• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENGARANG

B. Fakta Sejarah dalam Novel Saman Karya Ayu Utami

Kapitalisme adalah sebuah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan perekonomian. Seperti memproduksi barang, menjual barang, dan menyalurkan barang. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing untuk dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam novel Saman banyak penjabaran mengenai kebijakan ekonomi kapital rezim Orde Baru. Kebijakan kapital sendiri telah menyebabkan banyak kesengsaraan bagi rakyat kecil. Kebijakan ekonomi

77Ibid.,h. 188

kapital telah mencakup ke berbagai sektor sumber daya alam Indonesia. Dalam kutipan di bawah ini, kebijakan kapital telah mencakup kedalam sektor pertambangan.

Perempuan itu dipanggil Laila. Lelaki itu Toni. Keduanya datang setelah rumah produksi kecil yang mereka kelola CV, buka PT mendapat kontrak untuk mengerjakan dua hal yang berhubungan. Membuat profil perusahaan Texcoil Indonesia, patungan saham dalam negeri dengan perusahaan tambang yang berinduk di Kanada. Juga menulis buku tentang pengeboran di Asia Pasifik atas nama Petroleum Extension service. 79

Peraturan paling penting bagi pembentukan struktur kepemilikan kapital di bawah Orde Baru ialah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) No.1 Januari 1967 dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Juli 1968. Undang-undang Penanaman Modal Asing di antaranya yaitu Jaminan bahwa tidak ada kehendak untuk menasionalisasikan milik asing dan jaminan adanya kompensasi pembayaran jika terjadi nasionalisasi serta kebebasan melakukan pemindahan keuntungan, dana depresiasi dan hasil penjualan saham kepada warga Negara Indonesia. Kebijakan ekonomi Soeharto memberikan kebebasan penanaman modal Asing di Indonesia melalui Undang-undang PMA. Setiap perusahaan diatur kebijakannya melalui Undang-undang tersebut. Hal ini tentu membuat kesempatan negara-negara asing untuk mengeksploitasi kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia terutama pertambangan semakin terbuka lebar. Semakin luas terbentang jarak kemiskinan antara si pemilik modal dengan rakyat miskin yang tidak dapat berbuat banyak.

Pemerintah memainkan peran sangat penting dalam pembentukan dan perkembangan kapitalisme Indonesia pasca zaman kolonial. Pengaruhnya bersifat menentukan, bukan saja dalam memberikan kondisi politik bagi pertumbuhan kaum kapitalis tetapi juga menyediakan kerangka pendapatan negara dan bahkan investasi kapital yang sangat besar. Kaum kapitalis tumbuh subur di negeri ini zaman pemerintahan Soeharto. Terbuka lebarnya kesempatan pihak swasta dan modal Asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia terlihat dalam kutipan novel di bawah ini.

Di Bantargebang manusia hidup bersama sampah-sampah Jakarta yang kaya dan rakus, dan orang-orang gila bisa berjalan-jalan di Taman Suropati yang rapi dan teduh. Tetapi hanya tujuh puluh kilometer dari kota minyak Perabumulih, seorang gadis teraniaya, bukan sebagai ekses keserakahan melainkan karena orang-orang yang tak mampu mencapai kemodernan. Sementara itu aku hanya bisa berbaring dikasur ini. 80

Kutipan novel di atas menceritakan kesenjangan ekonomi di kota Perabumulih yang membuat Indonesia ketinggalan adalah, selain angka awal (starting base)-nya rendah, kualitas sumber daya manusia serta pendidikan jauh terbelakang oleh karena sejak kemerdekaan tidak banyak dikucurkan dana dan daya kepada sektor yang sangat strategis ini. SDM Indonesia kekurangan dasar, maka industrialisasi di Indonesia juga tidak bisa bersifat "mandiri" (kurang tergantung dari impor) seperti di Taiwan dan Korea Selatan. Kedua negara itu mewarisi kultur yang lebih pro-pendidikan (dasar) dari penjajah Jepangnya sebelum Perang Dunia Kedua.

Gambaran jelas dari rezim Orde Baru dalam perkembangannya selama 18 tahun ialah pemerintahan militer yang otoriter, pengambil alihan Negara oleh para pejabat dan di singkirkannya partai-partai politik dari proses pengambilan keputusan. Disebabkan karena tidak adanya partai politik yang kuat dominasi politik dipegang oleh pemerintahan pada saat itu. Karena dominasi politik tersebut, maka tindakan serta pengambilan keputusan ekonomi berada ditangan petinggi yang berkuasa. Sumber Daya Manusia yang tidak mendukung juga menyebabkan rakyat Indonesia tidak mampu mencapai kemajuan hidup walaupun dihadapkan dengan Sumber Daya Alam yang berlimpah.

Intervensi dan campur tangan swasta (pemilik modal dalam negeri) dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Negara Indonesia juga turut andil dalam keputusan Kapital. Kaum pemilk modal dalam negeri berawal dari basis yang sangat kecil. Perkembangannnya sangat pesat selama tahun 1970-an. Beberapa kelompok perusahaan lahir dalam beragam industri, terutama dalam industri subtitusi impor, seperti logam dan teknik, mobil komponen, ban dan aki, bahan makanan dan minuman, elektronik, dan tekstil. Menjelang tahun 1980, investasi

dalam negeri naik hingga mencapai hampir 50 persen dari total investasi di sektor industri yang cepat tumbuh Tetapi pertumbuhan ini berkait erat dengan lonjakannya harga minyak dan arus pendapatan dari minyak yang dinikmati Indonesia pada tahun 1970-an, berupa penerimaan devisa dan pajak atas perusahaan minyak. Kelompok-kelompok perusahaan baru itu juga sangat bergantung pada kebijaksanaan proteksi dan subsidi Negara, dan pada perlindungan oleh pusat kekuasaan birokrasi-politik. Akhirnya, kapitalis dalam negeri sangat mengandalkan peranan Negara untuk mendukung mereka dalam menghadapi modal asing. Ada alasan kuat untuk mengatakan bahwa kaum borjuis industri Indonesia tidak mungkin dapat diharapkan akan memainkan peran penting dalam perubahan politik dan ekonomi. Intervensi swasta dalam kebijakan kapital telah memainkan peran cukup penting dalam pemerintahan Soeharto. Seperti kutipan dibawah ini :

Lalu mereka berbicara singkat saja. “kami menjalankan tugas dari Bapak Gubernur.” Salah satunya mengacungkan selembar kertas berkop pemda, tapi tidak menyerahkan kepada Anson. “Menurut SK beliau tahun

1989, lokasi transmigrasi Sei Kumbang ini harus dijadikan perkebunan sawit.

Perusahaan intinya sudah ditunjuk, yaitu PT Anugrah Lahan Makmur”. Ia

berhenti sebentar, memandang rumah pengolahan itu, melongok keluar dari

jendela, dan menoleh lagi pada Anson.”Kami melihat bahwa dusun ini saja

yang belum patuh untuk menandatangani kesepakatan dengan perusahaan.81 Kutipan di atas adalah percakapan antara Anson dan pihak PT ALM ketika sebagian warga memilih untuk bertahan. Mereka mendatangi desa Sei Kumbang karena dianggap sebagai pembangkang dan tidak menuruti kecurangan yang dilakukan oleh utusan PT ALM. Terlihat bagaimana intervensi swasta dalam pengambil-alihan lahan dari pemerintah. Kapitalisme Orde Baru semakin menimbulkan kesenjangan dalam dunia ekonomi. Sementara orang-orang yang tidak memiliki modal tertindas oleh kebijakan-kebijakan tersebut. Dalam proses ini tampak bahwa kapital maupun Negara bukanlah entitas monolitik. Kapital terdiri atas berbagai macam elemen yaitu Internasional dan domestik, skala besar dan kecil, golongan cina dan pribumi. Sementara itu Negara terbagi dalam berbagai kelompok politik yang saling bersaing. Di samping itu juga faksi-faksi

politik yang saling bersaing, masing-masing punya hubungan tertentu dengan berbagai elemen kapital dan jaringan strategi ekonomi. Ada banyak tangan-tangan rakus baik dari pihak pemerintah maupun asing atau pemilik modal yang ingin mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia dengan menggunakan cara-cara yang tidak lazim. Kutipan di bawah ini menjabarkan tindakan kekerasan yang digunakan pihak perusahaan untuk mengambil alih lahan karet yang digantikan dengan sawit.

Ia memberitahu bahwa perusahaan memang menipu orang-orang, karena isi kesepakatan itu adalah penyerahan lahan kepada Anugrah Lahan Makmur dengan uang pengganti. Memang persoalannya tidak sesederhana pertarungan antara dua kelas, perusahaan versus petani. Di masing-masing kelompok ada orang-orang rakus yang mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Saya kira, perusahaan memang ingin memiliki sendiri perkebunan itu agar efisien dan mudah dikontrol.82

Kutipan di atas adalah perkataan Saman kepada warga Sei Kumbang yang ditipu oleh PT ALM. Dalam kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana PT ALM menipu dengan semena-mena kepada warga Sei Kumbang. Saman juga mengatakan bahwa permasalahannya tidak sesederhana itu tapi selalu ada pihak lain yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari permasalahan ini.

Sistem kapitalis berubah sejak adanya krisis minyak pada 1980. Hal ini memaksa pemerintah menetapkan berbagai kebijakan ekonomi yang bertolak belakang dalam proteksi industri domestik. Dengan meningkatnya ketergantungan pemerintah pada hutang dan bantuan asing mendorong pemerintah memberikan perhatian lebih banyak pada kepentingan IMF, Bank Dunia dan perusahaan swasta dan Internasional. Selain itu dengan adanya restrukturasi pasar modal yang memungkinkan modal asing untuk menanam kapitalnya di sektor perbankan maupun pasar modal. Peran Negara tergradasi oleh peran swasta dalam menjalankan dan menguasai pasar. Sehingga dalam hal ini, hanya pihak pemilik modal besar yang menguasai jalannya roda perekonomian Negara.

Pasar bebas ideologi pintu terbuka mampu memberikan hasil baik pada Orde Baru. Indonesia mempunyai pilihan politik terbuka terhadap rezim kontra-revolusi, menghadapi ekonomi yang dijauhi pengutang di Negara dalam keadaan kacau dan bangkrut serta berusaha melakukan renegosiasi utang-utangnya dan menarik investasi asing. Hanya ada sedikit pilihan tetapi harus menerima kebijakan berdasarkan resep IMF/IGGI. Sebelum IGGI dan IMF bersedia melakukan renegosiasi pinjaman dan modal asing bersedia masuk kembali ke Indonesia, para pembuat kebijakan harus membujuk kreditor dan investor potensial asing bahwa mereka memberikan prioritas tinggi terhadap penjadwalan kembali utang-utang. Demikian halnya dengan rehabilitasi infrastruktur dan stabilisasi swasta, membatasi kegiatan BUMN serta badan-badan yang membuat aturan mereka sendiri seperti OPS dan GPS serta memberikan jaminan kepada investor asing. Pada 1966, sejumlah pernyataan resmi dikeluarkan yang menandakan penerimaan prioritas tersebut.

Pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto yang mulai memegang kekuasaan pemerintahan pada bulan maret 1966 memberikan prioritas utama bagi pemulihan roda perekonomian. Sejumlah ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia di tarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah, dan beberapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting dalam kabinet. Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan pada bulan april tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan peistiwa-peristiwa penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia. Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya; pergeseran-pergeseran telah terjadi dalam struktur perekonomian dan komposisi output nasional. Kalau kita menengok ke belakang ketahun 60-an. Nampak jelas bahwa telah terjadi perubahan-perubahan besar di berbagai sektor perekonomian, selanjutnya perubahan-perubahan tersebut telah menimbulkan pula akibat-akibat luas bagi pola kemasyarakatan pada umumnya.

Pendukung strategi pembangunan ekonomi pemerintah mengatakan bahwa dalam sejarah Republik Indonesia baru sekarang ini suatu tindakan menyeluruh dan terpadu betul-betul dilaksanakan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Sebaliknya para kritikus mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi hanya memberikan manfaat kepada segolongan kecil masyarakat yang memiliki kekuasaan politik dan ekonomi, sedangkan sebagian besar masyarakat lainnya masih belum memperoleh manfaatnya dan bahkan mungkin dirugikan. 83

2. Pers Pemerintahan Orde Baru

Sejarah pers Indonesia diwarnai oleh sekian banyak peristiwa-peristiwa penting bahkan tragis dari tiap fase perkembangan bangsa ini. Serentetan kejadian pembredelan pers, tidak hanya mewarnai pasca kemerdekaan Indonesia. Namun jauh sebelumnya di masa kolonialisme berlangsung, pers telah menuai sederet kasus pembredelan dan larangan terbit.

Tidak heran saat kemerdekaan dikumandangkan, pers Indonesia masih merangkak sedemikian rupa agar tetap dapat bersuara, meski dengan amat lirih. Seperti ditegaskan oleh Siebert Peterson, dan Scahramm, bahwa pers memiliki kemampuan bergerak cepat dan efisien terhadap struktur sosial-politik dimana ia beroperasi. Bagi insan pers di Indonesia, kecuali dimasa singkat di tahun 1950-an ketika pers Indonesia berada pada kerangka kerja yang disebut Sistem Pers Otoriter, kemampuan bergerak cepat dan efisien pers masih dapat dirasakan terjadi. Pada awal waktu sistem politik Ode Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, misalnya, tampak sekali peranan Soeharto dengan partai tunggal Golongan Karya (Golkar) dan militer menjadi pilar utama kekuasaan pada waktu itu. Hubungan antara militer, Golkar, Pers dan mahasiswa yang menjadi pilar demokrasi di awal orde baru terlihat sangat harmonis.

Keadaan segera berubah secara drastis dalam masa bulan madu pers dan pemerintah yang sangat singkat. Alhasil yang tampak pada setiap masa hanya tindakan pembredelan pers dan kemelut yang berkepanjangan antara nominasi Negara atas insan pers di Indonesia. Yazuo Hanazaki menyatakan bahwa perkembangan hubungan antara pers dan pemerintah Orde Baru dapat di bagi dalam dua periode. Pertama semakin bebasnya pers dari kontrol Negara hingga

83

tahun 1957. Kedua semakin luasnya kontrol Negara terhadap pers yang membuat pers menciut nyalinya. 84

Pilar pemerintah pada masa orde baru seperti yang telah disebutkan di atas yaitu, pers, mahasiswa dan pemerintah pada awalnya bersinergi dengan baik, saling mendukung dan harmonis. Di dalam novel Saman, terlihat harmonisasi itu tercipta. Di mana peranan pers tidak hanya menyampaikan tetapi saling mengawasi terhadap kinerja pemerintah. Seperti pada kutipan di bawah ini.

Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Pada setiap orang yang menerimanya, ia bercerita panjang lebar dengan bersemangat dan menyerahkan materi berita. Ia membujuk : kalau bisa, datanglah sendiri dan lihatlah desa kami. Setelah Koran-koran mulai menulis serta mengirim wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu tidak lagi bolak-balik dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur dusun memang jadi tertunda, berbulan-bulan, bahkan hampir setahun.85

Pada kutipan di atas peristiwa ketika Saman mencoba membuka fakta desa Sei Kumbang yang begitu tertinggal dan sebagai desa yang miskin. Saman mencoba mengajak pers dan LSM agar desa tersebut diberi pertolongan oleh pemerintah. Konteks teks di atas Ayu mencoba menggambarkan keharmonisan antara pers dan pemerintah dalam masa tahap awal pemerintahan. Setelah lama bergulir, pemerintah menganggap bahwa pers pengganggu stabilisasi pemerintahan Soeharto.

Pers begitu punya peran terhadap berbagai kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah. Sebelum Soeharto melakukan konsolidasi kekuasaannya, Pers mendapat ruang yang cukup bebas. Pada penjelasan di atas, ini menggambarkan bahwa memang pers mendapat tempat sesuai dengan fungsinya. Tokoh Saman yang pada saat itu membantu para petani yang tertindas oleh kebijakan pemerintah daerah setempat. Salah satu cara agar aspirasi masyarakat Sei Kumbang Perabumulih didengar dan dilihat oleh orang banyak salah satunya adalah melalui media massa.

84

Mansyur Semma, Negara dan Korupsi : Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesia, dan Perilaku politik. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia),h.113.

85

Tidak hanya sampai disitu Ayu menceritakan “kemesraan” antara pers dan pemerintah. Lagi-lagi pada cerita lainnya yaitu tentang Laila yang merepresentasikan kebebasan pers ditahun 1993-an. Terlihat pada kutipan dibawah ini.

Laila seperti tertular kekhawatirannya, menengok sekeliling, melihat orang-orang yang terkantuk oleh panas, sebelum melanjutkan. Disamping menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan dikampanyekan di media massa. Harus ada orang-orang yang mau mendukung keluarga korban jika terjadi tekanan-tekanan. Harus ada LSM-LSM yang memprotes dan mengusiknya terus. Dan saya punya teman yang bisa mengerjakan itu.86

Kutipan di atas adalah percakapan orang ketiga serba tahu yang mengungkapkan perasaan Laila ketika berbicara dengan Sihar dalam kasus texcoil. Sebuah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat pengeboran minyak, Laut Cina Selatan yang telah menewaskan Hasyim dan dua orang lainnya. Laila

mengatakan “Disamping menggugat texcoil, kasus ini harus dibuka dan dikampanyekan di media massa”. Betapa peranan media massa atau pers begitu

penting. Kasus-kasus yang ditutupi memang terkadang kurang ditanggapi oleh pemerintah terkecuali apabila sudah terkuak luas maka akan banyak masyarakat yang tau dan semakin banyak desakan untuk menyelidiki kasus tersebut.

Kalau kita menoleh kembali sejarah tentang pers sebelum bulan madunya dengan pemerintah kita akan melihat memang terkadang terjadi kekangan terhadap pers di Indonesia. Pers pada periode awal Orde Baru, 1966-1974 dapat digambarkan secara kuantitatif dari hasil penelitian Judith B.Agassi (1969) sebagai berikut : pada tahun 1966 terdapat 132 harian di Indonesia dengan total tiras 2 juta eksemplar dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras 1.542.200 eksemplar. Angka ini menunjukkan kuantitas pers mengalami kenaikan dibandingkan dengan masa demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965 terdapat 111 harian dengan total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total tiras 1.153.800 eksemplar.

Tahun 1965 adalah kala terburuk di sepanjang sejarah Pers sepanjang Indonesia merdeka. Pada bulan februari dan maret tahun itu Koran dilarang terbit

karena mendukung kubu anti komunis bernama Badan Pendukung Soekarno (BPS). Sementara itu 46 dari 163 surat kabar ditutup tanpa alasan jelas dalam serangan balasan pasca kekacauan politik tanggal 1 Oktober 1965. Penutupan itu dilakukan lantaran karena sederetan surat kabar tersebut diduga simpatisan PKI.

Para pendukung “kiri” ditendang dari Persatuan Wartawan Indonesia dan

kantor berita Antara. Setelah peristiwa 1 oktober 1965, Antara limbung berat kantor berita ini ditempatkan dibawah komando daerah militer. Tiga puluh persen staf redaksinya masuk penjara. Sederatan peristiwa penangkapan dan pembunuhan sejumlah jurnalis, baik yang komunis sejati maupun sekadar simpatisan, menjadi kepingan-kepingan rangkaian teka-teki seputar pembataian massal yang terjadi diberbagai wilayah pada tahun 1965-1966 sampai puluhan tahun kemudian , pembantaian massal ini tetap menghantui pers Indonesia.

Karena merasa persoalan tak akan segera selesai, Wis pergi ke Palembang, Lampung, dan Jakarta, setelah memotret desa dan mengumpulkan data-data tentang dusun mereka yang tengah maju. Ia mengunjungi kantor-kantor surat kabar dan LSM. Pada setiap orang yang menerimanya, ia bercerita panjang lebar dengan bersemangat dan menyerahkan materi berita. Ia membujuk: kalau bisa, datanglah sendiri dan tengok desa kami. Setelah Koran-koran mulai menulis serta mengirim wartawannya ke lahan terpencil itu, empat lelaki itu tidak lagi bolak-balik dengan lembaran blanko kosong. Usaha menggusur dusun memang jadi tertunda, berbulan-bulan bahkan hampir setahun.87

Kutipan di atas dapat kita pahami bagaimana peran pers atau media massa punya posisi yang sangat penting terhadap isu-isu yang mungkin tidak terlihat atau tidak diketahui oleh masyarakat luas. Disisi lain, tentu hal ini dapat mengganggu kekuasaan rezim Soeharto dalam berbagai kebijakan yang telah dilakukan pemerintahan. Pers dianggap dapat menggangu stabilitas Negara Republik Indonesia. Pers dan Pemerintah mempunyai masa-masa kelam dan masa-masa indah dan bulan madu antara keduanya.

Undang-undang (No.11) tahun 1966 tentang Prinsip-Prinsip Dasar Pers

menyatakan bahwa “Pers Nasional tidak dapat disensor atau dikendalikan” (bab 2,

pasal 4) dan kebebasan pers dijamin sebagai bagian dari hak-hak dasar warga Negara (pasal 5.10 serta penerbitan tidak dapat memerlukan surat izin apapun

(bab 4, pasal 8.2). pada kenyatannnya, semua adalah guyonan belaka. Selama

“masa peralihan” yang tak jelas ujungnya (bab 9, pasal 20, 1.a) para penerbitan

surat kabar wajib memiliki dua izin yang saling terkait. Dua izin tersebut adalah surat izin terbit (SIT) dari Departemen Penerangan yang nyata-nyata sebuah lembaga sipil dan surat Izin Cetak (SIC) dari lembaga keamanan militer KOPKA MBIT tanpa kedua izin tersebut, secara hukum sebuah media niscaya tak mungkin terbit. Apabila salah satu atau kedua lembaga tersebut mencabut izin, secara media itu dibredel.

Pers dengan segala belenggu yang membatasi ruang geraknya, telah lama menggerogoti kekuasaan rezim orde baru. Itu dilakukan pers sampai ke titik di mana banyak kelompok-kelompok masyarakat menjadi berani secara terbuka menyatakan sikap penolakan mereka terhadap rezim Orde baru. Dengan kata lain, pers sebenarnya telah berfungsi menciptakan prakondisi dimana kejatuhan yang dialami Orde Baru telah sedemikian rupa, sehingga justru memberi kekuasaan bagi unsur-unsur masyarakat yang menentang rezim orde baru terlebih lagi ketika krisis moneter mulai menggoyang sumber utama kekuasaan Orde baru, yakni pertumbuhan Ekonomi. Ketakutan-ketakutan yang menghantui Orde Baru yang diakibatkan oleh kebebasan pers, baik daerah maupun kota telah menimbulkan polemik baru. seperti yang terlihat pada kutipan dibawah ini.

…..Di Jakarta, hampir tidak ada wartawan diculik dan disiksa. Tapi itu terjadi di daerah. 88

Pada kutipan di atas terlihat bahwa penculikan dan penyiksaan terhadap insan pers bukanlah lagi hal yang baru pada masa pemerintaha orde baru. Ayu mengatakan diculik dan disiksa terjadi pada wartawan-wartawan didaerah. Contoh kasus lainnya adalah Penangkapan tiga aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan seorang aktivis Yayasan Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR) pada maret 1995. Keempat aktivis itu ditahan polisi di Jakarta karena keterlibatan mereka dalam penerbitan media cetak tanpa SIUPP. AJI menerbitkan majalah tiga mingguan Independen dengan tiras antara 6.000 dan 12.000 eksemplar, sementara PIJAR menerbitkan bulletin kabar dari PIJAR. Mereka

kemudian dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan antara satu setengah tahun dan tiga tahun.

Terlepas dari penyiksaan dan penculikan terhadap insan pers atau, Ayu kembali menguak satu fakta yaitu tentang pembredelan yang dilakukan

Dokumen terkait