• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eros

Erosi sebagai suatu proses alami terjadi akibat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi, yaitu iklim, kondisi tanah, topografi, vegetasi, dan aktifitas manusia. Menurut Bennett (1955), iklim memiliki pengaruh yang besar pada pengembangan dan distribusi tanah. Hal ini paling mudah dipahami dengan mempertimbangkan cara bagaimana tanah terbentuk. Melalui proses kimia dan pelapukan fisik, pembekuan, pencairan, batuan yang retak teroksidasi, terpecah, terpisah, dan larut oleh air hujan, sehingga membentuk suatu massa dari bahan yang terutama terdiri dari fragmen batuan. Kondisi klimatis sebagian besar menentukan seberapa cepat dan dengan cara apa proses pelapukan primer berlangsung. Oleh karena itu, kondisi iklim dapat mempengaruhi perubahan baik kualitas maupun kuantitas tanah.

Salah satu unsur klimatis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tanah adalah hujan. Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya dalam waktu relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi, energi kinetik merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Besarnya energi kinetik hujan bergantung pada jumlah hujan, intensitas, dan kecepatan jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu sendiri ditentukan ukuran butir-butir hujan dan angin (Rahim 2006). Menurut Lakitan (1994), butiran yang berukuran besar akan jatuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibanding butiran yang lebih kecil, sehingga dalam proses jatuhnya butiran yang lebih besar ini akan menabrak dan bergabung dengan butiran yang lebih kecil. Oleh karena itu energi kinetik hujan pun akan semakin besar.

Selain tergantung pada efek pemecahan air hujan, jumlah total tanah yang terkikis juga tergantung pada tindakan hujan yang menyebabkan erosi dan kapasitas angkut aliran permukaan. Tanpa limpasan permukaan, jumlah erosi tanah yang disebabkan oleh curah hujan relatif kecil. Aktifitas yg menyebabkan erosi akibat air hujan ditentukan oleh energi kinetik air hujan, sedangkan aktifitas yang menyebabkan erosi akibat pengangkutan kapasitas aliran permukaan tergantung pada kuantitas, kecepatan, dan tingkat penyatuan atau titik temu aliran permukaan (Zachar 1982).

Kondisi tanah berpengaruh terhadap erosi dengan ketahanannya. Tanah memiliki kemampuan untuk menahan tumbukan butiran hujan. Ketahanan tanah tersebut disebut erodibilitas tanah. Penyebab mendasar dari erosi tanah dan kerusakan berikutnya menurut Eden (1964) adalah rusaknya struktur tanah. Beberapa tanah yang lebih mudah tererosi daripada yang lain adalah karena lebih rentan kehilangan struktur remahnya. Satu struktur remah hancur, perkolasi air terhambat, lapisan permukaan menjadi jenuh, dan partikel menjadi berongga, basah, licin, sehingga mudah terangkut oleh air yang telah mengalir di atas permukaan, yang seharusnya masuk sampai kedalaman lebih rendah dan outlet yang normal.

Menurut Wischmeier dan Smith (1978), perbedaan dalam kerentanan alami terhadap erosi tanah sulit untuk diukur dari pengamatan lapangan. Bahkan tanah dengan faktor erodibilitas relatif rendah mungkin menunjukkan tanda-tanda erosi yang serius bila terjadi pada lereng curam, panjang atau di lokasi dengan hujan intensitas tinggi. Tanah dengan faktor erodibilitas tinggi alami, di sisi lain, bisa menunjukkan bukti kecil mengenai erosi aktual dengan curah hujan yang rendah yang terjadi di lereng pendek dan halus, atau ketika manajemen yang terbaik dipraktekkan.

Wischmeier dan Smith (1965) menjelaskan bahwa tingkat erosi tanah oleh air sangat dipengaruhi oleh panjang lereng dan gradien (persentase kemiringan). Panjang lereng didefinisikan sebagai jarak dari titik asal aliran ke salah satu dari titik berikut; (1) titik di mana lereng menurun sejauh pengendapan dimulai atau (2) titik di mana limpasan memasuki saluran yang jelas yang mungkin menjadi bagian dari jaringan drainase atau saluran yang dibentuk seperti teras atau pengalihan aliran air. Hubungan kehilangan tanah untuk gradien dipengaruhi oleh kepadatan tutupan tumbuhan dan ukuran partikel tanah.

Tanaman penutup tanah mengendalikan erosi percikan dengan mencegat tetesan air hujan dan menyerap energi kinetiknya. Tanaman penutup ini juga melindungi kapasitas infiltrasi tanah. Pada lahan kosong, proses pemukulan air hujan selama terjadinya hujan, dapat mengakibatkan rusak ringan dan agregat gumpalan tanah, dan membentuk lapisan padat di permukaan. Hal ini jelas mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan limpasan akan meningkat. Tanaman

penutup mencegah pembentukan lapisan permukaan ini padat (Stallings 1957). Tanaman penutup tanah juga dapat memecah aliran air, selain oleh batu dan jalanan batu, serta rumput dan semak kecil (Morgan 2005). Dalam hutan yang tidak terganggu, tingkat infiltrasi dan kandungan bahan organik tanah tinggi, dan sebagian besar atau seluruh permukaan biasanya ditutupi oleh lapisan padat sampah hutan atau serasah yang membusuk beberapa inci tebalnya. Semacam lapisan pelindung, sampah tanah mengurangi dampak dari kekuatan erosi dan limpasan dan sangat efektif terhadap erosi tanah (Wischmeier dan Smith 1978). Sedangkan menurut Ristic dan Macan (1997), pembentukan tegakan hutan yang stabil (pada lahan gundul dan bukan hutan rusak atau padang rumput) harus dilihat sebagai kunci bagi tindakan yg tidak erosif untuk melindungi reservoir dari sedimentasi. Umumnya, vegetasi hutan meningkatkan transpirasi dan intersepsi tetapi mengurangi kehilangan air oleh penguapan. Hal ini juga mempengaruhi perkembangan tanah, dan terutama kapasitas infiltrasi. Kehilangan air secara khusus lebih rendah namun menyebabkan durasi limpasan yang lebih lama.

Pengaruh aktivitas manusia terhadap kehilangan tanah dijelaskan oleh Kartasapoetra et al. (2005). Faktor kegiatan manusia selain dapat mempercepat terjadinya erosi karena perlakuan-perlakuannya yang negatif, dapat pula memegang peranan yang penting dalam usaha pencegahan erosi yaitu dengan perlakuan-perlakuan yang positif. Perlakuan negatif dan positif tersebut bergantung terhadap penerapan kaidah konservasi dalam pengolahan tanahnya..

Menurut Wild (1993), beberapa metode telah dirancang untuk melindungi tanah terhadap erosi, (1) metode biologi dengan melakukan berbagai cara mempertahankan penutup vegetasi selama periode resiko erosi tinggi (pengelolaan tanaman yang baik, penggunaan rotasi, penutup tanaman untuk menstabilkan lereng, penanaman strip, mulsa dengan tunggul jerami dan gulma, tingkat stok yang tepat pada padang rumput), (2) budidaya melalui penggunaan pertanian yang biasa diimplementasikan dalam menyiapkan lahan untuk tanaman pertanian (membajak dalam kontur, pengunaan terhadap alur yang menanjak, persiapan lahan minimum), (3) perlindungan mekanis dengan berbagai bentuk teras yang semi permanen (saluran yang menanjak, teras penyerapan, teras bangku, teras irigasi).

Dokumen terkait