• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEGIATAN MENGGEREJA ORANG MUDA KATOLIK

F. Faktor-fakto yang mempengaruhi Keterlibatan Orang Muda

1. Faktor Ekternal dan Internal

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi antara lain kesulitan baik itu kesulitan dari luar (eksternal), yaitu kesulitan yang berasal dari luar diri seseorang, atau juga kesulitan dari dalam (internal) yaitu kesulitan yang datangnya dari diri sendiri atau dalam dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari pengaruh-pengaruh dari luar. Seperti berikut:

a. Kesibukan

Kesibukan merupakan faktor paling klasik yang selalu dikemukakan jika seseorang tidak aktif dalam kegiatan Lingkungan. Bahwa benar kesibukan mencari nafkah atau kepentingan lain menyita waktu namun menggunakan alasan ini untuk tidak terlibat dalam kegiatan lingkungan jelas menunjukkan persepsi individualitis yang menganggap bahwa bergabung dengan umat lain di lingkungan kurang bermanfaat bagi kehidupan (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:462).

b. Individualisme

Sikap individualis “lu-lu, gue-gue” yang lazim di kota-kota besar juga memicu bertumbuhnya sikap acuh terhadap orang lain, dan keengganan untuk

bersekutu, baik dalam kegiatan Gereja maupun lingkungan (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:461).

c. Canda berlebihan

Ada kalanya orang lupa bahwa warga lingkungan terdiri dari bapak dan ibu yang sudah berkeluarga, mereka bukan lagi anak-anak. Akibatnya dalam bercanda mereka sering kelewatan sampai menyinggung perasaan (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:462).

d. Alokasi waktu dan jam karet

Ini adalah masalah klasik dalam setiap pertemuan lingkungan yang sering kali menyebabkan orang enggan bergabung dalam pertemun lingkungan (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:463).

e. Pertemuan-pertemuan lingkungan yang membosankan

Sering kali alasan orang enggan untuk bergabung dalam pertemuan lingkungan adalah kurang bermutunya isi pertemuan. Mereka merasa kurang mendapat bekal atau isi dari pertemuan yang diselenggarakan. Akibatnya mereka enggan untuk kut dalam pertemuan itu lagi (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:463).

f. Konflik dan perbedaan antar individu

Pergaulan bersama tidak terlepas dari adanya perbedaan pendapat yang bisa memuncak menjadi konflik. Konflik lepas antar individu bisa berkembang menjadi konflik antar kelompok di lingkungan (Danan Widharsana dan Rudy Hartono, 2017:462).

2. Faktor-faktor dari lingkungan

Selain itu (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner,2007:35) kehidupan di lingkungan tentu tak lepas dari faktor Kekuatan, Kelemahan,Tantangan, dan Peran Peluang yang dihidupi umat di lingkungan, bahwa Kekuatan dan Kelemahan mengungkapkan unsur-unsur dari dalam Lingkungan, sedangkan Tantangan dan Peluang mengungkapkan unsur-unsur dari luar Lingkungan. Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Kekuatan Lingkungan

Lingkungan mempunyai posisi strategis untuk mewujudkan diri Gereja sebagai “garam bagi masyarakat”, sebab warga lingkungan, dalam kehdiupan sehari-hari sebagai bagian tak terpisahkan dalam masyarakat, dengan ikut masuk terlibat dengan menjadi “suara hati” masyarakat, meneguhkan yang sudah baik dan mengajak mengatasi kendala (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:35). Kemudian melebur bersama dan menjadi padu dengan sekitar secara spontan. Suasana yang membawa pada suasana yang ramah, bersaudara, gotong royong, musyawarah mufakat terjalin melalui rukun hidup yang terjadi terus menerus dan berkelanjutan (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:36). Juga menjalin dialog kehidupan yang terus menerus dengan sesama yang beragama dan berkeyakinan lain. Hal ini menjadi saluran kesaksian iman, yang dapat membawa pada kesatuan, cinta kasih kebenaran, keadilan dan damai (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:36).

b. Kelemahan Lingkungan

Lingkungan kerap melupakan segi keterarahan bahkan sering tidak menyadari pentingnya arah bagi dinamika kemajuan bersama. Banyak hal dilakukan secara spontan dan lentur sehingga kurang mendapat gambaran visioner dalam kehidupan paguyuban Lingkungan (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:37). Serta pada umunya umat di lingkungan tidak begitu menyadari hadirnya gejolak-gejolak dan arus yang terdapat dalam masyarakat lebih luas. Fungsi dialog dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi tanpa disertai kesadaran akan situasi dalam konteks yang lebih luas dan pertimbangan secara lebih mendalam (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:37). Serta lingkungan kurang memberi perhatian pada hadirnya kelompok dengan kepentingan khusus atau kategorial seperti : kaum muda, pelajar, mahasiswa, petani, buruh, dan para pegawai. Kekhasan kelompok tersebut sukar terkembangkan dalam lingkungan (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:37).

c. Tantangan Lingkungan

Konteks hidup orang zaman sekarang ini berada dalam arus besar zaman yang lahir karena proses globalisasi. Keadaan ini menantang Paguyuban Lingkungan untuk mewujudkan jati dirinya segai paguyuban iman yang menghidupi dan senantiasa memperjuangkan nilai-nilai Injil Yesus, sesuai kemajuan perkembangan zaman dan budaya. Nilai Injil dihayati dalam proses kehidupan dan selalu menjujung tinggi martabat manusia (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:38). Situasi zaman kini juga

ditandai kenyataan kemiskinan yang diperparah dengan terjadinya proses pemiskinan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan sendiri. Hal tersebut menunjukan kemrosotan kepedulian di kalangan masyarakat. Justru seharusnya hal ini menantang seluruh umat untuk saling peduli dan berbagi (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:38). Kemudian warisan feodalisme, yakni mentalitas menghargai orang lain karena status atau kedudukan sosialnya yang lebih tinggi, membawa orang terlalu menekankan “ tampilan luar” tanpa mempertimbangkan kenyataan terdalam/batin. (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner,2007:24).

d. Peluang Lingkungan

Adanya kerinduan hubungan personal, relasi yang bercorak personal semakin menjadi dambaan dan kerindunan banyak oarng zaman kini. Ditengah masyarakat keterasinganya karena zaman yang penuh persaingan. Dalam konteks bermasyarakat kelompok bermunculan untuk memenuhi kerinduan orang dari pola hidup yang semakin individualistis. Sedangkan dalam konteks beragama kelompok bermunculan untuk memenuhi kerinduan dari keterasingan karena corak hidup beragama yang terlalu institusionalistis, hal ini memberi peluang bagi lingkungan untuk mewujudkan jatidirinya sebagai paguyuban yang dilandasi jiwa kasih Kristus (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:39). Era globalisasi membawapola baru hubungan manusia. Kemajuan teknologi informatika yang dipicu hadirnya satelit komputer mendobrak berbagai batasan bagi umat manusia. Sehingga semua saling terhubung hidup dalam jalinan jaringan, terlepas dari sekat pembatas kesukuan, kenegaraaan, kebudayaan,

keagamaan, maupun keunikan kelompok lainnya. Hal ini mendorong lingkungan mewujudkan jati dirinya sebagai Gereja inti, meskipun skalanya kecil, namun kerena keterbukaannya menjadi pusat bagi persekutuan yang lebih luas (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:39). Kesadaran akan jati diri sebagai manusia yang semartabat dan sederajat mendorong banyak orang zaman kini pada perjuangan demokratisasi, gerakan reformasi yang dijalankan untuk kemajuan dan kemakmuran segenap rakyat Indonsia. Paguyuban Lingkungan juga berpeluang untuk mewujudkan kesemartabatan dan kesederajatan sebagai anak Allah (Tim Edukasi Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner, 2007:40).

G. Rangkuman

Di dalam hidup bermasyarakat tentulah kita sebagai umat ciptaan Tuhan harus saling hidup bersama dan saling membutuhkan satu dengan yang lain. Namun hal itu berbanding terbalik dengan keadaan di zaman sekarang. Tidak sedikit orang yang memiliki sifat individualis atau sulit membaur dengan orang lain di kerenakan sudah sibuk dengan kegiatan pribadi. Hal itu juga dialami oleh sebagaian besar Orang Muda Katolik yang ada, dengan rentang usia yang masih belasan tahun sehingga masih mudah terbawa arus zaman, padahal orang muda adalah harapan gereja ke depan. Tantangan yang mereka hadapi baik itu dari diri sendiri maupun orang orang sekitar juga dari zaman yang ada tentu membuat orang muda mudah goyah. Terlebih tuntutan zaman yang sekarang menambah mereka untuk sibuk dan sulit melakukan interaksi yang sifatnya bersama atau

kelompok. Dalam hal ini, penulis mengambil salah satu contoh, yakni sulitnya orang muda untuk terlibat, sebab mereka sudah memiliki jadwal sendiri dan pekerjaan yang menuntut untuk profesional di bidang masing-masing.

Melalui keterlibatan di tengah masyarakat diharapkan bisa meningkatkan mutu diri dan melebur dengan orang lain , dan sebagai wujud komunikasi antara dirinya dengan Tuhan. Agar setiap tindakan yang dilakukan selalu melibatkan Tuhan di dalamnya. Sehingga suasana persaudaraan dan cinta kasih dapat tercipta ditengah hidup bermasyarakat.

Gereja menaruh harapan kepada orang muda sebagai generasi penerus untuk mengembangkan Gereja menjadi lebih luas dan dengan kemampuan mereka. Sehingga minat orang muda harus kembali dibangkitkan dengan berbargai kegiatan. Seperti halnya doa bersama di lingkungan, akan membantu mereka untuk secara perlahan memahami arti hidup bersama di tengah umat dan dengan begitu mulai berani menampakkan diri di tengah umat. Agar Orang Muda Katolik juga tidak kehilangan jati diri mereka dan malah tenggelam di dalam tantangan zaman yang ada di sekitar mereka.

Dengan demikian Orang Muda Katolik tetap dapat tumbuh di tengah zaman yang begitu cepat namun tidak meninggalkan iman mereka dan dapat menampakan diri di tengah masyarakat sebagai pribadi yang berguna dan bermanfaat. Sehingga di sini penulis mengajak Orang Muda Katolik menyadari akan pentingnya keterlibatan .

Dokumen terkait