa lapar (Kustiyanto, 2009).

DM tipe 2 terjadi pada 90% dari semua kasus diabetes, dan biasanya ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan gangguan pada pengontrolan glukosa

darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita diabetes (kelebihan kalori, kurangnya olah raga, dan obesitas) dibandingkan pengaruh genetik (Sukandar, 2008).

Pada diabetes tipe 1 penanganan glukosa yang normal terjadi sebelum penyakit muncul. Dengan munculnya diabetes tipe 1, yang tidak atau sedikit mengeluarkan insulin, kadar glukosa meningkat, karena tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk kedalam sel. Pada saat yang sama hati melakukan glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan substrat yang yang tersedia berupa asam amino, asam lemak dan glikogen. Substrat-substrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkulasi karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa sangat tinggi. Pembentukan energi yang hanya mengandalkan asam-asam lemak menyebabkan produksi berbagai keton oleh hati meningkat. Keton bersifat asam sehingga pH plasma turun (Triplitt, 2005).

5. Diagnosis

Kriteria diagnosis DM menurut ADA 1998 (Triplitt, 2005) adalah sebagai berikut,

a. kadar glukosa sewaktu yang lebih dari 200 mg/dl adalah pemeriksaan kadar glukosa darah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir

b. kadar glukosa puasa yang lebih dari 126 mg/dl adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan setelah sebelumnya tidak terdapat masukan kalori selama minimal 8 jam

c. tes toleransi glukosa oral (Oral Glucose Toleransi Test atau OGTT) dilakukan dengan menggunakan beban glukosa 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air sebelum melakukan tes ini. Seseorang dapat didiagnosa DM jika kadar glukosa darah 2 jam post prandial 200 mg/dl. Peningkatan hemoglobin terglikosilasi digunakan untuk memberi indikasi keefektifan pengontrolan glukosa darah dalam 2-4 bulan terakhir . Apabila terdapat hiperglikemia kronik, maka kadar hemoglobin terglikosilasi meningkat. Diabetes yang tidak terkontrol memperlihatkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang tertinggi, yang mungkin lebih besar daripada 10% (Corwin, 2001).

Jika kadar glukosa darah tidak normal tapi belum termasuk kriteria diagnosis untuk diabetes, maka keadaan ini disebut sebagai toleransi glukosa terganggu atau Impaired Glucose Tolerance (IGT). Seseorang dengan IGT mempunyai risiko terkena diabetes tipe 2 jauh lebih besar dari pada orang biasa. Apabila kadar glukosa darah puasa antara 111 sampai 125 mg/dl, disebut keadaan glukosa puasa yang terganggu atau Impaired Fasting Glucose (IFG).

Tabel II Kriteria Diagnosis Diabetes

(Triplitt, 2005)

Kategori Puasa 2 jam sesudah makan

Normal <100 mg/dl <140 mg/dl Pre-diabetes (IFG atau

IGT) 100-125 mg/dl 140 - 199 mg/dl Diabetes Melitus ≥ 126 mg/dl ≥200 mg/dl

Perlu perhatian khusus bagi penderita yang berusia di atas 65 tahun, sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa dan jangan setelah makan karena usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.

6. Komplikasi Diabetes Melitus

a. Komplikasi Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang meliputi pembuluh darah kecil, dan banyak terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil (Muchid, 2005).

1) Retinopati

Ancaman paling serius terhadap penglihatan adalah retinopati, atau kerusakan pada retina karena tidak mendapatkan oksigen (Corwin, 2001). Makin lama DM diderita makin tinggi kemungkinan terjadinya retinopati. Risiko menderita Retinopati DM tinggi yaitu 60% pada penderita yang menderita DM > 15 tahun (Permana, 2009).

2) Nefropati

Bagian ginjal yang paling parah mengalami kerusakan adalah glomerolus. Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka panjang, glomerulus yang juga seperti sebagian besar kapiler lainnya, akan menebal dan menghambat aliran darah. Terjadi hipertrofi ginjal akibat peningkatan kerja ginjal pada penderita diabetes kronik untuk menyerap ulang glukosa (Corwin, 2001).

3) Neuropati

Neuropati terjadi akibat adanya kerusakan pada pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada perifer dan metabolisme gula yang abnormal (Triplitt, 2005).

b. Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi diabetes melitus yang meliputi pembuluh darah besar. Komplikasi ini lebih sering dirasakan oleh penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Komplikasi makrovaskuler timbul terutama akibat aterosklerosis dan ikut berperan dalam menyebabkan gangguan aliran darah, timbulnya penyakit jangka panjang, dan peningkatan mortalitas (Corwin, 2001). Komplikasi makrovaskuler ini meliputi penyakit pembuluh darah, gagal jantung, jantung koroner, infark miokard, dan kematian mendadak (Triplitt, 2005).

B. Ischemic Heart Disease (IHD)

Dokumen terkait