• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Tingkat kebugaran seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1. Genetik

Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi,

fleksibilitas dan keseimbangan setiap orang (Montgomery, 2001 dalam Fatmah, 2011).

Penelitian oleh Malina dan Bouchard (1991) menentukan bahwa hereditas mempengaruhi 25-40% perbedaan nilai VO2max. Kemudian Sundet,

Magnus, dan Tambs (1994) berpendapat bahwa lebih dari setengah perbedaan kekuatan maksimal aerobik dikarenakan oleh perbedaan genotype, dengan faktor lingkungan (nutrisi, latihan) sebagai penyebab lainnya. Orang tua mewariskan faktor yang dapat memberikan kontribusi pada kebugaran aerobik, termasuk kapasitas maksimal sistem respiratori dan kardoivaskular, jantung, sel darah merah dan hemoglobin serta persentase serat otot. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa kapasitas otot untuk merespon latihan juga merupakan keturunan. Faktor keturunan lainnya seperti fisik dan komposisi tubuh juga mempengaruhi kebugaran dan potensi performa yang tinggi (Sharkley, 2011).

Faktor ras juga mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, khususnya dari segi kebugaran aerobik. Hasil suatu penelitian yang dilakukan pada 35 wanita kulit hitam dan kulit putih menyatakan bahwa kebugaran aerobik pada wanita kulit hitam lebih rendah dibandingkan dengan kelompok wanita kulit putih (Hunter, 2000 dalam Fatmah, 2011).

2. Jenis Kelamin

Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormon, kapasitas paru-paru dan sebagainya. Sampai pubertas biasanya kebugaran anak laki-laki hampir

sama dengan anak perempuan, tapi setelah pubertas kebugaran pada laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama yang berhubungan dengan daya tahan kardiorespiratori, yaitu kapasitas aoerobik pada perempuan lebih rendah 15-25 persen dibandingkan dengan laki-laki (Sharkley, 2011). Hal ini dikarenakan perempuan memiliki jaringan lemak lebih banyak, adanya perbedaan hormon testosteron dan esterogen, dan kadar hemoglobin yang lebih rendah.

3. Umur

Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur. Namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes, 2002).

Berdasarkan penelitian kepada seseorang yang memulai berlatih aerobik pada usia 30 tahun memiliki nilai VO2max sebelumnya 46 ml/kg.min sebelumnya

menjadi 54 ml/kg.min, beberapa bulan kemudian mengalami penurunan karena tidak meneruskan latihan. Di usia 60 tahun, ia memiliki waktu untuk melakukan aktivitas dan tes kebugarannya menujukan nilai 52 ml/kg.min artinya walaupun kemampuan latihan dapat menurun seiring dengan usia, ahli gerontologi olahraga, Dr. Herb de Vries telah menunjukkan bahwa kebugaran dapat ditingkatkan, bahkan setelah usia 70 (de Vreis, 1986 dalam Sharkley, 2011).

4. Status Kesehatan

Status kesehatanmerupakan salah satu determinan atau faktor penentu dari kebugaran kardiovaskuler (daya tahan kardiovaskuler) (Malina dan Bouchard, 1989 dalam Haskell dan kiernan, 2000). Kemampuan untuk menjalani aktivitas fisik yang lebih berat dari biasanya dapat diketahui dengan menggambarkan status kesehatan seseorang. Hal tersebut juga diperlukan sebelum melakukan tes kebugaran sehingga status kesehatan responden dapat dikontrol.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui status kesehatan adalah kuesioner Par-Q (Physical Activity Readiness Questionnaire). Kuesioner tersebut melihat status kesehatan melalui enam pertanyaan yang meliputi kondisi jantung berdasarkan keterangan dokter, ada atau tidaknya nyeri dada saat beraktivitas dan tidak beraktivitas, rasa pusing atau pengalaman kehilangan kesadaran, masalah tulang dan sendi, obat tekanan darah atau jantung yang sedang dikonsumsi serta alasan lain yang berhubungan dengan kesehatan (Health Canada, 1998).

5. Kebiasaan Konsumsi Rokok dan Alkohol

Kebiasaan merokok terutama berpengaruh pada daya tahan kardiovaskuler. Pada asap termbakau terdapat 4% karbonminoksida (CO). Daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200-300 kali lebih kuat dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada oksigen. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat pengangkutan oksigen kejaringan tubuh (Astrand, 1992).

Karbondioksida dari rokok mengurangi suplai oksigen dari darah ke jaringan dan sel tubuh. Nikotin dapat mempersempit pembuluh darah dan mengahalangi peredaran darah. Alkohol juga dapat memberikan akibat yang merugikan kepada kesanggupan jantung dalam memberikan sambutan kepada olahraga (Kuntaraf, 1992).

Seperti faktor risiko penyakit kardiovaskuler, merokok menjadi salah satu yang berhubungan dengan kejadian jantung koroner. Perokok dengan konsumsi rendah kandungan tar, nikotin, memiliki risiko lebih kecil dibandingkan dengan perokok yang mengonsumsi lebih banyak zat berbahaya tersebut. Tetapi itu semua berbahaya dan dapat berisiko terhadap kematian. (Bucher, 1985).

6. Aktivitas Fisik

Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994 dalam Fatmah, 2011). Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat baik kompetitif maupun non kompetitif. Aktivitas fisik merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa latihan fisik merupakan salah satu faktor yang menghambat proses penuaan yang

ditandai dengan penurunan kapasitas aerobik dan kekuatan otot yang akan menurunkan tingkat kebugaran (Astrad, 1992).

Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan berkerja) (Williams, 2002). Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovakuler disease (CDV), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis, dan risiko jantung, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskletal, gangguan mental dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO, 2008 dalam Fatmah, 2011).

Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, di antaranya yaitu (Astrad, 1992) :

1) Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung.

2) Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung.

3) Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung. 4) Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik.

5) Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh). 6) Meningkatkan kemampuan otot.

Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes, 1994 dalam Fatmah 2011):

a. Intensitas latihan

Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk berolahraga kesehatan adalah antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal.

b. Lamanya latihan

Jika kita menghendaki hasil latihan yang baik, berarti cukup bermanfaatkan bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya, maka harus berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 15-25 menit.

c. Frekuensi latihan

Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu minimal 30 menit setiap berolahraga.

d. Cara Pengukuran Aktivitas Fisik

Pengukuran aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak mudah. Berbagai pendekatan telah dikembangkan diantaranya adalah klasifikasi pekerjaan, obeservasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan

fisiologi (detak jantung) serta penggunaan kalorimeter. Namun, metode yang paling sering digunakan saat ini adalah self-reported survey (survei dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kiernan, 2000).

1) International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) merupakan kuesioner internasional yang dirancang untuk mengukur aktivitas fisik pada orang dewasa pada 7 hari sebelumnya. Jenis aktivitas fisik lebih spesifiknya terbagi menjadi aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat (IPAQ, 2005). Aktivitas sedang adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik sedang sehingga membuat bernafas agak lebih kuat daripada biasanya serta dilakukan minimal 10 menit. Aktivitas fisik berat adalah aktivitas yang menggunakan tenaga fisik kuat sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya dan dilakukan minimal 10 menit. Menurut WHO (2011) beberapa jenis aktivitas sedang dan berat adalah seperti pada tabel 2.3

Tabel 2.3

Jenis Aktivitas Fisik Sedang dan Berat

No Aktivitas Fisik Sedang Aktivitas Fisik Berat

1 Berjalan cepat Berlari

2 Menari Mendaki bukit

3 Berkebun Bersepeda cepat

4 Melakukan pekerjaan rumah

tangga (menyapu, mengepel) Aerobik

5 Berburu Berenang cepat

6 Bermain dengan anak-anak Bertanding olahraga (sepak

bola, voli, basket)

7 Badminton Menyekop atau menggali parit

8 Membawa/memindahkan

barang (<20 kg) Membawa/memindahkan beban (>20kg)

Skor total nilai aktivitas fisik dilihat dalam MET-menit/minggu berdasarkan penjumlahan dari aktivitas berjalan, aktivitas sedang, dan aktivitas berat dalam durasi (menit) dan frekuensi (hari). MET merupakan hasil dari perkalian dari Basal Metabolisme Rate dan METs-menit hasil dari dihitung dengan mengalikan skor METs dengan kegiatan yang dilakukan dalam menit. Nilai METs untuk berjalan adalah 3,3; aktivitas sedang adalah 4,0; dan aktivitas berat adalah 8,0.

Berikut merupakan cara perhitungan aktivitas fisik menurut IPAQ (2005).

7. Status Gizi

Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur (Fatmah, 2011). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu.

Dalam dunia olahraga, keadaan (status) gizi baik dan ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup serta pada waktu yang tepat sangat penting. Teknik dan latihan

Total MET-menit/minggu = aktivitas berjalan (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas sedang (METs x durasi x frekuensi) + aktivitas berat

apabila tidak dilengkapi dengan status gizi yang baik tidak akan mencapai prestasi yang optimal (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).

Kelebihan lemak tubuh meningkatkan massa tubuh sehingga menurut hukum II Newton akan menurunkan percepatan (gerak). Peningkatan berat badan akan membawa pada kebutuhan energi yang lebih besar pada sistem aerobik untuk melakukan dan melangsungkan pergerakan badan. Oleh karena itu, kelebihan berat badan umumnya menyebabkan saat kelelahan yang jauh lebih dini (Woolford, et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006). Ketidakmampuan tubuh dalam melakukan aktivitas sering dikaitkan dengan penimbunan lemak (Marley,1988 dalam Permaesih 2000). Jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur lemak jaringan lebih sedikit dibandingkan yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur massa bukan lemak (lean body-mass). Oleh karena itu, dengan persen lemak yang besar, suhu tubuh akan meningkat lebih banyak (Woolford,et.al, 1993 dalam Wijayanti, 2006).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Maputo, Mozambik dari 2316 orang anak-anak dan remaja berusia 6–18 tahun menyatakan bahwa kelompok gizi lebih (overweight) tergolong paling rendah dalam hampir seluruh tes kebugaran. Sementara itu, dibandingkan dengan kelompok normal, kelompok gizi kurang (underweight) lebih buruk dalam tes kekuatan, sama baiknya dalam aspek kelenturan dan ketangkasan, namun justru lebih baik dalam daya tahan kardiovaskular (Prista, et.al, 2003dalam Indrawagita, 2009). Sementara itu, sebuah penelitian pada 80 remaja obesitas yang dilakukan di Georgia, AS memperoleh hasil

bahwa kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) berhubungan terbalik dengan persen lemak tubuh (Gutin, et.al, 2002).

8. Asupan Gizi

Asupan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebugaran karena berkaitan dengan aktivitas fisik dan status gizi. Keadaan atau status gizi sangat ditentukan oleh kebiasaan makan yang baik dalam jangka waktu yang lama (Proyek Pengembangan Kesehatan Olahraga RI, 1985).

Proses pencapaian kebugaran tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada awalnya pengaturan gizi hanya fokus pada penanggulangan defisiensi zat gizi untuk pencegahan penyakit kronis. Namun, dampak dari perubahan gaya hidup dan peningkatan umur harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan. Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat dan membutuhkan kualitas hidup yang baik dimana adanya kecukupan dan keseimbangan zat gizi mikro dan makro (Fatmah, 2011). Asupan gizi yang harus dipenuhi diantaranya energi, protein, vitamin, dan mineral.

a. Energi

Peningkatan aktivitas fisik atau intensitas olahraga yang dilakukan seseorang diiringi dengan peningkatan pemakaian energi (Wardlaw, 1999 dalam Indrawagita, 2009). Hal ini berkaitan dengan penelitian yang dilakukan pada atlet yang membutuhkan berat badan yang ringan dan rendah konsumsi energinya cendrung memiliki rendahnya kekuatan kardiorespiratori (Pařízková, 1989).

Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita dan pria berusia 47– 48 tahun menyatakan bahwa zat gizi yang berpengaruh lebih kuat pada komponen kebugaran persen lemak tubuh jika dibandingkan dengan laki-laki adalah berupa makronutrien, yaitu karbohidrat dan lemak (Paul, et.al, 2004 dalam Indrawagita, 2009).

b. Protein

Protein adalah salah satu zat gizi esensial yang sangat penting. Protein memiliki fungsi fisiologis yang penting. Protein memilki fungsi fisiologis untuk mengoptimalkan performa aktivitas fisik. Survei menyatakan bahwa banyak sekolah menegah dan perguruan tinggi atlet mempercayai bahwa performa atlet meningkat karena performa aktivitas fisik (Williams, 2002).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Georgia, AS pada 80 orang remaja dan anak-anak obesitas menyatakan bahwa terdapat hubungan hampir bermakna (nilai p = 0,063) antara kebugaran (daya tahan kardiovaskuler) dengan asupan protein. Namun, hubungan tersebut bersifat terbalik, yaitu semakin kecil konsumsi protein, semakin tinggi daya tahan kardiovaskulernya atau sebaliknya (Gutin, et.al, 2002). Selain itu, penelitian lain menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi menurut IMT pada bebagai ras dan golongan umur (Slattery, 1992).

c. Vitamin A

Vitamin A adalah salah satu vitamin larut lemak. Secara teoritis, defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik (Williams, 2002). Penelitian lain yang dilakukan pada wanita menyatakan bahwa terdapat

hubungan positif antara konsumsi buah dengan kesehatan kardiovaskuler. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara β -karoten (berasal dari vitamin A) dalam darah dengan daya tahan kardiovaskuler (Lloyd, 1998). Penelitian-penelitian sepuluh tahun terakhir menunjukkan kemungkinan hubungan antara β-karoten dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung koroner dan kanker. Hal ini dikaitkan dengan fungsi beta-karoten dan vitamin A sebagai antioksidan yang mampu menyesuaikan fungsi kekebalan dan sistem perlawanan tubuh terhadap mikrorganisme atau proses merusak lainnya (Schmidt, 1991 dalam Almatsier, 2006).

d. Vitamin B1

Vitamin B1 atau thiamin merupakan jenis vitamin yang larut dalam air, berpengaruhterhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot (William, 2002). Vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori (Manore, 2000). B1 adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke Asetil KoA untuk masuk ke dalam krebs. Thiamin sangat penting untuk fungsi normal dari sistem saraf dan penurunan energi dari glikogen dalam otot (Williams, 2002).

e. Zat Besi (Fe)

Zat besi memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilitas dari oksigen. Fungsi zat besi penting dalam penggunaan oksigen dalam tubuh. Fungsi ini terutama penting bagi seseorang yang melakukan latihan

aerobik berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang cukup (Williams, 2002). Zat gizi bersatu dengan protein hemoglobin dalam sel darah merah sehingga dapat membantu melepaskan energi sebagai bahan bakar untuk kerja sel (Hoeger dan Boyle, 2001). Penelitian menyatakan bahwa penurunan kebugaran (VO2max) pada wanita non anemia dengan defisiensi Fe dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya simpanan zat besi dalam tubuh (Zhu dan Haas, 1997).

f. Seng (Zn)

Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar dihampir semua sel. Sebagian besar seng berada dalam hati, prankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit dan rambut, dan kuku (Almatsier, 2006). Status seng yang rendah dapat menghambat fungsi alat-alat tubuh yang berperan dalam mengoptimalkan kebugaran. Seng yang rendah mengakibatkan menurunnya konsentrasi Zn serum yang berhubungan dengan rusaknya fungsi-fungsi otot, termasuk dalam menurunnya kekuatan dan meningkatnya kecenderungan untuk menjadi lelah dan turunnya tenaga selama puncak kerja, kemudian status Zn yang rendah menyebabkan menurunnya fungsi fisik dan penampilan (Ramayulis, 2008 dalam Cassadra, 2011).

Dokumen terkait