• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2. Landasan Teori

2.2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai pasar saham, dll. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan (Suwito dan Herawaty, 2005 : 138 dalam Widyanti, 2012).

Perusahaan besar cenderung akan mengungkapkan informasi yang lebih luas dibandingkan dengan perusahaan kecil karena perusahaan besar lebih memiliki kemampuan untuk merekrut karyawan yang ahli, serta adanya tuntutan dari pemegang saham dan para analis. Hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan corporate governance dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Maingot dan Zeghal (2008) mengenai analisis pengungkapan informasi CG oleh bank-bank di Kanada. Maingot dan Zeghal (2008) menyatakan bahwa bank-bank dengan ukuran yang besar menjadi pokok perhatian atau objek yang dapat diteliti lebih bagi investor, salah satunya mengenai CG. Serta bank yang berukuran lebih besar mempunyai anggaran lebih banyak untuk hubungan investor dan mereka dapat

menyediakan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan laporan tahunan mereka. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula kuantitas dan ragam pemangku-pemangku kepentingan yang terkait, sehingga perusahaan perlu untuk menyediakan pengungkapan yang lebih luas agar dapat memenuhi kebutuhan informasi para pemangku kepentingan

Variabel ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktiva perusahaan (Jatiningrum, 2000 : 149 dalam Widyanti, 2012). Jadi, untuk melihat besar atau kecilnya perusahaan diukur dari total aktiva berdasarkan nilai buku yang dinyatakan dalam satuan rupiah dan skala pengukurannya adalah rasio.

2.2.4.2. Profitabilitas

Profitabilitas yakni tingkat keuntungan yang dapat dicapai perusahaan dihubungkan dengan penjualannya. Bagi suatu perusahaan, masalah profitabilitas pada umumnya lebih penting daripada laba, karena laba yang besar bukan merupakan jaminan bahwa perusahaan bekerja secara efisien.

Menurut Kasmir (2008:196), pengertian rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.

Sedangkan menurut Helfert (1996 : 64), pengertian profitablitas adalah keefektifan manajemen dalam menggunakan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba. Rentabilitas atau profitabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan, oleh karena itu keuntungan besar bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut rentabel. Berapapun besar likuiditas atau solvabilitas suatu perusahaan, jika perusahaan tersebut tidak mampu memperoleh laba yang besar, maka perusahaan tersebut pada akhirnya akan mengalami kesulitan keuangan dalam mengembalikan hutang-hutangnya.

Dalam pengaruhnya terhadap praktik pengungkapan, Muhamad et al. (2009) dalam penelitian Natalia (2012) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas lebih besar disbanding dengan yang lainnya memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi untuk mendukung kelangsungan posisi perusahaan tersebut. Selain itu, profitabilitas perusahaan yang meningkat juga dapat berasal dari meningkatnya kapasitas perusahaan atau sumber pendanaan perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Semakin bertambahnya sumber pendanaan yang didapat dari pemegang saham, kreditur, serta pemangku kepentingan lainnya, maka perusahaan akan semakin mempunyai kesempatan dalam mengembangkan aktivitas perusahaan sehingga perusahaan akan cenderung dapat meningkatkan labanya (Natalia,2012).

Dalam praktiknya, profitabilitas dapat diukur melalui beberapa rasio, yaitu: profit margin (profit margin on sales), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan laba per lembar saham. Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan menggunakan ROE (Return on Equity), yang merupakan perbandingan laba setelah pajak dengan total ekuitas.

2.2.4.3. Leverage

Leverage atau debt ratio adalah variabel yang sering digunakan dalam penelitian-penelitan terdahulu untuk menguji determinan dari pengungkapan perusahaan. Menurut Kasmir (2008:151), rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kawajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Pengukuran rasio solvabilitas atau rasio leverage, dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu mengukur rasio-rasio neraca dan sejauh mana pinjaman digunakan untuk permodalan, serta melalui pendekatan rasio-rasio laba rugi.

Rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dan perusahaan didanai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak mempunyai leverage faktornya = 0 artinya perusahaan dalam koperasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri atau tanpa menggunakan hutang. Semakin rendah leverage

faktor, perusahaan mempunyai risiko kecil bila kondisi ekonomi merosot. Pengguna dana hutang bagi perusahaan tersebut mempunyai tiga dimensi (1) memberi kredit akan menitik beratkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan; (2) dengan menggunakan data hutang, maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya, maka keuntungan pemilik perusahaan akan meningkat; (3) dengan penggunaan hutang, pemilik mendapatkan dana tanpa kehilangan pengendalian pada perusahaannya (Sutrisno, 2003 : 249).

Dalam hubungannya dengan praktik pengungkapan, Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi cenderung mengungkapan informasi lebih luas karena perusahaan dengan leverage yang tinggi mengakibatkan timbulnya biaya pengawasan yang lebih tinggi. Banyak ukuran yang digunakan untuk mewakili tingkat leverage suatu perusahaan, yaitu debt to asset, long term debt to total equity, debt to equity, dan debt service coverage. Dalam penelitian ini, tingkat leverage yang digunakan adalah debt to equty ratio, yang menunjukkan seberapa besar total ekuitas yang dimiliki perusahaan yang berasal dari pembiayaan hutang.

2.2.4.4. Jumlah Dewan Pengawas Syariah

Jumlah dewan pengawas syariah yang dimaksud dalam penelitian ini yakni jumlah anggota dewan pengawas syariah yang dimiliki oleh bank umum syariah. Menurut Lewis et al (2004:243) dalam Sudaryati dkk (2012) yang

pokok dalam kerangka Corporate Governance untuk sebuah bank umum syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan kontrol internal yang mendukungnya. Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Dewan Pengawas Syariah (DPS) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

Tugas dan tanggung jawab DPS dapat dilakukan dengan cara, antara lain ; (a) melakukan pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah dan (b) melakukan pengawasan terhadap kegiatan Bank terkait dengan pemenuhan prinsip syariah. Banaga, Ray, dan Tomkins (194, h. 10-11) dalam Lewis (2007:234) menyebutkan beberapa fungsi DPS sebagai berikut:

a. Menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan masyarakat luas.

b. Mengeluarkan fatwa hukum sesuai dengan ketentuan syariah dan berbagai pertanyaan yang diajukan oleh manajemen bank atau pihak lainnya.

c. Meninjau ulang dan memperbaiki semua kontrak dan transaksi yang dilakukan bank dengan nasabah untuk memastikan bahwa semuanya sesuai dengan syariah. Jika suatu perjanjian atau transaksi bertentangan dengan syariah, DPS mesti membatalkannya.

d. Meninjau ulang hasil riset mengenai suatu subjek tertentu dan menyatakan opini hukum mereka.

e. Mengadakan rapat rutin untuk membahas berbagai masalah dan hasilnya didokumentasikan.

f. Menerima dan menjawab berbagai pertanyaan dari manajemen atau pihak lainnya dan mengemukakannya kepada Dewan Direksi.

g. Menyampaikan pandangan akhir jika Dewan Direksi tidak punya opini lain mengenai suatu masalah.

h. Menyusun berbagai kontrak bekerja sama dengan penasihat hukum bank.

i. Ikut serta menyusun draf keputusan dan perintah yang dikeluarkan bank, disertai beberapa penjelasan yang dibutuhkan.

j. Mempersiapkan studi dan riset yang diperlukan untuk mendistribusikan zakat kepada pihak yang layak mendapatkannya dan menentuka jumlah atau presentasenya yang boleh diinvestasikan.

k. Meninjau dan memastikan bahwa penyelia syariah diimplementasikan oleh bank, cabang-cabangnya, dan semua perusahaan afiliasinya. Tugas dan fungsi serta keberadaan dewan pengawas syariah dalam bank umum syariah memiliki landasan hukum baik dari sisi fiqih maupun undang-undang perbankan di Indonesia. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan (Prasetyoningrum, 2010). Dewan pengawas syariah

merupakan istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi pengawasan internal syariah pada bank umum syariah, karena di luar negeri DPS disebut juga sebagai shari’a supersory board (SSB).

Gambar 4 : Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah

Sumber : Sudarsono (2004:43)

Dewan Pengawas akan sangat berperan dalam menjaga syariah compliance yang berkaitan erat dengan pengelolaan perusahaan dari sisi kebenaran syariah, dan hal ini akan menjadi sangat penting ketika perusahaan akan mengeluarkan produk-produk perbankannya. Sehingga bisa disimpulkan, selain tata kelola yang baik dari sisi manajemen perusahaan, tata kelola pengawasan dan pengembangan yang dilakukan oleh DPS menjadi tolak ukur mendasar dalam kesuksesan penerapan GCG pada Bank Syariah.

2.3. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, akan diuji beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan corporate governance dalam laporan tahunan perusahaan perbankan syariah di Bursa Efek Indonesia. Variabel yang

Usulan Instruksi

Jawaban Pengajuan Rancangan Produk/jasa Rapat DPS dengan

Direksi dan Bag/Dep Terkait Implementasi dan Sosialisasi

DPS

Direksi Bag/Dept

digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen yaitu pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan perusahaan perbankan syariah. Variabel independen terdiri dari empat variabel, yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan pengawas syariah.

Berdasarkan uraian tersebut, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5 : Gambar Kerangka Pikir

Sumber : Peneliti

2.3.1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate

Governance

Perusahaan yang memiliki ukuran lebih besar cenderung memiliki hubungan yang lebih kompleks dengan para pemangku kepentingan. Hubungan

Ukuran Perusahaan (X1) Profitabilitas (X2) Leverage (X3)

Jumlah Dewan Pengawas Syariah

(X4)

Pengungkapan Corporate Governance

Bagi Bank Umum Syariah

(Y)

Analisis Regresi Linier Berganda

yang lebih kompleks ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah, jenis, dan tuntutan pemangku kepentingan (Pramono, 2011). Sebagai wujud akuntabilitas manajemen kepada para pemangku kepentingan, perusahaan besar dituntut mengungkapkan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka perusahaan dengan ukuran yang lebih besar akan mengungkapkan informasi CG dengan kualitas yang tinggi.

Variabel ukuran perusahaan adalah variabel yang sering diteliti dalam hubungannya dengan luas pengungkapan. Hasilnya pun cukup konsisten berpengaruh terhadap luas pengungkapan, seperti dalam penelitian Bhuiyan dan Biswas, 2007; Rahmawati, Mutmainah, dan Haryanto, 2007; Rini 2010 (dalam Natalia, 2012).

Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aset, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel ini digunakan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aset, maka semakin banyak modal yang ditanamkan. Semakin besar penjualan, maka semakin banyak perputaran uang dan kapitalisasi pasar. Dari ketiga variabel ini, nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan kapitalisasi pasar dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dan Sularto, 2007:A54 dalam Natalia, 2012).

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka perumusan hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Ukuran perusahaan (X1) berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance (Y).

2.3.2. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Governance Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Muhammad et al. (2009) dalam Natalia (2012) menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi lebih cenderung mengungkapkan lebih banya informasi. Informasi ini digunakan untuk mendukung kelangsungan posisi perusahaan tersebut.

Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan peurusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya.

Pada praktiknya, peningkatan jumlah dan ragam pemangku harus disertai dengan pengungkapan informasi, khususnya informasi mengenai Corporate Governance sebagai respon tanggung jawab atas penggunaan dana pemangku kepentingan oleh perusahaan (Pramono, 2011). Dengan kualitas informasi laporan Corporate Governance yang tinggi, maka akan lebih

meyakinkan kepada para pemangku kepentingan terhadap cara yang ditempuh oleh manajemen. Cara-cara yang dimaksud adalah cara-cara yang memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan, tidak hanya berdasarkan kepentingan perusahaan saja. Dengan demikian, kenaikan profitabilitas akan menyebabkan kecenderungan kenaikan tingkat pengungkapan laporan informasi Corporate Governance (Natalia, 2012).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2 : Profitabilitas (X2) berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance (Y).

2.3.3. Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Corporate Governance Leverage merupakan sebagian pinjaman dari jumlah modal perusahaan dalam membiayai investasi. Konsep leverage dapat digunakan oleh perusahaan maupun investor. Investor menggunakan leverage secara signifikan untuk meningkatkan keuntungan yang dapat diberikan melalui investasi. Muhamad et al. (2009) dalam Natalia (2012) menyebutkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi mempunyai kewajiban yang lebih tinggi untuk mengungkapkan informasi, khususnya informasi keuangan dalam rangka untuk meyakinkan kreditur jangka panjang perusahaan bahwa perusahaan mempunyai sumber daya yang cukup untuk membiayai aktivitas bisnis perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan bahwa karena perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi menyebabkan biaya

pengawasan (monitoring costs) yang lebih tinggi, maka perusahaan berusaha mengurangi biaya tersebut dengan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan kreditur. Dari pendapat para peneliti tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi akan cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H3 : Leverage (X3) berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance (Y).

2.3.4. Pengaruh Jumlah Dewan Pengawas Syariah Terhadap Pengungkapan

Corporate Governance

Menurut Lewis et al (2004: 243) dalam Sudaryati dkk (2012) yang pokok dalam kerangka Corporate Governance untuk sebuah Bank Syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan kontrol internal yang mendukungnya. Semakin besar jumlah anggota dewan pengawas syariah, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan dan mengelola kinerja perusahaan secara efektif menurut prinsip syariah. Oleh karena itu, selain tata kelola yang baik dari sisi manajemen perusahaan, tata kelola pengawasan dan pengembangan yang dilakukan oleh DPS menjadi tolak ukur mendasar dalam kesuksesan penerapan GCG pada Bank Syariah.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H4 : Jumlah Dewan Pengawas Syariah (X4) berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance (Y).

2.4. Hipotesis

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance.

H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance.

H3 : Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance.

H4 : Jumlah Dewan Pengawas Syariah berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate Governance.

3.1. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010:13) mendefinisikan bahwa objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu). Sedangkan pengertian menurut Arikunto (2006:29) objek penelitian adalah sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian.

Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor, atau ukuran yang berbeda. Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif untuk mendapatkan data sesuai tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun objek penelitian dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan pengawas syariah terhadap pengungkapan corporate governance pada seluruh Bank Umum Syariah yang ada di Indonesia.

3.2. Operasionalisasi dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu pernyataan yang dapat memberikan makna untuk istilah atau konsep tertentu, sehingga tidak salah dimengerri atau tidak salah diinterpretasikan. Definisi operasional variabel, mengubah konsep atau variabel yang abstrak dengan kata-kata yang menggambarkan tingkah laku atau gejala yang dapat diamati, dapat diuji, dan ditentukan atau dinyatakan kebenarannya oleh orang lain.

Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan variabel independen. Dengan pengungkapan Corporate Governance sebagai variabel dependen serta ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan pengawas syariah variabel independen.

3.2.1. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan bank umum syariah. Sebuah indeks pengungkapan dibentuk sebagai standar untuk mengukur tingkat pengungkapan corporate governance pada bank umum syariah di Indonesia. Penentuan indeks pengungkapan ini berdasarkan pada informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan mereka bagi stakeholders.

Metode yang digunakan untuk mengukur variabel dependen adalah dengan mengukur indeks pengungkapannya. Berdasarkan penelitian Rini (2010), cara untuk membuat indeks pengungkapan corporate governance

adalah mengaplikasikan indeks tidak tertimbang dengan menggunakan nilai dikotomis, yaitu nilai 1 untuk item yang diungkapkan dan nilai 0 untuk item yang tidak diungkapkan. Berdasarkan penelitian Bhuiyan dan Biswas (2007) dalam Rini (2010), indeks pengungkapan corporate governance pada laporan tahunan perusahaan dapat dihitung manggunakan rumus sebagai berikut:

3.2.2. Variabel Independen 3.2.2.1. Ukuran Perusahaan (X1)

Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total asset perusahaan menggambarkan kekayaan perusahaan. Beberapa penelitian mengenai pengungkapan CG dalam laporan penilitan menemukan bahwa ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total aset berpengaruh secara signifikan dengan kualitas pengungkapan CG (Rini 2010; Maingot dan Zeghal, 2008; dan Sayogo, 2006). Total aset perusahaan kemudian diubah dalam bentuk natural log agar data yang didapat tidak terlalu besar.

3.2.2.2.Profitabilitas (X2)

Profitabilitas menggambarkan kinerja suatu perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian di dalam menilai profitabilitas suatu

= � � � �

� � � � � �

perusahaan. Pada penelitian ini, profitabilitas diproksikan dengan ROE (Return on Equity). Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir 2008:204). Aljifri dan Hussainey (2007) dalam Natalia (2012) menemukan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap praktik pengungkapan dalam laporan tahunan. ROE merupakan proporsi laba bersih terhadap total ekuitas.

3.2.2.3. Leverage (X3)

Leverage merupakan sebagian pinjaman dari jumlah modal perusahaan dalam membiayai investasi. Tingkat leverage pada penelitian ini diukur dengan debt to equity ratio. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang. Bagi kreditor, semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar rasio akan semakin baik, karena semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan

� = � �ℎ

terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan perusahaan (Kasmir 2008:157). Muhamad et al. (2009) dalam Natalia (2012) menemukan bahwa tingkat leverage yang diukur dengan debt to equity ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan CG. Debt to equity ratio merupakan proporsi total hutang terhadap total ekuitas.

3.2.2.4. Jumlah Dewan Pengawas Syariah (X4)

Jumlah dewan pengawas syariah merupakan jumlah anggota dewan pengawas syariah pada Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Dewan Pengawas diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Pengukuran dewan pengawas syariah dalam penelitian ini yaitu jumlah anggota dewan pengawas syariah dalam Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.

� � � � = �

3.3. Teknik Penentuan Sampel

Dokumen terkait