• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Model Dinamis RTH Kota Manado

Keu Sewa PerusEKONOMI

5.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Model Dinamis RTH Kota Manado

a. Penduduk

Penduduk merupakan kompartemen yang menggambarkan dinamika kependudukan yang diakibatkan oleh perubahan pertambahan penduduk dan pengurangan penduduk. Pertumbuhan penduduk merupakan input yang dipengaruhi oleh laju pertumbuhan dan imigrasi sedangkan pengurangan penduduk merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan penduduk seperti mortalitas, emigrasi dan faktor-faktor lain yang dibuat atau secara proporsional dengan jumlah penduduk. Penduduk mempengaruhi jumlah angkatan kerja, jumlah rumah tangga, dan perubahan produk domestik regional bruto (PDRB). Nilai awal yang digunakan dalam model ini merupakan nilai jumlah penduduk Kota Manado per kecamatan pada tahun 2005. Seperti komposisinya yang disajikan dalam Tabel 10. Nilai inisial ini dibuat dalam bentuk tersusun pada model dinamik (array) menurut wilayah kecamatan dan total Kota Manado. Faktor laju pertumbuhan penduduk dihitung berdasarkan perubahan jumlah penduduk total Kota Manado dari tahun 1996 sampai tahun 2005 seperti pada distribusi dalam Tabel 11. Hasil regresi antar jumlah penduduk (y) dengan tahun/waktu (x)

mengikuti persamaan y = -22360 + 11365x (R2 = 0.996). Oleh karena itu digunakan koefisien laju pertumbuhan penduduk sebesar 11365. Angka kematian atau mortalitas diasumsikan secara acak dari satu sampai dua persen sedangkan angka imigrasi dan emigrasi dibuat berimbang dalam model ini dengan perubahan acak dari satu sampai lima persen. Pengaruh jumlah penduduk ke perubahan jumlah rumah tangga dihitung berdasarkan hasil regresi antara jumlah rumah tangga dengan jumlah penduduk pada sembilan kecamatan. Sehingga diperoleh nilai perubahan jumlah rumah tangga setiap penambahan jumlah penduduk sebesar 0,2318 dengan nilai intercept sebesar 643,23. Dampak perubahan penduduk terhadap angkatan kerja dihitung berdasarkan regresi angkatan kerja dengan jumlah penduduk dengan koefisien sebesar 1,2152 x jumlah penduduk/kecamatan – 273877. Sesuai perubahan pertumbuhan dan pengurangan penduduk, selisihnya setiap tahun merupakan pertambahan jumlah penduduk. Hasil simulasi model menujukkan bahwa perbedaan tidak signifikan antar ketiga skenario. Hal tersebut disebabkan karena dalam model ini tidak difungsikan kembali dampak dari setiap skenario terhadap perubahan jumlah penduduk. Meskipun demikian diketahui bahwa dampak itu mungkin saja terjadi melalui perubahan angka mortalitas mengikuti perubahan kualitas lingkungan dan perbedaan rasio imigrasi dan emigrasi berdasarkan perubahan ekonomi. Oleh karena itu hasil simulasi model memperlihatkan variasi trend pertumbuhan penduduk antar wilayah kecamatan dibanding antar skenario dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan distribusi spasial dan pemerataan penduduk Kota Manado.

48

Tabel 10 Nilai inisial jumlah penduduk tahun 2003 per wilayah kecamatan yang digunakan dalam model

Kecamatan Jumlah Penduduk

Malalayang 53613 Sario 27210 Wanea 58945 Wenang 37955 Tikala 70884 Mapanget 45407 Singkil 47112 Tuminting 45975 Bunaken 18481

Total Kota Manado 405582 Tabel 11 Perubahan Total Penduduk Kota Manado Tahun 1996-2005

Tahun Jumlah 1996 323386 1997 334412 1998 34837 1999 359591 2000 369723 2001 383882 2002 395515 2003 405582 2004 416771 2005 422355

(a)

(b)

Gambar 16 Prediksi jumlah penduduk pada kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) berdasarkan hasil simulasi model skenario bebas.

50

(a)

(b)

Gambar 17 Prediksi jumlah populasi penduduk pada kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) berdasarkan hasil simulasi model skenario agak konservatif.

(a)

(b)

Gambar 18 Prediksi jumlah populasi penduduk pada kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) berdasarkan hasil simulasi model skenario konservatif.

52

Berdasarkan pada gambar 16,17,18, diatas terlihat bahwa profil kurva perubahan penduduk relatif mirip antar kecamatan pada skenario yang sama. Fluktuasi naik turunnya jumlah penduduk menurut waktu disebabkan oleh pengaruh keacakan angka mortalitas, emigrasi, dan imigrasi serta faktor lain yang menyebabkan pengurangan jumlah penduduk. Perbedaan jumlah penduduk antar kecamatan disebabkan karena perbedaan nilai inisial atau nilai awal jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan. Sementara berdasarkan perbedaan antar skenario lebih disebabkan karena pengaruh semua faktor keacakan yang mempengaruhi koefisien dan variabel-variabel yang berhubungan dengan pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk.

Estimasi hasil simulasi model terhadap perubahan jumlah penduduk hingga 20 tahun yang akan datang menunjukkan bahwa pertambahan penduduk dalam sembilan kecamatan bervariasi antara 5235 sampai 20079 jiwa dengan rata-rata 12766 jiwa setara dengan 28,33% dari penduduk mula-mula. Berdasarkan jumlah pertumbuhan penduduk tersebut jika dinyatakan secara linier maka pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya adalah berkisar 261-1004 jiwa dengan rata-rata 639 jiwa per kecamatan per tahun. Prediksi ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk total kota Manado setelah 20 tahun akan datang mencapai sekitar 520471 jiwa atau meningkat sebanyak 28,33% dari total penduduk awal Kota Manado.

Berdasarkan hasil simulasi model ini maka prediksi terhadap jumlah angkatan kerja, jumlah pertambahan penduduk, jumlah rumah tangga, presentase tenaga kerja terserap, serta jumlah penggangguran seperti yang disajikan dalam Gambar 19, 20, 21.

Gambar 19 Perubahan Jumlah angkatan kerja, Pertambahan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Persentase Tenaga Kerja Terserap, dan Jumlah Pengangguran pada

skenario bebas.

Gambar 20 Perubahan Jumlah angkatan kerja, Pertambahan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Persentase Tenaga Kerja Terserap, dan Jumlah Pengangguran pada

54

Gambar 21 Perubahan Jumlah angkatan kerja, Pertambahan Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, Persentase Tenaga Kerja Terserap, dan Jumlah Pengangguran pada

skenario konservatif.

Perbedaan profil kurva diatas bukan berarti disebabkan oleh hasil skenario tetapi disebabkan oleh perbedaan angka keacakan ketika masing-masing skenario dijalankan. Dengan demikian untuk melihat hubungan antara perubahan jumlah penduduk dengan kelima variabel tersebut, harus ditunjukkan pada ketiga skenario agar bersesuaian dengan jumlah penduduk pada setiap menjalankan satu skenario. Angkatan kerja, jumlah rumah tangga dan presentase tenaga kerja terserap menujukkan trend meningkat yang sebenarnya mengikuti jumlah penduduk. Pertambahan penduduk berfluktuasi secara acak disebabkan oleh selisih antara pertumbuhan penduduk dengan pengurangan yang berubah secara acak. Kecenderungan penurunan jumlah pengangguran disebabkan karena peningkatan jumlah tenaga kerja terserap yang melebihi laju pertumbuhan angkatan kerja.

Proyeksi kepadatan penduduk berdasarkan lahan dihitung relatif terhadap luas lahan layak mukim sesuai topografi (asumsi bahwa hanya lahan yang layak mukim yang akan dikonversi menjadi lahan pemukiman) diperoleh dari simulasi model ini setelah 20 tahun yang akan datang maka kepadatan penduduk bervariasi antar kecamatan. Variabilitas ini ditentukan oleh keragaman jumlah penduduk dan luas lahan layak mukim

di masing-masing wilayah kecamatan. Karena luas lahan layak mukim yang dihitung berdasarkan topografi adalah tetap maka perubahan kepadatan penduduk sangat ditentukan oleh perubahan jumlah penduduk sehingga profil kurva yang ditampilkan cenderung mirip dengan kurva perubahan jumlah penduduk (Gambar 22 sampai 24).

(a)

(b)

Gambar 22 Kepadatan Penduduk Luas Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) pada skenario bebas.

56

(a)

(b)

Gambar 23 Kepadatan Penduduk Luas Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) pada skenario agak konservatif.

(a)

(b)

Gambar 24 Kepadatan Penduduk Luas Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a) dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, Wenang (b) pada skenario konservatif.

58

Kepadatan penduduk yang dihitung dari jumlah penduduk terhadap luas lahan layak mukim menurut estimasi model pada sembilan kecamatan mengalami peningkatan yang berkisar antara 2,38 sampai 43,99 jiwa per hektar dengan rata-rata 9,35 jiwa per hektar selama 20 tahun. Nilai peningkatan kepadatan penduduk ini setara dengan 0,119 sampai 2,1995 jiwa per hektar per tahun atau rata-rata total kota Manado 0,4675 jiwa per hektar per tahun. Berdasarkan Tabel 12 terhitung kepadatan penduduk yang melebihi rata-rata kepadatan dari sembilan kecamatan diantaranya adalah kecamatan Sario, Wanea, Tuminting, Singkil, dan Wenang. Kepadatan tertinggi di kecamatan Sario disebabkan karena luas lahan di kecamatan tersebut cukup sempit sementara penduduknya cukup banyak sehingga menurut estimasi model kepadatan penduduk di kecamatan ini dapat mencapai hampir 200 (199,25) jiwa per hektar. Sebaliknya kepadatan penduduk di kecamatan Bunaken sangat rendah dan menurut estimasi model setelah 20 tahun kepadatan penduduk di wilayah kecamatan ini hanya mencapai 10,78 jiwa per hektar. Pembandingan kepadatan penduduk antar dua kondisi ekstrim antara kecamatan Sario dengan kecamatan Bunaken menunjukkan kesenjangan yang sangat tinggi karena dapat dikatakan bahwa rasio kepadatan penduduk antar kedua kecamatan tersebut mencapai 20 (18,48) kali lipat.

Kesimpulan umum yang diperoleh dari hasil simulasi model ini adalah terjadi perbedaan atau distribusi kepadatan penduduk yang tidak merata antar wilayah kecamatan di Kota Manado berdasarkan alokasi luas lahan layak mukim.

Tabel 12 Kepadatan penduduk berdasarkan luas lahan layak mukim pada setiap wilayah kecamatan dan hasil estimasi model

Kecamatan

Kepadatan penduduk (jiwa/ha LLM) Awal Setelah 20 Thn Pertambahan

Mapanget 90,67 97,88 7,21 Sario 202,23 252,29 50,06 Malalayang 119,19 136,93 17,74 Wanea 124,87 125,16 0,29 Tikala 108,69 102,71 -5,98 Bunaken 91,44 89,47 -1,97 Tuminting 167,36 172,71 5,35 Singkil 187,7 198,43 10,73 Wenang 164,88 199,02 34,14

Total Kota Manado 128,05 136,97 8,92

b. Penggunaan Lahan

Luas penggunaan lahan atau yang menunjuk pada fungsi lahan meliputi enam komponen : pemukiman, pertanian, hutan, perusahaan, industri, dan jasa. Dalam model ini simulasi lebih ditekankan pada perubahan komponen lahan untuk pemukiman dan pertanian. Pertambahan lahan untuk pemukiman yang diakibatkan oleh pertambahan penduduk lebih didominasi oleh konversi lahan pertanian yang diprioritaskan pada lahan yang layak mukim sesuai dengan topografinya yaitu; landai dengan kemiringan 0-8%, dan berombak dengan kemiringan 8-15%. Besarnya pertambahan lahan untuk pemukiman hampir seimbang dengan pengurangan lahan untuk pertanian. Simulasi model ini membedakan pertambahan luas lahan pemukiman pada masing-masing wilayah kecamatan berdasarkan skenario yang disusun dan berdampak lanjut pada persentase alokasi lahan untuk RTH. Hasil simulasi model menunjukkan selama 20 tahun pada ketiga skenario menyebabkan peningkatan luas lahan untuk pemukiman dalam jumlah yang sedikit bervariasi. Peningkatan lahan pemukiman ini mengikuti perubahan jumlah penduduk. Variasi kebutuhan lahan per unit pemukiman terlihat antar kecamatan di Kota Manado ( Tabel 13) Besarnya jumlah unit rumah tangga dan kebutuhan lahan per unit serta laju pertumbuhan penduduk yang berbeda antar kecamatan menyebabkan

60

perbedaan peningkatan luas lahan pemukiman antar wilayah kecamatan (Gambar 24,25,26).

Tabel 13 Initial Kebutuhan Lahan per Unit Pemukiman di setiap Kecamatan

Kecamatan Luas Pemukiman (Ha) Jumlah Rumah Tangga (unit) Luas Lahan per Unit RT (Ha/RT) Mapanget 500,8 11169 0,0400 Sario 134,55 6951 0,0200 Malalayang 449,8 13071 0,0300 Wanea 472,05 14307 0,0300 Tikala 652,15 17074 0,0400 Bunaken 202,1 4927 0,0400 Tuminting 274,7 11300 0,0200 Singkil 251 11564 0,0200 Wenang 230,2 9441 0,0300

Total Kota Manado 3167,35 94657 0,0300

(b)

Gambar 25 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario bebas.

62

(a)

(b)

Gambar 26 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario agak konservatif.

(a)

(b)

Gambar 27 Luas Penggunaan Lahan Pemukiman di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario konservatif.

Pola peningkatan luas pemukiman mengikuti jumlah penduduk yang cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun akibatnya adalah terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk pemukiman yang besarnya tergantung pada pertambahan penduduk dan kebutuhan lahan per unit pada masing-masing wilayah kecamatan. Hasil simulasi pada tiga skenario yang dijalankan menunjukkan pola perubahan kebutuhan lahan untuk pemukiman, kebutuhan lahan per unit rumah tangga dan jumlah penduduk seperti ditunjukkan pada gambar 28,29,30 .

64

Gambar 28 Kebutuhan penggunaan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumahtangga, dan pertambahan penduduk total kota manado berdasarkan hasil simulasi skenario bebas.

Gambar 29 Kebutuhan penggunaan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumah tangga, dan pertambahan penduduk total kota manado berdasarkan hasil simulasi skenario agak konservatif.

Gambar 30 Kebutuhan lahan untuk pemukiman, kebutuhan penggunaan lahan per unit rumah tangga, dan pertambahan penduduk total kota manado berdasarkan hasil simulasi skenario konservatif.

Asumsi berdasarkan hasil simulasi pada tiga gambar diatas terlihat bahwa dengan nilai kebutuhan lahan per unit rumah tangga yang tetap pada ke tiga skenario ternyata memiliki kebutuhan lahan untuk pemukiman yang berbeda. Kecenderungan kebutuhan lahan untuk pemukiman yang lebih tinggi di skenario konservatif disebabkan karena persiapan peruntukkan untuk RTH. Disamping itu alokasi persebaran tambahan luas pemukiman pada skenario tiga dibuat secara merata berdasarkan proporsi luas lahan layak mukim (PLLLM dalam diagram model) sesuai topografi dari total luas lahan pemukiman di masing-masing wilayah kecamatan. Perbedaan penting yang disebabkan dari alokasi tambahan pemukiman ini adalah persebaran penduduk yang lebih membuka peluang lebih merata antar wilayah kecamatan yang dapat direalisasikan melalui program translokasi penduduk.

66

Konsekuensi dari pertambahan luas pemukiman adalah penurunan luas lahan pertanian akibat konversi pada pemukiman. Besarnya penurunan luas lahan pertanian berbanding lurus dengan laju pertambahan luas pemukiman. Pada kecamatan-kecamatan yang luas pertaniannya sampai pada ambang batas untuk mengakomodasi kebutuhan lahan pemukiman menyebabkan penurunan luas hutan termasuk kategori lahan yang tidak layak mukim ketika skenario bebas dijalankan. Hal ini berarti bahwa ketika skala pelaksanaan tata ruang sangat rendah (skenario bebas) pertambahan luas pemukiman terus mengikuti pertumbuhan penduduk dengan mengkonversi lahan yang tidak layak mukim pada saat lahan yang layak mukim sudah habis. Berbeda dengan pada skenario agak konservatif dan konservatif terhadap lahan yang tidak layak mukim tetap dilakukan sehingga tidak terjadi konversi lahan yang tidak layak mukim dijadikan pemukiman. Hasil simulasi model padat tiga skenario memperlihatkan pola penurunan luas lahan pertanian pada masing-masing wilayah kecamatan seperti disajikan dalam Gambar 31, 32, 33.

(b)

Gambar 31 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario bebas.

68

(a)

(b)

Gambar 32 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario agak konservatif.

(a)

(b)

Gambar 33 Luas Penggunaan Lahan Pertanian di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario konservatif.

70

Berdasarkan ketiga gambar diatas nampak bahwa pada wilayah kecamatan sario

yang tidak memiliki lahan pertanian kurva menunjukkan datar dari awal hingga tahun terakhir hasil simulasi. Sementara di kecamatan wenang yang luas lahan pertaniannya sedemikian kecilnya pada skenario bebas terus mengalami penurunan yang drastis sampai habis dikonversi menjadi lahan pemukiman. Berbeda dengan di skenario konservatif alokasi pertambahan pemukiman diatur sesuai presentase luas lahan layak mukim yang tersisa sehingga penurunan lahan pertanian di kecamatan wenang tetap rendah karena hanya sebagian kecil dari sedikit sisa lahan pertanian yang tersisa. Pada dasarnya output utama yang diperoleh dari perbedaan skenario ini adalah pemerataan konversi lahan pertanian menjadi pemukiman antar wilayah kecamatan yang diatur pada

skenario konservatif tetapi tidak diatur pada skenario bebas dan agak konservatif.

c. RTH

Luas RTH meliputi empat komponen : hutan kota, taman kota, jalur hijau jalan dan jalur hijau sungai, termasuk pertanian dan hutan. Nilai awal masing-masing komponen tersebut yang digunakan dalam model ini diperinci per kecamatan menggunakan data seperti dalam Tabel 14. Hasil skenario bebas selama 20 tahun diperoleh perubahan luas RTH pada sembilan kecamatan untuk tiga skenario. Secara keseluruhan perubahan RTH total Kota Manado berdasarkan tiga skenario yang dijalankan didapatkan seperti ditunjukkan dengan diagram dalam Gambar 34.

Berdasarkan Gambar 34 terlihat bahwa pada skenario bebas terjadi penurunan luas total RTH Total Kota Manado. Sedangkan pada skenario agak konservatif dan

skenario konservatif terlihat kecenderungan peningkatan RTH. Perubahan total RTH yang signifikan antar skenario agak konservatif dan konservatif dengan skenario bebas

disebabkan karena pada skenario agak konservatif dan konservatif terdapat penambahan empat komponen RTH yaitu hutan kota, taman kota, jalur hijau jalan dan jalur hijau sungai, dan tidak mengkonversi lahan hutan dan pertanian yang topografinya tidak layak mukim.

Berbeda pada skenario bebas yang mengkonversi lahan hutan maupun pertanian yang tidak layak mukim dan tidak ada penambahan empat komponen RTH pada setiap

lahan pemukiman. Akibatnya adalah terjadi penurunan luas RTH mengikuti laju pertumbuhan penduduk yang lebih cepat pada skenario bebas dibanding skenario agak konservatif dan konservatif. Luas RTH taman kota dari hasil simulasi tiga skenario disajikan dalam gambar 35, 36,dan 37.

Tabel 14 Luas (Ha) Nilai Initial Ruang Terbuka Hijau pada setiap Kecamatan di Kota Manado Kecamatan Hutan Kota Taman Kota Jalur Hijau Jalan Jalur Hijau

Sungai Pertanian Hutan

Total RTH Mapanget 0,3 2,4 0,03 0,13 5024,2 87,5 5112,17 Sario 0 1,4 0,02 0,2 0 0,3 0,52 Malalayang 3,7 1,28 0,03 0,06 1126,15 14,5 1144,43 Wanea 0 0,16 0,02 0,12 225,35 6,05 231,53 Tikala 0,5 0,34 0,02 0,15 770,2 20,75 791,62 Bunaken 219,5 0,25 0,02 0 3817,7 171,75 4208,98 Tuminting 0 0 0,02 0,2 136 0,8 137,02 Singkil 0 0,08 0,02 0,03 199 4,2 203,26 Wenang 0 0,47 0,03 0,2 3 5,6 8,83 Total Kota Manado 224 6,38 0,21 1,09 11301,6 311,45 11838,36

72 11600 11650 11700 11750 11800 11850 11900 11950 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 Tahun Ke... L u a s T o ta l R T H (H e k ta r )

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Gambar 34 Perubahan luas RTH Total Kota Manado berdasarkan hasil simulasi

pada tiga skenario.

(b)

Gambar 35 Luas RTH Taman Kota di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario bebas.

74

(b)

Gambar 36 Luas RTH Taman Kota di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b). Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario agak konservatif.

(b)

Gambar 37 Luas RTH Taman Kota di kecamatan Mapanget, Sario, Malalayang, Wanea, Tikala (a), dan kecamatan Bunaken, Tuminting, Singkil, dan Wenang (b) Hasil simulasi selama 20 tahun pada skenario konservatif.

Pola perubahan komponen RTH lainnya yaitu ; jalur hijau sungai dan jalur hijau jalan cenderung mengikuti pola perubahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 37 . Hal ini disebabkan karena komponen tersebut mengikuti perubahan luas wilayah pemukiman yang bertambah menurut jumlah penduduk. Mekanisme pertambahan luas RTH dapat dijelaskan melalui dinamika pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh pertambahan luas lahan pemukiman dan skala pelaksanaan tata ruang. Ketika tata ruang tidak dapat dijalankan atau kurang dapat diterapkan maka yang dijalankan pada skenario satu dalam model ini yakni tambahan luas lahan pemukiman yang tidak diikuti pertambahan luas RTH bahkan menyebabkan penurunan karena pembangunan pemukiman tidak mengindahkan tata ruang. Dalam kondisi tersebut konversi lahan pertanian dan jalur terbuka hijau lainnya yang ada selama ini dapat terjadi di semua kecamatan akibatnya kecenderungan penurunan luas RTH mengikuti peningkatan jumlah penduduk.

76

Berdasarkan hasil simulasi model ini maka rasio empat komponen RTH terhadap total luas lahan, total luas pemukiman setelah 20 tahun diperoleh hasil seperti dalam lampiran 5. Secara spesifik bahkan rasio empat komponen RTH lebih memungkinkan untuk di kelola yaitu taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, dan jalur hijau sungai, dengan luas pemukiman pada masing-masing kecamatan dapat diestimasi. Hasil simulasi model pada skenario bebas menunjukkan bahwa terjadi penurunan dari awal hingga 20 tahun terakhir rasio empat komponen RTH dengan lahan pemukiman. Hasil simulasi rasio 4 komponen RTH terhadap luas lahan pemukiman pada skenario agak konservatif

dan konservatif seperti ditunjukkan dalam gambar 38, 39 & 40.

(b)

Gambar 38 Perubahan Rasio 4 komponen RTH terhadap luas lahan pemukiman pada masing-masing kecamatan berdasarkan hasil simulasi hasil skenario bebas.

Perbedaan hasil simulasi pada skenario agak konservatif terlihat pada perubahan rasio empat komponen RTH terhadap luas pemukiman yang telah menunjukkan tendensi meningkat yang mana pada skenario bebas terus mengalami penurunan. Skala peningkatan rasio RTH terhadap total luas lahan dan rasio empat komponen RTH mengalami peningkatan lebih tajam pada skenario konservatif penyebabnya adalah lebih meningkatnya proporsi RTH terhadap pemukiman. Secara umum pada tiga skenario terjadi penurunan rasio RTH terhadap total luas pemukiman karena laju pertambahan luas pemukiman lebih besar dari laju pertambahan RTH. Kondisi ini jelas menyebabkan semakin menurunnya rasio RTH terhadap total luas pemukiman.

78

(a)

(b)

Gambar 39 Perubahan Rasio 4 komponen RTH terhadap luas lahan pemukiman pada masing-masing kecamatan berdasarkan hasil simulasi hasil skenario agak konservatif.

(a)

(b)

Gambar 40 Perubahan Rasio 4 komponen RTH terhadap luas lahan pemukiman pada masing-masing kecamatan berdasarkan hasil simulasi hasil skenario konservatif.

80

Jika pada tiga gambar diatas menunjukkan atau mempresentasikan rasio empat komponen RTH terhadap luas lahan pemukiman maka variasi yang terjadi antar kecamatan sangat ditentukan oleh ; pertumbuhan jumlah penduduk, luas lahan pemukiman, dan total luas lahan pada masing-masing wilayah kecamatan.

Berdasarkan hasil simulasi pada ketiga skenario maka setelah 20 tahun diperoleh nilai rasio antar empat RTH terhadap luas lahan pemukiman, rasio RTH terhadap total luas lahan dan rasio RTH terhadap luas lahan pemukiman diperkirakan seluas seperti disajikan pada tabel 15,16.

Tabel 15 Perubahan Rasio RTH : Total Luas Lahan setelah 20 tahun berdasarkan hasil estimasi pada tiga skenario

Awal Akhir Kecamatan S1 S2 S3 Mapanget 0,88 0,87 0,88 0,88 Sario 0,00 0,00 0,00 0,00 Malalayang 0,67 0,66 0,68 0,72 Wanea 0,29 0,29 0,34 0,33 Tikala 0,52 0,52 0,56 0,56 Bunaken 0,94 0,94 0,94 0,94 Tuminting 0,32 0,32 0,36 0,34 Singkil 0,43 0,43 0,47 0,47 Wenang 0,02 0,02 0,02 0,02

Total Kota Manado 0,75 0,75 0,76 0,76

Tabel 16 Perubahan RTH : Luas Lahan Pemukiman setelah 20 tahun berdasarkan hasil estimasi pada tiga skenario

Awal Akhir Kecamatan S1 S2 S3 Mapanget 10,21 8,76 7,74 7,74 Sario 0 0 0 0 Malalayang 2,54 2,32 2,08 1,36 Wanea 0,49 0,39 0,4 0,37 Tikala 1,21 0,91 0,86 0,67 Bunaken 20,83 16,2 14,25 14,28 Tuminting 0,5 0,41 0,41 0,39 Singkil 0,81 0,68 0,65 0,53 Wenang 0,04 0,04 0,04 0,04

Luasnya wilayah hutan kota di Kecamatan Bunaken jauh melampaui luas lahan pemukiman dan total luas lahan menyebabkan tingginya rasio di kecamatan Bunaken. Implikasinya adalah jika pembangunan pemukiman di Kecamatan Bunaken dalam jangka cukup lama tidak menyebabkan gangguan yang disebabkan oleh rasio RTH yang rendah. Sebaliknya di beberapa kecamatan lain jika dibiarkan pembangunan pemukiman yang tidak mengindahkan kebijakan tata ruang yang menyediakan RTH maka hasilnya memperlihatkan bahwa rasio RTH yang tidak proporsional. Dari simulasi ini tergambar bahwa yang melaksanakan tata ruang dalam skala agak konservatif atau konservatif diperoleh hasilnya dalam 20 tahun yang akan datang hampir di semua kecamatan telah

Dokumen terkait