• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

BAB I. PENDAHULUAN

C. Perkembangan Religiositas Remaja

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Faktor keluarga dalam perkembangan religiositas remaja mempunyai tempat yang khas, sebagai pendidik pertama dan utama keluarga mempunyai peran yang

penting bagi perkembangan religiositas remaja khususnya menyangkut aspek belief dan aspek feeling. Aspek belief mengacu pada apa yang diyakini dari suatu agama, seberapa kuat keyakinan diadakan dalam keluarga, dan bagaimana menonjol bahwa kepercayaan kepada Tuhan yang tumbuh dalam keluarga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan remaja. Aspek feeling berkaitan dalam jiwa dan dunia emosional individu. Pengalaman religiositas mempunyai tempat tersendiri dalam aspek feeling, karena menyangkut dimensi perasa yang meliputi hal seperti untuk percaya pada suatu agama, rasa takut tidak religiositas, rasa kesejahteraan yang berasal dari Allah, memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami remaja, maka keluarga sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai tempat yang khas untuk ikut ambil bagian dalam mendampingi pengembangan religiositas remaja, agar supaya mereka semakin dapat merasakan cinta kasih Allah. Karena orang tua juga mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan berkewajiban untuk memberikan pengalaman religiositas kepada anaknya, supaya dapat selalu melatih suara hati remaja, sehingga nantinya anak mereka mampu memiliki tingkat perkembangan religiositas dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Berkat Sakramen Baptis, suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yaitu martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian orangtua mempunyai tugas memperkenalkan Injil kepada anak mereka; dengan martabat imamat, orang tua mempunyai tugas untuk mengajarkan kepada anaknya cara menguduskan hidup, terutama dalam menghayati Sakramen-Sakramen dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk mengenalkan kepada anaknya tugas untuk melayani sesama (KWI, 2011: 15).

b. Faktor Sekolah

Sekolah mempunyai peran yang sangat kuat dalam perkembangan religiositas remaja secara khas menyangkut aspek religiositas knowledge dan religiositas feeling. Aspek religiositas knowledge merupakan dimensi intelektual yang menyangkut seberapa jauh pengetahuan remaja terhadap ajaran agama yang dianutnya. Remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah, selama remaja berada di sekolah banyak sekali pengalaman-pengalaman remaja yang didapatkan ketika berdinamika bersama teman, guru dan seluruh warga sekolah, oleh karena itu dengan banyaknya interaksi yang terjadi, perlu menciptakan adanya perasaan yang baik. Sebagai sekolah Katolik aspek religiositas feeling perlu dikembangkan agar remaja juga berkembang tidak hanya dalam hal intelektual, tetapi juga aspek religiositas feeling, sehingga remaja terbiasa untuk melatih perasaan yang dapat menggerakkan suara hati mereka melakukan hal-hal yang baik. Oleh karena itu sekolah juga mempunyai makna yang istimewa untuk terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, memperkenalkan harta warisan Gereja seperti dogma-dogma dan praktek-praktek agamanya, meningkatkan kesadaran siswa akan tata-nilai yang baik, membantu untuk mengelola religiositas siswa, sehingga siswa mampu bersikap jujur, rukun dan terbuka terhadap sesama yang beraneka watak dan latar belakang yang berbeda-beda, sikap saling peduli terhadap keadaan sekitar dan penderitaan orang lain. Semua motivasi untuk melakukan perbuatan itu akan lebih baik jika muncul dari dalam diri siswa itu sendiri. Maka sungguh sekolah mempunyai peran yang strategis untuk perkembangan remaja, sehingga pekerjaan sebagai pendidik juga dapat disebut sebagai sebuah panggilan, panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas budi maupun

hati, persiapan yang amat seksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan menyesuakan diri dengan kondisi dan keadaan siswa yang nantinya akan berdampak pada perkembangan siswa secara utuh (GE, art. 5).

c. Faktor Masyarakat

Remaja juga merupakan manusia yang mempunyai tempat dan peran yang khas dalam kehidupan di tengah masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan masyarakat dituntut untuk memperlihatkan sekaligus memberikan contoh-contoh sikap religiositas yang baik bagi para remaja, secara khas dalam aspek religiositas effect yang mengacu pada perilaku. Masyarakat majemuk yang tidak mengikatkan diri pada sikap religiositas dalam hidup sehari-hari akan kehilangan arah hidup dalam kesejahteraan bersama, menjadikan nilai-nilai sosial yang dihayati sering tidak jelas (KWI, 1996: 452). Masyarakat harus memberikan contoh atau pengalaman yang baik kepada remaja, bahwa masyarakat mempunyai prinsip-prinsip mau menolong orang dalam mengatasi masalah sosial, bersikap terbuka dan peduli terhadap sesama. Prinsip saling berbagi, tolong-menolong seperti ini perlu diwujudkan secara nyata di tengah masyarakat untuk memberikan teladan bagi para remaja, sehingga masayarakat dalam hal ini sesuai dengan pengembangan aspek religiositas effect yang mengacu pada perilaku yang tidak terbatas pada praktik keagamaan, tetapi lebih terhadap segi perilaku kehidupan dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat. d. Faktor Gereja

Gereja mempunyai peran dalam perkembangan religiositas remaja, terutama dalam aspek religiositas practice, yang mengacu pada serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menyatakan keyakinan agama tertentu, atau juga

dapat dikatakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual keagamaannya. Karena Konsili Vatikan II menyebut Gereja “Persekutuan iman, harapan dan cinta” (LG, art. 8), persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus dengan iman dan cinta kasih (GS, art. 32). Tetapi Konsili juga mengajarkan bahwa Gereja dibentuk kerena perpaduan unsur manusia dan Ilahi (LG, art. 8). Kesatuan Gereja terjadi tidak hanya karena karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara anggota Gereja. Komunikasi iman terjadi terutama dalam perayaan iman (KWI, 1996: 392). Remaja sebagai anggota Gereja juga mempunyai tempat dan peran tersendiri di dalam komunikasi iman yang terjadi dalam perayaan iman, tentu remaja dalam keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan Liturgi (SC, art. 41), Gereja mempunyai peran untuk mewujudkan keterlibatan remaja tersebut.

Dokumen terkait