• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Faktor-faktor yang Memengaruhi Preeklampsi/Eklampsi

Usia reproduksi yang sehat bagi seorang wanita adalah 20-35 tahun. Pada usia tersebut bentuk dan fungsi alat reproduksi sudah mencapai tahap yang sempurna untuk dapat digunakan secara optimal. Usia ibu yang terlalu muda memiliki risiko yang cukup besar untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi dalam kehamilan dan persalinan. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia <20 tahun meningkat 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang berusia 20- 35 tahun (Manuaba, 2001).

Setiap ibu nullipara yang masih sangat muda memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami preeklampsi berat (Cunningham, 2003). Sebaliknya pada wanita usia >35 tahun juga merupakan usia yang berisiko untuk hamil dan melahirkan karena pada saat itu telah terjadi penurunan fungsi alat reproduksi sehingga memudahkan untuk terjadinya berbagai masalah obstetrik termasuk diantaranya preeklampsi berat/eklampsi. Kejadian preeklampsi berat/eklampsi semakin meningkat pada wanita yang lebih tua.

Usia ibu di atas 40 tahun insiden preeklampsi berat meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan pada wanita kelompok kontrol yang berusia 20-3 5 tahun. Hasil ini juga didukung oleh Hansen pada tahun 1986 yang melaporkan adanya

peningkatan insiden preeklampsi berat/eklampsi sebesar 2-3 kali lipat pada nullipara yang berusia >40 tahun (Cunningham, 2003).

Ibu dengan umur yang lebih tua di mana dengan bertambahnya usia menunjukkan peningkatan insidensi hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar untuk menderita preeklampsi berat/eklampsi (Cunningham, 2003). Selain itu pendapat lain juga menyatakan bahwa wanita hamil yang berada pada usia awal ataupun akhir usia reproduksi memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang preeklampsi berat/eklampsi (Achadiat, 2004).

Menurut Saifuddin (2002), bahwa jika ingin memiliki kesehatan reproduksi yang prima seyogyanya harus menghindari “4 Terlalu” dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia sang ibu. T yang pertama yaitu terlalu muda artinya hamil pada usia kurang dari 20 tahun. Adapun risiko yang mungkin dapat terjadi jika hamil pada usia di bawah 20 tahun antara lain keguguran, preeklampsi, bayi lahir sebelum waktunya, berat badan bayi lahir rendah (BBLR). Sedangkan T yang kedua adalah terlalu tua artinya hamil di atas usia 35 tahun. Risiko yang mungkin terjadi jika hamil pada usia terlalu tua ini antara lain adalah terjadinya keguguran, preeklampsi berat/eklampsi, perdarahan, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.

Usia kehamilan yaitu terlalu muda dan terlalu tua sama-sama mempunyai resiko dapat meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Priyatini. T (2003) bahwa kematian ibu pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi

daripada kematian ibu yang terjadi pada usia 20-29 tahun, kematian ibu meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.

2. Pendidikan

Pendidikan seseorang memiliki pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih baik umumnya memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk informasi kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Hal ini akan mempengaruhi kemampuan dan peran serta wanita dalam menentukan fungsi reproduksinya dan perawatan kehamilan. Selain itu juga pendidikan dan pengetahuan ibu yang lebih baik akan mempengaruhi kemampuan ibu dalani mengenali berbagai masalah kesehatan dan pertolongan yang harus diperoleh (Sastrawinata, 2004).

3. Usia Kehamilan

Berdasarkan penelitian kasus preeklampsi berat/eklampsi dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu yaitu pada kasus molahidatidosa. Tetapi sebagian besar terjadi pada usia kehamilan > 37 minggu dan semakin tua usia kehamilan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya preeklampsi berat/eklampsi. Hal ini terjadi berkaitan dengan semakin tua usia kehamilan maka plasenta juga semakin tua dimana telah mulai terjadi penurunan sirkulasi darah intra plasenter (Cunningham, 2003).

4. Paritas

Menurut Siregar dalam Suswati (2008), Paritas juga dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan. Paritas ibu yang sehat adalah pada paritas 2-3. Preeklampsi

berat/eklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia > 35 tahun dan menurun pada kehamilan berikutnya kecuali bila ibu mengalami kelebihan berat badan, diabetes melitus (DM), kehamilan kembar dan hipertensi essensial. Insiden preeklampsi berat/eklampsi cenderung meningkat pada nullipara dimana persalinan pertama biasanya memiliki risiko relatif lebih tinggi dan akan menurun pada paritas 2 dan 3.

Namun Sudhaberata (2001) berpendapat lain di mana ditemukan 20% dari nullipara menderita preeklampsi berat/eklampsi sebelum, selama persalinan dan pada masa nifas dibandingkan dengan insiden sebesar 7% pada multipara (Cunningham, 2003).

Menurut Dekker (1998) preeklampsi/eklampsi paling sering dijumpai pada primigravida yang umumnya diakibatkan oleh adanya respon immunitas ibu terhadap antigen janin dan akan menurun pada kehamilan berikutnya. Namun pada penelitian lain juga ditemukan peningkatan kejadian juga terjadi pada nullipara. Hasil penelitian ditemukan 70% dan wanita hamil yang mengalami preeklampsi berat/eklampsi adalah primipara dan nullipara. Pengaruh paritas sangat besar terhadap proporsi preeklampsi berat/ekianipsi dimana hampir 20% nullipara dan primipara menderita preeklampsi berat/eklampsi sebelum, selama persalinan dan pada masa nifas bila dibandingkan dengan proporsi pada multipara sebesar 7% (Cunningham, 2003).

Menurut Tanjung (2004) dalam Suswati (2008) ditemukan peningkatan kejadian preeklampsi berat/eklampsi pada multipara karena pada multipara terutama dengan umur yang lebih tua sering dijumpai adanya penyakit ginjal.

5. Riwayat Penyakit

Preeklampsi/eklampsi dapat juga dipicu oleh karena adanya beberapa penyakit sistemik yang diderita ibu sebelum ataupun selama kehamilan. Pada wanita dengan riwayat hipertensi kronik dapat memperburuk terutama pada kehamilan bèrikutnya. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan seperti itu dapat disertai dengan proteinuria atau edema patologis yang disebut superimposed preeklampsi berat/eklampsi (Cunningham, 2003).

Superimposed preeklampsi berat/eklampsi timbul lebih awal dalam kehamilan bila dibandingkan dengan preeklampsi berat murni dan cenderung menjadi berat pada kebanyakan kasus. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan umumnya terjadi pada multipara yang menderita penyakit vaskuler, termasuk hipertensi essensial yang kronis dan DM atau dengan penyakit ginjal. Insiden hipertensi yang diperberat oleh kehamilan atau superimposed preeklampsi berat/eklampsi berkisar antara 15-25% (Cunningham, 2003).

6. Pemeriksaan Kehamilan (Kunjungan Antenatal)

Preeklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan, oleh karena itu melalui pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mencegah perkembangan preeklampsi atau setidaknya dapat mendeteksi secara dini preeklampsi dapat mengurangi kejadian kesakitan. Masih rendahnya kesadaran ibu- ibu hamil untuk memeriksa kandungannya pada sarana kesehatan, sehingga faktor- faktor yang sesungguhnya dapat dicegah atau komplikasi kehamilan yang dapat diperbaiki serta tidak segera dapat ditangani. Seringkali mereka datang setelah

keadaannya buruk. Oleh karena itu (Depkes RI, 2008) menganjurkan agar setiap ibu hamil mendapatkan paling sedikit 4 kali kunjungan selama periode antenatal :

a. Satu kali kunjungan pada trimester pertama (usia kehamilan 14 minggu). b. Satu kali kunjungan pada trimester kedua (usia kehamilan 14-28 minggu).

c. Dua kali kunjungan pada trimester ketiga (usia kehamilan 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan 36 minggu).

Hasil assement safe motherhood di Indonesia tahun 1990-1991 bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi terjadi kesakitan dan kematian ibu hamil antara lain: a) Faktor medik, meliputi faktor risiko kehamilan, adanya komplikasi kehamilan,

persalinan dan nifas serta kurang gizi dan anemia.

b) Faktor non medik, meliputi kurangnya kesadaran ibu hamil untuk mendapatkan antenatal care, terbatasnya pengetahuan ibu hamil/bersalin tentang bahaya kehamilan risiko tinggi, ketidakberdayaan ibu hamil untuk mengambil keputusan dalam rujukan dan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat.

c) Faktor pelayanan kesehatan meliputi belum mantapnya jangkauan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta penanganan ibu hamil berisiko, masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan dan tingginya persalinan di rumah oleh dukun bayi (Depkes RI, 2002).

Dalam upaya menurunkan AKI, maka pemerintah menjalankan berbagai program yang dicanangkan secara internasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Making Pregnancy Safer (MPS). MPS memiliki 3 pesan kunci yaitu (1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) setiap komplikasi obstetrik dan

neonatal ditangani secara adekuat dan (3) setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. MPS memiliki empat strategi utama yaitu:

1. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas.

2. Membangun kemitraan yang efektif melaui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya dalam melakukan advokasi untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia.

3. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku yang menunjang kesehatan ibu/bayi baru lahir serta pemanfaatan pelayanan yang tersedia.

4. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2008).

MPS merupakan lanjutan dari program 4 pilar Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional yaitu:

1. Keluarga Berencana untuk menjamin tiap individu dan pasangannya memiliki informasi dan pelayanan untuk merencanakan saat, jumlah dan jarak kehamilan. 2. Pelayanan Antenatal untuk mencegah komplikasi dan menjamin bahwa komplikasi

dalam persalinan dapat terdeteksi secara dini serta ditangani secara benar.

3. Persalianan aman untuk menjamin bahwa semua tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan peralatan untuk melaksanakan persalinan yang

bersih, aman dan menyediakan pelayanan pasca persalinan kepada ibu dan bayi baru lahir.

4. Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial/Emergensi untuk menjamin tersedianya pelayanan esensial pada kehamilan risiko tinggi dengan gawat-obstetrik/GO, pelayanan emergensi untuk gawat-darurat-obstetrik/GDO dan komplikasi persalianan pada setiap ibu yang membutuhkannya.

Keempat pilar tersebut harus disediakan melalui pelayanan kesehatan primer yang bertumpu pada pondasi keadilan (equity) bagi seluruh kaum perempuan. Safe Motherhood merupakan upaya global untuk mencegah/menurunkan angka kematian ibu.

Dokumen terkait