• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Karamba Jaring Apung (KJA)

Karamba jaring apung merupakan salah satu bentuk usaha bidang perikanan yang banyak diusahakan di Waduk Cirata (Gambar 2). KJA merupakan tempat upaya pembesaran ikan dengan menggunakan wadah budidaya berupa jaring yang diapungkan di permukaan air. Semua bagian sisinya diselubungi material jaring sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi air dan

mempermudah pembuangan sisa pakan (Budiman et al 1991 dalam Prawita 2004).

Sistem KJA di Waduk Cirata merupakan sistem usaha budidaya yang menerapkan pola intensif, yaitu menggunakan pakan buatan berupa pellet dengan kandungan protein tinggi (Krismono dan Poernomo, 1992).

Dalam pemanfaatannya, KJA memiliki fungsi sebagai sumber pendapatan, pemasok ikan, dan sarana yang menunjang perkembangan lokasi di sekitar waduk (Prawita 2004). Pemanfaatan tersebut sesuai dengan tujuan awal pengembangan jaring apung di Waduk Cirata yaitu memberikan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitar Waduk Cirata yang terkena proyek pembangunan PLTA.

Berdasarkan data yang tercatat, jumlah KJA di Waduk Cirata pada tahun 2006 telah mencapai 50.000 kolam atau 12.500 unit dan dari seluruh jumlah KJA tersebut, 60% KJA-nya atau 30 ribu kolam berada di wilayah Cianjur (Dadang dan Selamet 2008). Padahal berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 41 tahun 2002, jumlah KJA yang diperbolehkan di perairan Waduk Cirata sebanyak 12.000 kolam (1% dari luas perairan Waduk).

Gambar 2. Karamba Jaring Apung (KJA) yang digunakan dalam penelitian

2.3. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

2.3.1.Klasifikasi Ikan Nilem

Menurut Saanin (1968), ikan nilem di klasifikasikan sebagai berikut:

• Kingdom : Animalia • Phylum : Chordata • Subphylum : Craniata • Class : Pisces • Subclass : Actinopterygi • Ordo : Ostariophysi • Subordo : Cyprinoidae • Famili : Cyprinidae • Genus : Osteochillus

• Species : Osteochillus hasselti

Gambar 3. Ikan Nilem (Osteochillus hasselti)

2.3.2. Struktur Morfologis Ikan Nilem

Ikan nilem (Osteochillus hasselti) merupakan ikan endemik (asli)

Indonesia yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas. Ciri – cirinya yaitu pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh 3 jari – jari lemah mengeras dan 12 – 18 jari – jari lemah. Sirip ekor bercagak dua bentuknya simetris, sirip dubur disokong oleh 3 jari – jari lemah mengeras dan 5 jari – jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari – jari lemah mengeras dan 13 – 15 jari – jari lemah. Jumlah sisik gurat sisi ada 33 – 36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintik hitam pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifiton dan perifiton (Djuhanda dan Tatang, 1985).

2.3.3.Budidaya Ikan Nilem

Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V), adalah salah satu komoditas

budidaya ikan air tawar yang terkonsentrasi di Pulau Jawa khususnya di Wilayah Priangan, sementara sekarang pembudidayaan ikan tersebut hampir dilupakan/ditinggalkan. Data Statistik Perikanan Budidaya 2002 menunjukkan bahwa produksi ikan nilem terhadap produksi ikan budidaya lainnya dari tahun 1996 sampai 2000 persentasinya cenderung menurun berturut-turut 11,96; 7,28;

7,28; 6,78 dan 6,96%. Padahal ikan tersebut mempunyai potensi cukup besar dalam pengembangannya dimasa yang akan datang karena memiliki keunggulan komparatif.

Budidaya ikan nilem pada umumnya saat ini masih bersifat tradisional, bahkan hanya berupa produk sampingan dari hasil budidaya ikan secara polikultur

dengan ikan mas, mujaer atau nila dan gurame. Dari kelompok Ciprinidae ikan

nilem termasuk ikan yang tahan terhadap serangan penyakit, diduga karena ikan nilem termasuk dalam kelompok omnivora yang mengkonsumsi pakan alami dari kelompok ganggang yang disinyalir banyak mengandung anti bodi. Dengan mayoritas makanannya berupa perifiton dan tumbuhan penempel dengan demikian ikan nilem dapat berfungsi sebagai pembersih jarring (Jangkaru, 1980).

2.4. Ikan Mas (Cyprinus carpio)

2.4.1.Klasifikasi Ikan Mas

Menurut Saanin (1968) ikan mas diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Sub Class : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprynoidea

Family : Cyprinidae

Sub Family : Cyprininae

Genus : Cyprinus

Species : Cyprinus carpio Linn

2.4.2. Struktur Morfologis Ikan Mas

Berdasarkan Djuhanda (1981), ikan mas memiliki ciri-ciri antara lain ukuran panjang tubuh lebih panjang dari tinggi tubuhnya (perbandingan panjang total dan tinggi badan 3,5 : 1), mulut di ujung kepala dan pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba, badan ditutupi oleh sisik sikloid, ekor bercagak dua dan simetris. Ikan mas merupakan ikan yang hampir memakan

berbagai jenis pakan termasuk plankton (Lagler, 1972). Sumantadinata (1983) menyatakan bahwa ikan mas termasuk kelompok ikan omnivora yang lebih mudah memakan makanan yang berasal dari hewani.

2.4.3. Budidaya Ikan Mas

Ikan mas (Cyprinus carpio, Linn) merupakan ikan air tawar yang sudah

dikenal di dunia, dibudidayakan mulai dari negara-negara tropis sampai dengan negara sub tropis. Ikan mas memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sehingga merupakan salah satu ikan yang relatif banyak dibudidayakan oleh pembudidaya. Sifat-sifat itu antara lain dapat mentolerir kisaran temperatur yang

luas (20-30 oC) dan mudah memijah serta memiliki adaptasi yang tinggi terhadap

lingkungan (Webb, 1981). Budidaya ikan mas di Indonesia sudah tersebar diseluruh propinsi yang ada. Tingkat kesuksesan budidaya ikan mas berkaitan dengan teknologi budidaya ikan mas yang sudah lama dikenal oleh masyarakat

serta ikan mas dikenal sebagai ikan yang mudah untuk memijah (Bardach et al.,

1972). Data Statistik Perikanan Budidaya 2002 menunjukkan bahwa produksi ikan mas menunjukkan tren yang semakin meningkat. Di Wilayah Jawa Barat ikan mas banyak dibudidayakan di keramba jaring apung, kolam air deras, dan kolam tanah.

Sebagian besar usaha budidaya ikan mas menggunakan sistem budidaya semiintensif dan intensif. Budidaya ikan mas secara intensif dilakukan di kolam air deras dan keramba jaring apung (KJA). Usaha budidaya intensif ikan mas umumnya berupa monokultur atau terkadang polikultur dengan beberapa jenis ikan seperti ikan nila, tembakang, dan nilem (Sumantadinata, 1983). Usaha pembesaran ikan mas di KJA yang menggunakan jaring ganda biasanya menggunakan sistem polikultur dimana ikan mas berada di jaring dalam sedangkan ikan nila berada di jaring luar.

2.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Bahan Organik di

Dokumen terkait