• Tidak ada hasil yang ditemukan

hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan Paul H. Landis (Ahmadi 2009) adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) mempunyai pergualan hidup yang saling kenal megenal antara ribuan jiwa; (2) ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan; (3) cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang dipengaruhi alam seperti :iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.

Masyarakat desa mimiliki ciri-ciri menurut Boeke (Rahardjo 2004) beberapa ciri pokok dari masyarakat prakapitalistik (1) penundukan kegiatan ekonomi di bawah kegiatan sosial, masyarakat lebih mementingkan kegiatan sosial dibanding kegiatan ekonomi; (2) keluarga dalam masyarakat menurut unit swasembada secara ekonomis; (3) kelestarian tradisi dipertahankan; (4) kelestarian tradisi di anut; (5) menerima tradisi sebagai pedoman dalam hidupnya. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Paul H. Landis (Ahmadi 2009) bahwa masyarakat pedesaan memiliki ciri-ciri kebudayan tertentu masyarakat terdiri dari: (1) memiliki adaptasi yang kuat terhadap lingkungan alamnya; (2) memiliki pola adaptasi yang pasif terhadap lingkungan sehingga rendahnya inovasi masyarakat; (3) faktor alam mempengaruhi kepribadian masyarakat; (4) kebiasaan hidup yang lamban karena dipengaruhi oleh alam;(5) masyarakat sangat percaya dengan takhayul/ proyeksi ketakutan terhadap alam disebabkan karena tidak biasa meguasai alam.

Pemberdayaan adalah suatu proses belajar yang ditawarkan kepada masyarakat sasaran, agar dengan berbagai potensi/daya yang mereka miliki, mereka dapat belajar menolong dirinya sendiri, sehingga pada gilirannya akan tercapai kondisi baru lebih baik sesuai harapan dan cita-cita. Program pemberdayaan masyarakat merupakan upaya memberdayakan dilakukan melalui tiga cara yaitu: menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang; memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menyediakan prasarana dan sarana baik fisik (irigasi, listrik dan jalan) maupun sosial (sekolah dan pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah; memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah (Sugiyanto 2002). Pemberdayaan upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara serta kemampuan untuk memperbaiki hidupnya (Mardikanto 2009a).

Pendidikan Kecakapan Hidup dan Strategi Pola Nafkah Masyarkat Desa

Pendidikan kecakapan hidup merupakan tindakan pembelajaran yang berpihak (affirmative action) terhadap peningkatan kemampuan kecakapan hidup meliputi kecakapan personal, sosial, akademik, dan vokasional

18

berkaitan berupa keterampilan mengolah dan mendayagunakan sumber daya lokal yang memberikan nilai tambah pada kemandirian dan kehidupan masyarakat (Kemendikbud 2012). Bentuk kegiatan program pendidikan kecakapan hidup merupakan memberikan kecakapan hidup kepada warga belajar/masyarakat yang kurang cakap/kurang terampil untuk menguasai kecakapan atau kecakapan hidup melalui pelatihan pada sebuah lembaga yang ditunjuk. Jenis pelatihan yang digunakan adalah pelatihan dengan praktek bekerja sesuai dengan kecakapan yang dipilih. Bentuk kegiatan dapat berupa tata busana (menjahit, bordir), tata kecantikan kulit/rambut, tata rias pengantin, tata boga, teknisi komputer, budidaya perikanan, budidaya tanaman dan lain sebagainya.

Penyelenggaraan kegiatan pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya nyata untuk mendidik dan melatih warga masyarakat agar menguasai bidang-bidang keterampilan tertentu sesuai dengan kebutuhan, bakat-minat, dan peluang kerja/usaha mandiri yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja baik di sektor formal maupun informal sesuai dengan peluang kerja (job opportunities) atau usaha mandiri. Pendidikan kecakapan hidup menurut Brolin (1989) life skills merupakan pendidikan yang memberikan bekal keterampilan sehingga seseorang dapat hidup mandiri, pendidikan yang dimiliki yaitu kecakapan sehari-hari, kecakapan pribadi dan kecapakan untuk bekerja. Program pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat (Anwar 2004).

Diklusepa (2002) pendidikan kecakapan hidup yaitu memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemapuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Misi dari program pendidikan kecakapan hidup adalah; 1) mengentaskan pengangguran dan kemiskinan di perkotaan/ pean 2) memberdayakan masyarakat perkotaan/pean, 3) mengoptimalkan dayaguna dan hasil guna potensi dan peluang kerja yang ada, serta 4) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan kursus dan pelatihan sehingga memiliki bekal untuk bekerja atau usaha mandiri. Life skills menurut Depdiknas (2002) yaitu bukan hanya memiliki keterampilan tertentu, namun harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, dan mempergunakan teknologi.

Hal yang sama diungkapkan oleh Nursasongko (2002) pendidikan keterampilan hidup adalah upaya mempersiapkan peserta didik agar dapat terampil hidup dan memanfaatkan peluang, sehingga memperoleh keterampilan yang layak, mandiri dan bermakna serta dapat mengembangkan diri dalam lingkungannya secara efektif. Adapun Slamet (2002) tujuan pendidikan kecakapan hidup terdiri atas lima komponen yaitu: (1) memberdayakan aset kualitas batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriah melalui pengenalan, penghayatan, dan pengalaman nilai-nilai kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan untuk menjaga kelangsungan hidup

19 dan perkembangannya; (2) memberikan wawasan yang luas tentang pengembangan karir, yang dimulai dari pengenalan diri, eksplorasi karir, orientasi karir, dan penyiapan karir; (3) memberikan bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai nilai-nilai kehidupan sehari-hari; (4) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.

Ciri-ciri pembelajaran life skills yaitu : (1) terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar; (2) terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama; (3) terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar, usaha mandiri, usaha bersama; (4) terjadi penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial, kewirausahaan; (5) terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, menghasilkan produk bermutu; (6) terjadi proses interaksi saling belajar dari ahli; (7) terjadi proses penilaian kompetensi; (8) terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama (Depdiknas 2004).

Jenis-jenis program pendidikan kecakapan hidup (Depdiknas 2004) dipilah menjadi empat jenis yaitu:

1. Kecakapan pribadi yaitu kecakapan mengenal diri, kecakapan berfikir rasional, dan percaya diri, pengambilan keputusan.

2. Kecakapan sosial yaitu kecakapan melakukan kerjasama, bertenggang rasa, komunikasi dengan empati dan tanggung jawab sosial.

3. Kecakapan akademik yaitu kemampuan dalam berfikir secara ilmiah, melakukan penelitian, dan percobaan dengan pendekatan ilmiah.

4. Kecakapan vokasional yaitu kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat seperti bidang jasa (perbengkelan, jahit menjahit), dan produksi barang tertentu (peternakan, pertanian, dan perkebunan)

Berdasarkan konsep life skills dapat disimpulkan bahwa life skills

merupakan pendidikan kecakapan hidup yang memberikan bekal kepada peserta didik berupa pengetahuan, keterampilan membaca, menghitung, memecahkan masalah, mengelola sumberdaya, dan mempergunakan teknologi sehingga peserta didik mampu mengembangkan diri dan lingkungannya secara efektif, yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Pendidikan kecakapan hidup diperlukan sebagai alternatif untuk mencari nafkah masyarakat. Masyarakat dalam rangka mempertahankan hidup atau meningkatkan pendapatan, rumahtangga melakukan strategi nafkah dengan membentuk pola-pola tertentu. Pendapatan rumahtangga diartikan sebagai keuntungan yang akan diterima rumah tangga jika rumah tangga melakukan aktivitas nafkah. Pendapatan itu sendiri dibagi menjadi tiga kategori Leones dan feldman (Purnomo 2006). Pertama, pendapatan pertanian. Pendapatan pertanian mengacu pada pendapatan yang diperoleh dari pertanian yang diperhitungkan sendiri seperti dari bahan milik sendiri, atau lahan yang diperoleh melalui pembelian tunai atau bagi hasil. Kedua

pendapatan off-farm, pendapatan off-farm mengacu pada upah atau pertukaran tenaga kerja dengan pertanian lain. Ketiga, pendapatan non pertanian (non-farm income) mengacu pada sumber pendapatan di luar pertanian.

20

Konsep pola nafkah pean menurut Chambers dan Conway (1991) berbagai komponen dan interaksi antara berbagai aspek mata pencaharian yang menunjang kehidupan bahwa suatu pola nafkah ditandai oleh suatu aliran penghasilan, dari bekerja berburuh dan bekerja sendiri, penghasilan dari kiriman (asal nafkah di luar desa ). Konsep strategi nafkah meliputi asset (modal alam, modal fisik, modal sdm, modal financial, dan modal social), aktifitas, dan akses terhadap asset-aset tersebut yang dikombinasikan untuk menentukan kehidupan bagi individu maupun rumah tangga.

Penyuluhan dan Kelembagaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya bagi masyarakat luas. Menurut Rogers dan Shoemaker (1986) peranan yang dijalankan oleh agen pembaharu dalam menyebarkan inovasi antara lain: membangkitkan kebutuhan untuk berubah, mengadakan hubungan untuk perubahan, mengidentifikasi masalah sasaran, memotivasi dan merencanakan tindakan perubahan.

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa kolonial bagi negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan diperlukan oleh kedua belah pihak. Meurut Jahi (Mardikanto 2009a) menyebutkan istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata “Extension” yang dipakai secara meluas di banyak kalangan. Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai perluasan atau penyebarluasan.

Kelembagaan merupakan sebuah wadah yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, kelembagaan berfungsi untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Kelembagaan berasal dari kata lembaga yang berarti aturan dalam organisasi atau kelompok masyarakat untuk membantu anggotanya agar dapat berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Lembaga juga dapat diartikan sebagai aturan dalam sebuah kelompok sosial yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politk dan ekonomi. Kelembagaan didefinisikan sebagai suatu perangkat aturan yang mengatur atau mengikat dan dipatuhi oleh masyarakat. Aturan-aturan tersebut menentukan tata cara kerjasama koordinasi anggota dalam pemanfaatan sumber daya serta membantu mereka dalam menentukan hak serta kewajiban masing-masing (Hayami dan Kikuchi 1987).

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang PKBM merupakan satuan pendidikan non formal. Hal ini sama seperti diakuinya sekolah adalah satuan pendidikan formal. Tujuan keberadaan PKBM di suatu komunitas adalah terwujudnya peningkatan kualitas hidup komunitas tersebut dalam arti luas. Pemahaman tentang mutu hidup suatu komunitas sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang hidup dan diyakini oleh komunitas tersebut. Nilai-nilai yang diyakini oleh suatu komunitas mulai dari dimensi

21

Dokumen terkait