• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Program KB

HASIL PENELITIAN

4.2. Analisis Univariat

5.4.1 Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB Program KB

Kehadiran anak dalam sebuah perkawinan merupakan dambaan bagi suami-istri, karena anak mempunyai nilai tersendiri bagi keluarga. Adanya anak dalam suatu keluarga sudah merupakan salah satu kebutuhan bagi orang tua, baik sebagai kebutuhan ekonomi, sosial, dan psikologi. Konsep nilai anak yang dimiliki oleh setiap keluarga umumnya telah mendasar dan menjadi bagian dari hidup mereka.

Berdasarkan uji regresi logistik ganda diketahui variabel yang paling dominan dalam keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah variabel nilai budaya anak. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa nilai budaya anak responden sangat mempengaruhi Ibu PUS untuk mengikuti program KB.

Menurut Hoffman (1973) bahwa nilai anak berkaitan dengan fungsi anak terhadap orang tua atau kebutuhan orang tua yang akan di penuhinya. Keberadaan anak dalam suatu keluarga berfungsi sebagai penyambung garis keturunan, penerus tradisi keluarga, curahan kasih sayang, hiburan dan jaminan hari tua. Anak sebagai penyambung garis keturunan, kehadiran anak dalam suatu keluarga sangat di

dambakan, anak di harapkan dapat meneruskan keturunan keluarga sehingga garis keturunan keluarga tersebut tidak terputus. Anak sebagai penerus tradisi keluarga, anak tidak hanya mewarisi harta peninggalan orang tua (yang bersifat material), akan tetapi juga mewarisi kewajiban adat yang sudah di percayai oleh orang tua yang sudah diatur dalam adat yang ada, dan anak dapat menjadi penerus kewajiban orang tua di lingkungan kerabat dan masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka peneliti berasumsi bahwa responden melihat anak adalah melihat masa depan. Bagaimana nilai anak saat ini, itulah masa depan yang diharapkan oleh responden baik dari segi budaya, ekonomi, sosial maupun psikologi. Namun, nilai anak tidak selamanya berpengaruh positif terhadap kehidupan orang tuanya terutama dari segi kesehatan. Buruknya pandangan Ibu PUS terhadap nilai anak mengakibatkan rendahnya partisipasi Ibu PUS dalam program KB yang merupakan program penting dalam upaya menjaga kesehatan reproduksinya. Menurut WHO sehat merupakan keadaan yang menunjukkan sehat fisik, mental dan sosial bukan hanya terbebas dari penyakit cacat dan kelemahan.

Pada awalnya program KB dan kependudukan lebih menitik beratkan tujuan penurunan kelahiran, sehingga kegiatan KB melalui pelayanan kontrasepsi sering memberikan dampak negatif. Atas dasar hal tersebut maka pada konferensi di Kairo tahun 1994 menyepakati bahwa pelayanan kontrasepsi adalah dalam kerangka pencapaian tujuan kesehatan reproduksi serta pemenuhan hak reproduksi. Yang dimaksudkan dengan kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial pada semua hal yang berhubungan dengan sistem fungsi

reproduksi dan bukan hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan. Sedangkan yang dimaksud dengan hak reproduksi adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak yang dimiliki serta upaya untuk mewujudkan hak tersebut melalui pemakaian alat kontrasepsi atau cara lain. Dalam hal ini terjadinya kesenjangan antara kesehatan reproduksi dan hak reproduksi dipengaruhi oleh faktor yang dominan yaitu nilai budaya anak.

Menurut Siregar (2003), masalah yang timbul dalam mencapai Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera sebagaimana diuraikan diatas adalah menekankan dan menggiring jumlah ideal ke arah caturwarga ataupun keluarga dengan 2 anak. Dua anak dalam keluarga dua laki-laki, dua perempuan atau satu laki-laki dan satu perempuan sudah cukup. Disini terdapat dua permasalahan secara garis besar. yaitu Masalah memasyarakatkan Norma Keluarga Kecil atan Norma Keluarga dua anak yang jelas rapat kaitannya dengan nilai-nilai sosial, ekonomi dan psikologi dari anak, begitu juga dengan tingkat kematian yang relatif masih tinggi dan Bagaimana mencapainya secara teknis sekali norma itu sudah mulai berkembang. Dari sudut teknologi kontrasepsi yang ada sekarang dan yang dapat diterima oleh masyarakat, tidaklah begitu mudah untuk membatasinya pada 2 (dua) anak.

Bagaimanapun juga keputusan untuk menambah anak atau tidak terserah pada keputusan pasangan suami istri dan keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya. Tetapi yang jelas, perubahan sosial mutlak diperlukan untuk mendukung NKKBS yang dikampanyekan dalam program Keluarga Berencana di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut peneliti menyarankan agar Ibu PUS lebih bijak dalam menyikapi nilai anak dan pengaruhnya terhadap keikutsertaan ber-KB sebab KB dimasukkan dalam pelayanan kesehatan reproduksi karena KB bertujuan untuk menunda, menjarangkan atau membatasi kehamilan, bila jumlah anak dianggap cukup. Kehamilan yang diinginkan pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian terhadap 92 responden yang menjadi sampel penelitian dari jumlah keseluruhan 825 orang terhadap Pengaruh Nilai Anak terhadap Keikutsertaan Keluarga Berencana Di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Padangdisimpuan Tahun 2012, diperoleh bahwa:

1. Pada penelitian ini didapat hasil mayoritas nilai budaya anak, nilai ekonomi anak, nilai sosial anak, dan nilai psikologi anak pada kategori buruk. Kemudian hasil penelitian menunjukkan keikutsertaan Ibu Pus dalam Program KB masih rendah. Adapun alasan Ibu PUS tidak membatasi kelahiran anak dengan alasan (1) melestarikan budaya atau adat istiadat yang dianut, agar memiliki pewaris kehidupan budaya, menganggap bahwa banyak anak banyak rezeki, (2) melahirkan banyak anak karena menganggap anak adalah sumber rezeki. (3) adanya anggapan bahwa banyak anak berarti memiliki banyak kesempatan untuk memiliki orang-orang yang bisa di banggakan di lingkungan sosial dan (3) menganggap bahwa anak dapat mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga, pencegah utama terjadinya perceraian

2. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB adalah nilai budaya anak. Nilai budaya anak sangat berpengaruh

terhadap keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB disebabkan karena masih berpengang teguhnya Ibu PUS terhadap tradisi atau kepercayaan yang ada di masyarakat. Pada suku batak khususnya yang menganut paham patrilineal, menganggap nilai anak terutama anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan, karena perannya yang begitu besar dalam meneruskan kelangsungan garis keturunan

6.2 Saran

1. Perlu kerja sama yang baik antara intansi pemerintah khususnya BKKBN dengan tokoh adat serta tokoh agama agar dapat membenahi (memperbaiki) pandangan masyarakat yang masih salah tentang nilai anak menurut budaya yang menghambat keputusan Ibu PUS untuk ber-KB yaitu melalui pendidikan dan penyuluhan kesehatan sehingga Ibu PUS mempertimbangkan pengambilan keputusan dalam menentukan jumlah dan kelengkapan jenis kelamin.

2. Diharapkan bagi petugas kesehatan khususnya BKKBN yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan agar tetap memberikan informasi mengenai pentingnya keikutsertaan Ibu PUS dalam Program KB melalui penyuluhan kesehatan kepada Ibu PUS sehingga Ibu PUS bertanggungjawab terhadap kesehatan reproduksinya.

3. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk peneliti lainnya, agar penelitian lebih lanjut dapat menggali faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi keikutsertaan Ibu PUS dalam program KB atau tindak lanjut dari penelitian ini.