• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENGHASIL MIGAS Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan 1.8 juta

5.3 Analisis Data Panel

5.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu upah minimum regional (UMR), ekspor (EKSPOR), investasi (INVESTASI) dana bagi hasil (DBH), dan dana alokasi umum (DAU) serta variabel tidak bebas yaitu indeks ketimpangan wilayah (CV). Penyusunan model data panel dilakukan dalam dua tahap. Pertama, membandingkan fixed effects model dengan random effects model. Kedua, membuat estimasi model atau persamaan dengan menentukan koefisien masing-masing variabel bebas. Software yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian adalah Eviews 6.0.

75

Penentuan model yang sesuai ditetapkan dengan uji Hausman. Statistik Uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom

sebanyak jumlah variabel bebas dari model. Uji kesesuaian model data panel dengan fixed effects dan random effects menggunakan Uji Hausman menunjukkan nilai p-value2(prob.) < 0,05, dengan demikian fixed effects model lebih sesuai digunakan (Lampiran 7).

Persamaan pada Tabel 10, menghasilkan nilai R2 sebesar 0.8829 yang berarti bahwa pengaruh upah minimum regional, ekspor, investasi, dana bagi hasil dan dana alokasi umum terhadap variabel tidak bebas ketimpangan pendapatan sebesar 88.29 persen sedang sisanya sebesar 11.71 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model.

Hasil pengujian pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap varaiabel tidak bebas dengan menggunakan uji F menunjukkan nilai F hitung sebesar 18.85 jauh lebih besar dibandingkan dengan F tabel yang mencapai nilai 2.44. Secara keseluruhan dari hasil uji F diketahui bahwa variabel upah minimum regional, ekspor, investasi, dana bagi hasil dan dana alokasi umum signifikan berpengaruh terhadap variabel kemiskinan.

Tabel 10 Uji Signifikansi Variabel Bebas pada Persamaan Ketimpangan Pendapatan Kabupaten Penghasil Migas 2002-2007

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.447059 0.024337 18.36983 0.0000 UMR (ribu Rp) 0.000159 3.41E-05 4.652260 0.0001 EKSPOR (juta Rp) 1.69E-08 6.68E-09 2.531313 0.0168 INVESTASI (juta Rp) -1.25E-06 3.53E-07 -3.525166 0.0014 DAU (juta Rp) -4.50E-09 1.95E-09 -2.304731 0.0283 DBH (juta Rp) 9.40E-09 6.06E-09 1.552803 0.1310

R2 0.882918 Adjusted R2 0.836085

F-statistic 18.85251 Prob(F-stat) 0.00000

Sumber : Data diolah, 2009.

Hasil analisis data panel terlihat bahwa variabel upah minimum regional, ekspor signifikan berpengaruh secara positif terhadap ketimpangan pendapatan dengan nilai koefisien secara berturut-turut sebesar 0.000159 dan 1.69E-08. Sedangkan variabel investasi dan dana alokasi umum berhubungan secara negatif terhadap ketimpangan pendapatan dengan nilai koefisien berturut-turut sebesar

-1.25E-06 dan -4.50E-09. Sementara variabel dana bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan.

Variabel upah minimum regional (UMR) signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan dengan koefisien bertanda positif yang berarti bahwa peningkatan upah minimum regional akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah. Hasil juga menunjukkan bahwa peningkatan 1 unit upah minimum regional akan meningkatkan sebesar 0.000159 unit ketimpangan pendapatan dengan kata lain peningkatan upah minimum regional sebesar Rp 1 juta akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.159 poin angka indeks.

Suatu daerah dengan tingkat upah yang lebih tinggi akan menjadi dorongan bagi terjadinya migrasi/perpindahan tenaga kerja masuk ke wilayah tersebut, sebaliknya daerah dengan tingkat upah yang relatif rendah akan menjadi dorongan bagi tenaga kerja di wilayah tersebut untuk melakukan migrasi/perpindahan keluar dari wilayah tersebut (McCann, 2001).

Menurut Williamson salah satu sebab terjadinya ketimpangan antar wilayah karena adanya perpindahan tenaga kerja(labor migration). Perpindahan tenaga kerja yang seperti ini akan menguntungkan daerah yang kaya dan cenderung merugikan daerah yang miskin. Lebih dari itu, human capital yang berharga cenderung mengalir keluar dari daerah miskin ke daerah kaya yang membuat sumber-sumber regional perkapita yang dimiliki akan lebih pincang dan ketidaksamaan akan lebih besar.

Variabel ekspor signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan dengan koefisien bertanda positif yang berarti bahwa peningkatan ekspor akan meningkatkan ketimpangan antar wilayah. Peningkatan 1 unit ekspor akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 1.69E-08 atau dengan kata lain peningkatan sebesar Rp 1 trilyun maka akan meningkatkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.02 poin angka indeks. Hasil penelitian ini berbeda dengan hipotesa dimana peningkatan ekspor akan menurunkan tingkat ketimpangan pendapatan antar wilayah.

Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan antar wilayah. Mobilitas barang dan jasa ini meliputi

77

kegiatan perdagangan antar daerah (ekspor) dan migrasi penduduk. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana, ketimpangan antar wilayah akan cenderung tinggi pada negara sedang berkembang dimana mobilitas barang dan jasa (ekspor) kurang lancar dan masih terdapatnya beberapa daerah yang terisolir (Syafrizal, 2008).

Hasil penelitian yang berbeda dengan hipotesa dapat dimaklumi karena pada umumnya ekspor kabupaten penghasil migas lebih didominasi oleh komoditas minyak dan gas bumi sehingga semakin besar ekspor maka akan semakin meningkatkan ketimpangan pendapatan antar wilayah. Struktur ekonomi yang sangat berbeda antar kabupaten di daerah penghasil migas dimana terdapat satu daerah yang memiliki potensi migas yang sangat berlimpah sementara ada daerah lain yang tidak memiliki potensi migas sama sekali membuat ketimpangan antar wilayah semakin besar. Seperti diketahui bahwa kabupaten penghasil migas memiliki struktur ekonomi yang sangat beragam. Sebagai contoh Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hulu yang sama-sama berada di Provinsi Riau memiliki struktur ekonomi yang jauh berbeda. Kabupaten Bengkalis memiliki struktur ekonomi yang 84 persennya dikuasai oleh sektor pertambangan migas sedangkan Kabupaten Indragiri Hulu sekitar 50 persen struktur ekonominya didominasi oleh sektor pertanian.

Hasil produksi dari kegiatan ekonomi yang berbeda tentunya membuat nilai ekspor dari kedua daerah tersebut jauh berbeda. Perbedaan nilai ekspor yang besar antar kedua daerah tersebut membuat ketimpangan pendapatan juga semakin besar. Implikasi dari kondisi ini adalah perlunya peran pemerintah pusat dan daerah untuk lebih mengembangkan potensi unggulan dari masing-masing daerah sehingga perbedaan pendapatan antar wilayah yang selama ini terjadi dapat dikurangi. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan cara meningkatkan investasi baik asing maupun dalam negeri di sektor-sektor non pertambangan seperti sektor perkebunan, kehutanan, listik, konstruksi maupun perdagangan dan jasa.

Variabel investasi mempengaruhi signifikan ketimpangan pendapatan antar wilayah dengan koefisien bertanda negatif yang berarti bahwa peningkatan investasi akan menurunkan ketimpangan antar wilayah. Peningkatan 1 unit investasi akan mengurangi ketimpangan pendapatan sebesar -1.25E-06 atau dengan kata lain peningkatan Rp 1 trilyun investasi akan mengurangi ketimpangan pendapatan sebesar 0.001 poin angka indeks. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang ada bahwa kurangnya investasi berarti kurangnya kapital/modal yang dimiliki oleh daerah sehingga akan semakin meningkatkan kesenjangan di daerah tersebut.

Investasi merupakan suatu faktor yang krusial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi dalam melakukan produksi barang dan jasa. Untuk keperluan kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik, gedung, perkantoran, mesin dan alat-alat produksi, infrastruktur, alat transportasi dan komunikasi dan sebagainya. Untuk pengandaan semua itu diperlukan investasi.

Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya menciptkan peningkatan permintaan di pasar. Pasar yang berkembang dan juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan meningkat dan seterusnya, maka terciptalah pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan bahwa adanya korelasi positif antara investasi dan laju pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat dikatakan dengan adanya investasi maka pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Selain itu jika kita lihat penyebaran investasi di daerah penghasil seperti Provinsi Kalimantan Timur lebih banyak ditujukan ke sektor bukan pertambangan (migas) seperti sektor perkebunan, industri, perdagangan dan jasa lainnya. Kondisi ini membuat kabupaten bukan penghasil migas yang sebelumnya tertinggal oleh daerah penghasil migas dengan adanya investasi mampu mengimbangi tingkat pendapatan kabupaten penghasil migas (Tabel 11).

79

Tabel 11 Penanaman Modal Asing Menurut sektor di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2007

No Sektor Jumlah Proyek Investasi (ribu US$) Tenaga Kerja 1 Perkebunan 11 157.311 13.397 2 Kehutanan 1 2.000 355 3 Industri Makanan 14 104.688 3587 4 Industri Kimia 1 251.800 - 5 Industri Kertas 2 3.508.970 4.206 6 Industri Kayu 3 64.238 1.249 7 Industri lainnya 2 7.275 133 8 Kontruksi 1 3.508 197 9 Pertambangan 3 3.700 194 10 Perdagangan 18 13.474 655 11 Listrik 1 7.680 22 12 Jasa Lainnya 35 177.896 1.477 Total 92 4.302.543 25.683

Sumber : Badan Promosi dan Investasi Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel dana alokasi umum (DAU) signifikan mempengaruhi ketimpangan dengan koefisein bertanda negatif yang berarti bahwa peningkatan dana alokasi umum akan menurunkan ketimpangan antar wilayah . Peningkatan dana alokasi umum sebesar 1 unit akan menurunkan ketimpangan pendapatan sebesar 4.50E-09 atau dengan kata lain peningkatan dana alokasi umum sebesar Rp 1 trilyun akan menurunkan ketimpangan pendapatan sebesar 0.004 poin angka indeks. Hasil ini sesuai dengan hipotesa awal dimana peningkatan DAU akan menurunkan ketimpangan pendapatan antar wilayah.

Pemberian Dana Alokasi Umum bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara kebutuhan pengeluaran dan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Tujuannya agar pemerintah kabupaten/kota mampu menyediakan layanan masyarakat yang sudah didesentralisasikan, dalam hal kualitas maupun kuantitas, dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Ketimpangan pembangunan antar daerah terutama kesenjangan antar kabupaten di daerah penghasil migas terlihat sangat nyata dengan diberikan dana bagi hasil sumber daya alam. Agar kesenjangan yang ada tidak terus menjadi semakin besar maka untuk mengimbanginya diberikanlah dana alokasi umum.

Hal ini dimaksudkan agar daerah dengan sumber daya alam yang terbatas mampu mengimbangi daerah yang relatif kaya dengan sumber daya alam.

Variabel dana bagi hasil (DBH) tidak signifikan mempengaruhi ketimpangan pendapatan. Hasil yang tidak signifikan ini diduga karena dana bagi hasil dalam persamaan ini merupakan dana bagi hasil provinsi sehingga tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Penggunaan data pada level provinsi ini karena keterbatasan data untuk variabel ekspor dan investasi yang hanya tersedia pada level provinsi sehingga untuk variabel lainnya (UMR, dana bagi hasil dan dana alokasi umum) mengikuti level kedua variabel tersebut.

Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syateri (2005) yang melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Bengkulu menyimpulkan bahwa investasi berpengaruh negatif terhadap ketimpangan antar wilayah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada saat ini. Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh Syateri diketahui bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap ketimpangan antar wilayah.

Perbedaan terjadi pada dana perimbangan daerah dimana pada penelitian ini dana perimbangan yang diikutkan dalam model dibagi menjadi 2 yaitu dana bagi hasil dan dana alokasi umum. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dana bagi hasil berpengaruh positif terhadap ketimpangan antar wilayah sedangkan dana alokasi umum berpengaruh negatif terhadap ketimpangan antar wilayah. Perbedaan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut disebabkan karena oleh adanya perbedaan waktu dan cakupan wilayah penelitian serta penggunaan variabel yang bervariasi misalnya adanya pemisahan variabel dana perimbangan antara variabel dana bagi hasil dan dana alokasi umum serta penggunaan variabel ekspor dan upah minimum regional dalam penelitian ini.

5.4 Peran Dana Bagi Hasil terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan

Dokumen terkait