• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja merupakan terjemahan dari hasil kerja atau prestasi kerja seseorang dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Kinerja didefinisikan sebagai catatan hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu, yaitu berupa kegiatan belajar-mengajar, kegiatan penyuluhan, kegiatan pemasaran dan lain-lain. Gibson (1996) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang diinginkan dari perilaku dan kinerja individu yang merupakan dasar dari kinerja organisasi.

Keberhasilan dari pelaksanaan kinerja organisasi dapat ditentukan melalui penilaian kinerja individu dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya untuk mencapai tujuan organisasi. Penilaian prestasi kerja dapat terpenuhi apabila penilaian mempunyai hubungan dengan pekerjaan dan adanya standar pelaksanaan kerja. Agar penilaian dapat dilaksanakan secara efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerja.

Beach (1970) mendefinisikan penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis atas individu karyawan mengenai prestasi dalam pekerjaannya dan potensinya untuk pengembangan organisasi, yaitu pengembangan program kerja dan potensi individu untuk menyusun tindak lanjut dari program tersebut. Blanchard dan Spencer (1982) menjelaskan bahwa penilaian prestasi kerja atau kinerja merupakan proses organisasi yang mengevaluasi karyawan terhadap pekerjaannya.

Robbins (1996) menjelaskan bahwa kinerja merupakan fungsi dari faktor kemampuan, faktor motivasi dan faktor kesempatan. Faktor kesempatan adalah tingkat kinerja yang tinggi, sebagian merupakan fungsi dari tidak adanya rintangan- rintangan yang mengendalikan karyawan itu. Meskipun seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan yang menjadi penghambat. Sehubungan dengan itu kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.

Gibson (1996) menjelaskan bahwa terdapat tiga variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: individu, organisasi dan psikologis.

Variabel individu yang dapat mempengaruhi kinerja adalah variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Variabel organisasi yang dapat mempengaruhi kinerja terdiri dari variabel sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Variabel penghargaan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. Sementara itu variabel psikologis yang dapat mempengaruhi kinerja terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel psikologis dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.

Kinerja petani sangat tergantung dari kemampuan, motivasi dan kesempatan yang ada. Oleh karena itu kinerja dapat dikatakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins 1996).

Menurut Rogers dan Soemakers (1983) keberhasilan penyuluh memiliki kinerja yang baik tercermin dari pelaksanaan rangkaian tugasnya yang mencakup: 1) Kemauan dan kemampuan penyuluh menjalin hubungan secara langsung dengan para tokoh masyarakat, pemuka masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, 2) Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menjadi perantara sumber-sumber inovasi dengan pemerintah/lembaga penyuluhan dan masyarakat petani sasarannya dan 3) Kemauan dan kemampuan penyuluh untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dapat dirasakan oleh pemerintah atau lembaga penyuluhan dan masyarakat sasaran.

Slamet (2003) menegaskan bahwa kualitas sumberdaya penyuluh harus mampu merespon perubahan perilaku para petani, yang ditentukan oleh kualitas interaksi antara petani dengan sumberdaya alamnya saja, juga sangat ditentukan oleh kualitas interaksi dengan pihak ketiga, seperti pedagang, sumber permodalan, dan sebagainya. Kinerja penyuluh kehutanan dapat dijabarkan melalui tugas, pokok dan fungsi penyuluh yang menjadi tanggungjawabnya selama penyuluh tersebut berprofesi sebagai tenaga fungsional di lapangan. Chamala et al (1997) berpendapat bahwa

pemberdayaan dapat menjadi tugas, pokok dan fungsi penyuluhan. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya untuk membantu warga masyarakat sebagai berikut:

1. Mengorganisasikan warga masyarakat desa yaitu melalui para penyuluh harus memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan warga pedesaan dan mengelola kelompok;

2. Mengembangkan sumberdaya manusia yaitu melalui pengembangan sumberdaya manusia akan memberdayakan rakyat dan memberi makna baru pada peranan- peranan lain. Pengembangan kecakapan teknis haruslah dipadukan dengan kecakapan manajemen;

3. Memecahkan masalah dan mendidik yaitu melalui peran penyuluh bukan lagi sekedar memberikan solusi teknis, melainkan memberdayakan organisasi petani untuk memecahkan masalah mereka sendiri, dengan jalan membantu mereka menentukan masalah dan mencari solusi yang benar, dengan memadukan pengetahuan asli mereka dengan pengetahuan modern dan menggunakan sumberdaya mereka secara tepat

Van den Ban dan Hawkins (1999) menyatakan bahwa peranan agen penyuluhan adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi yang diperlukan. Pendapat petani dan keputusannya berdasarkan kepada citra mereka tentang kenyataan hidup dan dugaan mereka terhadap konsekuensi tindakannya. Namun, dugaan itu tidaklah selalu benar karena bayangan tentang suatu kenyataan sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan itu sendiri. Oleh karena itu, penyuluh bertugas membantu petani untuk menghadapi kenyataan ini. Ini memberi mereka pengalaman, karena dari tindakan mereka kemudian diperoleh konsekuensi sesuai dengan yang diharapkan. Dengan seringnya mencapai konsekuensi yang diharapkan, maka petani menjadi lebih baik penyesuaian dirinya di dalam kehidupan.

Berdasarkan uraian berbagai konsep di atas, maka kinerja dapat didefinisikan sebagai kualitas respons individu terhadap keberhasilan kerja yang dicapai oleh

individu secara aktual dalam suatu organisasi sesuai tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya yang dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan periode waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Proses-proses perubahan perilaku, melalui belajar, tidak terlepas dari lingkungan yang berada di luar individu atau pihak-pihak yang mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku individu. Kepemimpinan dalam kelompok, oleh Beebe dan Masterson (1994) dianggap sebagai perilaku yang mempengaruhi, menuntun, memerintah, atau mengendalikan kelompok. Kajian kepemimpinan menyangkut tiga perspektif, yaitu: perspektif sifat, perspektif fungsional, dan perspektif situasional. Kajian perspektif sifat memperlihatkan adanya serangkaian sifat tertentu yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Kajian perspektif fungsional menguji kepemimpinan sebagai perilaku yang mungkin dapat dikerjakan bersama anggota kelompok untuk memaksimalkan efektivitas kelompok, seperti: tuntutan, pengaruh, atau pengendalian. Kajian perspektif situasional mengakomodasi semua faktor-faktor, yaitu: perilaku, kebutuhan tugas dan kebutuhan proses, juga memperhitungkan gaya kepemimpinan dan situasi.

Hersey, Blanchard, dan Johnson (1996) mengemukakan tiga kemampuan umum yang dimiliki seorang pemimpin adalah kemampuan dalam: 1) Mendiagnosa, memahami situasi yang akan dipengaruhi; 2) Adaptasi, menentukan kombinasi perilaku dan sumberdaya yang dimiliki dengan situasi yang sesuai; dan 3) Komunikasi, berinteraksi yang mudah dipahami dan diterima dengan orang lain.

Kemampuan memotivasi adalah bentuk keterampilan yang dimiliki oleh seseorang pemimpin dalam melakukan berbagai kegiatan atau cara yang bertujuan memotivasi atau menggerakkan bawahan agar berperilaku seperti yang diinginkan. Kemampuan memotivasi termasuk dalam kategori interpersonal skill (Katz dan Mann dalam Yukl 1998). Keterampilan interpersonal adalah keterampilan untuk melakukan hubungan antar pribadi, meliputi: pengetahuan tentang manusia dan proses-proses hubungan antar pribadi, kemampuan untuk mengerti perasaan, sikap, serta motivasi orang lain dari apa yang mereka katakan dan lakukan (empati, sensitivitas sosial), kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara jelas dan efektif

(kemahiran berbicara, kemampuan menyakinkan orang), serta kemampuan untuk membuat hubungan yang efektif dan kooperatif (kebijaksanaan, diplomasi, keterampilan mendengarkan, pengetahuan mengenai perilaku sosial yang dapat diterima). Keterampilan antar pribadi berperan meningkat efektivitas perilaku pemimpin atau manajer yang berorientasi pada hubungan.

Zulkarnain (2008) menjelaskan tentang tingkat keberhasilan petani hutan rakyat dalam mengelola hutan rakyat, hanya sekitar 3 persen petani yang berhasil sangat baik. Tingkat keberhasilan hutan rakyat dipengaruhi aspek teknis dan aspek sosial ekonomi. Faktor teknis yang berpengaruh adalah pemupukan dan pemeliharaan hutan rakyat. Sedangkan faktor sosial ekonomi yaitu pendapatan dan status lahan. Sumarlan (2012) menjelaskan faktor-faktor penentu kinerja petani hutan rakyat meliputi tingkat motivasi, kesempatan dan kemampuan petani. Lemahnya faktor-faktor penentu kinerja petani menyebabkan rendahnya kinerja petani.

Slamet (1992) menyatakan bahwa umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan dan sikap merupakan faktor-faktor individu yang berhubungan proses difusi inovasi. Mardikanto (1993) menyatakan bahwa, karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain: umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial dan agama. Robbins (1996) mengungkapkan beberapa karakteristik individu, meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungjawab dan pengalaman kerja mempunyai efek terhadap kinerja. Karakteristik individu tersebut akan menjadikan seseorang berperilaku positif yang berarti disiplin dan sebaliknya jika tidak sesuai cenderung berperilaku tidak disiplin.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan dari konsep yang dikemukakan oleh para ahli yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan kinerja individu, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja individu dapat dipengaruhi karakteristik individu.

Roger dan Shoemaker (1983) menjelaskan bahwa kinerja penyuluh adalah personal faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan, karena penyuluh merupakan pekerja profesional yang berusaha berhubungan atau

mengarahkan keputusan inovasi selaras dengan tujuan organisasi lembaga penyuluhan.

Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa, kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang berhubungan cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia. Karakteristik individu yang dapat membentuk kompetensi dan menciptakan kinerja yang baik yaitu: 1) Motif individu, 2) Ciri-ciri fisik, 3) Konsep diri, 4) Pengetahuan dan 5) Kemampuan teknis.

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46 A Tahun 2003 Tanggal 21 Nopember 2003 dinyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan efisien. Padmowihardjo (2004) mengemukakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan rasa tanggungjawab seseorang terhadap tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan agar dapat dicapai hasil yang baik. Kompetensi didukung dengan kemampuan intelektual, kemampuan yang berkaitan dengan kejiwaan, dan kemampuan gerak fisik.

Berdasarkan uraian di atas, maka komponen kompetensi inti yang harus dikuasai penyuluh kehutanan, yaitu: 1) Melaksanakan aksi sosial, 2) Merancang program penyuluhan, 3) Mempertemukan sumberdaya dengan kebutuhan petani, 4) Mengelola informasi, 5) Hubungan interpersonal, 6) Pemahaman organisasi penyuluhan, 7) Kepemimpinan, 8) Mengelola organisasi, 9) Profesionalisme dan 10) Bidang keahlian.

Hasibuan (1995) dan Crawford (2005) berpendapat bahwa, motivasi adalah suatu keahlian atau daya penggerak dalam mengarahkan pegawai dan organisasi yang bisa menyebabkan orang-orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasaan dan tujuan organisasi. Sedangkan perbedaan

dari kedua ahli tersebut yaitu: Hasibuan (1995), menjelaskan motivasi lebih kearah suatu keahlian atau daya penggerak dalam mengarahkan pegawai atau organisasi. Crawford (2005), menjelaskan motivasi lebih terarah pada perilaku orang-orang untuk bertindak dalam mencapai kepuasan dan tujuan organisasi.

Maslow (1956), McClelland (1961) dan Herzberg (2000), mengemukakan persamaan teori motivasi dari aspek kebutuhan individu. Kebutuhan individu yang dimaksud pada teori motivasi yang di kemukakan oleh ketiga ahli tersebut, yaitu kebutuhan dasar, kebutuhan tumbuh, kebutuhan akan berprestasi dan kebutuhan individu akan faktor pemuas.

Berdasarkan konsep-konsep teori motivasi, maka dapat disimpulkan bahwa, motivasi merupakan kondisi yang mendorong, menggerakkan, mengendalikan, membangkitkan kegiatan, menumbuhkan perasaan, pengambilan prakarsa, dan usaha individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor motivasi penyuluh kehutanan yang akan di analisis adalah motivasi kebutuhan untuk berprestasi, motivasi kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan, motivasi kebutuhan untuk berafiliasi dan motivasi dalam mendapatkan pengakuan petani atas tugas yang dilakukan.

Herzberg (2000) mengembangkan dua faktor yang berhubungan kondisi pekerjaan seseorang, yaitu; 1) Faktor pemuas yaitu faktor-faktor yang mendorong berprestasi individu yang sifatnya intrinsik yang berarti bersumber dalam diri seseorang dan 2) Faktor pemelihara yaitu faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupannya.

Lingkungan merupakan faktor-faktor di luar individu yang berhubungan dalam kehidupannya. Lingkungan juga sebuah sistem yang utuh, kolektivitas dari serangkaian sub sistem yang saling berhubungan, saling bergantung dan fungsional satu sama lain, sehingga membentuk suatu kesatuan ekosistem yang utuh (Purba 2002). Sumaryanto dan Siregar (2003) menyatakan bahwa faktor eksternal tidak hanya kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor

eksternal/lingkungan). Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan. Lingkungan dapat digolongkan dalam lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan organisasi (Ainsworth et al 2002). Lingkungan fisik adalah sumberdaya yang tersedia yang dapat mempengaruhi kelancaran pekerjaan, seperti: alat, alat bantu teknologi, dan kondisi fisik (Robbins 1996).

Menurut Lionberger dan Gwin (1982) informasi dapat berupa: 1) Informasi tentang hasil-hasil temuan yang dihasilkan oleh para peneliti (melalui para penyuluh) kepada masyarakat penggunanya, dan 2) Umpan balik (baik berupa laporan keberhasilan maupun masalah yang dihadapi) dari penerapan hasil penelitian yang disampaikan masyarakat pengguna (melalui penyuluh kepada peneliti). Semakin banyak informasi yang dapat dipelajari, semakin tinggi pula pengetahuan dan kreativitas yang dihasilkan dari proses belajar tersebut, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kinerjanya.

Selain lingkungan fisik, lingkungan manusia (sosial) pun sangat menentukan kinerja penyuluh. Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya interaksi pada sekelompok orang atau individu yang secara sukarela menempati kawasan tertentu secara relatif permanen. Jenis lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja penyuluh adalah lingkungan organisasi di mana penyuluh bekerja. Menurut Robbins (1996), struktur organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.

Slamet (2003) juga mengemukakan bahwa struktur organisasi menggambarkan bagaimana organisasi mengatur hubungan antar orang dan antar organisasi. Struktur organisasi merupakan keputusan yang diambil oleh organisasi itu sendiri berdasarkan situasi, kondisi dan kebutuhan organisasi.

Simamora (1996) mengemukakan bahwa tujuan pelatihan dan pengembangan meliputi: 1) Memperbaiki kinerja, 2) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, 3) Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten, 4) Membantu memecahkan persoalan operasional, 5)

Mempersiapkan karyawan untuk promosi, dan 6) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi. Pelatihan dan pengembangan keduanya penting karena merupakan cara yang digunakan organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara dan meningkatkan keahlian serta kompetensi para pegawai agar produktivitas kerjanya meningkat.

Ndraha (1999) mengatakan bahwa terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik, sosial). Dengan kata lain perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi juga karena faktor lingkungan. Baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum. Pendidikan informal dan kebiasaan dalam keluarga akan turut mempengaruhi perkembangan fisik dan mental seseorang. Pengetahuan, kecakapan, dan kecerdasan tidak saja dibentuk di sekolah melalui pendidikan formal atau non formal, tetapi juga melalui pendidikan informal dalam keluarga. Demikian juga lingkungan sosial umum memiliki pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan, sikap, dan keterampilan seseorang.

Dukungan organisasi/lembaga penyuluhan dalam bentuk kekondusifan lembaga secara struktural dan sistematik memungkinkan semua elemen organisasi termasuk penyuluh pertaniannya memiliki modal sosial untuk bekerja sesuai dengan peranannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi diukur dari kinerjanya dalam memuaskan pelanggannya. Pemenuhan kebutuhan pelanggan akan tercapai jika semua elemen organisasi memiliki kapasitas tertentu dalam bentuk kecakapan, kemampuan, strategi, dan sebagainya. Kapasitas penyuluh ditentukan oleh kecakapannya dalam memberikan penyuluhan. Kecakapan (kompetensi) ini akan tercapai jika organisasi/lembaga penyuluhan memiliki berbagai sumberdaya sebagai aspek pendukungnya, baik sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya berupa sistem yang kondusif serta akses untuk memudahkan tercapainya kesepakatan-kesepakatan tersebut.

Dokumen terkait