• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaan Penelitian

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan

Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan manajer

commit to user

27

cenderung tidak menyukai risiko (risk averse). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100% sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan, termasuk kebijakan dividen. Lebih lanjut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kondisi di atas merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of the decision-making and risk bearing functions of the firm. Manajemen tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham (principal). Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status.

Pada agency theory yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Daves (2004) tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham.

Dalam konteks agency cost model yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost

commit to user

28

yang timbul dari potensi conflict of interest antara agent (manajer) dengan principal (pemilik perusahaan) akibat adanya pemisahan antara kedua belah pihak tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan kepentingan principal. Dasar dari agency cost model ini adalah ketika manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investor/pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari mekanisme ini adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi (Sugeng 2009). Namun, sebagaimana dikemukakan Easterbrook (1984) bahwa efektivitas dividen sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pula pada sarana-sarana monitoring yang lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial (managerial ownership) yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal. Hal yang sama juga bisa terjadi di perusahaan dengan large block shareholder (pemegang saham dalam jumlah besar) yang biasanya terdiri dari para pemegang saham institusi (institutional shareholder) yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengendalikan manajer. Adanya large block holder mengindikasikan tingkat disperse dari pemegang saham oleh pihak luar perusahaan lebih kecil. Di dalam situasi demikian perusahaan tidak perlu membayar dividend payout yang tinggi

commit to user

29

untuk mengendalikan agency cost. Rasionalnya adalah bahwa dengan kepemilikan manajerial yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham, sedangkan dengan terdapatnya large block shareholder yang tinggi monitoring dapat dilakukan secara lebih efektif oleh pemegang saham (Sugeng 2009)

b. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Kania dan Bacon, 2005). Proporsi kepemilikan saham oleh institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih insentif sehingga dapat membatasi perilaku oportunistik manajer, yang dapat berupa pelaporan laba oleh manajemen secara oportunistik untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya (Siregar et.al 2005).

Menurut teori keagenan, sebagaimana dikemukakan Jensen dan Meckling (1976) dinyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (agency conflict). Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dividen (Kania dan Bacon, 2005; Myers dan Bacon, 2004; Weston dan Copeland, 1997).

Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan tersebut, kos ini dinamakan kos keagenan (agency cost). Ada beberapa pendekatan yang dapat

commit to user

30

dilakukan untuk mengurangi agency cost, yaitu: (1) dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, (2) dengan meningkatkan dividend payout ratio, (3) meningkatkan pendanaan dengan utang, (4) institutional investor sebagai monitoring agents. Adapun peranan kepemilikan

institusional ini (Moh’d et al, 1995 dalam Kania dan Bacon, 2005) menyatakan

bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) akan dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

c. Profitabilitas

Return On Assets (ROA)/Return On Investment (ROI) sebagaimana dikemukakan oleh Ang (1997) adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. ROA/ROI diukur dari laba bersih setelah pajak (earnings after tax) terhadap total aset yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas. ROA/ROI, sebagai salah satu ukuran profitabilitas, juga merupakan ukuran efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROA/ROI

commit to user

31

menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian investasi (return) yang semakin besar.

Menurut Hanafi (2004) perusahaan yang memiliki aliran kas atau profitabilitas yang baik akan bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Hal sebaliknya akan terjadi, jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan sering menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham.

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang dan merupakan indikator keberhasilan operasi perusahaan. Hartono (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.

Oleh karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan selama suatu periode tertentu, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayarkan porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Damayanti dan Achyani 2006).

Dividen merupakan bagian dari laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh

commit to user

32

keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya, seperti beban bunga dan pajak. Karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan total aset (Chang dan Rhee 1990).

d. Financial Leverage

Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengkur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki oleh perusahaan (Ang 1997). Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Semakin besar rasio yang ditunjukkan semakin besar kewajiban yang ditanggung perusahaan dan semakin rendah rasio DER menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk kepentingan tersebut, ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto 2001). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang

commit to user

33

tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen (Suharli 2007).

Prihantoro (2003) menyatakan bahwa debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi utang dalam struktur modal suatu perusahaan, maka semakin besar jumlah kewajiban yang harus ditanggung oleh perusahaan, dengan demikian semakin besar pula risiko yang harus dihadapi atau ditanggung oleh perusahaan.

Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham sebagai bentuk dividen yang akan diterimanya, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan penyelesaiannya daripada pembagian dividen (Prihantoro 2003). Jika beban utang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga debt to equity ratio mempunyai hubungan dengan dividend payout ratio.

e. Ukuran Perusahaan

Farinha (2002) menyatakan bahwa ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor penting yang bukan saja hanya sebagai proksi pada biaya keagenan tatapi juga dengan biaya transaksi yang berhubungan dengan penerbitan saham sehubungan dengan ukuran perusahaan. Smith dan Watts (1992) menunjukkan dasar teori bahwa pengaruh dari ukuran perusahaan terhadap dividend payout ratio sangat kuat. Perusahaan besar dengan akses pasar yang

commit to user

34

lebih baik seharusnya membayar dividen yang tinggi kepada para pemegang sahamnya, sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki hubungan yang positif (Farinha 2002).

Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan banyak mengalami kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dalam rangka memperoleh dana yang lebih besar, maka perusahaan dengan size yang besar memiliki rasio pembayaran dividen lebih tinggi daripada perusahaan dengan size yang kecil (Chang dan Rhee 1990).

B.Pengembangan Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan empat variabel independen yaitu: kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, profitabilitas dan financial leverage, dan satu variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan. Adapaun variabel dependen dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen. Pengaruh masing-masing variabel independen dan variabel kontrol dengan variabel dependen diuraikan berikut ini:

Dokumen terkait