• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Manfaan Penelitian

2. Teori-Teori Terkait Dividend Payout

Ketika manajemen memutuskan berapa banyak kas yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer harus senantiasa memperhatikan bahwa sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akibatnya, rasio pembayaran sasaran (target payout ratio), yang dinyatakan sebagai persentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, sebaiknya sebagian besar didasarkan pada preferensi investor (Brigham dan Houston 2006). Beberapa teori yang berkaitan dengan dividend payout beserta asumsi-asumsi yang mendasarinya, antara lain:

commit to user

18

1. Dividend Irrelevant Theory

Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa kebijakan dividen (dividend policy) sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh pada baik nilai (harga saham) maupun biaya modalnya. Miller dan Modigliani (MM) menyatakan bahwa nilai sebuah perusahaan akan tergantung hanya pada laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi dividen dan saldo laba ditahan. Secara teori Miller dan Modigliani berpendapat bahwa setiap pemegang saham dapat membuat kebijakan dividennya sendiri. Untuk membuktikan teorinya, Miller dan Modigliani mengemukakan asumsi sebagai berikut:

a) Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan. b) Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi.

c) Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio.

d) Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang.

e) Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor.

2. Bird in the hand theory

Gordon dan Litner (1963) dalam Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal (capital gain) yang akan dihasilkan dari

commit to user

19

laba ditahan. Terkait hal ini Miller dan Modigliani (1961) dalam Brigham dan Houston (2006) berpendapat dan telah membuktikannya secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio. Argumen Gordon dan Litner tersebut oleh MM disebut sebagai pemikiran burung di tangan (bird in the hand). Selanjutnya Gordon dan Litner (1963) dalam Brigham dan Houston (2006) beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividendpayout tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru.

3. Tax preference theory

Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarip lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Sebaliknya, jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen Brigham dan Houston (2006). Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain

commit to user

20

dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen.

4. Pecking Order Hypothesis (POH)

Berdasarkan Pecking Order Hypothesis (POH) dinyatakan bahwa perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal. Kecukupan dana internal dapat dilihat dari besarnya laba, laba ditahan, atau arus kas. Apabila dana eksternal dibutuhkan, maka perusahaan lebih mengutamakan penggunaan utang daripada ekuitas. POH pertama kali diperkenalkan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984. Ide dasar POH sangat sederhana, yaitu perusahaan membutuhkan dana eksternal hanya apabila dana internal tidak cukup dan sumber dana eksternal yang lebih diutamakan adalah utang daripada emisi saham. Myers dan Majluf (1084) dalam Brigham dan Daves (2004) menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal karena asimetri informasi tersebut menyebabkan pendanaan eksternal terlalu mahal bagi perusahaan. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa perusahaan tergantung pada internal funds karena ingin memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang sudah ada. Penjualan saham baru bukan kepentingan dari pemegang saham yang sudah ada melainkan hanya akan mengakibatkan penurunan nilai saham yang sudah ada. Perusahaan akan memilih utang dibanding external equity apabila memerlukan dana eksternal. Dengan

commit to user

21

menerbitkan utang bebas risiko (risk free debt) maka tidak akan berdampak terhadap nilai saham yang sudah ada ataupun dengan penerbitan utang berisiko mempunyai pengaruh lebih sedikit terhadap nilai saham yang sudah ada dibandingkan dengan menerbitkan saham baru.

Pecking Order Hypothesis ini mendasarkan diri pada empat asumsi, yaitu:

a) Dividend policy bersifat konstan (sticky), b) Lebih baik dana internal dibanding eksternal,

c) Bila menggunakan dana eksternal pilih surat berharga bebas risiko,

d) Jika diperlukan banyak dana eksternal maka memilih urutan surat berharga dari risk free debt, risky debt, convertible security, saham preferen, common stock.

5. Teori Pensinyalan/Hipotesis Kandungan Informasi (signaling theory)

Ketika MM mengemukakan teori irelevansi dividen, mereka berasumsi bahwa setiap orang, baik investor maupun manajer, memiliki informasi yang identik dengan laba dan dividen perusahaan di masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, investor yang berbeda akan memiliki pandangan yang berbeda mengenai baik tingkatan pembayaran dividen di masa depan maupun ketidakpastian yang inhern di dalam pembayaran-pembayaran tersebut, dan para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek-prospek masa depan daripada pemegang saham publik.

Brigham dan Houston (2006) mengemukakan bahwa adanya peningkatan dividen yang sering disertai dengan peningkatan harga saham telah lama diamati,

commit to user

22

sedangkan pemotongan dividen biasanya akan mengarah pada penurunan harga saham. Hal ini menjadi indikasi bahwa investor, secara agregat, lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Namun demikian MM berpendapat sebaliknya, bahwa kenaikan dividen yang lebih tinggi daripada yang diharapkan adalah suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik. Sebaliknya, pengurangan dividen, atau peningkatan yang lebih kecil daripada yang diharapkan, adalah suatu sinyal bahwa manajemen sedang meramalkan laba yang buruk di masa mendatang. Jadi, MM berpendapat bahwa reaksi investor terhadap perubahan kebijakan dividen tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada saldo laba ditahan. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa perubahan harga setelah tindakan- tindakan dividen yang diambil sebenarnya menunjukkan bahwa terdapat kandungan informasi, atau pensinyalan (information signaling content) yang penting di dalam pengumuman dividen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan signaling theory dinyatakan bahwa investor akan memandang perubahan dividen sebagai suatu sinyal peramalan laba oleh manajemen (Brigham dan Houston 2006).

6. Clientele Theory of Dividend

Clientele Theory of Dividend merupakan teori yang menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Beiner (2001) menyatakan bahwa kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi. Dan sebaliknya, kelompok investor yang tidak

commit to user

23

begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

Dengan demikian kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar-kecilnya dividen yang akan dibayarkan, ada perusahaan yang sudah merencanakannya dengan menetapkan target DPR didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak. Untuk dapat membayar dividen perusahaan dapat membuat suatu rencana pembayarannya. Brigham dan Houston (2006) dalam hal ini mengemukakan bahwa:

a) Perusahaan mempunyai target DPR jangka panjang,

b) Manajer menfokuskan pada tingkat perubahan dividen daripada tingkat absolut,

c) Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi DPR.

d) Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2006) bahwa jika sebuah perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membayarkan dividen, para pemegang saham yang membutuhkan laba saat ini akan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Nilai dari saham mereka mungkin akan naik, tetapi mereka akan terpaksa harus bersusah payah menjual beberapa saham mereka untuk memperoleh kas. Beberapa investor institusional

commit to user

24

(atau perwakilan individu-individu) juga akan secara legal dihalangi dari menjual

sahamnya dan kemudian “menghabiskan modal”. Di lain pihak, para pemegang

saham yang menabung dan bukannya menghabiskan dividen mungkin lebih menyukai kebijakan dividen yang rendah, karena semakin kecil dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin kecil pajak saat ini yang harus dibayarkan oleh para pemegang saham, dan semakin kecil pekerjaan yang harus dilakukan untuk menginvestasikan kembali dividen setelah pajak mereka. Karena itu, investor yang menginginkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan investor yang tidak membutuhkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang rendah.

Brigham dan Houston (2006) juga mengemukakan bahwa seperti pemegang saham yang dapat berganti perusahaan, perusahaan juga dapat mengubah kebijakan dividennya dari satu kebijakan ke kebijakan yang lain dan kemudian membiarkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan yang baru menjual sahamnya kepada investor lain yang menyukainya. Dalam teori Clientele Effect dinyatakan bahwa satu pelanggan sama baiknya dengan pelanggan yang lain, sehingga adanya efek pelanggan tidak selalu dapat diartikan bahwa kebijakan dividen lebih baik daripada kebijakan yang lain.

7. Arbritage Pricing Theory (APT)

Menurut Arbritage Pricing Theory (APT) dinyatakan bahwa investor dalam mencari keuntungan tidak perlu melakukan portofolio optimal. Investor tinggal mengamati perubahan harga dan mencari faktor-faktor yang

commit to user

25

mempengaruhi perubahan itu, baik yang berasal dari faktor makro maupun faktor khas (unique factors) dalam perusahaan atau yang lebih banyak dikenal dengan sebutan faktor fundamental.

Dalam teori investasi pada pasar uang dan pasar modal, investor akan melakukan pembelian saham atau menjual saham bergantung pada apakah return saham lebih besar hasilnya dibandingkan dengan deposito atau bunga obligasi. Jadi penilaian layak tidaknya investor memegang saham akan dilihat apakah return (perubahan harga saham) lebih menguntungkan. Faktor fundamental merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan (emiten) yang meliputi kondisi manajemen, sumber daya manusia, dan kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis fundamental yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dengan basis suku bunga dan pendekatan rasio PER (P/E ratio approach). Pendekatan nilai sekarang disebut juga sebagai metode kapitalisasi laba (capitalization of income method) karena merupakan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa yang akan datang, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan

commit to user

26

mendiskontokan nilai-nilai arus kas (cash flow) di masa depan menjadi nilai sekarang (Hartono 2011).

Analisis fundamental pada dasarnya adalah melakukan analisis historis atas kekuatan keuangan dari suatu perusahaan yang sering disebut sebagai company analysis. Data yang digunakan adalah data historis, artinya data yang telah terjadi dan mencerminkan keadaan keuangan yang sebenarnya pada saat analisis. Dalam company analysis, para pemodal atau investor akan mempelajari laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi kecenderungan atau pertumbuhan yang mungkin ada, mengevaluasi efisiensi operasional dan memahami sifat dasar dan karakteristik operasional perusahaan tersebut.

Hal penting dan biasanya menjadi pusat perhatian investor maupun para analis keuangan (financial analyst) dalam menganalisis data historis adalah posisi keuntungan kompetitif perusahaan, profit margin dan pertumbuhan laba perusahaan, likuiditas aktiva perusahaan terutama berhubungan dengan kemampuan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tingkat leverage (penggunaan dana pinjaman) terhadap shareholders equity dan pertumbuhan operasional penjualan perusahaan (Ang 1997).

3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen

Dokumen terkait