IV.2.2. Keterkaitan Fasilitas Tax Holiday Dengan Penanaman Modal Asing 1. Faktor-Faktor Yang Menentukan Arus Masuk Penanaman Modal Asing
IV.2.2.2. Faktor-Faktor Implementasi Tax Holiday Kembali Diberlakukan 1. Iklim Ekonomi
Dari penjabaran faktor-faktor arus masuk PMA, dapat diketahui bahwa Tax
Holiday yang sedang diberlakukan di Indonesia bukan sebagai alasan utama bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun merupakan elemen
pelengkap demi memaksimalkan arus masuk investasi seperti yang diharapkan.
Pemberian Tax Holiday yang dibuat pemerintah sebenarnya adalah pemanis untuk
investor asing meningkatkan investasinya di Indonesia. Dapat dijelaskan bahwa saat ini
Indonesia masih membutuhkan investasi yang besar untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Pemerintah menilai, laju pertumbuhan ekonomi perlu dijaga di tengah keadaan
ekonomi dunia yang kurang baik saat ini. Besarnya jumlah penduduk dan terus
meningkatnya pendapatan per kapita, dapat menjadi daya tarik bagi investor.
Tax Holiday sendiri telah telah resmi diberlakukan sejak Agustus 2011, namun dinilai belum memberikan dampak besar pada masuknya investasi ke Indonesia.
Mengingat kebijakan tersebut baru satu tahun yang lalu diberlakukan, sehingga dampak
signifikannya belum bisa dianalisis secara komprehensif dalam bentuk angka. Tax
Holiday dirancang untuk strategi ekonomi dan investasi jangka panjang, bukan untuk jangka pendek. Sehingga untuk melihat perjalanan signifikansi manfaat dari kebijakan
tersebut membutuhkan waktu dan proses yang tidak instan. Rasa optimistis dengan
diterbitkannya aturan pelaksanaan Tax Holiday dapat membuat prospek penanaman
modal dan pembangunan industri semakin baik. Hal tersebut dapat berjalan sesuai
dengan ekspektasi apabila dibarengi dengan pembenahan infrastruktur Indonesia menuju
seimbang, maka tujuan utama dari fasilitas ini tidak akan membuahkan hasil, meski
telah melewati jangka waktu yang cukup lama.
Selain itu, target Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya
6,5 % tahun 2011 menjadi 6,7 % tahun 2012 diyakini sebagian besar ditopang dari
peningkatan kegiatan investasi dan peningkatan ekspor. Target realisasi investasi
penanaman modal juga melatar belakangi pelaksanaan Tax Holiday. Pada tahun lalu
yaitu 2011, angka realisasi investasi sekitar Rp 250 triliun target ditahun 2012 ini adalah
meningkat sebesar 18%, yaitu Rp 283.5 triliun, kemudian di 2013 Rp 390.3 triliun dan
pada 2014 target dibuat ambisius, yaitu mencapai angka Rp 500 triliun. Pembuktian
kecil dapat dilihat pada realisasi penanaman modal di kuartal 1 2011 dan 2012. Dimana
pada 2012 realisasi yang terjadi mengalami peningkatan sebesar 32.8% dibanding tahun
2011. Meskipun terkesan ambisius namun yakin bisa diwujudkan karena
langkah-langkah kecil yang telah Indonesia jalani.
Grafik IV.3
Grafik IV.4
Perbandingan realisasi investasi K1 2011-2012
Sumber: Rencana Umum Penanaman Modal BKPM
IV.2.2.2.2. Persaingan Ekonomi
Tax Holiday merupakan wujud dari langkah kecil demi mewujudkan penanaman modal yang berkelanjutan dan diyakini merupakan salah satu variabel yang
sifatnya memberi kemudahan dalam mencapai target tersebut. Apabila menilik kedalam
peringkat negara berstatus tujuan utama investasi asing, dalam survei di tahun
2010-2012, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dari 193 negara, mengalahkan Jerman,
Thailand, Jepang, dan Malaysia. Dari segi persaingan ekonomi, status Indonesia
memiliki nilai yang semakin positif, oleh karenanya pemberian Tax Holiday seharusnya
instrumen ini diyakini tetap menguntungkan perkonomian dan memberikan dampak
berantai yang luas. Selain dari sisi ekonomi, pemberian insentif fiskal, yaitu Tax
Holiday dianggap sebagai daya tarik khusus dalam kompetisi yang kian ketat dalam perebutan arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) di tingkat
global. Sebagai contoh negara tetangga seperti negara berkembang, yaitu Thailand dan
Malaysia telah menerapkan kebijakan ini lebih dahulu, dan mereka telah berhasil
menjadi motivator bagi Indonesia karena mereka berpendapat pemberian kebijakan
tersebut merupakan upaya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Tabel IV.2
Perbandingan fasilitas Tax Holiday di beberapa negara
Negara Tax Holiday Tarif
Pajak Objek Pajak Jangka Waktu
Tahun Penetapan Insentif Malaysia Pembebasan Pajak Penghasilan Badan 25%
Industri Pionir (Industri manufaktur, Industri Pengolahan Makanan, Industri Pertanian,Industri Sumber Daya Terbarukan, dan Industri Pariwisata)
5-10 Tahun 2007 Thailand Pembebasan Pajak Penghasilan Badan 30%
Industri Pionir (Industri Teknologi Tinggi dan Industri di kegiatan Konversi Energi dan Energi Alternatif) 8 tahun 2010 Indonesia Pembebasan Pajak Penghasilan Badan 25%
Industri Pionir (Industri Logam Dasar, Industri Pengilangan Minyak Bumi/Kimia Dasar Organik, Industri Permesinan, Industri Sumber Daya Terbarukan)
5-10 tahun 2011
Sumber: PWC Tax Booklet, PMK Tax Holiday
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsep kebijakan yang diberikan oleh
Malaysia yang lebih dulu menerapkan kebijakan tersebut dapat membuktikan dengan
pertumbuhan ekonomi yang mereka capai dapat melebihi target, yaitu 7.2 % dari 6.0%.
Malaysia mampu membuktikan tingginya tingkat pemasukan investasi luar negeri (FDI)
sebesar 18.4% dari sektor industri pariwisata. Meskipun pertumbuhan tersebut tidak
sepenuhnya dari peran Tax Holiday yang memberikan implikasi berupa keberhasilan
dalam memberi keyakinan kepada para investor bahwa Malaysia merupakan tujuan
investasi yang tepat, namun fasilitas tersebut merupakan salah satu variabel dalam
pencapaian pemulihan ekonomi yang semakin mapan di tengah kemelut ekonomi yang
melanda mereka pada saat itu. Dari hal tersebut Indonesia dapat meningkatkan rasa
optimisnya terhadap peran Tax Holiday yang dapat memberikan dampak positif
terhadap ekonomi melalui peran peningkatan investasi di Indonesia.
IV.2.2.2.3. Ekspansi Industri
Bentuk dukungan investasi luar negeri yang masuk ke Indonesia akan
menggairahkan sektor industri nasional. Kenyataannya hal tersebut tidak sekedar
keinginan saja melainkan merupakan kebutuhan primer Tanah Air.
Badan Koordinasi Penanaman Modal kini tengah mencoba mengembangkan
pada fase ketiga yang disebut klasifikasi industrialisasi dengan skala yang besar.
Dimana banyak sekali orang berbicara tentang industrialisasi, tapi terkadang mereka
lupa dari jawaban pada what is the mother of all industries? Ibunya seluruh industri itu
adalah baja. Negara tidak bisa membangun kapal, mobil, pesawat atau apapun kalau
tidak ada kecukupan baja. Ketika dikupas lebih dalam lagi, dari sisi konsumsi baja per
kapita Indonesia per tahun hanya 30 kg. Hitungannya sederhana sekali, konsumsi
kg per kapita per tahun. Tapi kalau dilihat, index modernisasi untuk satu negara dan
bangsa menjadi modern, konsumsi baja harus sekitar 500 kg per kapita per tahun.
Pertanyaan tentunya terlontar tentang bagaimana Indonesia bisa meningkatkan dari 30
kg ke 500 kg per kapita per tahun konsumsi baja? Karena faktanya Indonesia
memerlukan kapasitas tambahan 120 juta ton. Untuk membangun 1 juta ton kapasitas
baja saja membutuhkan 1 sampai 1,5 miliar dollar. Jadi Indonesia perlu dana 120 miliar
dollar untuk membangun kapasitas produksi baja agar Indonesia bisa beraspirasi
menjadi negara yang modern. Indonesia diestimasikan memerlukan waktu 20 tahun
untuk mencapai hal tersebut. Namun untuk mendapatkan 120 miliar itu tidak gampang.
Kalau Indonesia tidak memikirkan bagaimana negara ini bisa mengindustrialisasi
dirinya sendiri, target akan sulit untuk dicapai. Atas dasar hal tersebut, Tax Holiday
lagi-lagi dianggap sebagai salah satu cara mewujudkan fase tersebut, oleh karenanya
kebijakan tersebut diberlakukan kepada sektor indutri pionir yang salah satunya adalah
industri logam dasar. Ketika Indonesia tengah melakukan fase tersebut, Indonesia baru
bisa maju ke fase keempat, yaitu Indonesia sedang memposisikan diri menjadi negara
berpengatahuan. Meski langkah ini merupakan langkah kecil yang sedang dijalani,
namun dengan tidak menunda untuk melakukannya Indonesia diyakini bisa mencapai
fase maksimal dalam mewujudkan industrialisasi dengan skala yang besar.
Penjelasan lebih lanjut mengenai fase dalam implemantasi penananaman
modal yang tertuang dalam Rencana Umum Penanaman Modal oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal Indonesia (BKPM) adalah sebagai berikut:
Fase yang berlangsung pada 2010:
a. PDB ~ USD 700 billion
b. PDB perkapita US $ 3.000
c. Terbesar ke-17 di dunia
Mendorong kelompok industri yang cepat menghasilkan bahan baku/setengah jadi bagi
industri lainnya, penunjang infrastruktur.
Fokus pada percepatan dan pembangunan infrastruktur
fisik, diversifikasi dan konversi energi serta
peningkatan kualitas SDM yang dibutuhkan.
Pengembangan industri skala besar yang terintegrasi
(upstream >>downstream)
*PMK Tax Holiday diterapkan dalam fase ini FASE I Quick Wins and Low Hanging Fruits FASE II Infrastruktur dan Energi FASE III Industrialisasi Skala Besar
Target pada 2025:
a. PDB~USD 4.0-4.5 Trilion
b. Proyeksi PDB perkapita (high income country)
Pengembangan investasi berteknologi maupun inovasi teknologi tinggi. Fase ini baru
bisa dicapai apabila Indonesia telah melakukan fase ketiga, yaitu industrialisasi dalam
skala besar, apabila telah melewatinya, Indonesia baru bisa maju ke fase keempat yaitu
bagaimana memposisikan negara kita menjadi negara berpengetahuan.
Faktor lain yang melatarbelakangi diberlakukannya Tax Holiday adalah karena
ditetapkannya Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM). RUPM tersebut di publish
oleh Deputi Bidang Perencanaan Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Tax Holiday merupakan contoh dari pemberian fasilitas/insentif, dimana pemberian fasilitas tersebut merupakan bagian dari tujuh elemen utama arah kebijakan penanaman
modal.
Berikut penulis jabarkan secara garis besar mengenai Rencana Umun
Penanaman Modal (RUPM):
a. Dasar dan kedudukan RUPM dan pokok-pokok penting RUPM
1. Pemerintah menetapkan RUPM untuk mendorong terciptanya iklim usaha
nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing
perekonomian nasional dan mempercepat peningkatan penanaman modal.
2. RUPM adalah dokumen perencanaan jangka panjang (sampai dengan 2025) FASE IV
Knowledge Based Economy
yang bersifat komplementer terhadap perencanaan sektoral.
3. Pemerintah menetapkan RUPM melalui Peraturan Presiden No.16 Tahun
2012.
b. Tujuh elemen utama kebijakan penanaman modal
1. Perbaikan iklim penanaman modal
2. Mendorong persebaran penanaman modal
3. Fokus pengembangan pangan, infrastruktur, dan energi
a. Ketiga bidang tersebut merupakan isu strategis dalam pengembangan
kualitas dan kuantitas penanaman modal.
b. Ketiga bidang tersebut harus selaras dengan upaya pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan, mandiri, serta mendukung kedaulatan
Indonesia dalam pelaksanaannya.
4. Penanaman modal yang berwawasan lingkungan (green investment)
a. Pengembangan sektor-sektor prioritas dan teknologi ramah lingkungan,
serta pemanfaatan potensi sumber energi baru dan terbarukan.
b. Peningkatan penggunaan teknologi dan proses produksi yang ramah
lingkungan secara lebih terintegrasi, dari aspek hulu hingga aspek hilir.
5. Pemberdayaan UMKMK
Kebijakan dasar penanaman modal diarahkan pada pemberdayaan dan
perlindungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK).
6. Pemberian fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif
a. Pemberian insentif diberikan untuk mendorong daya saing dan
berkualitas, dengan menekankan pada peningkatan nilai tambah,
peningkatan penanaman modal di sektor prioritas dan pengembangan
wilayah.
b. Pemberian fasilitas, kemudahan, dan/atau insentif penanaman modal
diberikan pada industri pionir dan prioritas tinggi.
c. Fasilitas dari pusat diberikan berupa:
1. Fasilitas fiskal berupa Tax Allowance; 2. Tax Holiday;
3. Pembebasan bea masuk atas impor;
4. Pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal;
5. Sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik.
7. Promosi penanaman modal
a. Promosi penanaman modal melalui penyebarluasan informasi potensi dan
peluang penanaman modal secara terfokus, terintegrasi, dan
berkelanjutan
b. Penguatan image building sebagai negara tujuan penanaman modal
c. Pengembangan strategi promosi yang lebih fokus, terarah, dan inovatif
IV.2.2.3. Evaluasi Pelaksanaan Tax Holiday Terhadap PMA di Indonesia