• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.8 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Penyuluh

Faktor-faktor yang berhubungan kinerja penyuluh kehutanan dijelaskan dengan beberapa peubah. Faktor-faktor yang berhubungannya adalah kompetensi penyuluh kehutanan, motivasi penyuluh kehutanan dan lingkungan penyuluh kehutanan. Hasil analisis jalur adalah untuk menguji hipotesis 2, yaitu : kompetensi penyuluh kehutanan, motivasi penyuluh kehutanan dan lingkungan penyuluh kehutanan terkonfirmasi berhubungan dengan kinerja penyuluh kehutanan. Ternyata hipotesis 2 diterima untuk faktor-faktor tertentu saja dan berbeda pengaruhnya baik penyuluh kehutanan di Kabupaten Ciamis maupun di Kabupaten Purworejo.

4.8.1.Pengaruh Kompetensi Penyuluh Kehutanan terhadap Kinerja Penyuluh Kehutanan

Kompetensi penyuluh kehutanan adalah kemampuan yang harus dimiliki penyuluh kehutanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Adapun beberapa indikatornya yang dilihat yaitu kemampuan melakukan aksi sosial (kemampuan penyuluh diukur untuk menganalisis komunitas, menetapkan prioritas masalah, merancang kegiatan aksi, melaksanakan aksi,mengevaluasi kegiatan aksi), kemampuan memanfaatkan sumberdaya dengan kebutuhan petani (kemampuan penyuluh untuk mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia, dan kemampuan mengidentifikasi kebutuhan petani), kemampuan merancang program penyuluhan (kemampuan penyuluh untuk mengumpulkan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, merumuskan tujuan program penyuluhan, menetapkan masalah, menetapkan cara mencapai tujuan, melaksanakan penyuluhan, dan mengevaluasi kegiatan penyuluhan), kemampuan manajemen organisasi (kemampuan penyuluh untuk mengidentifikasi peran dan fungsi Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah,

mengidentifikasi peluang pengembangan diri, mengidentifikasi peluang karier). Secara umum skor yang didapatkan untuk faktor ini ini adalah rata-rata sedang. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 22. Sebaran kompetensi penyuluh kehutanan Faktor/ indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n % n % Kompetensi penyuluh kehutanan Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 30 60,00 15 60,00 Tinggi 20 40,00 10 40,00 Melakukan aksi sosial Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 35 70,00 13 52,00 Tinggi 15 30,00 12 48,00 Perencanaan Program penyuluhan Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 45 90,00 14 56,00 Tinggi 5 10,00 11 44,00 Memanfaatkan sumberdaya lokal Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 32 64,00 15 60,00 Tinggi 18 36,00 10 40,00 Manajemen organisasi Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 39 78,00 17 68,00 Tinggi 11 22,00 8 32,00

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan melakukan aksi sosial diukur berdasarkan tingkat kemampuan menganalisis komunitas, tingkat kemampuan menetapkan prioritas masalah, tingkat kemampuan merancang kegiatan aksi, tingkat kemampuan melaksanakan aksi, dan tingkat kemampuan mengevaluasi kegiatan aksi.

Hasil penelitian menunjukkan, baik di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo, bahwa faktor atau peubah kompetensi penyuluh berpengaruh positif nyata pada kinerja penyuluh kehutanan. Hal ini berarti kepemilikan kompetensi oleh penyuluh di kedua Kabupaten tersebut menentukan kualitas atau baik tidaknya kinerja mereka. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki oleh penyuluh kehutanan maka akan berdampak pada semakin baiknya kinerjanya. Hal ini sejalan dengan berbagai teori tentang kinerja yang menyatakan bahwa kinerja seseorang berbanding lurus dengan kemampuan atau kompetensi orang tersebut dalam melakukan sebuah

pekerjaan. Kompetensi penyuluh kehutanan di kedua kabupaten tersebut tergolong sedang atau cukup memadai. Kompetensi penyuluh di kedua kabupaten tersebut termanifestasi dalam bentuk kemampuan melakukan aksi sosial, kemampuan merencanakan program penyuluhan, kemampuan memanfaatkan sumberdaya lokal dan kemampuan manajemen organisasi

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan melakukan aksi sosial di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 60 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kemampuan yang cukup penyuluh kehutanan dalam menganalisis komunitas petani hutan rakyat, kemampuan penyuluh kehutanan yang cukup dalam hal menetapkan prioritas masalah, kemampuan penyuluh kehutanan dalam merancang kegiatan aksi kepada petani hutan rakyat dalam mendorong pengelolaan hutan rakyat yang cukup, kemampuan penyuluh kehutanan yang cukup dalam hal melaksanakan aksi yang berhubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan rakyat beserta kegiatan mengevaluasi kegiatan aksi. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan melakukan aksi sosial di Kabupaten Ciamis dan Purworejo.

Kinerja penyuluh kehutanan merupakan tampilan dari hasil kerja yang ditunjukkan penyuluh kehutanan tersebut. Kemampuan melakukan aksi sosial yang kemudian termanifestasi dalam bentuk nyata yaitu sebuah kegiatan yang dapat membantu petani menyelesaikan permasalahannya merupakan sebuah bentuk prestasi kerja. Semakin mampu penyuluh melakukan kegiatan membantu petani atau aksi sosial maka semakin terbantu petani dalam memecahkan berbagai hal yang terkait dengan usahataninya hutan rakyat, dengan kata lain kinerja penyuluh kehutanan semakin baik karena berhasil membantu petani. Aksi sosial yang diinisiasi oleh penyuluh kehutanan adalah kunjungan lapangan ke kelompok tani dan petani secara perorangan meskipun frekuensinya masih terbatas.

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan merancang program penyuluhan diukur berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia, dan tingkat kemampuan mengidentifikasi kebutuhan petani. Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan merancang program penyuluhan

di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 90 persen dan 56 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemampuan penyuluh kehutanan dalam mengidentifikasi kebutuhan petani hutan rakyat dan sumberdaya yang tersedia untuk mendukung pengelolaan hutan rakyat dinilai cukup. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan merancang program penyuluhan di Kabupaten Ciamis dan Purworejo.

Indikator kemampuan merencanakan progam penyuluhan merupakan salah satu kompetensi penyuluh yang sangat mendukung kinerja penyuluh. Perencanaan memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu rangkaian kegiatan, karena kegiatan berikutnya sangat tergantung dari perencanaan yang dilakukan. Dengan perencanaan, dapat diperkirakan hasil yang akan dicapai dari kegiatan yang akan dilakukan. Demikian pula dengan kegiatan penyuluhan, agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan efektif, maka kegiatan penyuluhan juga perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan baik oleh penyuluh kehutanan. Penyuluh kehutanan harus mampu menyusun rencana penyuluhan yaitu memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk membantu petani. Perencanaan penyuluhan di lapangan terbagi menjadi dua yaitu penyusunan programa penyuluhan dan penyusunan rencana kerja penyuluhan baik rencana kerja tahunan, bulanan maupun mingguan. Dalam melakukan perencanaan terdapat satu tahapan yang merupakan identifikasi kebutuhan atau analisis wilayah. Pada tahapan in penyuluh kehutanan menggali berbagai informasi atau fakta secara partisipatif dalam rangka menyusun programa penyuluhan dan rencana kerja penyuluhan. Dengan demikian, data yang diambil lebih bersifat obyektif sesuai dengan kebutuhan petani, tidak sekedar pemikiran semata. Karena perencanaan telah dibuat dengan proses partisipatif sehingga dalam pelaksanaanya akan didukung oleh petani atau masyarakat. Hal ini berdampak terhadap kinerja penyuluh kehutanan, artinya tingkat keberhasilan pekerjaan penyuluh kehutanan dalam melaksanakan tupoksinya akan lebih tinggi.

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan memanfaatkan sumberdaya dengan kebutuhan petani diukur berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia, dan tingkat kemampuan mengidentifikasi kebutuhan petani. Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan memanfaatkan sumberdaya dan kebutuhan petani di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang masing-masing mencapai 64 persen dan 60 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dijelaskan melalui kemampuan penyuluh kehutanan dalam mengidentifikasi sumberdaya yang tersedia sudah cukup dan hasil identifikasi kebutuhan petani sebagian menunjukkan kebutuhan riil petani hutan rakyat yang sesungguhnya. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan memanfaatkan sumberdaya dan kebutuhan petani di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo.

Sumberdaya lokal merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan demi meningkatkan kesejahteraan dan membantu petani dalam usahataninya. Sumberdaya lokal meliputi sumberdaya alam yang subur dan sumberdaya manusia yang banyak. Pemanfaatan sumberdaya lokal merupakan salah satu bentuk kemampuan penyuluh dalam beradaptasi dengan lingkungan wilayah kerjanya untuk mendukung tupoksinya. Sumberdaya lokal belum didayagunakan oleh petani hutan rakyat, karena kekurangtahuan mereka akan manfaat sumberdaya tersebut. Dengan menggugah kesadaran akan pentingnya memanfaatkan sumberdaya lokal tersebut bagi kepentingan petani, maka kegiatan penyuluhan menjadi lebih mudah dilaksanakan dan dapat tercapai secara optimal, karena pada dasarnya sumberdaya lokal adalah segala sesuatu yang sudah dikenal oleh petani. Dengan demikian, semakin mampu penyuluh kehutanan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk membantu petani, maka akan semakin mendukung keberhasilan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan. Artinya, akan semakin baik kinerja penyuluh kehutanan.

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan manajemen organisasi diukur berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi peran dan fungsi Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah, tingkat kemampuan

mengidentifikasi peluang pengembangan diri, dan tingkat kemampuan mengidentifikasi peluang karier.

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan manajemen organisasi di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 78 persen dan 68 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penyuluh kehutanan dapat melakukan kegiatan identifikasi peran stakeholder baik di pusat maupun di daerah misalnya dalam identifikasi peran dan fungsi Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Daerah dinilai cukup. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan kompetensi penyuluh kehutanan dalam kemampuan manajemen organisasi di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo.

Penyuluh kehutanan adalah PNS yang ditunjuk sebagai penyuluh kehutanan. Hal ini berarti penyuluh kehutanan adalah bagian dari suatu organisasi. Sebagai bagian dari suatu organisasi penyuluh kehutanan harus memiliki kemampuan manajemen yang memadai dalam rangka mendukung tupoksi organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada keberhasilan kerja individu penyuluh kehutanan tersebut. Manifestasi kemampuan manajemen organisasi penyuluh kehutanan adalah bagaimana penyuluh kehutanan merencanakan, melaksanakan, mengamati dan mengevaluasi tugas-tugas yang diberikan oleh organisasi kepada penyuluh kehutanan sebagai bagian dari tanggung jawab pekerjaannya. Kemampuan manajemen organisasi juga termanifestasi dalam bentuk membangun koordinasi atau jejaring kerja dengan pihak lain dalam rangka membantu petani memecahkan maslah usahataninya, sekaligus menjadi jembatan bagi terciptanya kerjasama antara organisasi dimana penyuluh kehutanan bernaung dengan pihak-pihak lain. Dalam bentuk yang lebih mikro, manajemen organisasi yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan adalah upaya memfasilitasi kelompok-kelompok tani hutan agar mampu menjadi kelompok tani hutan yang dinamis. Keberhasilan mendinamisasikan kelompok tani merupakan salah satu bentuk keberhasilan kerja penyuluh kehutanan. Dengan demikian, semakin tinggi kemampuan manajemen organisasi penyuluh kehutanan, maka akan semakin baik kinerja penyuluh kehutanan tersebut.

Kompetensi penyuluh kehutanan dalam pengelolaan hutan rakyat yang masih rendah skornya disebabkan oleh beberapa hal berikut: 1) Membangun jejaring kerja yang lemah, disebabkan kemampuan penyuluh kehutanan dalam berkomunikasi masih rendah; 2) Akses informasi, disebabkan kemampuan penyuluh kehutanan berinteraksi dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi serta akses informasi melalui media masih rendah; 3) Pemanfaatan media internet masih rendah yang disebabkan kemampuan penyuluh dalam penggunaan dan pemanfaatan media internet masih rendah. Hal ini dikarenakan masih terbatasnya sarana dan dana untuk menggunakan internet serta masih terisolirnya wilayah kerja penyuluh kehutanan seorang penyuluh; 4) Penguasaan inovasi, kemampuan penyuluh dalam mendapatkan dan memanfaatkan teknologi spesifik lokasi masih rendah seperti, belum banyak penyuluh yang melakukan pengujian dan pengkajian teknologi spesifik lokasi; dan 5) Analisis masalah, disebabkan kemampuan penyuluh terkait dengan penetapan dan pemecahan masalah petani yang masih rendah.

Hasil penelitian menunjukkan kesesuaian dengan teori Spencer dan Spencer (1993), kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang berhubungan cara berfikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia yang dapat menciptakan kinerja individu yang baik dengan dimensi motif, ciri-ciri fisik, konsep diri, pengetahuan dan kemampuan teknis.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Bahua (2011) menunjukkan bahwa peubah kompetensi berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh. Hal ini berarti kompetensi penyuluh ikut menentukan baik-buruknya kinerja penyuluh pertanian. Dimensi peubah kompetensi penyuluh yang berhubungan erat dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: 1) Kemampuan merencanakan program penyuluhan, meliputi kemampuan mengumpulkan data sumberdaya dan potensi wilayah kerja, kemampuan merumuskan tujuan program penyuluhan, kemampuan menetapkan masalah petani, kemampuan menetapkan cara mancapai tujuan, kemampuan melaksanakan penyuluhan dan kemampuan mengevaluasi kegiatan penyuluhan dan 2) Kemampuan kepemimpinan penyuluh, meliputi kemampuan menerapkan gaya

kepemimpinan, kemampuan menerapkan keterampilan memimpin dan kemampuan menumbuhkembangkan kelompok tani.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marliati (2008) yang menyimpulkan bahwa kompetensi penyuluh pertanian, yaitu: kompetensi komunikasi penyuluh, kompetensi pembelajaran petani dan kompetensi interaksi berpengaruh nyata pada kinerja penyuluh pertanian memberdayakan petani. Adanya pengaruh nyata kompetensi penyuluh pada kinerja penyuluh pertanian dari dimensi kemampuan merencanakan program penyuluhan dan kemampuan kepemimpinan penyuluh pertanian.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Sumardjo (2010) menyatakan bahwa seorang penyuluh harus memiliki empat kompetensi yaitu : kompetensi personal menyangkut kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian penyuluh yang tercermin dari kemampuan membawakan diri, kepemimpinan, kesantunan, motivasi berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, kompetensi sosial menyangkut kemampuan-kemampuan berinteraksi/berhubungan sosial, melayani, bermitra, bekerjasama dan bersinergi, mengembangkan kesetiakawanan, kohesif, dan mampu saling percaya, kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik pembelajaran, kompetensi komunikasi menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati, kemampuan komunikasi partisipatif, menggali dan mengembangkan pembaharuan serta kewiraswastaan.

4.8.2.Pengaruh Lingkungan Penyuluh Kehutanan terhadap Kinerja Penyuluh Kehutanan

Lingkungan penyuluh kehutanan adalah faktor diluar penyuluh kehutanan yang berhubungan kinerja penyuluh kehutanan. Adapun indikator yang diperhatikan adalah organisasi (keberadaan organisasi penyuluh), dukungan Pemerintah Daerah (penghargaan material dan non material dari Pemerintah Daerah untuk penyuluh), dukungan dari masyarakat (penghargaan dari masyarakat dengan menilai kemampuan

penyuluh untuk menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari solusi, dihargai keberadaannya oleh petani, dan mendapat respons yang baik dari petani).

Dalam rangka melengkapi pembahasan berikut dideskripsikan sebaran lingkungan penyuluh kehutanan. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 23.

Tabel 23. Sebaran lingkungan penyuluh kehutanan Faktor/ indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n % n % Lingkungan penyuluh kehutanan Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 31 62,00 19 76,00 Tinggi 19 38,00 6 24,00 Organisasi Rendah 1 2,00 0 0,00 Sedang 30 60,00 16 64,00 Tinggi 19 38,00 9 36,00 Dukungan Pemerintah Daerah Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 46 92,00 13 52,00 Tinggi 4 8,00 12 48,00 Dukungan masyarakat Rendah 4 8,00 0 0,00 Sedang 24 48,00 20 80,00 Tinggi 22 44,00 5 20,00

Lingkungan dalam mengamati organisasi diukur untuk menganalisis keberadaan organisasi penyuluh. Penelitian menemukan bahwa, di kedua kabupaten, lingkungan penyuluhan memiliki pengaruh positif nyata terhadap kinerja penyuluh kehutanan. Artinya, semakin mendukung lingkungan penyuluhan maka semakin tinggi kinerja penyuluh kehutanan. Dengan demikian, dukungan lingkungan menjadi penentu bagi kualitas kinerja penyuluh kehutanan. Temuan ini sejalan dengan teori kinerja yang menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan dan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan lingkungan di kedua kabupaten tergolong sedang. Indikator dukungan lingkungan penyuluhan kehutanan di kedua kabupaten sedikit berbeda. Di Kabupaten Ciamis dukungan lingkungan penyuluhan kehutanan direfleksikan oleh dua indikator yaitu organisasi dan pengakuan dari masyarakat. Sedangkan di Kabupaten Purworejo direfleksikan oleh indikator organisasi dan pengakuan dari masyarakat ditambah dengan dukungan

pemda. Hal ini dapat dijelaskan bahwa keberadaan organisasi penyuluh yang cukup baik dapat meningkatkan kinerja penyuluh kehutanan. Sehingga kepastian peran dan fungsi sesuai tugas pokoknya dapat dijalankan sesuai harapan semua pihak.

Saat ini keberadaan organisasi penyuluh kehutanan dilokasi penelitian masih dipadukan dengan tupoksi yang lain mengingat keberadaan badan penyuluhan di setiap kabupaten memiliki nilai strategis yang berbeda-beda. Misalnya di Kabupaten Purworejo, Badan penyuluhan digabungkan dengan tupoksi ketahanan pangan sehingga hal ini dapat mengakibatkan berpengaruh pada kinerja penyuluh kehutanan dengan tugas pokok utamanya. Selain itu juga dengan berpisahnya dengan dinas teknis terkait mengakibatkan sulitnya berkoordinasi dan komunikasi antar instansi terkait sebagai pelaksana dengan seluruh pemangu kepentingan yang ada.Organisasi penyuluhan di lokasi penyuluhan sejak desentralisasi penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan, maka tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengurusnya. Sehubungan terbatasnya anggaran daerah maka respon organisasi penyuluhan di daerah juga cukup beragam. Di Kabupaten Ciamis, organisasi penyuluhan sudah dibentuk sebagai sebuah Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, sementara di Kabupaten Purworejo, badan penyuluhan disatukan dengan Badan Ketahanan Pangan.

Lingkungan dalam mengamati dukungan organisasi diukur untuk menganalisis penghargaan material dan non material dari Pemerintah Daerah untuk penyuluh. Lingkungan penyuluh kehutanan dalam mengamati organisasi di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 60 persen dan 64 persen dari penyuluh kehutanan. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan lingkungan penyuluh kehutanan dalam mengamati organisasi di Kabupaten Ciamis dan Purworejo. Hal ini dapat dijelaskan bahwa adanya perhatian dari Pemerintah Daerah berupa insentif atau bantuan sarana transportasi memberikan dorongan kepada penyuluh kehutanan untuk bekerja lebih baik.

Lingkungan penyuluh kehutanan dalam mengamati dukungan pemerintah daerah di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 92 persen dan 52 persen dari penyuluh kehutanan. Berdasarkan uji beda, ada perbedaan

lingkungan penyuluh kehutanan dalam dukungan pemerintah daerah di Kabupaten Ciamis dan Purworejo.

Selain itu hal ini juga terkait erat dengan indikator dukungan kelembagaan Pemerintah Daerah dalam hal pendanaan. Hal ini dapat dilihat dari dukungan pihak Pemerintah Daerah maupun DPRD dalam hal alokasi pendanaan dalam APBD yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dengan baik. Pendanaan dari Pemda Ciamis untuk penyuluhan kehutanan sebesar Rp. 200.000.000 untuk tahun 2011 dan dukungan dana dari APBD Kabupaten Purworejo sekitar Rp. 87.000.000. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bidang lain, Rangkuti (2007) yang menyatakan bahwa rendahnya wewenang pelaksana program menunjukkan rendahnya dukungan dari Pemerintah daerah.

Lingkungan dalam mengamati pengakuan dari masyarakat diukur untuk menganalisis penghargaan dari masyarakat dengan menilai kemampuan penyuluh untuk menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari solusi, dihargai keberadaannya oleh petani, dan mendapat respons yang baik dari petani. Lingkungan penyuluh kehutanan dalam mengamati pengakuan dari masyarakat di Kabupaten Ciamis dan Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 48 persen dan 80 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penghargaan dari masyarakat terhadap penyuluh kehutanan masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan lingkungan penyuluh kehutanan dalam mengamati dukungan dari masyarakat di Kabupaten Ciamis dan Purworejo.

Keberadaan penyuluh kehutanan sangat dirasakan manfaatnya oleh petani di kedua kabupaten sehingga petani merasa terbantu dalam mengelola usahataninya. Rasa terimakasih ini terwujud dalam bentuk penghargaan dan pengakuan atas jasa penyuluh kehutanan. Situasi ini, secara psikologis, memberikan semangat bagi penyuluh kehutanan untuk meningkatkan kinerjanya yaitu membantu petani agar mampu mandiri.

Lingkungan adalah dukungan yang diberikan berbagai kelompok dalam masyarakat yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan program hutan rakyat. Lingkungan yang dimaksudkan adalah terkait organisasi, dukungan pemda

dan pengakuan dari masyarakat. Dukungan dari masyarakat memegang peranan penting. Hal ini menunjukkan bahwa unsur pengakuan penyuluh kehutanan dari petani hutan rakyat cukup besar. Besarnya pengaruh ini sejalan dengan penelitian pada bidang lain, yaitu Effendy (2009) yang menyatakan bahwa pentingnya faktor eksternal/lingkungan dalam proses penyuluhan berupa persepsi positif masyarakat atas peran petani pemandu.

4.8.3.Pengaruh Motivasi Penyuluh Kehutanan terhadap Kinerja Penyuluh Kehutanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo faktor motivasi penyuluh berpengaruh tidak nyata pada kinerja penyuluh kehutanan. Artinya, kinerja setiap penyuluh memiliki kinerja yang sama atau tidak ada variasi pada kinerja setiap penyuluh baik penyuluh di Kabupaten Ciamis maupun di Kabupaten Purworejo

Pada dasarnya, sebagaimana temuan penelitian, motivasi penyuluh kehutanan tergolong sedang, namun apa yang menjadi harapan penyuluh dalam bekerja belum tercapai secara optimal. Indikator motivasi penyuluh di kedua Kabupaten terlihat sedikit berbeda. Motivasi penyuluh di Kabupaten Ciamis direfleksikan oleh empat indikator yaitu pengembangan potensi diri, pengakuan petani, kebutuhan untuk berpretasi, dan kebutuhan untuk kekuasaan, sedangkan motivasi penyuluh di Kabupaten Purworejo direfleksikan oleh tiga indikator, yaitu pengakuan petani, kebutuhan untuk berpretasi, dan kebutuhan untuk kekuasaan. Secara umum rata-rata skor untuk faktor motivasi ini menunjukkan skor sedang. Hal ini juga dapat diketahui dari masing-masing indikatornya. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 24.

Tabel 24. Sebaran motivasi penyuluh kehutanan Faktor/ indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n % n % Motivasi penyuluh kehutanan Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 28 56,00 16 64,00 Tinggi 22 44,00 9 36,00

Faktor/ indikator Sebaran Kabupaten Ciamis Kabupaten Purworejo n % n % Pengembang an potensi diri Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 39 78,00 18 72,00 Tinggi 11 22,00 7 28,00 Pengakuan dari petani Rendah 0 0,00 1 4,00 Sedang 27 54,00 13 52,00 Tinggi 23 46,00 11 44,00 Kebutuhan akan berprestasi Rendah 0 0,00 0 0,00 Sedang 32 64,00 14 56,00 Tinggi 18 36,00 11 44,00 Kebutuhan akan kekuasaan Rendah 0 0,00 2 8,00 Sedang 36 72,00 15 60,00 Tinggi 14 28,00 8 32,00

Motivasi penyuluh kehutanan dalam mengembangkan potensi diri diukur untuk menganalisis kemampuan penyuluh dalam rangka peningkatan kualitas diri (mengikuti pendidikan formal, pelatihan, uji coba lapang teknologi spesifik lokasi dan lain-lain) untuk menjadi lebih baik.

Motivasi penyuluh kehutanan dalam mengembangkan potensi diri di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo rata-rata skor sedang mencapai 78 persen dan 72 persen dari penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kemampuan penyuluh untuk mengikuti pendidikan formal, pelatihan masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan umur penyuluh kehutanan yang sebagian besar sudah tua dan hal ini mengakibatkan minat untuk mencari inovasi baru sangat berat. Disamping itu hal ini juga dipengaruhi tingkat pendidikan penyuluh yang masih perlu ditingkatkan terutama yang lulusan SMA. Berdasarkan uji beda, tidak ada perbedaan motivasi penyuluh kehutanan dalam kemampuan mengembangkan potensi diri di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Purworejo.

Motivasi penyuluh kehutanan dalam mengamati pengakuan dari petani diukur untuk menganalisis kemampuan penyuluh untuk menjadi tumpuan petani berkonsultasi mencari solusi, tingkat penghargaan keberadaannya oleh petani, dan mendapat respons yang baik dari petani.

Dokumen terkait