• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk

Berbagai macam tindakan dilakukan oleh petani untuk memperoleh tambahan penghasilan salah satunya dengan cara mengembangkan usaha ke bidang peternakan dengan pola usaha yang terintegrasi dengan cabang usaha yang dijalankan. Hal tersebut dilakukan petani di Desa Girikerto dengan memadukan antara usahatani tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE. Selain karena faktor pendapatan, tingginya risiko usahatani tanaman terhadap iklim dan cuaca turut mendorong petani untuk melakukan usahatani terintegrasi. Usahatani integrasi ini merupakan cara petani dalam memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada seperti dalam hal pemanfaatan pupuk kandang dan limbah daun salak. Meskipun demikian, masih ada petani salak yang belum mengembangkan usahanya ke bidang peternakan kambing PE. Pada sub bab ini akan dikaji faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengembangkan usahatani terintegrasi.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh petani dianalisis dengan model regresi logistik. Variabel independen yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut diantaranya tingkat pendidikan formal (X1), luas lahan salak (X2), umur petani (X3), jumlah

tanggungan keluarga (X4), pengalaman budidaya salak (X5), dan pendapatan hasil usahatani (X6). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi antara tanaman salak pondoh dan ternak kambing PE yang bernilai “satu” dan keputusan petani untuk tidak melakukan usahatani integrasi bernilai “nol”. Pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 14.0 for windows. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahatani integrasi

Predictor Coef P Odd Ratio

Constant 10,1375 0,037

Pendidikan (X1) -0,457709 0,047

a

0,63

Luas Lahan Salak (X2) -0,0004495 0,081b 1,00

Umur Petani (X3) -0,158800 0,030a 0,85

Jumlah Tanggungan Keluarga (X4) 0,243165 0,621 1,28

Pengalaman Budidaya Salak (X5) 0,0854024 0,184 1,09

Pendapatan Usahatani (X6) 0,0571517 0,240 1,06

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Keterangan: Tanda a dan b menunjukkan taraf nyata masing-masing variabel berturut-turut pada α 5% dan 10%

Pengujian keseluruhan model logit dapat dilakukan dengan melakukan uji G yang menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat. Pengujian dapat dilakukan dengan membandingkan antara nilai G dan nilai Khi kuadrat pada α tertentu dengan derajat bebas k-1, namun apabila menggunakan program Minitab dapat melihat dari nilai P dimana model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi apabila nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang dipilih. Berdasarkan hasil olahan data regresi logistik yang disajikan pada Lampiran 7 didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -20,061 menghasilkan nilai G sebesar 15,496 dengan nilai P sebesar 0,017. Nilai P yang dihasilkan berada dibawah taraf nyata 5% (α = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi. Adapun uji kebaikan model atau Goodness-of-Fit dapat dilihat pada Pearson, Deviance dan Hosmer-Lemeshow. Nilai P dari Pearson sebesar 0,313 dan 0,292 untuk Deviance sedangkan nilai P dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,459. Nilai P ketiganya

menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5% (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan model tersebut cukup layak untuk digunakan dalam prediksi.

6.3.1 Variabel yang Signifikan

Hasil olahan data menunjukkan terdapat tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu variabel pendidikan (X1), luas lahan salak (X2) dan umur petani (X3). Variabel pendidikan (X1) memiliki nilai signifikan secara

statistik pada taraf (α) 5% dengan nilai P sebesar 0,047. Nilai koefisien bertanda negatif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki petani maka keinginan untuk melakukan usahatani integrasi akan semakin berkurang. Nilai odd ratio sebesar 0,63 yang berarti kenaikan tingkat pendidikan satu tahun maka peluang untuk melakukan usahatani integrasi 0,63 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Hal ini berbanding terbalik dengan hipotesis awal dimana semakin tingggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula peluang untuk melakukan usahatani integrasi karena akan mempengaruhi kinerja petani dalam mengelola usahataninya. Berdasarkan pengamatan di lapangan petani responden yang melakukan usahatani integrasi didominasi dengan tingkat pendidikan SD (32,14%) sehingga petani yang memiliki pendidikan rendah mempunyai peluang lebih besar dalam mengambil keputusan untuk mengembangkan usahatani integrasi. Hal ini dikarenakan petani bisa mendapatkan pengetahuan mengenai usahatani yang baru tidak hanya dari tingginya tingkat pendidikan yang diperoleh tetapi lebih memanfaatkan pengalamannya selama melakukan kegiatan budidaya pertanian. Dengan demikian, penerapan usahatani integrasi ini tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi untuk bisa dikembangkan.

Variabel luas lahan salak (X2) memiliki nilai signifikan secara statistik pada

taraf (α) 10% dengan nilai P sebesar 0,081. Nilai koefisien bertanda negatif yang menunjukkan bahwa semakin luas lahan salak yang dimiliki petani maka akan menurunkan peluang untuk berusahatani integrasi. Nilai odd ratio sebesar 1,00 artinya kenaikan kepemilikan luas lahan salak sebesar 1 m2 maka peluang petani untuk melakukan usahatani integrasi 1,00 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa kecenderungan untuk melakukan usahatani integrasi adalah petani yang memiliki lahan salak yang sempit. Berdasarkan kondisi di lapangan petani responden yang melakukan usahatani integrasi memiliki kepemilikan lahan yang kecil dibandingkan petani non integrasi. Rata-rata kepemilikan lahan petani integrasi kurang dari 2.000 m2 (64,29%) sedangkan petani non integrasi memiliki luas lahan lahan salak antara 2.000 m2 hingga 5.000 m2 (53,33%). Oleh karena itu, kepemilikan lahan yang kecil akan mendorong petani untuk melakukan usahatani integrasi antara tanaman salak dan ternak kambing dalam rangka menambah penghasilan sekaligus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya yang ada.

Variabel umur petani (X3) juga memiliki nilai signifikan secara statistik

pada taraf (α) 5% dengan nilai P sebesar 0,03dan koefisien yang bertanda negatif. Nilai odd ratio sebesar 0,85yang berarti bahwa setiap kenaikan umur petani satu tahun maka peluang untuk melakukan usahatani integrasi 0,85 kali lebih kecil dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani integrasi, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan umur petani akan mengurangi peluang untuk melakukan usahatani integrasi. Dengan demikian, petani yang memiliki usia muda memiliki peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, rata-rata umur petani integrasi berada pada usia yang masih produktif (50%) sehingga petani responden memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan tanaman salaknya dengan ternak kambing. Umur petani akan berpengaruh terhadap kinerja dan tenaga dalam mengelola usahataninya. Semakin tua umur maka tingkat produktivitas petani dalam bekerja akan lebih rendah dibandingkan petani yang lebih muda. Oleh karena itu, penerapan usahatani integrasi ini membutuhkan usia yang produktif karena cenderung memerlukan curahan tenaga yang lebih banyak dibandingkan usahatani non integrasi.

6.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan

Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah variabel jumlah tanggungan keluarga (X4), pengalaman budidaya salak (X5), dan pendapatan usahatani (X6). Variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) tidak

signifikan secara statistik dengan nilai P sebesar 0,621 yang lebih besar dari taraf (α) 10% sehingga pengaruh jumlah tanggungan keluarga dapat diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar tanggungan petani responden di Desa Girikerto masih berada pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga baik dalam usahatani tanaman salak pondoh maupun usahaternak kambing PE. Oleh karena itu, jumlah tanggungan keluarga tidak memiliki kecenderungan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan usahatani integrasi.

Variabel pengalaman budidaya salak (X5) tidak signifikan karena memiliki nilai P sebesar 0,184 yang lebih besar dari taraf (α) 10% sehingga variabel pengalaman budidaya salak dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kondisi di lapangan, lama atau tidaknya pengalaman budidaya salak tidak menentukan keputusan petani untuk melakukan usahatani integrasi dengan ternak kambing karena ada juga petani yang belum cukup lama melakukan budidaya salak sudah mengembangkan usahanya secara integrasi dengan ternak kambing PE. Sementara itu, variabel pendapatan usahatani (X6) juga tidak berpengaruh signifikan dengan nilai P 0,240 yang lebih besar dari taraf (α) 10% dengan koefisien bertanda positif sehingga pengaruh pendapatan usahatani dapat diabaikan secara statistik.

Hasil olahan data model regresi logistik dengan Minitab 14.0 for windows ditampilkan ukuran hubungan antara nilai aktual peubah dependen dengan dugaan peluangnya. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant dan Ties. Nilai Concordant menyimpulkan bahwa 83,3 persen petani dengan kategori melakukan usahatani integrasi antara salak pondoh dan kambing PE mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Adapun nilai Discordant menunjukkan 16,2 persen pengamatan dengan kategori tidak melakukan usahtani integrasi (salak pondoh) mempunyai peluang lebih besar untuk melakukan usahatani integrasi. Sementara itu, nilai Ties sebesar 0,5 persen yang dapat diartikan bahwa persentase pengamatan dengan peluang pada kategori melakukan usahatani integrasi sama dengan peluang pada kategori non integrasi yaitu sebesar 0,5 persen.

Dokumen terkait