• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Bahan Organik di Perairan

Limbah yang berasal dari budidaya intensif mengandung bahan organik yang tinggi. Limbah organik ini berasal dari sisa pakan yang terlarut dan tersuspensi dalam air , sisa metabolit, eksresi hewan budidaya berupa feses dan urin, pupuk, obat-obatan dan bahan perlakuan lainnya. Penguraian bahan organik

melalui proses oksidasi aerobik, berlangsung sebagai bagian rantai makanan di

alam, sebagai bahan makanan yang berasal dari bahan organik akan digunakan

untuk membangun substansi vital dari jenis-jenis mikroba (Mara, 1976 dalam

Bachrianto, 1994)

Bahan organik total atau total organik matter (TOM) menggambarkan

kandungan bahan organik total di suatu perairan yang terdiri atas bahan organik

terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid (Hariyadi et al, 1992). Bahan

organik dalam suatu perairan budidaya dapat berasal dari sisa pakan, sisa metabolisme, pupuk, plankton yang mati dan beberapa sumber lainnya. Dalam perairan bahan organik secara tidak langsung berpengaruh pada organisme budidaya karena keberadaannya dapat mempengaruhi parameter kimia air lainnya sebagai bahan yang akan terdekomposisi baik secara aerob dan anaerob. Selain itu bahan organik juga merupakan faktor pendukung akan timbulnya jamur dan

bakteri yang bersifat patogen.

Berdasarkan fungsinya, bahan organik menurut Goldman dan Horne (1983) dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu : 1) bahan organik yang dapat mengalami proses dekomposisi, contohnya N-organik, P-organik dan humus; 2) bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme, contohnya asetat, glukosa dan glikolat; 3) bahan organik yang dihasilkan oleh alga dan

beberapa hewan yang berperan penting dalam pigmentasi darah dan klorofil,

antara lain asam humik dan sitrat; 4) bahan organik yang dihasilkan oleh hewan dan tumbuhan yang dapat mempercepat atau menghambat pertumbuhan dirinya atau pesaingnya; 5) bahan organik yang dihasilkan oleh hewan atau tumbuhan untuk mempertahankan dirinya, sering kali bahan organik ini merupakan racun

bagi organisme lain, contohnya lendir yang dihasilkan oleh alga biru-hijau (blue green algae).

Berdasarkan sumbernya, Metcalf dan Eddy (1991) membedakan bahan organik menjadi tiga macam, yaitu 1) bahan organik yang berasal dari limbah domestik, yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak dan surfaktan; 2) bahan organik yang berasal dari limbah industri yang terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, minyak, fenol dan surfaktan lainnya; 3) bahan organik yang berasal dari limbah pertanian, selain nutrien juga ada yang toksik seperti pestisida. Lebih lanjut dikatakan bahwa , nilai kandungan bahan organik diperairan dapat

diukur sebagai karbon organik total (TOC, Total Organic Carbon), kebutuhan

oksigen untuk proses kimia (COD, Chemichal Oxygen Demand), kebutuhan

oksigen untuk proses biokimia (BOD, Biologychal Oxygen Demand).

Bahan organik dalam perairan berbentuk senyawa organik terlarut sampai bahan organik partikulat dalam agregar besar atau organisme mati yang

bersumber baik dari dalam (autochtonous) maupun dari luar (allocthonous)

perairan. Secara umum bahan organik mengandung 40 – 60 % protein, 25 – 50 % karbohidrat dan 10 % lemak dan minyak, serta urea (APHA, 1985). Menurut

Sladeck, 1979 dalam Taurusman, (1999), bahan organik dalam ekosistem perairan

akan terbentuk karena adanya proses anabolisme unsur hara oleh organisme primer dengan bantuan sinar matahari, lalu diikuti proses kehidupan organisme sekunder dan adanya masukan bahan organik dari ekosistem lainnya. Kandungan bahan organik dalam perairan dapat diukur secara langsung dengan cara

mengukur kandungan bahan organik total (Total Organic Matter, TOM), (Wetzel

dan Likens, 1991).

Seiring dengan penambahan jumlah pakan dalam kegiatan budidaya, beban bahan organik buangan yang harus dipikul oleh kolam budidaya semakin meningkat sehingga berimplikasi pada semakin tingginya tingkat penurunan kualitas media budidaya (Rosenbery, 2006). ).Peningkatan bahan organik dan unsur hara pada batas-batas tertentu akan meningkatkan produktivitas organisme akuatik, namun apabila masukan tersebut melebihi kemampuan organisme akuatik utuk memanfaatkannya akan timbul permasalahan serius. Permasalahan yang

timbul antara lain : tingkat kekeruhan menjadi tinggi sehingga menurunkan tingkat penetrasi sinar matahari dan proses fotosintesis di kolom air akan terhambat; makin meningkatnya jumlah tanaman berakar pada bagian litoral dan menghilangkan jenis plankton dan benthos tertentu serta jenis organisme akuatik lainnya; serta munculnya jenis organisme baru yang biasanya merugikan kepentingan perikanan (Jorgensen, 1980). Soeriatmaja (1981) menambahkan bahwa peningkatan bahan organik berlebihan akan membawa akibat-akibat seperti meningkatnya unsur kimia yang berlebihan, menurunkan pH dan oksigen terlarut, serta peningkatan aktivitas biologi yaitu proses dekomposisi.

Menurut Huisman (1987) dalam Harris (1996) menyatakan bahwa bila

konversi pakan 1 : 1,5 ; maka setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 514 gram padatan tersuspensi. Jika produksi udang tambak intensif sebesar 5 ton, maka pakan yang digunakan sebesar 7.500 kg, sehingga akan menghasilkan limbah organik dalam bentuk padatan tersuspensi sebesar 3.855 kg, yang selanjutnya akan terbuang ke perairan sekitarnya.

2.6. Perifiton

Perifiton adalah suatu komunitas kompleks dari mikrobiota yang menempel pada substrat, baik substrat organik, an-organik, hidup atau pun mati (Wetzel,

1983 dalam Hany 2009). Menurut Welch (1980) perifiton merupakan asosiasi

organisme akuatik yang menempel pada batang dan daun tanaman berakar atau permukaan substrat lainnya yang berada di bawah permukaan air. Sedangkan menurut Odum (1971) perifiton adalah komunitas organisme yang hidup di atas atau sekitar substrat yang tenggelam (Gambar 4).

Gambar 4. Posisi perifiton dalam suatu ekosistem perairan

Sumber : http://jmarcano.com/graficos/images/65.gif.

Perifiton selain berperan sebagai produsen primer di perairan eufotik, juga dapat berperan sebagai biofilter dan akumulator senyawa-senyawa konsentrat

tinggi di perairan. Peran-peran ini menjadikan perifiton sebagai bioconditioner

atau penyeimbang sistem ekologis .

Proses pertumbuhan komunitas perifiton melalui empat tahap, yaitu kolonisasi awal perifiton pada permukaan substrat, pertumbuhan diatom, kolonisasi algae berfilamen hingga membentuk komunitas perifiton yang dapat tumbuh hingga maksimal, dan pelepasan fragemen perifiton sehingga menyebabkan adanya kolonisasi perifiton yang baru atau suksesi. Perkembanagan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi hasil kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan faktor fisika dan kimia

perairan (Nuraiani 2005dalam Hany 2009).

Pelepasan perifiton terjadi setelah perifiton mengalami kematian akibat telah mencapai titik puncak pertumbuhan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, kemampuan untuk memproses nutrien, dan komposisi perifiton yaitu, ketersediaan cahaya, kualitas air, dan tipe substrat. Pertumbuhan perifiton dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya untuk

Gambar 5. Proses Pertumbuhan Perifiton

Jenis-jenis perifiton didominasi oleh golongan plankton, baik fitoplankton maupun zooplankton. Beberapa jenis yang sering ditemui di perairan tawar adalah Spirogyra, Cymbella, Zygnema, Navicula, Pinularia, Synedra, Oscillatoria, Cosmarium, Merismopedia, Nitzschia, Spirulina, Diatom, dan sebagainya , contoh gambar perifiton dapat dilihat pada gambar 6.

(A) (B) ©

Gambar 6. (A). Spyrogyra (B). Merismopedia (C). Zygnema (Sumber :

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes dan Mann 1993). Pada

Dominansi perifiton pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi

perairan, kandungan nutrien perairan, dan musim. Tidak semua jenis perifiton

menempel secara permanen pada suatu substrat. Ada beberapa jenis perifiton yang hanya menempel sementara, misalnya hanya pada saat bereproduksi atau terbawa arus sehingga terjebak dalam koloni perifiton permanen.

perairan danau dan waduk, fitoplankton yang kodominan (dominan lebih dari satu) biasanya meliputi kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae (Boney 1975 dalam Prasetiya 2007).

Pertumbuhan dan perkembangan perifiton biasanya didukung oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perifiton diantaranya tipe perairan (sungai, waduk, atau laut), intensitas cahaya (lama penyinaran) kecerahan, kekeruhan, tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman, ketersediaan dan lama perendaman), pergerakan air (arus dan kecepatan), pH,

alkalinitas, unsur hara, bahan terlarut, suhu, oksigen dan CO2

• Epipelik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan sedimen.

.

Selain faktor-faktor diatas, perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya tergantung pada kemantapan substratnya. Berdasarkan penelitian Suparlina (2003) dengan menggunakan kolam berkonstruksi beton jumlah biota perairan menjadi lebih banyak. Hal ini karena kolam berkonstruksi beton dapat menahan air lebih baik, sehingga membuat kondisi perairan kolam lebih stabil dan terkontrol.

Berdasarkan substrat tempat menempelnya Weitzel (1979) membedakan perifiton menjadi beberapa jenis, yaitu:

• Epilitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan batuan.

• Epifitik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan tumbuhan.

• Epizoik, mikroorganisme yang menempel pada permukaan hewan.

Epipsamik, mikroorganisme yang hidup dan bergerak diantara

butiran-butiran pasir.

Dokumen terkait