• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2 Perbandingan Pendapatan Petani Integrasi (Salak Pondoh dan

6.2.1 Usahatani Salak Pondoh

6.2.1.1 Output Usahatani Salak Pondoh

Output usahatani salak pondoh yaitu buah salak pondoh yang sudah mencapai kematangan setelah 6 hingga 8 bulan sejak terjadinya penyerbukan. Buah salak yang sudah siap panen memiliki ciri-ciri seperti bulu-bulu pada kulit buah telah hilang, sisik buah telah melebar dan kulit buah berwarna coklat kehitaman. Pemanenan buah salak yang dilakukan petani biasanya dengan cara memotong tandan buah.

Musim panen buah salak pondoh di Desa Girikerto terjadi dua kali dalam satu tahun yang terbagi menjadi dua musim yaitu panen raya dan panen kecil. Panen raya buah salak terjadi pada bulan November hingga Februari sedangkan panen kecil terjadi pada bulan Maret hingga Juli. Meskipun pada saat panen kecil jumlah buah salak yang dihasilkan sedikit namun harga buah mengalami peningkatan dibandingkan ketika panen raya. Data produktivitas buah salak pondoh petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Data produktivitas salak pondoh petani integrasi dan non integrasi

Uraian Petani Integrasi Petani Non Integrasi

Luas Lahan Rata-rata (ha) 0,19 0,28

Produktivitas (kg/ha)

Panen Raya 5.911,74 6.208,99

Panen Kecil 2.775,56 2.792,58

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa produktivitas buah salak pondoh petani non integrasi lebih besar dibandingkan petani integrasi. Produktivitas rata-rata buah salak pondoh petani non integrasi mencapai 6.208,99 kg/ha pada saat panen raya dan 2.792,58 kg/ha pada saat panen kecil sedangkan produktivitas buah salak pondoh milik petani integrasi ketika panen raya sebanyak 5.911,74 kg/ha dan 2.775,56 kg/ha ketika panen kecil. Hasil perhitungan

produktivitas buah salak pondoh petani integrasi dan non integrasi ketika panen raya dan panen kecil disajikan dalam Lampiran 3.

Buah salak merupakan buah yang membutuhkan proses perawatan yang rutin tidak hanya pemupukan tetapi juga dalam hal pemangkasan dan penyerbukan. Anarsis (1996) menyatakan bahwa penyerbukan bunga salak merupakan hal yang sangat menentukan panen salak dan memerlukan bantuan manusia. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya petani integrasi kurang memperhatikan kebun salak miliknya karena petani integrasi harus membagi waktu kerja untuk memelihara kebun salak dan ternak kambingnya dibandingkan dengan petani non integrasi yang hanya mencurahkan waktunya untuk memelihara kebun salak. Meskipun demikian, berdasarkan hasil uji beda rata-rata dengan uji T-test terhadap produktivitas buah salak petani integrasi dan non integrasi diperoleh P-value uji t sebesar 0,756. Nilai tersebut lebih besar dari taraf α 5%. Artinya, secara statistika produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi tidak berbeda secara signifikan. Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan yang besar dari produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi. Hasil output uji beda produktivitas buah salak antara petani integrasi dan non integrasi disajikan dalam Lampiran 8.

6.2.1.2 Penerimaan Usahatani Salak Pondoh

Penerimaan usahatani merupakan jumlah output usahatani dikalikan dengan harga jual yang berlaku. Penerimaan ini merupakan pendapatan kotor sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Output pertanian berupa buah salak pondoh yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar sehingga akan diperoleh penerimaan kotor usahatani. Perbandingan rata-rata penerimaan usahatani petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Penerimaan usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi

Komponen Petani Integrasi Petani Non Integrasi

Panen Raya 19.846.539 20.073.665

Panen Kecil 18.635.915 19.360.957

Total Penerimaan (Rp/ha/tahun) 38.482.454 39.434.622

Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan usahatani salak pondoh petani integrasi lebih rendah dari rata-rata penerimaan petani non integrasi. Total penerimaan per hektar per tahun petani integrasi sebesar Rp 38.482.454 sedangkan total penerimaan petani non integrasi sebesar Rp 39.434.622. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan dalam hal produktivitas antara petani integrasi dan non integrasi. Harga jual buah salak pondoh pada masing-masing usahatani juga dipengaruhi oleh kualitas dari buah salak pondoh yang dihasilkan. Oleh karena itu, harga jual yang diterima pun akan berbeda antara petani yang satu dengan petani yang lain. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian, harga jual buah salak pada musim panen raya berada pada kisaran Rp 3.000/kg hingga Rp 4.000/kg sedangkan pada musim panen kecil harga buah salak berkisar antara Rp 5.000/kg hingga Rp 9.000/kg. Pada umumnya, setelah pemetikan buah salak, petani akan melakukan proses pembersihan dari kotoran yang menempel pada buah salak sebelum menjualnya pada tengkulak. Para tengkulak biasanya akan melakukan proses grading (penggolongan buah) setelah memperoleh buah salak pondoh dari petani.

6.2.1.3 Biaya Usahatani Salak Pondoh

Biaya merupakan bentuk pengeluaran yang harus dibayarkan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan ketika akan melakukan suatu kegiatan. Biaya usahatani salak pondoh merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk menghasilkan buah salak pondoh. Biaya usahatani salak pondoh dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Biaya tunai ini merupakan biaya yang langsung dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi usahatani salak pondoh. Sementara itu, biaya non tunai yaitu biaya yang secara nyata tidak dikeluarkan sebagai biaya namun pada kenyataannya biaya tersebut harus dikeluarkan oleh petani untuk mendukung proses produksi usahatani salak pondoh.

Komponen biaya tunai usahatani salak pondoh terdiri atas biaya pembelian pupuk, bunga jantan, iuran anggota, pajak lahan, keranjang, botol infus dan tenaga kerja luar keluarga. Sementara itu, yang tergolong sebagai biaya non tunai usahatani salak pondoh adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat dan bunga jantan yang diperoleh dari kebun sendiri. Data mengenai perbandingan

biaya usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Biaya usahatani salak pondoh petani integrasi dan non integrasi

Uraian Petani Integrasi Petani Non Integrasi

Biaya Tunai

Pupuk Kandang 1.616.048

Pupuk Organik 2.650.002

Compound (Pupuk Majemuk) 3.010.000 1.333.320

Keranjang 55.636 108.500

Botol Infus 727.818 1.142.000

Bunga Jantan 576.000 645.000

Iuran Wajib Anggota 54.000 45.600

PBB 688.596 660.261

Tenaga Kerja Luar Keluarga 2.941.626 4.529.097

Sub Total 8.053.676 12.729.828

Biaya Non Tunai

Tenaga Kerja Dalam Keluarga 22.012.900 22.422.400

Penyusutan Alat 213.334 255.868

Bunga Jantan 1.206.000 1.041.000

Sub Total 23.432.234 23.719.268

Total Biaya (Rp/ha/tahun) 31.485.910 36.449.096

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Tabel 20 menunjukkan bahwa biaya usahatani petani non integrasi lebih besar daripada petani integrasi. Biaya total yang dikeluarkan petani integrasi sebesar Rp 31.485.910 per hektar per tahun sedangkan untuk petani non integrasi sebesar Rp 36.449.096 per hektar per tahun. Hasil perhitungan biaya tunai dan non tunai usahatani salak pondoh antara petani integrasi dan non integrasi disajikan dalam Lampiran 4. Biaya non tunai yang dikeluarkan memiliki proporsi yang lebih besar daripada biaya tunai. Hal ini dikarenakan usahatani salak pondoh tidak membutuhkan input yang banyak melainkan memerlukan perawatan yang rutin sehingga faktor tenaga kerja yang memiliki komponen biaya terbesar dalam usahatani salak pondoh. Penggunaan tenaga kerja untuk usahatani salak pondoh umumnya dilakukan sendiri oleh petani integrasi maupun non integrasi.

Adanya pemanfaatan pupuk kandang di kebun salak oleh petani integrasi dapat menghemat pembelian pupuk. Adapun pupuk yang dibeli oleh petani

integrasi berupa compound (pupuk majemuk) dengan biaya sebesar Rp 3.010.000. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan petani non integrasi yang harus mengeluarkan biaya pembelian pupuk berupa pupuk kandang, pupuk organik dan compound dengan total biaya senilai Rp 5.559.370.

Pada umumnya, petani non integrasi menggunakan pupuk kandang yang dibeli dari peternak. Para peternak menjual pupuk kandang dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 22.000 per karung dimana berat rata-rata mencapai 40 kg dalam satu karung. Selain itu, ada juga petani yang menggunakan pupuk organik untuk kebun salak miliknya. Harga rata-rata pupuk organik yang ada di Desa Girikerto sebesar Rp 600/kg. Berdasarkan pengamatan di lapangan, petani integrasi maupun non integrasi sudah mulai mengurangi penggunaan pupuk kimia untuk kebun salaknya. Pupuk kimia yang biasanya digunakan petani adalah pupuk compound. Harsoyo (1999) menyatakan bahwa pupuk compound merupakan perpaduan antara Urea, TSP, KCL dan kapur yang diberikan petani ketika pohon salak berbunga. Selain itu, rata-rata petani responden baik petani integrasi maupun non integrasi memiliki rumpun salak jantan di kebun miliknya sehingga dalam proses penyerbukan petani lebih banyak menggunakan bunga jantan yang ada di kebun sendiri. Pembelian bunga jantan dilakukan petani ketika bunga jantan di kebun milik sendiri tidak mencukupi untuk melakukan penyerbukan.

Dokumen terkait