• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi tingkat partisipasi

keprihatinan terhadap kondisi penduduk di Kota Batu walaupun merupakan yang berdekatan dengan Kota Bogor namun masyarakat memiliki pendidikan rendah hanya tamat sekolah dasar maupun yang tidak tamat sekolah dasar sangat besar. PKBM Jelita pada awal berdirinya terdapat 400 penduduk yang masih buta aksara di tersebut, sehingga dengan adanya PKBM dapat mewadahi masyarakat yang berminat untuk melanjutkan pendidikan.

Program yang dijalankan oleh PKBM Jelita antara lain adalah : Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA, Keaksaraan Fungsional, Kursus Kewirausahaan (KWD), Kelompok Usaha Mandiri (KUM), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Kecakapan Hidup. Penghargaan yang pernah diterima PKBM Jelita yaitu Juara I Keaksaraan Fungsional tahun 2011 Tingkat Kabupaten Bogor, Juara I Keaksaraan Fungsional Tahun 2013 tingkat Provinsi. Jumlah Warga belajar pada PKBM Jelita sebagian besar berasal dari Desa Kota Batu, namun terdapat juga warga belajar yang berasal dari desa lain yang terdapat di Kota Batu.

Kegiatan yang dilakukan oleh pihak PKBM Jelita diantaranya untuk warga belajar yaitu: pembuatan tempe; kerajinan tas dari kain belacu; makanan keripik singkong, kentang dan ubi; pembuatan assesoris, kesenian daerah berupa angklung, gamelan, dan jaipong; pembuatan mute hiasan dinding; keterampilan handycraft, gantungan kunci, pembuatan sandal dan sepatu; serta membuat batik. Pengajar yang terdapat di PKBM merupakan guru-guru SD, SMP maupun SMA yang bertugas atau bertempat tinggal disekitar PKBM. Terdapat 7 (tujuh) orang tutor yang mengajar siswa paket maupun keaksaraan. Para pengajar tersebut berkompeten untuk mengajarkan pelajaran serta mengajar kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Kondisi Geografis

Desa Cibitung Tengah secara administratif merupakan salah satu yang berada di Kecamatan Tenjolaya. Desa Kota Batu merupakan yang berada di Kecamatan Ciomas. Desa Cibitung Tengah merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian 700 m diatas permukaan laut. Desa Kota Batu merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian 330 m diatas permukaan laut. Kedua desa penelitian tersebut berada di Kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat.

Batas wilayah Desa Cibitung Tengah mencakup sebelah utara berbatasan dengan Desa Cinangneng, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tapos II, Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ciampea Udik, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Situdaun. Desa Kota Batu memiliki batas wilayah. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Mekar Jaya dan Kelurahan Cikaret, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamantri dan Sirnagalih, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Parakan, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Cikaret. Berikut disajikan gambaran umum kedua desa penelitian

33 Tabel 5 Gambaran umum Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu, 2013

Kondisi umum Desa Cibitung Tengah Desa Kota Batu Luas Wilayah (Ha)

Perumahan/Pemukiman (Ha) Pekarangan (Ha) Sawah (Ha) Ladang (Ha) Empang (Ha) Pemakaman (Ha) Jalan (Ha) Perkantoran (Ha)

Lapangan olah raga (Ha) Pertokoan (Ha) Kantor (Ha) Perkebunan (Ha) Lainnya (Ha) 310.08 73.60 2.50 50.70 45.70 22.85 31.49 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 83.30 274 .00 169.00 3.00 50.00 17.00 0.00 2.00 2.00 1 200.00 2.00 8 900.00 0.75 17.00 1.00 Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Kondisi Fisik

Desa Cibitung Tengah merupakan daerah pertanian. Jarak Desa Cibitung Tengah dari ibu kota kecamatan 7 km dari ibukota kabupaten Bogor 36 Km, dari Ibu Kota Provinsi 157 Km, dari Ibu Kota Negara 79 Km. Sarana angkutan umum yang ada digunakan warga adalah angkutan umum angkot dan ojek untuk menuju ke tersebut.

Kota Batu merupakan daerah home industry. tersebut terdapat industry tas, sepatu dan aneka jenis makanan. Jarak dari Desa Kota Batu arah ibu kota kecamatan 4 km, dari ibukota kabupaten Bogor 40 Km, dari Ibu Kota Provinsi 120 Km, dari Ibu Kota Negara 60 Km. Perjalanan ke Desa Kota Batu cukup mudah karena banyak angkutan umum yang melewatinya.

Kondisi Demografis

Jumlah penduduk Desa Cibitung Tengah dan Desa Kota Batu pada tahun 2013 terlihat pada tabel 6

Tabel 6 Distribusi jumlah penduduk Desa Cibitung Tengah dan Desa Kota Batu tahun 2013 Penduduk Jumlah penduduk Penduduk laki-Laki Penduduk perempuan Jumlah kepala keluarga Cibitung Tengah 9 913 5032 4 881 3 326 Kota Batu 22 492 11 835 10 653 5 145

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Data penduduk yang telah disebutkan bahwa jumlah penduduk Desa Cibitung Tengah yang berusia produktif 7314 jiwa, sedangkan jumlah penduduk Desa Kota Batu yang berusia produktif 15.622 jiwa. Jumlah penduduk di Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu, penduduk didominasi oleh laki-laki. Desa Cibitung Tengah seluruhnya beragama islam sebanyak 9913. Jumlah tempat ibadah terdiri dari masjid 13, mushola 18. Sedangkan gereja,

34

pura, wihara tidak ada. Desa Kota Batu memiliki penduduk yang berbeda agama, agama islam masih mendominasi sebanyak 21.957, katolik 109, protestan 243, budha 3, dan beragama hindu sebanyak 180 orang.

Tabel 7 Distribusi penduduk Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu berdasarkan kelompok umur tahun 2013

Kelompok umur Desa Cibitung Tengah Desa Kota Batu Jumlah penduduk Persentase Jumlah penduduk Persentase Umur 0-9 1 574 15.87 4 292 19.08 Umur 10-59 7 666 77.33 16 315 72.54 Umur 60-75+ 673 6.78 1 885 8.38 Total 9 913 100.00 22 492 100.00

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Tabel 8 Distribusi penduduk Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2013

Tingkat Pendidikan Cibitung Tengah Kota Batu Jumlah penduduk Persentase Jumlah penduduk Persentase Belum sekolah 3 252 32.80 2 301 10.20 Buta aksara dan latin 0 0.00 83 0.40 Belum tamat SD/sederajat 2 137 21.60 5 837 26.00 Belum tamat SLTP/sederajat 0 0.00 368 1.60 Belum tamat SLTA/sederajat 0 0.00 476 2.10

Tamat SLB 0 0.00 2 0.00 Tamat SD/sederajat 2 446 24.70 4 157 18.50 Tamat SMP/sederajat 1 105 11.10 3 349 14.90 Tamat SMA/sederajat 819 8.30 4 026 17.90 Tamat akademi 103 1.04 1 091 4.90 Tamat universitas 51 0.50 55 0.20 Total 9913 100.00 21 745 100.00

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Cibitung Tengah mayoritas adalah tamat Sekolah Dasar sebanyak 25 persen dan Belum Tamat SD sebanyak 22 persen, sedangkan untuk masyarakat Desa Kota Batu mayoritas penduduk belum tamat Sekolah Dasar sebanyak 27 persen dan tamat SD sebanyak 19 persen sehingga dapat dikatakan tingkat pendidikan warga kedua desa tersebut tergolong rendah.

Tabel 9 menunjukkan Desa Cibitung Tengah dilihat dari jumlah jenis mata pencaharian, ternyata masyarakat Desa Cibitung Tengah banyak bekerja sebagai petani sebanyak 12.3 persen, sementara tanah yang banyak mereka garap adalah areal ladang pesawahan. Aliran kali Cinangneng dan Ciampea telah banyak membantu masyarakat Desa Cibitung Tengah dalam bercocok tanam. Mata pencaharian penduduk yang cukup banyak dilakukan sebagai pekerja kontruksi atau bangunan sebanyak 9.8 persen. Desa Kota Batu merupakan pinggiran kota sehingga mata pencaharian penduduk cukup beragam. Mata pencaharian terbanyak yaitu sebagai karyawan swasta 55.7 persen. Mata pencaharian dibidang pertanian kurang diminati oleh

35 masyarakat, karena areal tanah persawahan yang sudah mulai menyempit untuk perumahan maupun usaha.

Tabel 9 Distribusi penduduk Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu berdasarkan mata pencaharian

Mata pencaharian Desa Cibitung Tengah Desa Kota Batu Jumlah penduduk Persentase % Jumlah penduduk Persentase % Pertanian 695 12.30 35 1.00 Perikanan 0 0.00 3 0.10 Buruh tani 0 0.00 35 1.00 Peternakan 0 0.00 1 0.03 Perkebunan 0 0.00 3 0.10

Tambang dan penggalian 87 1.50 0 0.00

Industri 202 3.60 0 0.00

Listrik.gas dan air 6 0.10 0 0.00

Kontruksi/bangunan 552 9.80 0 0.00 Dagang,hotel,restoran 343 6.10 62 1.90 Angkutan 189 3.30 0 0.00 Lembaga keuangan 20 0.40 0 0.00 Jasa-jasa 452 8.00 4 0.12 PNS/TNI/POLRI 0 0.00 601 18.00 Pensiunan 0 0.00 315 9.40

Dukun kampung terlatih 0 0.00 10 0.30

Karyawan perusahaan Swasta 0 0.00 1 864 55.70 Usaha took 0 0.00 206 6.20 Tukang kayu 0 0.00 41 1.20 Tukang batu 0 0.00 39 1.20 Tukang border 0 0.00 35 1.00 Tukang cukur 0 0.00 8 0.20

Tukang service Elektronik 0 0.00 7 0.20

Tukang besi 0 0.00 5 0.20

Tukang gali sumur 0 0.00 29 0.90

Tukang pijat 0 0.00 6 0.20

Jasa penginapan 0 0.00 28 0.80

Lainnya 3 104 54.90 7 0.20

Total 5 650 100.00 3 344 100.00

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Sarana Prasarana

Keadaan sosial masyarakat Desa Cibitung Tengah maupun Desa Kota Batu cukup baik, terlihat sudah banyak bangunan rumah masyarakat yang sudah seluruhnya terbuat dari bangunan yang permanen. Jalan utama yang dilalui sudah terbuat dari aspal, serta terdapat alat transportasi yang menghubungkan antar yang ada disekitarnya. Namun jalan di Desa Cibitung Tengah mengalami kerusakan karena sering dilalui truk besar yang mengangkut hasil pertanian.

36

Sarana pendidikan sudah tersedia dengan baik di Desa Cibitung Tengah maupun di Desa Kota Batu. Beberapa sarana peribadaan disepanjang jalan utama juga telah tersedia dengan baik. Potensi ekonomi juga banyak terdapat toko, warung dan pasar yang mendukung aktifitas perekonomian masyarakat. Kota Batu juga sudah berdiri 2 swalayan yang mempermudah masyarakat. Fasilitas olah raga juga cukup mendukung kegiatan masyarakat seperti telah tersedia lapangan sepak bola, bulu tangkis dan pusat kebugaran lainnya.

Tabel 10 Sarana prasarana Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu

Jenis Sarana Desa Cibitung Tengah Desa Kota Batu

Sarana kesehatan (posyandu, puskesmas, dokter) 11 8 Pendidikan Taman kanak-kanak 8 12

Sekolah dasar dan sederajat 6 11

SLTP dan sederajat 2 3

SLTA dan sederajat 3 3

Pondok pesantren 6 3

Sarana peribadatan

Masjid 13 15

Mushola 18 16

Potensi ekonomi Tersedia Tersedia

Fasilitas olah raga (Lapangan sepak bola, bulu tangkis)

8 13

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Kelembagaan Formal dan Non Formal

Kelembagaan berasal dari kata lembaga yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kelembagaan menurut Soekanto (2002) merupakan lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Masyarakat umumnya masih aktif dalam kelembagaan formal dan non formal. Masyarakat merupakan kumpulan orang yang masih mementingkan kegiatan sosial dan tradisi dalam kehidupan masyarakatnya Boeke (Rahardjo 2004).

Kelembagaan formal merupakan lembaga/organisasi yang secara formal mempunyai struktur organisasi dan berbadan hukum. Kelembagaan formal di Desa Cibitung Tengah dan Desa Kota Batu terdapat pada tabel 11. Adapun kelembagaan non formal merupakan kelompok masyarakat yang tumbuh dan berkembang dengan norma-norma yang telah disepakati bersama. Kelembagaan non formal yang ada terdapat majelis ta‟lim ibu sebanyak 31 group di Desa Cibitung Tengah dan 37 group di Desa Kota Batu. Kelembagaan lain berupa kelompok ibu-ibu yang terbentuk dalam wadah simpan pinjam berjanzi, kelembagaan arisan ibu-ibu, dan kumpulan group kosidah ibu-ibu. Keberadaan kelembagaan non formal di Desa

37 Cibitung Tengah maupun Desa Kota Batu masih terlihat suasana gotong royong.

Tabel 11 Bentuk kelembagaan formal Desa Cibitung Tengah dan Desa Kota Batu

Bentuk kelembagaan formal Desa Cibitung Tengah

Desa Kota Batu

Jumlah rukun tetangga 26 62

Jumlah rukun warga 5 15

Jumlah PKK 1 1

Jumlah kelembagaan olah raga Pemuda dan remaja masjid

5 8

Jumlah karang taruna 1 1

Jumlah LPM 1 1

Jumlah BPD 1 1

Sumber: Data potensi Desa Cibitung Tengah dan Kota Batu tahun 2013

Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Masyarakat

Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang untuk berperan serta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan. Masyarakat akan berpartisipasi dalam sebuah kegiatan jika sesuai kebutuhan, minat, bakat dan ketersediaan sumberdaya. Partisipasi masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan sangat penting, salah satunya pada kegiatan pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan kecakapan hidup merupakan hal penting yang harus dimiliki masyarakat untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dibidang pekerjaan tertentu.

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup didorong oleh faktor internal dan eksternal Faktor internal yang merupakan faktor yang ada dalam diri individu melingkupi: umur, tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, sikap terhadap life skills, motivasi terhadap life skills, tingkat pengetahuan tentang life skills, keterampilan fungsional, dan pengalaman life skills sebelumnya. Faktor eksternal yang berasal dari luar melingkupi: manajemen kegiatan life skills, peran pemimpin dalam life skills, pendampingan oleh fasilitator, sarana dan prasarana dalm kegiatan life skills.

Faktor Internal Partisipasi Masyarakat

Faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya yang terbentuk oleh faktor biologis dan sosiopsikologis.

Umur

Umur merupakan jumlah tahun hidup seseorang yang diukur sejak dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan. Responden sebagian besar 48 persen merupakan kelompok umur remaja awal yang berumur 13-17 tahun sebagian besar merupakan warga belajar Paket B, responden yang muda berumur 18-29 tahun merupakan warga belajar paket C, sedangkan warga belajar yang tergolong dewasa dan tua

38

merupakan warga belajar keaksaraan. Warga belajar yang mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup terbanyak berasal dari Paket B atau Paket C sebanyak 78.31 persen. Pendidikan kecakapan hidup diberikan kepada siswa Paket B maupun Paket C maupun warga belajar keaksaraan sebagai pengetahuan agar mereka mampu berusaha mandiri. Sebagian besar warga belajar 95 persen memillih belajar pada PKBM dikarenakan faktor ekonomi.

Warga belajar sebagian besar belum bekerja sebanyak 77.11 persen. Responden merupakan warga belajar PKBM usia sekolah yang tidak memiliki kesempatan untuk belajar di Sekolah umum karena biaya maupun karena faktor lain (seperti sakit, drop out). Warga belajar merupakan masyarakat yang menganggur ataupun yang bekerja namun memiliki penghasilan yang rendah, seperti menjadi pembantu rumah tangga, usaha warung kelontong, buruh home indusytry. Kegiatan pendidikan kecakapan hidup yang dilakukan untuk warga belajar Paket B dan Paket C pada saat kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakaan. Warga belajar keaksaraan melakukan kegiatan pendidikan kecakapan hidup setiap hari minggu, di rumah ketua kelompok ataupun di PKBM.

Berdasarkan hasil penelitian mengacu kepada batasan usia produktif menurut Rusli (1995) berkisar antara 15-65 tahun, maka 100 persen responden tergolong produktif. Umur berkaitan dengan kemampuan belajar seseorang yang mempengaruhi partisipasinya dalam melakukan suatu kegiatan. Warga belajar dalam usia produktif cenderung memiliki kondisi fisik dan psikologis yang masih optimal dalam bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan.

Tabel 12 Persentase warga belajar berdasarkan umur

Umur PKBM Nurul Huda

(%) PKBM Jelita (%) Total (%) Remaja awal Muda 60.00 28.00 37.00 33.00 48.00 30.00 Dewasa 10.00 14.00 12.00 Tua 3.00 16.00 10.00 Jumlah 100.00 100.00 100.00

Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan juga merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang. Mosher (1987) menyatakan pendidikan formal mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan masyarakat.

Tingkat pendidikan terakhir responden beragam dari yang tidak sekolah sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas. Total mayoritas warga belajar dalam kategori berpendidikan sedang yaitu telah menempuh pendidikan sebanyak sembilan tahun, lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau yang sederajat serta lulusan Paket B (sekitar 60%). Warga belajar yang berpendidikan sedang merupakan warga belajar yang

39 mengganggur sehingga berkeinginan untuk mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Warga belajar yang berpendidikan rendah (sekitar 40 %) terdiri dari warga belajar keaksaraan sebanyak 27 persen belum lulus sekolah dasar. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan ekonomi untuk melanjutkan sekolah dasar serta jarak sekolah yang terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Warga belajar keaksaraan merupakan para ibu-ibu rumah tangga yang tidak memiliki aktivitas pekerjaan, ataupun yang bekerja namun memiliki penghasilan rendah karena tidak memiliki keterampilan yang memadai sehingga berkeinginan mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Tabel 13 Persentase warga belajar berdasarkan tingkat pendidikan formal Tingkat pendidikan formal PKBM Nurul Huda (%) PKBM Jelita (%) Total (%) Rendah 45.00 35.00 40.00 Sedang 55.00 65.00 60.00 Tinggi 0.00 0.00 0.00 Jumlah 100.00 100.00 100.00

Pendidikan Non Formal

Menurut Supriatna (1997) pendidikan non formal dapat berupa penyuluhan, penataran, kursus, maupun bentuk keterampilan teknis yang lain dengan tujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan. Pendidikan non formal merupakan merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal dan merupakan kegiatan belajar yang sengaja dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan. Warga beajar sebanyak 24 persen yang pernah mengikuti pendidikan non formal. Warga belajar yang pernah mengikuti kursus sebanyak 13 persen berupa kursus menjahit, komputer dan bahasa asing. Terdapat 11 persen warga belajar pernah mengikuti pelatihan berupa pembuatan sepatu, membatik, pembuatan akseosoris. Pendidikan non formal yang pernah diikuti merupakan kesempatan yang diberikan dari pihak , dinas, ataupun pihak swasta.

Pendidikan non formal warga belajar secara umum termasuk dalam kategori rendah, di mana sekitar 75 persen masyarakat di dua penelitian tidak pernah mengikuti kegiatan pendidikan non formal. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya warga belajar merupakan penduduk yang memiliki ekonomi rendah sehingga tidak memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengikuti pendidikan non formal. Pendidikan non formal rendah dipengaruhi oleh rendahnya intensitas pelaksanaan pendampingan atau penyuluhan yang dilakukan.

40

Tabel 14 Persentase warga belajar berdasarkan pendidikan non formal Pendidikan non formal PKBM Nurul Huda (%) PKBM Jelita (%) Total (%) Rendah 78.00 70.00 75.00 Sedang 23.00 28.00 23.00 Tinggi 0.00 2.00 2.00 Jumlah 100.00 100.00 100.00

Sikap terhadap Life Skills

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi tertentu untuk membuat respons atau berperilaku dengan cara tertentu. Sikap memiliki fungsi manfaat (sarana untuk mencapai tujuan), fungsi pertahankan ego, mengekspresikan nilai, fungsi untuk memperoleh pengetahuan (Walgito 2003). Sikap merupakan evaluatif terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial yang dapat memunculkan rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Sikap warga belajar yang semakin positif atau tinggi terhadap keberhasilan dirinya untuk berusaha mandiri maka akan berpengaruh terhadap tingkah laku warga belajar untuk mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Respon evaluatif apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan (Azwar 2013). Mayoritas warga belajar 92.50 persen menganggap bahwa kegiatan pendidikan kecakapan hidup merupakan aktivitas yang membanggakan. Hal tersebut dikarenakan warga belajar berharap mengikuti kegiatan dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya.

Sikap merupakan evaluasi yang mengindikasikan penerimaan atau penolakan terhadap sebuah program atau kegiatan. Sikap warga belajar yang positif terhadap kegiatan pendidikan kecakapan hidup akan mendorong warga belajar untuk terlibat dalam berbagai rangkaian kegiatan dalam pendidikan kecakapan hidup. Warga belajar yang memiliki persentase yang tinggi yaitu 81,93 persen terhadap pendidikan kecakapan hidup artinya sebagian besar warga belajar memiliki sikap yang positif untuk mendukung kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Tabel 15 Persentase warga belajar berdasarkan sikap terhadap kegiatan pendidikan kecakapan hidup

Sikap PKBM Nurul Huda (%) PKBM Jelita (%) Total (%) Rendah 5.00 13.95 9.64 Sedang 7.50 9.30 8.43 Tinggi 87.50 76.74 81.93 Jumlah 100.00 100.00 100.00

Motivasi terhadap kegiatan Life Skills

Motivasi yang kuat dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan nyata. Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri masing-

41 masing individu untuk ikut terlibat dalam implementasi sebuah program atau kegiatan. Motivasi mencakup alasan yang berupa faktor-faktor yang melatarbelakangi individu untuk berpartisipasi dalam sebuah program. Menurut Handoko (1995) bahwa motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.

Motivasi tersebut meliputi memenuhi kebutuhan keluarga, hidup lebih baik, dorongan dari orang lain, menambah teman, menambah jaringan usaha, penghargaan, pengalaman, pengetahuan dan keahlian, serta mengembangkan diri dan masyarakat. Warga belajar pada PKBM Nurul Huda motivasi terbanyak yaitu 86 persen ditentukan untuk menambah jaringan usaha dan menambah pengalaman. Warga belajar pada PKBM Jelita motivasi terbanyak lebih dari 95 persen ditentukan oleh keinginan untuk hidup lebih baik, menambah pengalaman, serta pengetahuan dan keahlian.

Warga belajar memiliki motivasi yang dikategorikan sedang yaitu sebesar 49.40 persen dan tinggi sebanyak 43.37 persen. Disimpulkan bahwa mayoritas warga belajar memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup. Keterlibatan warga belajar dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi, sosial dan lingkungan. Semakin banyak faktor yang mendorong warga belajar untuk terlibat dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup maka motivasi warga belajar untuk terlibat aktif dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup semakin kuat.

Tabel 16 Persentase warga belajar berdasarkan motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup

Motivasi PKBM Nurul Huda (%) PKBM Jelita (%) Total (%) Rendah 12.50 2.33 7.23 Sedang 42.50 55.81 49.40 Tinggi 45.00 41.86 43.37 Jumlah 100.00 100.00 100.00

Tingkat Pengetahuan tentang Life Skills

Pengetahuan dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup merupakan pemahaman warga belajar dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup. Menurut Winkel (2004) pengetahuan yaitu pemahaman mengenai cara melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu meliputi semua fakta yang dibuktikan dengan menggali ingatan. Pengetahuan tentang pendidikan kecakapan hidup meliputi: produk kerajinan, jenis-jenis kerajinan, proses dan tahapan pembuatan, serta bahan-bahan yang diperlukan. Tingkat pengetahuan tertinggi warga belajar yang termasuk dalam pengetahuan yang tepat berkaitan dengan produk-produk kerajianan PKBM Nurul Huda dengan sebanyak 75 persen dan PKBM Jelita sebanyak 67.44 persen.

Pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan, rendahnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang dilakukan. Pengetahuan warga belajar

42

tentang life skills tergolong tinggi sebanyak 71.08 persen. Terdapat 6.02 persen warga belajar yang belum memiliki pengetahuan dalam pendidikan kecakapan hidup, sehingga dapat disimpulkan mayoritas warga belajar telah mengetahui beberapa produk kerajinan dan cara pembutananya sebelum mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Tabel 17 Persentase warga belajar berdasarkan tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan PKBM Nurul Huda (%) PKBM Jelita (%) Total (%) Rendah 12.50 0.00 6.02 Sedang 17.50 27.91 22.89 Tinggi 70.00 72.09 71.08 Jumlah 100.00 100.00 100.00 Keterampilan Fungsional

Keterampilan fungsional merupakan keahlian yang dimiliki warga belajar untuk mendukung kegiatan pendidikan kecakapan hidup. Keterampilan merupakan keahlian khusus atau kemampuan yang dimiliki individu dalam melakukan kegiatan (Dimyati dan Muljono 2002). Warga belajar sebelum mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup memiliki keterampilan fungsional dalam kegiatan pendidikan kecakapan hidup meliputi: memasak 71 persen, menjahit 25 persen, membuat makanan 35 persen, membuat kerajinan 59 persen, menyetir kendaraan 12 persen. Terdapat Keterampilan fungsional paling tinggi yaitu pada keterampilan memasak karena keterampilan tersebut mudah untuk dipelajari dengan keluarga terdekat.

Warga belajar memiliki keterampilan fungsional sebelum mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup tergolong sedang artinya warga belajar telah memiliki 1-2 keahlian sebanyak 55.42 persen. Warga belajar sebanyak 31.33 persen memiliki keterampilan tinggi yaitu lebih dari dua keterampilan fungsional yang dimiliki. Artinya sebagian besar warga belajar telah memiliki keahlian sebelum mengikuti kegiatan pendidikan kecakapan hidup.

Tabel 18 Persentase warga belajar berdasarkan keterampilan fungsional

Dokumen terkait