ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis atas realitas yang terjadi terhadap perkembangan religiositas remaja yang semakin memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa remaja mudah terjerumus dalam tindakan yang dapat merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa. Berdasar pada pernyataan tersebut bahwa remaja mudah terjerumus dalam budaya baru yang belum tentu baik dan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa, maka skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana upaya SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan religiousitas siswa.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik telah mendukung sikap religiousitas siswa. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu penyebaran angket kepada siswa dan wawancara terhadap guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dimanfaatkan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran agar dapat menjadi bahan yang mendukung serta mampu direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam upaya pengembangan religiousitas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.
ABSTRACT
The title of this thesis is DEVELOPING RELIGIOSITY IN JUNIOR HIGH SCHOOL KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. The title is chosen from concerns of the author’s of on reality that happens to the developing of adolescent religiosity is increasingly alarming. Reality shows that adolescents are vulnerable to actions that can be harmful to themselves or others. Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic schools called in to assist in the developing of students' religiosity. Based on the statement that adolescents are vulnerable to a new culture that is not necessarily good and Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school called in to assist in the developing of religiosity students, the thesis is purports to determine the extent of the effort Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school in developing students religiosity.
The main issue in this thesis is religiosity how the implementation of the religiosity developing program in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school has supported the attitude religiousitas students. To investigate this issue is accurate data. Therefore, distributing questionnaires to students and interviews with teachers at Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta are employee in this research. In addition, the literature study is also used to obtain ideas that may be material to support and be able to be reflection, in order to obtain ideas that can be used as a contribution in the developing of students in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta.
PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Agung Jiwantoro
NIM: 121124067
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
kedua orang tuaku (Petrus Sujono dan Maria Magdalena Marjiwatun Tri Nugroho),
kakak saya (Fransiska Tutut Paulina), teman-teman PAK Angkatan 2012, seluruh
warga SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta, serta semua orang yang telah membantu
MOTTO
Tuhan memanggil melalui suara hati,
suara Tuhan yang membuat jiwa menjadi penuh iman, kasih, dan harapan.
“Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; Janji Tuhan adalah murni; Dia menjadi perisai
bagi semua orang yang berlindung pada-Nya”
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN
YOGYAKARTA. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis atas realitas yang terjadi terhadap perkembangan religiositas remaja yang semakin memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa remaja mudah terjerumus dalam tindakan yang dapat merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa. Berdasar pada pernyataan tersebut bahwa remaja mudah terjerumus dalam budaya baru yang belum tentu baik dan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa, maka skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana upaya SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan religiousitas siswa.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik telah mendukung sikap religiousitas siswa. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu penyebaran angket kepada siswa dan wawancara terhadap guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dimanfaatkan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran agar dapat menjadi bahan yang mendukung serta mampu direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam upaya pengembangan religiousitas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.
ABSTRACT
The title of this thesis is DEVELOPING RELIGIOSITY IN JUNIOR HIGH SCHOOL KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. The title is chosen from concerns of the author’s of on reality that happens to the developing of adolescent religiosity is increasingly alarming. Reality shows that adolescents are vulnerable to actions that can be harmful to themselves or others. Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic schools called in to assist in the developing of students' religiosity. Based on the statement that adolescents are vulnerable to a new culture that is not necessarily good and Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school called in to assist in the developing of religiosity students, the thesis is purports to determine the extent of the effort Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school in developing students religiosity.
The main issue in this thesis is religiosity how the implementation of the religiosity developing program in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school has supported the attitude religiousitas students. To investigate this issue is accurate data. Therefore, distributing questionnaires to students and interviews with teachers at Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta are employee in this research. In addition, the literature study is also used to obtain ideas that may be material to support and be able to be reflection, in order to obtain ideas that can be used as a contribution in the developing of students in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat
limpahan kasih sayang-Nya, skripsi dengan judul PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ini terselesaikan dengan baik.
Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan untuk Program Studi Pendidikan Agama
Katolik. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan dan doa dari berbagai
pihak. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi yang telah
bersedia memberi dukungan, perhatian, motivasi kepada penulis selama
berproses di Prodi PAK.
2. Y.H Bintang Nusantara, SFK, M.Hum, selaku dosen utama dan sekaligus dosen
pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dalam mendampingi,
menuntun, memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam mengembangkan
ide sehingga penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan skripsi.
3. Y. Kristianto, SFK, M.Pd, selaku dosen penguji kedua, yang selalu memberikan
motivasi kepada penulis demi penyelesaian skripsi ini.
4. P. Banyu Dewa Hs, S.Ag, M.Si, selaku dosen penguji ketiga, yang selalu
5. Semua Staf Dosen Prodi PAK, yang sudah membantu penulis dalam menuntut
ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
6. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakaan Prodi PAK maupun USD Pusat dan
seluruh karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan kepada penulis
dalam penulisan skripsi ini.
7. Yusup Indrianto P., S.Pd selaku Kepala SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang
memberikan ijin kepada penulis untuk menjalankan penelitian di sekolah.
8. Darmini, S.Pd, Y. Endang Setya H., S.Pd, Agustina Kurnia Pancarini, S.Pd dan
B. Sri Sumekar Harjanti selaku guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang
telah meluangkan waktu untuk dapat diwawancara.
9. Siswa-siswi kelas IX SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang telah meluangkan
waktu memberikan jawaban dalam penelitian melalui angket.
10.Bapak Petrus Sujono dan Ibu Maria Magdalena Marjiwatun Tri Nugraha, selaku
orangtua penulis yang selalu mendampingi, memberi kasih sayang dan
membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.
11.Kakak saya Fransiska Tutut Paulina yang selalu mendukung dan menyemangati
penulis menyelesaikan skripsi.
12.Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2012 yang selalu memberikan
dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan, dukungan, doa, perhatian dan kerjasama sehingga skripsi ini dapat
Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan skripsi ini akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua yang membacanya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
DAFTAR TABEL ... xx
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Permasalah... 5
C. Tujuan Penulisan ... 5
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Metode Penulisan ... 6
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II. PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS DI SEKOLAH KATOLIK ... 9
A. Pengertian Religiositas ... 10
1. Religiositas: Bagian Terdalam dari Pribadi Manusia ... 10
2. Religiositas: Melintasi Agama-agama ... 11
3. Religiositas: Melintasi Rasionalisasi ... 12
B. Aspek Religiositas ... 13
1. Aspek Religiositas Belief ... 13
2. Aspek Religiositas Practice ... 14
4. Aspek Religiositas Knowledge ... 15
a. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Belief... 17
b. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Practice ... 18
c. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Feeling ... 19
d. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Knowledge ... 19
e. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Effect... 20
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas Remaja ... 21
5. Dimensi Religiositas Pendidikan di Sekolah Katolik ... 28
a. Dimensi Religiositas Iklim Sekolah ... 28
b. Dimensi Religiositas Kehidupan dan Karya Sekolah .... 29
Di Sekolah Katolik ... 30
BAB III. PENELITIAN TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SMP KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ... 35
A. Gambaran Umum SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 35
1. Sejarah Singkat SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 36
2. Visi SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 36
3. Misi SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 37
4. Tujuan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 38
5. Lingkungan Fisik SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 40
6. Gambaran Guru SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 40
2. Laporan Penelitian Melalui Penyebaran Angket ... 55
a. Identitas Responden... 56
SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta... 59
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 66
e. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 68
3. Laporan Hasil Penelitian Wawancara dengan Para Guru Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 72
4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83
a. Pemahaman Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 84
b. Pelaksanaan Pengembangan Religiositas Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 85
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 91
d. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas Siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 94
D. Kesimpulan Penelitian ... 98
BAB IV. PANDUAN REFLEKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SMP KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ... 101
A. Latar Belakang Penyusunan Panduan Refleksi ... 101
B. Tujuan Penyusunan Panduan Refleksi ... 102
C. Materi Pokok Panduan Refleksi ... 103
D. Petunjuk Penggunaa Panduan Refleksi ... 106
E. Contoh Panduan Refleksi ... 109
1. Materi (Belief): Percaya Keberadaan Allah ... 109
2. Materi (Practice): Mengikuti Ibadah... 110
3. Materi (Feeling): Merasakan Kehadiran Allah ... 112
4. Materi (Knowledge): Pendidikan Religiositas ... 113
5. Materi (Effect): Perilaku Sehari-hari ... 114
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 116
LAMPIRAN ... 120
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)
Lampiran 2: Transkip Hasil Wawancara Guru ... (2)
Lampiran 3: Kisi-kisi dan Angket ... (6)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ... (14)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci yang
diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.
Ef : Efesus
Mzm : Mazmur
B. Singkatan Dokumen Gereja
GE : Gravissimum Educationis
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen
tanggal 28 Oktober 1965.
LG : Lumen Gentium
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21 November
1964.
GS : Gaudium Et Spes
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini
tanggal 7 Desember 1965.
SC : Sacrosanctum Concilium
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci tanggal 4
Desember 1963.
KGK : Katekismus Gereja Katolik
Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman
oleh P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2014.
C. Singkatan Lain
IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional
PA : Putra Altar
IQ : Intelligence Quotient
PAK : Pendidikan Agama Katolik
R : Responden
P : Persentase
J : Jumlah siswa yang memilih alternatif jawaban tertentu
T : Jumlah total seluruh responden
dll : dan lain-lain
No : Nomor
SMP : Sekolah Menengah Pertama
Mapel : Mata Pelajaran
BNN : Badan Narkotika Nasional
MS : Microsoft Word
SJ : Serikat Jesus
IPA : Ilmu Pengetahuan Alam
SK : Surat Keputusan
KD : Kompetensi Dasar
KKM : Kriteria Kelulusan Minimal
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
CTL : Contextual Teaching and Learning
PAIKEM :Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan
SDM : Sumber Daya Manusia
UKS : Unit Kesehatan Sekolah
HP : Handphone
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner
2. Tabel 2.Kisi-kisi Wawancara
3. Tabel 3. Identitas Responden (N=60)
4. Tabel 4. Pemahaman Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan
Yogyakarta (N=60)
5. Tabel 5. Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan
Yogyakarta (N=60)
6. Tabel 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan
Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta (N=60)
7. Tabel 7. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas Siswa SMP
Kanisius Kalasan Yogyakarta (N=60)
8. Tabel 8. Hasil Penelitian Wawancara dengan Para Guru di SMP Kanisius Kalasan
Yogyakarta
9. Tabel 9. Contoh Struktur Materi Panduan Refleksi
10.Tabel 10. Lampiran 3: Kisi-kisi dan Angket Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Religiositas mempunyai peran yang penting dalam menentukan arah
kehidupan dan perilaku seseorang. Religiositas adalah relasi antara pribadi dengan
Allah yang diwujudnyatakan dalam hidup di tengah masyarakat. Dengan memiliki
religiositas, seseorang bisa mengendalikan tingkah laku mereka dalam menghadapi
setiap persoalan hidup serta mampu mengambil keputusan yang tidak merugikan
pihak manapun, dan yang terpenting tidak bertentangan dengan ajaran Injil. Seorang
religiositas akan mampu secara kritis menilai perbuatan apa yang baik dan perlu
dilakukan, serta mengetahui perbuatan yang dinilai buruk dan tidak perlu dilakukan
(Sarwono, 1989: 91).
Bagi remaja, religiositas juga sangat penting dalam membantu pembentukan
konsep diri. Remaja yang memiliki religiositas akan secara kritis mengambil sikap
dan keputusan yang tidak bertentangan dengan pandangan masyarakat, sehingga
remaja yang religiositas, tidak akan mudah untuk terjerumus dalam tindakan yang
dapat merugikan pribadinya atau orang lain. Dengan religiositas remaja akan
berkembang menjadi pribadi yang utuh, karena remaja akan menyadari apa tanggung
jawab dan tugas-tugas mereka sebagai remaja. Remaja akan melakukan tindakan
yang mengembangkan pribadi dan mengembangkan masyarakat luas. Mereka
melakukan semua itu tanpa ada paksaan dari manapun, karena religiositas
menggerakkan hati yang terdalam remaja, sehingga remaja terdorong untuk
mereka sebagai remaja, baik itu saat ketika berada di sekolah atau ketika berada di
tengah-tengah kehidupan masyarakat (Sarwono, 1989: 71-91).
Religiositas remaja perlu dikembangkan untuk menciptakan kehidupan yang
harmonis antara pribadi dengan Allah dan sesama. Pada masa remaja, mereka
mengalami perubahan dalam minat religiositas. Masa remaja mengalami masa
keraguan religiositas, remaja banyak yang bersikap skeptis dalam menjalankan ajaran
atau perintah agamanya, bila ajarannya tidak sesuai dengan keinginannya, remaja
akan mencari kepercayaan baru dari orang terdekat mereka, baik itu teman, tetangga
dll. Di berbagai negara peristiwa seperti ini sering terjadi kepada remaja yang kurang
memiliki ikatan religiositas. Oleh sebab itu, sering remaja menjadi mangsa baru bagi
mereka kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk mempengaruhi
remaja mengikuti kultur baru yang belum tentu baik. Maka perlu bagi remaja untuk
memiliki religiositas yang kuat agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh budaya
baru yang dapat merugikan pribadi remaja dan orang di sekitar remaja yaitu
masyarakat (Hurlock, 1980: 222)
Realitas yang terjadi bila religiositas tidak dikembangkan adalah semakin
bertambah banyak remaja dengan begitu mudah mengambil tindakan atau tingkah
laku nekat, yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain. Seperti berita
akhir-akhir ini, banyak kasus kenakalan usia remaja yang sudah sangat memprihatinkan,
terlihat semakin bertambah setiap tahunnya remaja SMP yang kecanduan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Data yang dikeluarkan oleh BNN (Badan
Narkotika Nasional) tercatat pada tahun 2014 pelajar tingkat SD dan SMP yang
44.768 jiwa dan mengalami peningkatan pecandu dari tahun ke tahun (Sumber:
bnn.go.id). Kenakalan remaja lainnya adalah begitu mudahnya remaja sekarang untuk
terpancing emosi dengan hal-hal kecil dan nekat menghabisi lawannya melalui
berbagai cara, salah satunya menggunakan zat kimia untuk melumpuhkan musuh
mereka yang sebenarnya masih berusia remaja (Sumber: kompas.com). Kasus remaja
lainnya adalah remaja sekarang semakin nekat untuk memperoleh apa yang mereka
inginkan, di Jakarta 4 remaja merampok sepeda motor teman sendiri (sumber:
merdeka.com). Di dunia dewasa ini remaja mempunyai intelektual yang baik, tetapi
kebanyakan dari mereka tidak diimbangi oleh moral yang baik pula, maka begitu
banyak remaja putri yang hamil di luar nikah dan jumlah kasus kelahiran remaja di
luar nikah setiap tahunnya semakin bertambah (sumber: liputan6.com)
Sekolah Katolik sebagai wujud kehadiran Gereja di dunia persekolahan
mempunyai peran penting untuk memberikan pertolongan dalam upaya
pengembangan religiositas, supaya para remaja mempunyai prinsip-prinsip moral
religiositas. Maka sekolah Katolik sungguh dapat mengembangkan pribadi siswa
secara utuh. Selain itu, sekolah Katolik juga perlu menciptakan suasana lingkungan
hidup bersama di sekolah untuk mendorong siswa agar memiliki religiositas, serta
sesuai dengan semangat Injil. Sehingga sebagai sekolah Katolik mampu
mengembangkan kepribadian siswa sebagai ciptaan baru yang cerdas dalam IQ dan
sekaligus memiliki religiositas sebagai pegangan dan pedoman siswa, supaya siswa
ketika mengambil keputusan dan tindakan tidak merugikan diri sendiri dan orang
lain, serta yang terpenting tidak bertentangan dengan semangat Injil dan pandangan
SMP Kanisius Kalasan sebagai sekolah Katolik sudah berupaya memberikan
sarana bagi siswa untuk mengembangkan religiositas mereka, yaitu dengan adanya
pendidikan religiositas, misa pelajar yang diikuti oleh seluruh siswa se-kecamatan
Kalasan dan rekoleksi siswa SMP Kanisius Kalasan yang diadakan sebulan sekali.
Selain itu juga setiap sebelum dan sesudah pelajaran diawali dengan doa. Di SMP
Kanisius Kalasan Yogyakarta juga selalu mendoakan doa Malaikat Tuhan (Angelus)
dengan speaker yang dipimpin oleh salah satu siswa yang bertugas, serta setiap ada
lomba SMP Kanisius Kalasan selalu mengadakan lomba yang menumbuhkan
religiositas, misal seperti lomba CCA (Cerdas Cermat Alkitab), lector, dan Mazmur.
SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta memiliki letak geografis yang strategis dalam
pengembangan religiositas siswa, karena letaknya yang bersebelahan dengan Gereja
Paroki Kalasan, setiap sebulan sekali di awal bulan selalu diadakan refleksi bersama,
yang dituliskan pada buku khusus, untuk mengetahui pergulatan siswa, dari refleksi
tersebut tentu sangat beragam ada siswa yang kuat religiositasnya, tapi ada juga siswa
yang kurang religiositasnya.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui sejauh mana upaya SMP
Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan
religiositas siswa. Dalam rangka ini penulis memberi judul skripsi yakni
“PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA.”
Melalui penulisan skripsi ini, penulis ingin mengajak para pendidik
mengembangkan iklim religiositas di sekolah melalui berbagai macam metode yang
membantu siswa untuk mengembangkan religiositas agar menjadi pribadi yang utuh.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah pokok
dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik?
2. Bagaimana pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan
Yogyakarta?
3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan religiositas siswa di
SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik.
2. Mengetahui bagaimana pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius
Kalasan Yogyakarta.
3. Mengembangkan religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pendidik:
Memberikan sumbangan gagasan dan hasil penulisan demi tercapainya tujuan dan
maksud sekolah Katolik dalam mengembangkan religiositas siswa di SMP
2. Bagi Penulis:
Menambah pemahaman, pengalaman, pengetahuan serta wawasan akan
pentingnya peranan sekolah Katolik dalam mengembangkan religiositas siswa di
SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.
3. Bagi Sekolah SMP Kanisius Kalasan:
Supaya SMP Kanisius Kalasan selaku sekolah Katolik dapat lebih memperhatikan
perkembangan religiositas siswa.
4. Bagi Kampus PAK
Membantu Program Studi PAK untuk menyediakan data ilmiah mengenai
pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,
dengan memanfaatkan data dari studi pustaka yang relevan dan mendukung, serta
penelitian untuk memperoleh gambaran tentang upaya “Pengembangan Religiositas
Siswa Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.”
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi menyeluruh skripsi ini,
penulis akan menggambarkan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama merupakan bagian pendahuluan dengan menguraikan tentang
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
Bab kedua menguraikan tentang pengembangan religiositas di sekolah
Katolik, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama mengenai pengertian
religiositas. Bagian kedua mengenai aspek religiositas yang terdiri dari aspek
religiositas belief, aspek religiositas practice, aspek religiositas feeling, aspek
religiositas knowledge, dan aspek religiositas effect. Bagian ketiga mengenai
perkembangan religiositas remaja terdiri atas perkembangan remaja, 5 aspek dalam
perkembangan religiositas remaja, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan religiositas remaja. Bagian keempat mengenai dimensi religiositas di
sekolah Katolik yang meliputi sekolah pada umumnya, makna sekolah Katolik,
alasan keberadaan sekolah Katolik, tujuan sekolah Katolik, dan dimensi religiositas
pendidikan di sekolah Katolik. Bagian kelima mengenai usaha pengembangan
religiositas siswa di sekolah Katolik.
Bab ketiga menguraikan metodologi penelitian dan pembahasan hasil
penelitian terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama mengenai metodologi penelitian
yang terdiri dari permasalahan, tujuan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu
penelitian, sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, dan
analisis data. Bagian kedua mengenai hasil penelitian dan pembahasan, meliputi
laporan pelaksanaan penelitian, laporan penelitian melalui penyebaran angket,
laporan hasil penelitian wawancara dengan para guru, dan pembahasan hasil
penelitian. Bagian ketiga mengenai kesimpulan penelitian
Bab keempat berisi uraian mengenai panduan refleksi sebagai upaya untuk
meningkatkan pelaksanaan pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius
panduan refleksi, tujuan penyusunan panduan refleksi, materi pokok panduan
refleksi, petunjuk penggunaan panduan refleksi, dan contoh-contoh panduan refleksi.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang
sebaiknya dilakukan untuk semakin membantu dalam pelaksanaan pengembangan
BAB II
PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS DI SEKOLAH KATOLIK
Kondisi dunia dewasa seperti sekarang ini, memang menuntut setiap orang
untuk memiliki kemampuan intelektual yang sangat baik demi bisa bersaing dalam
dunia kerja, akan tetapi seharusnya juga dituntut untuk memperkembangkan
religiositas. Religiositas tidak dengan sendirinya berkembang, religiositas dalam
lingkungan sekolah memang memiliki peran penting dalam mengembangkan dunia
seperti sekarang ini yang memiliki kecenderungan untuk mementingkan kemampuan
intelektual, oleh karenanya religiositas dapat mengembangkan bagian pribadi siswa
secara utuh. Religiositas dapat berarti memeriksa lagi, menimbang-nimbang,
merenungkan, hati nurani yang terdalam. Bagaimanapun manusia religiositas dapat
diartikan, sebagai manusia yang berhati nurani serius, saleh, teliti dalam
pertimbangan batin dan sebagainya. Maka religiositas berbeda dengan agama. Agama
lebih menunjukkan kelembagaan, kebaktian kepada Tuhan atau kepada dunia atas
dalam aspek yang resmi, sedangkan religiositas lebih menunjuk ke bagian terdalam
dari pribadi manusia, yaitu hati nurani. Orang beragama belum tentu dia itu memiliki
religiositas, maka dapat dikatan juga religiositas itu melintasi agama-agama.
Pemahaman lebih lanjut tentang pengembangan religiositas di sekolah Katolik akan
dibahas dalam lima bagian. Bagian pertama mengenai religiositas, bagian kedua
mengenai aspek religiositas, bagian ketiga mengenai perkembangan religiositas
kelima membahas mengenai usaha pengembangan religiositas siswa di sekolah
Katolik.
A. Pengertian Religiositas
Pemahaman yang lebih luas mengenai pengertian religiositas akan lebih jelas
dan lebih lanjut dibahas dalam tiga bagian berikut. Bagian pertama mengenai
religiositas: bagian terdalam dari pribadi manusia. Bagian kedua tentang religiositas:
melintasi Agama-agama. Sedangkan bagian ketiga mengenai religiositas: melintasi
rasionalisasi.
1. Religiositas: Bagian Terdalam dari Pribadi Manusia
Religiositas menunjuk pada kedalaman pribadi manusia dalam berhubungan
dengan yang Ilahi, dan memuat kepercayaan, keterkaguman, hormat, penyerahan diri,
kasih sayang, dan lain-lain. Religiositas semata-mata bukan hanya tingkah laku
dalam keagamaan, misal pergei ke Gereja atau berziarah, tetapi lebih merupakan segi
kedalaman, segi batin manusia, walaupun segi seperti ini dapat diungkapkan dengan
berbagai cara misal pergi ke tempat Ibadah (Gereja atau Masjid dll). Religiositas
lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’ riak getaran hati nurani pribadi, sikap
personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas,
‘de coeur’ dalam Pascal, yaitu cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan
rasa manusiawi) ke dalam si pribadi manusia (Y.B.Mangunwijaya, 1982: 11).
Religiositas dapat diungkapkan melalui ritus agama maupun tidak,
maksudnya religiositas itu dapat diungkapkan melalui kegiatan yang berciri agama
Suci, ibadat dan lain sebagainya. Religiositas yang diungkapkan dalam bahasa non
agama misalnya kegiatan kemanusiaan, menolong orang yang sedang membutuhkan
pertolongan, berbagi berkat yang sudah diterima dari Allah untuk dibagikan kepada
sesama (waktu, tenaga, ekonomi dll).
Sejarah religiositas merupakan drama hilangnya dan ditemukannya kembali
nilai-nilai keagamaan yang berlangsung terus-menerus. Sejarah religiositas menyoroti
tentang kerinduan manusia akan kebutuhan-kebutuhan paling dalam dan paling
eksistensial yang tidak bisa dituntaskan dengan rumusan-rumusan doktrinal. Dengan
kata lain, setiap jaman mempunyai tantangannya yang unik dalam menemukan serta
mengungkapkan pengalaman-pengalaman keberagamaan (Moedjanto, 1995: 209).
2. Religiositas: Melintasi Agama-agama
Religiositas Juga dapat dikatakan sebagai suatu karya nyata yang tidak
terbatas pada agama-agama tertentu, tetapi religousitas justru menjadi pendorong
seseorang untuk meningkatkan kualitas diri dalam hubungannya dengan yang Ilahi
yang berdampak pada kemakmuran atau kesejahteraan umat manusia. Y.B
Mangunwijaya menulis tentang religiositas itu sebagai berikut:
“Pada tingkat religiositas, bukan peraturan atau hukum yang berbicara, akan tetapi keiklasan, kesukarelaan, kepasrahan diri kepada Tuhan. Dalam rasa hormat takjub, namun pula dalam rasa cinta. Dalam suasana pujian yang tidak lagi mencari menang. Karena tergenang oleh rasa syukur penuh rendah diri, sebab kita sadar bahwa yang menang bukan agama ini atau agama itu melainkan Tuhan Allah sendiri, yang Maha Agung, namun juga Maha pemurah dan Maha kasih (Mangunwijaya, 1991: 6)”.
Tumbuhnya sikap religiositas pada diri seseorang akan menumbuhkan sikap
cinta kasih kepada sesama, baik itu manusia atau alam ciptaan Tuhan, sehingga
menghargai dan muncul rasa peduli terhadap sesama dan alam. Berbicara mengenai
religiositas biasanya tidak terlepas dari kemrosotan kualitas penghayatan orang dalam
beragama. Religiositas, dengan demikian merupakan salah satu bentuk kritik terhadap
kualitas keberagamaan seseorang terhadap agama sebagai lembaga dan ajaran. Kritik
dimaksudkan untuk membuka jalan supaya kehidupan orang beragama menjadi
semakin intens. Moedjanto (1995: 208) mengatakan bahwa semakin orang
religiositas, semakin hidupnya menjadi nyata. Religiositas pertama-tama tidak
dipertentangkan dengan ketidak beragaman seseorang dengan ireligiositas.
Religiositas lebih berkaitan dengan sikap orang untuk menjaga kualitas
keberagamaannya dilihat dari dimensinya yang paling mendalam dan personal yang
sering kali berada di luar kategori-kategori ajaran agama yang resmi. Religiositas
sangat sulit untuk diukur atau dinilai dari gejala-gejala lahiriah semata. Religiositas
merupakan isi, dasar dari agama atau hidup keagamaan manusia. Maka jika tanpa
religiositas hidup keagamaan jadi tanpa arti dalam menjalaninya atau dapat dikatakan
dalam hidup beragama akan menjadi sesuatu yang hampa, karena religiositas yang
menentukan kualitas hidup beragama. Orang yang rajin mengikuti peraturan
keagamaan, belum tentu manusia itu religiositas. Berdasarkan dari beberapa definisi
tersebut dapat disimpukan bahwa religiositas dapat diartikan sebagai suatu keadaan
yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap, dan
bertidak sesuai dengan ajarannya.
3. Religiositas: Melintasi Rasionalisasi
Dalam sejarah Eropa, salah satu tantangan terbesar terhadap penghayatan
dipungkiri dan tidak dapat diabaikan, bahwa perkembangan zaman dapat
mempengaruhi pandangan seseorang salah satunya yaitu, munculnya rasionalisme,
semenjak saat itu orang-orang beragama tidak hanya dibantu untuk bersifat kritis,
namun sikap kritis ini mendorong orang untuk mengaitkan agama dengan
irasionalitas. Di Prancis, Pascal membela agama dan religiositas dengan meluncurkan
sebuah ungkapan yang masih termahsyur sampai sekarang: Hati mempunyai rasionya
sendiri (Moedjanto, 1995: 210). Maka religiositas mengembangkan segi terdalam dari
diri manusia, meskipun religiositas itu melintasi rasionalisasi, namun tidak ada satu
pertentangan sesungguhnya antara religiositas dan rasionalisasi, tetapi justru yang
utama rasionalisasi orang merupakan akal budi menghadapi setiap persoalan, karena
Allah yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman telah menempatkan
di dalam roh manusia cahaya akal budi.
B. Aspek Religiositas
Religiositas memiliki berbagai aspek, dalam Paloutzian ada 5 aspek
religiositas akan lebih jelas dibahas dalam lima bagian berikut. Bagian pertama
mengenai aspek religiositas belief. Bagian Kedua membahas tentang aspek
religiositas practice. Bagian ketiga membahas aspek religiositas feeling. Bagian
keempat mengenai aspek religiositas knowledge. Bagian kelima mengenai aspek religiositas effect.
1. Aspek Religiositas Belief
Aspek religiositas belief, mengacu pada apa yang diyakini sebagai bagian dari
bagaimana menonjol bahwa kepercayaan dalam kehidupan seseorang. Misalnya,
keyakinan akan keberadaan Tuhan adalah ideologi agama, dengan kata lain aspek
belief merupakan dimensi ideology, memberikan gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam ajaran agamanya. Misalnya: percaya adanya
surga, Neraka, malaikat, kiamat, dan lain-lain (Paloutzian, 1996: 15).
2. Aspek Religiositas Practice
Aspek religiositas practice, mengacu pada serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menyatakan keyakinan agama tertentu.
Penekanannya bukan pada efek agama mungkin memiliki pada "non religiositas"
aspek kehidupan sehari-hari seseorang, tapi pada tindakan spesifik yang merupakan
bagian dari dirinya religiositas. Maka aspek practice dapat disebut sebagai dimensi ritual, yakni sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual
agamanya. Misalnya: mengikuti Misa kudus pada hari minggu (Paloutzian, 1996: 16).
3. Aspek Religiositas Feeling
Aspek religiositas feeling, berkaitan dengan dalam jiwa dan dunia emosional
individu. Selain pengalaman peristiwa yang orang mungkin memberi label
"pengalaman religiositas", dimensi perasaan meliputi hal seperti keinginan untuk
percaya pada suatu agama, rasa takut tentang tidak religiositas, rasa kesejahteraan
yang berasal dari keyakinan, dan sejenisnya merupakan dimensi perasaan,
memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami individu.
Misalnya: merasa dicintai Tuhan, merasa dosanya diampuni, merasa doanya
4. Aspek Religiositas Knowledge
Aspek religiositas knowledge, merupakan dimensi intelektual, yaitu seberapa
jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya, terutama yang
terdapat dalam Kitab Suci ataupun karya tulis lain yang berpedoman pada Kitab Suci.
Misalnya: orang mengetahui maksud dari hari raya agamanya, hukum atau dogma
ajarannya, memahami isi Kitab Suci dan lain sebagainya (Paloutzian, 1996: 19).
5. Aspek Religiositas Effect
Aspek religiositas effect, mengacu pada perilaku, tetapi tidak perilaku yang merupakan bagian resmi dari praktik keagamaan itu sendiri. Sebaliknya, referensi di
sini adalah untuk efek agama seseorang memiliki di sisi lain "non religiositas" segi
kehidupan seseorang. Yakni mengungkapkan sejauh mana perilaku seseorang
dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: Mau
mengampuni kesalahan sesama yang telah menyakitinya dengan sengaja atau tidak
sengaja, mendoakan dan mencintai musuhnya, dan lain-lain (Paloutzian, 1996: 19).
C. Perkembangan Religiositas Remaja
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Masa remaja
dipandang sebagai periode yang sangat penting, di mana pada masa remaja mulai
ditandai dengan pemekaran yang tidak hanya terlihat dari fisik, tetap juga pola
perubahan minat religiositas, yaitu semakin menyadari akan pentingnya religiositas
bagi dirinya atau keraguan akan religiositas. Masa remaja juga mampu untuk melihat
wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan menangkap humor. Memiliki falsafah
hidup tertentu, remaja mulai mengetahui kedudukannya di masyarakat dan
mengetahui bagaimana harus bersikap di dalam masyarakat. Beberapa kelompok
keagamaan menganggap masa remaja sebagai saat yang tepat untuk mengembangkan
religiositas baik itu di sekolah maupun ketika berada di tengah masyarakat.
1. Perkembangan Remaja
Menurut Hurlock (1980: 222) perkembangan remaja ditandai oleh beberapa
sikap. Perkembangan itu adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Periode remaja memang disebut sebagai periode keraguan religiositas.
Wagner menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keraguan religiositas tersebut
adalah tanya-jawab religiositas. Menurut Wagner para remaja ingin mempelajari
agama berdasar pengertian intelektual dan tidak ingin menerima begitu saja. Mereka
meragukan agama bukan karena ingin “agnostic” atau “ateis”, melainkan karena
mereka ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka ingin mandiri
dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri ( Hurlock, 1980: 222).
b. Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja untuk menghayati peri
kehidupan dalam lingkungannya. Kehidupan religiositas akan cenderung mendorong
dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religiositas pula. Perubahan minat religiositas
selama masa remaja lebih radikal dari pada perubahan dalam minat akan pekerjaan.
Adanya perubahan minat akan agama pada remaja tidak mencerminkan kurangnya
penggunaan keyakinan serta kotbah dalam penyelesaian masalah sosial, politik dan
ekonomi (Hurlock, 1980: 222).
c. Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap perkembangan religiositas dapat dikatakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama
yang mempengaruhi mereka.
2. 5 Aspek dalam Perkembangan Religiositas Remaja
Remaja dilihat sebagai periode yang sangat penting dalam
memperkembangkan sikap religiositasnya, di mana ditandai dengan pemekaran diri
yang tidak hanya bersifat secara fisik tetapi juga dalam religiositasnya. Beberapa
kelompok keagamaan memandang masa remaja sebagai saat “penyadaran”,
maksudnya bahwa masa remaja adalah saat di mana keimanan yang tadinya bersifat
pinjaman, kini menjadi miliknya sendiri (Hamalik, 1995: 108). Dalam pernyataan
tersebut terdapat anggapan bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana remaja
telah siap untuk melakukan pertobatan atau siap untuk menceburkan dirinya serta
terlibat langsung dalam memperkembangkan sikap religiositasnya mereka dalam
kehidupan. Dalam membahas perkembangan religiositas remaja, kiranya perlu
mengetahui aspek akan sikap religiositas remaja.
a. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Belief.
Sebagian besar para remaja menganut keyakinan agama dan kepercayaan
akan keperluan beragama dalam situasi kehidupan sehari-hari remaja. Dalam
sehari-hari dan dapat menolongnya untuk dapat mengatasi konflik atau permasalahan yang
sedang mereka hadapi, serta dapat mengatasi keragu-raguan yang dialami oleh
remaja. Dalam kesadaran mengenai masalah yang dialami oleh remaja, ada yang
masih kurang bersikap toleran terhadap dogma-dogma yang mereka anggap kuno.
Dalam hal seperti ini remaja memerlukan agama yang dapat menolongnya untuk
mengolah masa transisi yang dialami oleh para remaja (Supriyati, 1988:359).
b. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Practice.
Kesadaran remaja akan mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya
ini erat kaitannya dengan situasi kehidupan remaja yang penuh tekanan, rasa kurang
aman dan rasa ingin tahu serta rasa ketidak pastian. Remaja membutuhkan agama
yang lebih spesifik yang dapat membimbing sikap serta tingkah laku mereka, karena
kesadaran beragama bagi remaja berarti penambahan minat dalam hal hidup
beragama yang mengarah pada suatu rekonstruksi sikap-sikap dan keyakinan
beragama. Sering orang menganggap remaja beragama dari hal practice saja, tetapi bukan dari keyakinan yang timbul dari dalam diri remaja. Minat beragama di
kalangan remaja timbul karena remaja merasakan bahwa nilai-nilai keagamaan yang
dibawanya sejak kecil sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan-kebutuhannya pada
masa remaja; tidak sesuai lagi dengan perkembangan aspirasi dan
gagasan-gagasannya (Supriyati, 1988: 360). Pada masa-masa seperti inilah kadang-kadang
remaja malas berdoa ke Gereja atau malas berdoa secara teratur. Keadaan ini bukan
karena remaja tidak percaya atau tidak taat lagi terhadap agamanya, tetapi remaja
sering merasa bosan dengan perayaan-perayaan rutin dalam upacara-upacara
bersama-sama remaja yang lain, tentu gerakan ini harus timbul melalui bagian
terdalam dari diri setiap remaja yang disebut sebagai religiositas remaja.
c. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Feeling.
Dalam perkembangan remaja terdapat kecenderungan mengalami perubahan
di dalam cara berpikir dan cara mereka merasakan kehadiran Allah “religiositas
feeling”. Perkembangan itu dipengaruhi oleh pengalamaan keagamaan yang menunjuk pada pengalaman subjektif individu dalam berhubungan dengan yang
Ilahi. Meskipun bersifat pribadi, tetapi tetap mempunyai elemen sosial, karena
mempengaruhi pribadi dalam menginterpretasikan pengalaman personal tersebut.
Pengalaman keagamaan yang personal itu berbeda-beda intensitasnya.
Pengalaman-pengalaman religiositas bisa berbentuk rasa damai, atau kagum yang bersifat sesaat
saja atau juga pengalaman mistik yang luar biasa. Isi dari pengalaman religiositas itu
berbeda-beda. Di dalamnya bisa terdapat pengalaman yang menggembirakan seperti
damai, harmonis, sukacita, merasa dicintai oleh Allah dan rasa aman. Namun dipihak
lain ada juga pengalaman yang tidak menggembirakan yang mengasilkan teror,
ketakutan, dan kecemasan. Sementara itu, isi dari pengalaman-pengalaman itu
bergantung pada religiositas tentang apa yang dihadapi, sehingga remaja dapat
memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan yang dialami individu, bahwa
remaja mempunyai perasaan dicintai oleh Allah tergantung dari pengalaman
religiositas yang dialami oleh remaja sebagai individu (Raho, 2013: 16).
d. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Knowledge
Besarnya minat remaja terhadap ilmu pengetahuan sangat dipengaruhi oleh
pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap seperti
batu loncatan saja, contoh konkritnya beberapa tahun terakhir kriteria kelulusan siswa
menitik beratkan pada ujian nasional, mereka cenderung untuk lebih serius
mendalami materi pelajaran yang diajukan di ujian nasional saja dan kurang
memperhatikan materi pelajaran yang lain (Hurlock, 1980: 220). Kurang minatnya
remaja terhadap ilmu pengetahuan tertentu biasanya menunjukkan cara-cara berikut,
remaja bekerja di bawah kemampuannya atau dalam mengerjakan tidak pernah
serius, peristiwa ini sering terjadi pada usaha dan upaya untuk mengembangkan
religiositas remaja dalam aspek knowledge, sehingga ketika ditanya siapa itu Kristus?, Apa maksud kedatangan Yesus Kristus di dunia?, mereka akan menjawab
dasarnya saja atau kulitnya dan tidak terpikirkan untuk mendefinisikan jawaban dari
pertanyaan tersebut, sebab mereka bekerja (berfikir) di bawah kemampuannya,
padahal sebenarnya para siswa memiliki potensi yang sangat besar untuk mampu
menjawab dengan lebih baik, dan bahkan mampu mengambil makna dari apa yang
mereka pelajari serta mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari mereka.
e. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Effect
Orang tua atau guru tidak dapat lagi mengawasi remaja dari dekat seperti
yang dilakukan pada sat mereka masih anak-anak. Oleh karena itu remaja harus
mempunyai rasa tanggung jawab dalam pengendalian perilakunya sendiri. Bila dulu
pada saat masih anak-anak rasa takut yang ditimbulkan dari hukuman merupakan
pencegahan yang terbaik untuk anak supaya tidak melakukan kesalahan atau dapat
menekan perbuatan salah yang dilakukan, ketika mereka sekarang mencapai usia
yang hanya efektif bila ada perilaku yang nyata-nyata salah dan hukuman bagi
pelakunya. Bahkan sejumlah telaah mengenai kenakalan remaja menunjukkan bahwa
hukuman tidak hanya mencegah perbuatan yang salah tetapi malah menjadi
pendorong untuk berperilaku salah, maka ada istilah bagi para remaja, bahwa
“peraturan dibuat untuk dilanggar”, dan ketika remaja berbuat salah, mereka akan
mencari berbagai alasan untuk dapat menghindari kesalahan agar terbebas dari
berbagai bentuk hukuman dengan melakukan berbagai cara, yaitu dengan berbohong,
menyalahkan orang lain dll.
Peran suara hati dalam pengendalian perilaku remaja sangatlah penting untuk
menimbulkan sikap perilaku yang baik ketika berada di tengah-tengah masyarakat,
remaja yang memiliki suara hati yang matang tentu selalu merasa bersalah dan malu
ketika berperilaku yang tidak baik, rasa bersalah ini penting timbul dari dalam diri
setiap remaja, sehingga remaja selalu berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan
atau berbuat salah lagi, karena motivasi ini timbul dari dalam diri remaja itu sendiri.
Telaah-telaah mengenai perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang
efektif bagi semua orang untuk mengawasi perilakunya sendiri adalah melalui
pengembangan suara hati, yaitu kekuatan ke-dalam (batiniah) yang tidak memerlukan
pengendalian lahiriah (Hulrock, 1980: 226).
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas Remaja
a. Faktor Keluarga
Faktor keluarga dalam perkembangan religiositas remaja mempunyai tempat
penting bagi perkembangan religiositas remaja khususnya menyangkut aspek belief dan aspek feeling. Aspek belief mengacu pada apa yang diyakini dari suatu agama,
seberapa kuat keyakinan diadakan dalam keluarga, dan bagaimana menonjol bahwa
kepercayaan kepada Tuhan yang tumbuh dalam keluarga dapat mempengaruhi
tingkat kepercayaan remaja. Aspek feeling berkaitan dalam jiwa dan dunia emosional
individu. Pengalaman religiositas mempunyai tempat tersendiri dalam aspek feeling, karena menyangkut dimensi perasa yang meliputi hal seperti untuk percaya pada
suatu agama, rasa takut tidak religiositas, rasa kesejahteraan yang berasal dari Allah,
memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami remaja,
maka keluarga sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai tempat yang khas
untuk ikut ambil bagian dalam mendampingi pengembangan religiositas remaja, agar
supaya mereka semakin dapat merasakan cinta kasih Allah. Karena orang tua juga
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan berkewajiban untuk memberikan
pengalaman religiositas kepada anaknya, supaya dapat selalu melatih suara hati
remaja, sehingga nantinya anak mereka mampu memiliki tingkat perkembangan
religiositas dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Berkat Sakramen Baptis,
suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yaitu martabat
kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian orangtua mempunyai tugas
memperkenalkan Injil kepada anak mereka; dengan martabat imamat, orang tua
mempunyai tugas untuk mengajarkan kepada anaknya cara menguduskan hidup,
terutama dalam menghayati Sakramen-Sakramen dan hidup doa; dan dengan
martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk mengenalkan kepada anaknya tugas
b. Faktor Sekolah
Sekolah mempunyai peran yang sangat kuat dalam perkembangan religiositas
remaja secara khas menyangkut aspek religiositas knowledge dan religiositas feeling.
Aspek religiositas knowledge merupakan dimensi intelektual yang menyangkut seberapa jauh pengetahuan remaja terhadap ajaran agama yang dianutnya. Remaja
banyak menghabiskan waktunya di sekolah, selama remaja berada di sekolah banyak
sekali pengalaman-pengalaman remaja yang didapatkan ketika berdinamika bersama
teman, guru dan seluruh warga sekolah, oleh karena itu dengan banyaknya interaksi
yang terjadi, perlu menciptakan adanya perasaan yang baik. Sebagai sekolah Katolik
aspek religiositas feeling perlu dikembangkan agar remaja juga berkembang tidak hanya dalam hal intelektual, tetapi juga aspek religiositas feeling, sehingga remaja terbiasa untuk melatih perasaan yang dapat menggerakkan suara hati mereka
melakukan hal-hal yang baik. Oleh karena itu sekolah juga mempunyai makna yang
istimewa untuk terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi,
memperkenalkan harta warisan Gereja seperti dogma-dogma dan praktek-praktek
agamanya, meningkatkan kesadaran siswa akan tata-nilai yang baik, membantu untuk
mengelola religiositas siswa, sehingga siswa mampu bersikap jujur, rukun dan
terbuka terhadap sesama yang beraneka watak dan latar belakang yang berbeda-beda,
sikap saling peduli terhadap keadaan sekitar dan penderitaan orang lain. Semua
motivasi untuk melakukan perbuatan itu akan lebih baik jika muncul dari dalam diri
siswa itu sendiri. Maka sungguh sekolah mempunyai peran yang strategis untuk
perkembangan remaja, sehingga pekerjaan sebagai pendidik juga dapat disebut
hati, persiapan yang amat seksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan
menyesuakan diri dengan kondisi dan keadaan siswa yang nantinya akan berdampak
pada perkembangan siswa secara utuh (GE, art. 5).
c. Faktor Masyarakat
Remaja juga merupakan manusia yang mempunyai tempat dan peran yang
khas dalam kehidupan di tengah masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan
masyarakat dituntut untuk memperlihatkan sekaligus memberikan contoh-contoh
sikap religiositas yang baik bagi para remaja, secara khas dalam aspek religiositas
effect yang mengacu pada perilaku. Masyarakat majemuk yang tidak mengikatkan diri pada sikap religiositas dalam hidup sehari-hari akan kehilangan arah hidup dalam
kesejahteraan bersama, menjadikan nilai-nilai sosial yang dihayati sering tidak jelas
(KWI, 1996: 452). Masyarakat harus memberikan contoh atau pengalaman yang baik
kepada remaja, bahwa masyarakat mempunyai prinsip-prinsip mau menolong orang
dalam mengatasi masalah sosial, bersikap terbuka dan peduli terhadap sesama.
Prinsip saling berbagi, tolong-menolong seperti ini perlu diwujudkan secara nyata di
tengah masyarakat untuk memberikan teladan bagi para remaja, sehingga
masayarakat dalam hal ini sesuai dengan pengembangan aspek religiositas effect yang
mengacu pada perilaku yang tidak terbatas pada praktik keagamaan, tetapi lebih
terhadap segi perilaku kehidupan dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat.
d. Faktor Gereja
Gereja mempunyai peran dalam perkembangan religiositas remaja, terutama
dapat dikatakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual
keagamaannya. Karena Konsili Vatikan II menyebut Gereja “Persekutuan iman,
harapan dan cinta” (LG, art. 8), persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus
dengan iman dan cinta kasih (GS, art. 32). Tetapi Konsili juga mengajarkan bahwa
Gereja dibentuk kerena perpaduan unsur manusia dan Ilahi (LG, art. 8). Kesatuan
Gereja terjadi tidak hanya karena karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi
antar manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara anggota Gereja.
Komunikasi iman terjadi terutama dalam perayaan iman (KWI, 1996: 392). Remaja
sebagai anggota Gereja juga mempunyai tempat dan peran tersendiri di dalam
komunikasi iman yang terjadi dalam perayaan iman, tentu remaja dalam
keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan Liturgi (SC, art. 41), Gereja
mempunyai peran untuk mewujudkan keterlibatan remaja tersebut.
D. Dimensi Religiositas di Sekolah Katolik
Berkat kasih yang begitu besar dari Tuhan Yesus kepada umat-Nya, melalui
Konsili Vatikan II mengumumkan tentang pendidikan Kristen Gravissimum Educationis yang menguraikan secara khusus dalam hal pendidikan Kristen. Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan remaja secara alamiah
sama seperti di sekolah pada umumnya. Yang membedakan sekolah Katolik dengan
sekolah lainnya adalah usaha untuk selalu menciptakan suasana kekeluargaan di
sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil. Sekolah Katolik berusaha membimbing
siswa agar dapat berkembang secara utuh, baik dalam hal mengembangkan
intelektual tetapi juga sekaligus mengembangkan religiousitas siswa dari keseluruhan
1. Sekolah Pada Umumnya
Sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sekolah secara terus-menerus
mengembangkan daya kemampuan akal budi siswa melalui pendidikan yang
terstruktur dan sistematis. Tujuan dari sekolah adalah untuk menumbuhkan
kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisa budaya
yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran
akan tata-nilai, menyiapkan siswa untuk mampu mengelola kejujuran, menciptakan
suasana kerukunan antar siswa yang mempunyai latar belakang budaya, watak,
agama, suku yang berbeda, serta mengembangkan sikap saling memahami (GE, art.
5). Maka sekolah dapat juga disebut sebagai satuan pendidikan atau lembaga
pendidikan untuk proses belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan
memberi materi pelajaran, supaya peserta didik dapat berkembang baik dari aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.
2. Makna Sekolah Katolik
Sekolah Katolik mendapat perhatian lebih dari Gereja setelah Konsili Vatikan
II, secara khusus ditekankan dalam deklarasi Konsili tentang pendidikan Kristen
(Gravvisimum educationis). Melalui gagasan deklarasi itu dokumen GE
dikembangkan sedemikian rupa, dengan membatasi diri pada refleksi yang lebih
dalam pada sektor sekolah Katolik (Sewaka, 1991: 14). Dalam dokumen Konsili
Vatikan II, Gravvisimum Educationis, tentang pendidikan Kristen, menyatakan sekolah Katolik sebagai tempat dan medan yang khas kehadiran Gereja di sekolah.
Sekolah Katolik mengejar tujuan-tujuan budaya dan menyelenggarakan pendidikan
bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih, dan
membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus
berkembang sebagai ciptaan yang baru. Kedua: sekolah Katolik mengarahkan seluruh
kebudayaan manusia kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang
secara berangsur-angsur diperoleh siswa tentang dunia, kehidupan dan manusia
disinari oleh terang iman (GE, art. 8).
3. Alasan Keberadaan Sekolah Katolik
Konggregasi suci menyatakan, saat sekarang ini merupakan waktu yang tepat
berupa penegasan kembali nilai pendidikan sekolah Katolik bagi perkembangan para
remaja. Konggregasi suci menyadari ada masalah-masalah serius mengenai
pendidikan Kristen di dalam masyarakat yang majemuk. Karena itu perlulah
memusatkan segala perhatian kepada sifat dan ciri sekolah Katolik, yaitu memiliki
mutu keKatolikannya, artinya Kristus adalah dasar dari sekolah Katolik, terciptanya
lingkungan yang dijiwai oleh semangat cinta kasih, kepedulian, toleransi dan berbagi.
Konggregasi suci mempercayakan untuk menggembalakan kaum muda Katolik di
sekolah, dengan berdasar pada dokumen Gravvisimum Educationis, diharapkan kaum
muda mendapatkan sistem pendidikan yang efektif, sesuai dengan kebutuhan kaum
muda masa kini akan pendidikan yang utuh, baik dari segi intelektual dan juga segi
religiositas di sekolah-sekolah Katolik (Sewaka, 1991: 15).
4. Tujuan Sekolah Katolik
juga siswa harus memiliki religiositas dalam diri mereka, dengan cara
memperkenalkan warisan budaya kristiani, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai,
memupuk sikap saling toleransi terhadap sesama tanpa pilih-pilih, dan saling
memahami satu sama-lain. Maka dengan itu semua, dapat menciptakan hidup
berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan. Sehingga dengan sendirinya siswa akan
menjadi rasul awam yang mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus kepada sesama
di tengah hidup masyarakat luas (GE, art. 5).
5. Dimensi Religiositas Pendidikan di Sekolah Katolik
Konsili Vatikan II melalui dokumen Gravissimum Educationis mengupayakan
pendidikan Kristen bagi siswa yang berada di sekolah Katolik. Sebagai sekolah
Katolik, perlu menciptakan suasana lingkungan sekolah yang dijiwai oleh semangat
Injil Yesus Kristus, sekolah mengupayakan untuk membimbing remaja agar
berkembang menjadi pribadi yang utuh dan sekaligus sebagai ciptaan baru berkat
Sakramen Baptis terlaksana bersama-sama, agar cahaya iman dapat menerangi segala
sesuatu di dunia, tentang kehidupan dan pribadi manusia yang dipelajari secara
bertahap oleh siswa.
a. Dimensi Religiositas Iklim Sekolah
Kalangan ahli pendagogi sekarang maupun masa lalu, memberikan tekanan
yang begitu kuat pada iklim sekolah, sehingga menciptakan kondisi yang cocok
untuk proses pendidikan yang sedang berlangsung. Siswa mengikuti kegiatan belajar
mengajar yang diatur secara logis, sistematis dan diterima dengan bebas. Oleh karena
itu, unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan visi iklim
dan macam-macam kegiatan lainnya. Tentu semua itu harus dijiwai oleh semangat
cinta kasih kepada sesama, maka saat ada siswa yang masuk ke lingkungan sekolah,
mereka patut mendapat kesan bahwa ia memasuki suatu lingkungan baru yang
diterangi oleh cahaya iman kasih yang diwujudkan dalam hidup bersama sesama di
tengah masyarakat (Sewaka, 1991: 91). Maka hendaknya semangat Injil nampak jelas
dalam cara berpikir dan ketika mengambil keputusan atau tindakan, sehingga
memberikan dorongan kepada semua warga sekolah untuk memiliki religiositas yang
nampak dalam hidup sehari-hari mereka, dengan begitu mereka dapat mengetahui hal
baik atau buruk, agar apa yang dilakukan tidak bertentangan dengan budaya yang
sudah ada atau dengan Injil.
b. Dimensi Religiositas Kehidupan dan Karya Sekolah
Sekolah kerap kali disamakan dengan pengajaran, tapi sebenarnya kelas dan
pelajaran hanya merupakan bagian kecil dari kehidupan sekolah. Bersama dengan
pelajaran yang disampaikan oleh guru, ada partisipasi aktif para siswa secara
perorangan atau sebagai kelompok: studi riset, latihan, kegiatan prakurikuler, ujian,
hubungan dengan guru dan hubungan dengan satu sama lain, kegiatan kelompok,
pertemuan kelas, pertemuan sekolah. Sebagai sekolah Katolik, tentu semua kegiatan
itu menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil tempatnya berakar (Sewaka, 1991:
100). Prinsipnya bahwa manusia peduli terhadap suara hati yang berdampak pada
perkembangan religiositas mereka, yang diterapkan dengan jelas dalam kehidupan di
sekolah atau pun di dalam hidup sehari-hari. Misalnya: pekerjaan sekolah yang
tanggung jawab bila kesulitan muncul; menghargai sesama; loyal dan cinta kepada
sesama; jujur; toleran dan baik dalam segala hubungan.
c. Pengajaran Agama di Kelas dan Dimensi Religiositas Pendidikan
Magisterium menyatakan bahwa bersama dan bekerja sama dengan keluarga,
sekolah menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk berkatekese yang tidak
boleh diabaikan begitu saja. Tentu ini khusus menunjuk kepada sekolah Katolik,
karena ciri khas sekolah Katolik dan alasan yang mendasari keberadaannya, alasan
mengapa orang tua Katolik lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik,
justru adalah mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam keseluruhan
pendidikan para siswa (Sewaka, 1991: 108-109). Tentu tidaklah mudah
menyelaraskan kedua aspek tersebut, karena di satu sisi sekolah Katolik merupakan
lembaga pendidikan dengan cara dan metode serta tujuan pendidikan yang sama
dengan sekolah pada umumnya, tetapi di sisi lain sekolah Katolik sebagai komunitas
Kristen yang tujuan pendidikannya berakar dalam Kristus dan Injil-Nya. Maka perlu
juga diperhatikan secara khusus, sehingga antara usaha untuk meneruskan
kebudayaan secara serius dan kesaksian Injil yang kokoh tidak saling berbenturan,
tetapi malah saling melengkapi dan mendukung.
E. Usaha Pengembangan Religiositas Siswa di Sekolah Katolik
Sekolah Katolik mengusahakan perkembangan siswa pengetahuan IQ sama
seperti sekolah pada umumnya. Tapi yang membedakan sekolah Katolik dengan
sekolah pada umumnya adalah kebersamaan pada semangat Injil. Selain itu, Konsili