• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bukunya, Pasiak (1999) menulis bahwa terdapat 6 unsur pokok sebuah perilaku K3 di tempat kerja yang dirumuskan oleh WHO. Pemikiran dan perasaan

(thoughts and felling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, pendidikan, tempat kerja, dan jenis pekerjaan.

2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang pekerja memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya terkena api. Seorang dokter akan merawat pasiennya setelah melihat pasien lain dengan jenis kesakitan yang sama hingga cacat, karena pasien yang lain tersebut tidak dirawat secara intensif oleh dokter. (Notoatmodjo, 2007).

Saputra (1997) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan p value 0,460. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya.

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Bloom (1975) yang dikutip dari Widayatun (1999), pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya. Bloom mengelompokkan pengetahuan ke dalam dominan

kognitif dan menempatkannya sebagai urutan utama dari domain kognitif karena pengetahuan merupakan unsur dasar untuk pembentukan tingkat-tingkat domain kognitif berikutnya yang meliputi tingkat-tingkat pemahaman, penerapan, analis, sintesis dan penilaian. Sedang menurut Abijusah (1981) bahwa pengetahuan adalah kemampuan dari seseorang untuk memahami sesuatu.

Menurut Skinner seperti dikutip oleh Notoatmojo (2007) bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat dikatakan mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang sebagai hasil proses penginderaan mengenai suatu objek tertentu dengan cara mengingat atau mengenal informasi yang ada pada objek tersebut, merupakan bagian tingkah laku yang termasuk dalam domain kognitif tingkat pertama.

b. Tingkatan Pengetahuan

Notoatmojo (2007) dalam bukunya yang berjudul promosi kesehatan dan ilmu perilaku menyebutkan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:

• Tahu, artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

• Memahami, artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.

• Aplikasi, artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi nyata yaitu menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.

• Analisis, artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitan satu sama lain.

• Sintesis, artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.

• Evaluasi, artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.

Dari lingkungan seseorang mendapat pengalaman dan pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan informal. Makin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka semakin luas pengetahuannya. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional

dari perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang (Adenan, 1986) dalam buku Widayatun (1999).

c. Pengukuran Pengetahuan

Dari pengertian pengetahuan yang dikemukakan Bloom dan Skinner, menunjukkan tingkat pengetahuan yaitu dengan cara orang yang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik secara lisan atau tertulis. Bukti atau jawaban tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulus yang dapat berupa pernyataan lisan maupun tertulis. Seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar. Demikian juga bila seseorang hanya mampu mengungkapkan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.

Pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum menurut Widayatun (1999) dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

• Pertanyaan subyektif misalnya jenis pertanyaan esai.

Pertanyaan esai disebut pertanyaan subyektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subyektif dari penilai sehingga hasilnya akan berbeda untuk masing-masing penilai dari suatu waktu ke waktu lainnya.

• Pertanyaan pilihan ganda.

Pertayaan pilihan ganda, betul salah, menjodohkan, disebut pertanyaan obyektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai tanpa melibatkan faktor-faktor subyektif dari penilai.

Dari kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif khususnya pilihan ganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat pengukuran karena lebih mudah sesuai dengan pengetahuan yang akan diukur dan lebih cepat dinilai.

2.3.2. Persepsi

Persepsi merupakan perasaan setuju atau tidak setuju berdasarkan dari dorongan diri sendiri atau berdasarkan dari dorongan keikutsertaan orang lain. Persepsi ini lebih melekat kepada orang-orang yang mempunyai sifat perasa (Notoatmodjo, 2007).

Persepsi dan pemahaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja adalah faktor esensial bagi keberhasilan keselamatan dan kesehatan kerja. Persepsi yang positif dan pemahaman yang tepat terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dikalangan karyawan merupakan unsur penentu kemajuan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja normatif menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta penggerak improvisasi penyelenggaraan yang lebih dapat menjamin pencapaian kemanfaatan yang lebih besar. Konsep yang mengatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi kepedulian semua orang yang harus menjadi persepsi seluruh karyawan.

Gambar 2.2.

Proses Terjadinya Persepsi

Sumber: Gibson (1985)

Persepsi dan pemahaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dikalangan masyarakat tidak sesederhana berdasarkan pengertian teknis menurut ketentuan yang berlaku tetapi sangat ditentukan oleh makna keselamatan dan kesehatan kerja untuk masyarakat bersangkutan yang memiliki latar belakang sosial budaya dan ekonomi masing-masing.

Keselamatan dan kesehatan kerja (Kondarus, 2006) menampilkan berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat yaitu:

• Hak Azasi Manusia (HAM) khususnya hak para pekerja.

• Pemenuhan ketentuan perundang-undangan dalam bidang ketenagakerjaan.

• Salah satu unsur dalam manajemen dunia usaha.

• Dapat dijadikan instrumen guna meningkatkan produktivitas.

• Bisa memainkan peran dalam mewujudkan kualitas produk.

• Suatu jenis kekhususan teknologi. Stimulus Observasi Stimulus Proses Persepsi, Pengorganisasian, & Penerjemahan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Evaluasi & Penafsiran Perilaku Tanggapan Pembentukan Sikap

• Perlunya riset keselamatan dan kesehatan kerja untuk pengembangan teknologi dan aplikasinya.

Dengan kadar yang berlainan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja seperti di atas membentuk persepsi dan pemahaman orang perorang dan kelompok masyarakat (Suma’mur, 1996). Persepsi dan pemahaman tentang keselamatan dan kesehatan kerja akan ditampilkan dalam bentuk sikap dan perilaku seseorang atau kelompok masyarakat dalam melakukan pekerjaan. a. Pengertian Persepsi

Menurut Sarwono (1992) dalam skripsi Za’im (2002) manusia mengerti dan menilai lingkungannya dapat didasarkan pada dua cara pendekatan.

Pendekatan pertama adalah pendekatan konvensional yang bermula dari adanya rangsangan individu yang menjadikan individu sadar akan adanya stimulus ini melalui sel-sel syaraf dan respon yang peka terhadap bentuk-bentuk energi tertentu.

Bila sumber energi cukup kuat untuk merangsang sel-sel maka terjadilah penginderaan. Jika penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat syaraf yang lebih tinggi (otak) sehingga manusia bisa menggali dan menilai objek maka keadaan ini dinamakan persepsi.

Pendekatan kedua adalah pendekatan ekologi, pada pendekatan ini individu tidak menciptakan makna-makna dari apa yang diinderakannya karena sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme yang siap menyerapnya.

Pertambahan kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan pengamatan, bersumber dari informasi yang berasal dari lingkungan sebagai hasil pengalaman atau praktik dengan stimulus yang berasal dari belajar disebut persepsi (Gibson).

Persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan dan memberi arti pada rangsangan baik bersifat internal maupun eksternal (Ross 1980) dalam buku Munandar (2001).

Krech (1962) dalam buku Notoatmodjo (2007) mengatakan persepsi dipengaruhi oleh:

Frame of reference yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki dan diperoleh dari pendidikan, bacaan, penelitian, atau cara lain.

Field of expreance yaitu pengalaman yang telah dialami sendiri dan tidak terlepas dari keadaan lingkungan.

Dari beberapa uraian diatas persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri manusia dimana rangsangan yang diterima oleh indera melalui proses belajar atau pengalaman diorganisasikan dan diinterpretasikan lebih dahulu sebelum stimulus tersebut dapat dimengerti dan direspon. Dengan kata lain persepsi adalah pendapat, penilaian, dan keyakinan yang timbul dalam diri seseorang mengenai objek tertentu.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Thoha (1983) dalam skripsi Za’im (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang adalah keadaan psikologi, keluarga, dan kebudayaan.

Robin (1989) dalam Za’im (2002) mengatakan faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi sehingga memungkinkan terjadi perbedaan adalah:

• Karakter dari recieper

Kepribadian, sikap, motif, minat, pengalaman masa lalu dan harapan dari orang tersebut.

• Karakter target yang dipersepsi

Sebagai sesuatu yang terisolasi maka hubungan target dan latar beserta kedekatan atau kemiripan yang dipersepsikan.

• Konteks situasi terjadinya persepsi

Waktu, lokasi, cahaya, panas atau faktor situasi yang lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses persepsi seseorang adalah:

• Intensitas

Semakin besar intensitas stimulus semakin besar pula dapat dipahami.

• Ukuran

Semakin besar ukuran suatu objek maka semakin mudah untuk bisa diketahui atau dipahami.

• Keberlawanan atau kontras

Semakin kontras stimulus yang ada dengan lingkungan semakin mudah dipahami.

Dalam penafsiran suatu objek seseorang dapat mempunyai persepsi yang sama dengan orang lain tetapi bisa pula berbeda. Menurut Azwar (2007), perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh:

• Perhatian

Biasanya seseorang tidak dapat menangkap seluruh rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus tetapi dapat memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja.

• Set

Set adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul.

• Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

• Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap persepsi.

• Ciri kepribadian

Ciri kepribadian seseorang akan berpengaruh terhadap respon dari rangsangan yang diterima.

• Gangguan jiwa

Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi.

c. Cara Pengukuran Persepsi

Kesan yang muncul apakah positif atau negatif tergantung pada pengalaman yang diperoleh melalui proses berpikir dan belajar (Fogus dan Malamed, 1976) dalam Munandar (2001).

Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan membuat pernyataan yang memberikan alternatif pilihan jawaban terhadap responden. Pernyataan yang dibuat menggambarkan pendapat, penilaian, dan penafsiran responden tentang suatu objek. Untuk pengukuran persepsi yang ingin diketahui adalah objektifitas pendapat, penilaian dan keyakinan responden terhadap suatu objek. Hasil kumulatif dari penilaian bisa menimbulkan kesan positif atau kesan negatif pada responden terhadap objek yang dinilai (Widayatun, 1999).

2.3.3. Sikap

Gambar 2.3. Komponen Sikap

Sumber: Gibson (1985)

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang menjauhi atau mendekati orang lain atau objek lain.

a. Pengertian Sikap

Morgan (1961) dalam buku Widayatun (1999) merumuskan sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek, atau situasi.

Menurut Krech (1962) sikap adalah kesesuaian reaksi terhadap kategori rangsangan tertentu yang sering kali dihadapkan dengan rangsangan sosial dan reaksi yang bersifat emosional (dalam Widayatun 1999).

- Desain Pekerjaan - Gaya Manajer - Kebijakan - Teknologi - Upah - Tunjangan Afeksi Kognisi Perilaku

Tanggapan Emosional; Pernyataan Tentang Suka / Tidak Suka

Tanggapan Persepsi; Pernyataan Tentang Keyakinan

Tanggapan Tindakan; Pernyataan Tentang Perilaku

Second dan Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan, pemikiran, dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (dalam Widayatun 1999).

Notoatmodjo (2007) mengartikan sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulan atau objek.

Mar’at (1982) dalam buku Notoatmodjo (2007) mengartikan sikap adalah merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Secara operasional pengertian sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis sikap sering kali dihadapkan dengan rangsangan sosial dan reaksi yang bersifat emosional.

Mar’at (1982) melanjutkan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak secara tertentu, bersifat relatif menetap dan tidak berubah yang menggambarkan rasa suka atau tidak suka terhadap suatu objek, diperoleh dari hasil belajar atau pengalaman sendiri maupun orang lain (Notoatmodjo, 2007).

b. Pembentuk Sikap

Azwar (2007) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu:

• Kepercayaan (keyakinan) meliputi ide dan konsep-konsep terhadap suatu objek.

• Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

• Kecenderungan untuk bertindak.

Sedang Mar’at (1982) dalam buku Notoatmodjo (2007) mengemukakan bahwa sikap memiliki tiga komponen yaitu:

• Komponen kognitif

Komponen komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

• Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki subjek terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

• Komponen konatif

Komponen konatif atau perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek yang dihadapi.

Pembentukan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dengan individu-individu lain di sekitarnya. Dalam hal ini Mar’at (1982) dalam buku Notoatmodjo (2007) memberikan penjelasan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah:

• Faktor internal

Yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti selektifitas rangsangan dari luar yang dapat ditangkap melalui persepsi. Ada proses-proses memilih rangsangan, rangsangan mana yang akan didekati dan rangsangan mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan yang berasal dari diri seseorang. Bila mempunyai kecenderungan memilih maka akan terbentuk sikap positif atau terbentuk sikap negatif bila kecenderungan itu menolak.

• Faktor eksternal

Yaitu faktor-faktor yang menentukan seseorang untuk bersikap, terdiri dari: a. Sifat objek yang dijadikan sasaran.

b. Kewajiban orang yang mengemukakan suatu sikap.

c. Sifat-sifat orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut. d. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan situasi pada

saat sikap itu terbentuk.

Ciri-ciri sikap menurut Mar’at (1982) dalam buku Notoatmodjo (2007) adalah:

• Bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objek tersebut.

• Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari.

• Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek.

• Objek sikap dapat berupa satu hal tertentu tetapi dapat juga berupa kumpulan dari hal-hal tersebut.

• Sikap mempunyai segi motivasi dan segi perasaan.

Pembentukan sikap menurut Azwar (2007) memiliki tahapan-tahapan yaitu:

• Menerima

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diterima.

• Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

• Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

• Bertanggungjawab

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko. c. Pengukuran Sikap

Morgan (1961) dalam buku Widayatun (1999) menjelaskan sikap adalah kecenderungan manusia untuk berespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi.

Teknik pengukuran sikap yang dikenal saat ini adalah skala Thurstone Equal-Appeal Interval Scala dengan menempatkan suatu benda kedalam dua dimensi evaluasi ”kesukaan” dan ”ketidaksukaan” dengan rentang dari satu sampai sebelas (Za’im, 2002).

Skala Likert yaitu Likert Method of Summateds Ratings lebih sederhana lagi dengan menempatkan pilihan terhadap objek sikap dengan rentang satu sampai lima yaitu ”sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju” atau disederhanakan menjadi rentang satu sampai empat yaitu ”sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju” (Azwar 2007).

Skala sikap berisikan pernyataan-pernyataan sikap tentang objek yang diukur. Pernyataan sikap berisikan hal-hal positif (favorable) atau hal-hal yang negatif (non-favorable) mengenai objek sikap. Dalam pernyataan skala sikap memuat komponen-komponen perilaku terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak.

2.3.4. Pendidikan

Tingkat pendidikan menggambarkan seseorang telah menjalani kegiatan belajar secara formal di suatu instansi pendidikan dengan memperoleh tanda tamat pada setiap jenjangnya. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani seseorang diharapkan semakin banyak pengetahuan berarti mengenai berbagai macam faham ilmu (Widayatun,1999).

Ada pengaruh antara pendidikan yang telah dialami seseorang terhadap perilaku K3. Hal ini diungkapkan oleh Siagian (1998) tentang penelitian yang pernah dilakukannya. Karena didapat p value sebesar 0,500 yang artinya ada perbedaan signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku K3 yang dilakukan.

2.3.5. Jenis Pekerjaan

Kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan barang atau jasa dimanapun merupakan sebuah pekerjaan. Pekerjaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga fisik maupun kemampuan memutar otak demi memenuhi target menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat (Azwar, 2007). 2.3.6. Tempat Kerja

Perusahaan apapun bentuknya merupakan sumber mata pencaharian seseorang. Perusahaan atau instansi biasanya memiliki orang-orang yang berfungsi sebagai penggerak proses suatu produksi. Dapat dikatakan juga bahwa tempat kerja merupakan bagian kecil dalam sebuah institusi barang atau jasa yang menjadi lokasi seorang pekerja melakukan pekerjaan (Azwar, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Indriani (1997) menyatakan bahwa ada perbedaan antara tempat kerja dengan perilaku K3 dengan p value 0.490. Artinya ada perbedaan bermakna antara unit tempat kerja dengan perilaku K3.

Dokumen terkait