BAB II: LANDASAN TEORI
A. Prokrastinasi Akademik
5. Faktor-faktor Penyebab Prokrastinasi Akademik
Bernard (dalam Catrunada, 2012) mengungkapkan bahwa terdapat
sepuluh wilayah magnetis faktor yang menyebabkan individu melakukan
prokrastinasi akademik, yaitu :
a) Anxiety
Anxiety diartikan sebagai kecemasan. Kecemasan pada akhirnya
diartikan sebagai kekuatan magnetik yang berlawanan, dimana tugas
yang diharapkan dapat terselesaikan justru berinteraksi dengan
kecemasan yang tinggi sehingga seseorang cenderung menunda tugas
tersebut.
b) Self-Depreciation
Self-Depreciation dapat diartikan sebagai pencelaan terhadap diri
sendiri. Seseorang memiliki bentuk penghargaan yang rendah atas
dirinya sendiri dan selalu siap menyalahkan diri sendiri apabila
melakukan kesalahan dan juga merasa tidak percaya diri untuk
mendapatkan masa depan yang lebih cerah.
c) Low-Discomfort Tolerance
Low-Discomfort Tolerance dapat diartikan sebagai rendahnya
toleransi terhadap ketidaknyamanan. Adanya kesulitan dalam tugas
yang dikerjakan oleh seseorang, membuat seseorang mengalami
mereka mengalihkan diri sendiri pada tugas yang dapat mengurangi
rasa ketidaknyamanan dalam diri mereka.
d) Pleasure-seeking
Pleasure-seeking dapat diartikan sebagai pencari kesenangan.
Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau
melepaskan situasi yang membuat dirinya merasa nyaman. Apabila
seseorang memiliki kecenderungan yang tinggi dalam mencari situasi
yang nyaman, maka seseorang tersebut akan memiliki hasrat yang kuat
untuk bersenang-senang dan memiliki kontrol impuls yang rendah.
e) Time Disorganization
Time Disorganization dapat diartikan sebagai tidak teraturnya
waktu. Mengatur waktu berarti mampu memperkirakan dengan baik
berapa lama waktu yang dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan
tugas tersebut. Aspek lain dari lemahnya pengaturan waktu adalah
sulitnya seseorang memutuskan pekerjaan yang penting dan yang
kurana penting untuk dikerjakan hari ini. Semua pekerjaan menjadi
terlihat penting sehingga muncul kesulitan untuk menentukan apa yang
seharusnya dikerjakan terlebih dahulu.
f) Environmental Disorganization
Environmental Disorganization dapat diartikan sebagai
berantakan atau tidak teraturnya lingkungan. Salah satu faktor
berantakan atau tidak teratur dengan baik. Tidak teraturnya lingkungan
bisa dalam bentuk interupsi dari orang lain, kurangnya privasi, kertas
yang bertebaran dimana-mana, dan alat-alat yang dibutuhkan dalam
mengerjakan tidak tersedia. Adanya banyak gangguan dari lingkungan
menyebabkan seseorang sulit untuk berkonsentrasi sehingga pekerjaan
tidak dapat selesai tepat waktu.
g) Poor Task Approach
Poor Task Approach dapat diartikan sebagai pendekatan yang
lemah terhadap tugas. Seseorang yang pada akhirnya siap
mengerjakan, kemungkinan akan meletakkan kembali pekerjaannya
karena tidak tahu darimana harus memulai pekerjaannya. Oleh karena
itu, pekerjaan menjadi tertahan karena ketidaktahuan seseorang tentang
darimana memulai dan menyelesaikan pekerjaan tersebut.
h) Lack of Assertion
Lack of Assertion dapat diartikan sebagai kurangnya memberi
pernyataan yang tegas. Contohnya adalah seseorang mengalami
kesulitan berkata tidak terhadap orang lain padahal banyak pekerjaan
yang sudah terjadwal terlebih dahulu dan harus segera diselesaikan.
Hal ini bisa disebabkan karena mereka kurang memberikan rasa
i) Hostility with Others
Hostility with Others diartikan sebagai permusuhan terhadap
orang lain. Kemarahan yang terus menerus dapat menimbulkan
dendam dan sikap bermusuhan terhadap orang lain sehingga bisa
menuju sikap menolak atau menentang apapun yag dikatakan oleh
orang tersebut.
j) Stress and Fatigue
Stress and Fatigue dapat dirtikan sebagai perasaan tertekan dan
kelelahan. Stres adalah hasil dari sejumlah intensitas dari tuntutan
negatif dalam hidup yang digabung dengan gaya hidup dan
kemampuan mengatasi masalah pada diri seseorang. Semakin banyak
tuntutan, semakin lemah sikap seseorang dalam memecahkan masalah,
dan gaya hidup yang kurang baik, semakin tinggi stres seseorang.
Sedangkan Ghufron (dalam Mayasari, dkk, 2010) membagi
faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik menjadi dua, yaitu :
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang terdapat dalam diri
a. Kondisi fisik individu
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi individu melakukan
prokrastinasi akademik adalah keadaan fisik dan kondisi kesehatan
individu, misalnya kelelahan atau fatigue.
b. Kondisi psikologis individu
Millgram menyebutkan bahwa trait turut mempengaruhi individu
melakukan prokrastinasi akademik. Misalnya, trait kemampuan
sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat kecemasan
dalam berhubungan sosial (dalam Mayasari, dkk, 2010). Ellis dan
Knaus (dalam Mayasari, dkk, 2010) menambahkan bahwa
keyakinan irasional juga mempengaruhi munculnya perilaku
prokrastinasi akademik. Keyakinan irasional tersebut dapat muncul
karena adanya kesalahan dalam mempersepsikan tugas sekolah.
Misalnya, tugas sekolah dipandang sebagai suatu beban dan
sesuatu yang tidak menyenangkan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang terdapat di luar diri
individu yang memunculkan perilaku prokrastinasi. Faktor ini
a. Gaya pengasuhan orang tua
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Ferrari dan
Ollivete, gaya pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan
munculnya kecenderungan prokrastinasi yang kronis pada subjek
penelitian anak wanita. Sedangkan gaya pengasuhan otoritatif ayah
akan menghasilkan anak wanita yang bukan prokrastinator (dalam
Mayasari, dkk, 2010).
b. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang mempengaruhi munculnya prokrastinasi
akademik adalah lingkungan yang rendah pengawasan daripada
lingkungan yang tinggi pengawasan. Prokrastinasi akademik juga
dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tertentu. Kondisi yang
menimbulkan stimulus reinforcement tertentu bisa memunculkan
perilaku prokrastinasi akademik. Kondisi lingkungan yang rendah
pengawasan akan mendorong individu untuk melakukan
prokrastinasi akademik karena rendahnya pengawasan akan
menjadi faktor pendorong individu untuk berperilaku tidak tepat
waktu.
Selain faktor yang telah disebutkan diatas, Burka dan Yuen
menambahkan bahwa budaya juga merupakan salah satu faktor eksternal
budaya dimana individu tinggal akan mempengaruhi berkembangnya
perilaku prokrastinasi (dalam Adi, 2012). Menurut Wade dan Tavris
(dalam Adi, 2012), dalam area psikologi, pendekatan perspektif
sosiokultural mempercayai bahwa konteks sosial dan peraturan budaya
mempengaruhi berbagai keyakinan dan perilaku individu. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa budaya yang dihayati individu akan berpotensi
memunculkan perilaku prokrastinasi akademik apabila budaya tersebut
mendukung munculnya perilaku prokrastinasi.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa faktor yang penyebab muculnya perilaku prokrastinasi akademik
secara garis besar adalah faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor
internal adalah yang berasal dari dalam diri individu dan faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar individu, seperti gaya pengasuhan,
kondisi lingkungan, dan latar belakang budaya dimana mereka tinggal.