• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan religiositas siswa di Sekolah Menengah Pertama Kanisius Kalasan Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan religiositas siswa di Sekolah Menengah Pertama Kanisius Kalasan Yogyakarta."

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis atas realitas yang terjadi terhadap perkembangan religiositas remaja yang semakin memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa remaja mudah terjerumus dalam tindakan yang dapat merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa. Berdasar pada pernyataan tersebut bahwa remaja mudah terjerumus dalam budaya baru yang belum tentu baik dan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa, maka skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana upaya SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan religiousitas siswa.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik telah mendukung sikap religiousitas siswa. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu penyebaran angket kepada siswa dan wawancara terhadap guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dimanfaatkan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran agar dapat menjadi bahan yang mendukung serta mampu direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam upaya pengembangan religiousitas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.

(2)

ABSTRACT

The title of this thesis is DEVELOPING RELIGIOSITY IN JUNIOR HIGH SCHOOL KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. The title is chosen from concerns of the author’s of on reality that happens to the developing of adolescent religiosity is increasingly alarming. Reality shows that adolescents are vulnerable to actions that can be harmful to themselves or others. Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic schools called in to assist in the developing of students' religiosity. Based on the statement that adolescents are vulnerable to a new culture that is not necessarily good and Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school called in to assist in the developing of religiosity students, the thesis is purports to determine the extent of the effort Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school in developing students religiosity.

The main issue in this thesis is religiosity how the implementation of the religiosity developing program in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school has supported the attitude religiousitas students. To investigate this issue is accurate data. Therefore, distributing questionnaires to students and interviews with teachers at Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta are employee in this research. In addition, the literature study is also used to obtain ideas that may be material to support and be able to be reflection, in order to obtain ideas that can be used as a contribution in the developing of students in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta.

(3)

PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA

DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Agung Jiwantoro

NIM: 121124067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

kedua orang tuaku (Petrus Sujono dan Maria Magdalena Marjiwatun Tri Nugroho),

kakak saya (Fransiska Tutut Paulina), teman-teman PAK Angkatan 2012, seluruh

warga SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta, serta semua orang yang telah membantu

(7)

MOTTO

Tuhan memanggil melalui suara hati,

suara Tuhan yang membuat jiwa menjadi penuh iman, kasih, dan harapan.

“Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; Janji Tuhan adalah murni; Dia menjadi perisai

bagi semua orang yang berlindung pada-Nya”

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN

YOGYAKARTA. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis atas realitas yang terjadi terhadap perkembangan religiositas remaja yang semakin memprihatinkan. Kenyataan menunjukkan bahwa remaja mudah terjerumus dalam tindakan yang dapat merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa. Berdasar pada pernyataan tersebut bahwa remaja mudah terjerumus dalam budaya baru yang belum tentu baik dan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dipanggil untuk membantu dalam pengembangan religiositas siswa, maka skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana upaya SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan religiousitas siswa.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana pelaksanaan pengembangan religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik telah mendukung sikap religiousitas siswa. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu penyebaran angket kepada siswa dan wawancara terhadap guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta telah dilaksanakan. Di samping itu studi pustaka juga dimanfaatkan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran agar dapat menjadi bahan yang mendukung serta mampu direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam upaya pengembangan religiousitas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.

(11)

ABSTRACT

The title of this thesis is DEVELOPING RELIGIOSITY IN JUNIOR HIGH SCHOOL KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA. The title is chosen from concerns of the author’s of on reality that happens to the developing of adolescent religiosity is increasingly alarming. Reality shows that adolescents are vulnerable to actions that can be harmful to themselves or others. Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic schools called in to assist in the developing of students' religiosity. Based on the statement that adolescents are vulnerable to a new culture that is not necessarily good and Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school called in to assist in the developing of religiosity students, the thesis is purports to determine the extent of the effort Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school in developing students religiosity.

The main issue in this thesis is religiosity how the implementation of the religiosity developing program in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta as a Catholic school has supported the attitude religiousitas students. To investigate this issue is accurate data. Therefore, distributing questionnaires to students and interviews with teachers at Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta are employee in this research. In addition, the literature study is also used to obtain ideas that may be material to support and be able to be reflection, in order to obtain ideas that can be used as a contribution in the developing of students in Junior High School Kanisius Kalasan Yogyakarta.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat

limpahan kasih sayang-Nya, skripsi dengan judul PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ini terselesaikan dengan baik.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan untuk Program Studi Pendidikan Agama

Katolik. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan dan doa dari berbagai

pihak. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

yang tulus kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku Kaprodi yang telah

bersedia memberi dukungan, perhatian, motivasi kepada penulis selama

berproses di Prodi PAK.

2. Y.H Bintang Nusantara, SFK, M.Hum, selaku dosen utama dan sekaligus dosen

pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dalam mendampingi,

menuntun, memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam mengembangkan

ide sehingga penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan skripsi.

3. Y. Kristianto, SFK, M.Pd, selaku dosen penguji kedua, yang selalu memberikan

motivasi kepada penulis demi penyelesaian skripsi ini.

4. P. Banyu Dewa Hs, S.Ag, M.Si, selaku dosen penguji ketiga, yang selalu

(13)

5. Semua Staf Dosen Prodi PAK, yang sudah membantu penulis dalam menuntut

ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

6. Segenap Staf Sekretariat, Perpustakaan Prodi PAK maupun USD Pusat dan

seluruh karyawan bagian lain yang telah memberikan dukungan kepada penulis

dalam penulisan skripsi ini.

7. Yusup Indrianto P., S.Pd selaku Kepala SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang

memberikan ijin kepada penulis untuk menjalankan penelitian di sekolah.

8. Darmini, S.Pd, Y. Endang Setya H., S.Pd, Agustina Kurnia Pancarini, S.Pd dan

B. Sri Sumekar Harjanti selaku guru di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang

telah meluangkan waktu untuk dapat diwawancara.

9. Siswa-siswi kelas IX SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta yang telah meluangkan

waktu memberikan jawaban dalam penelitian melalui angket.

10.Bapak Petrus Sujono dan Ibu Maria Magdalena Marjiwatun Tri Nugraha, selaku

orangtua penulis yang selalu mendampingi, memberi kasih sayang dan

membantu penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.

11.Kakak saya Fransiska Tutut Paulina yang selalu mendukung dan menyemangati

penulis menyelesaikan skripsi.

12.Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan 2012 yang selalu memberikan

dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan

bantuan, dukungan, doa, perhatian dan kerjasama sehingga skripsi ini dapat

(14)

Penulis menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan skripsi ini akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata,

semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua yang membacanya.

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR TABEL ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Permasalah... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS DI SEKOLAH KATOLIK ... 9

A. Pengertian Religiositas ... 10

1. Religiositas: Bagian Terdalam dari Pribadi Manusia ... 10

2. Religiositas: Melintasi Agama-agama ... 11

3. Religiositas: Melintasi Rasionalisasi ... 12

B. Aspek Religiositas ... 13

1. Aspek Religiositas Belief ... 13

2. Aspek Religiositas Practice ... 14

(16)

4. Aspek Religiositas Knowledge ... 15

a. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Belief... 17

b. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Practice ... 18

c. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Feeling ... 19

d. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Knowledge ... 19

e. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Effect... 20

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas Remaja ... 21

5. Dimensi Religiositas Pendidikan di Sekolah Katolik ... 28

a. Dimensi Religiositas Iklim Sekolah ... 28

b. Dimensi Religiositas Kehidupan dan Karya Sekolah .... 29

(17)

Di Sekolah Katolik ... 30

BAB III. PENELITIAN TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SMP KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ... 35

A. Gambaran Umum SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 35

1. Sejarah Singkat SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 36

2. Visi SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 36

3. Misi SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 37

4. Tujuan SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 38

5. Lingkungan Fisik SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 40

6. Gambaran Guru SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 40

2. Laporan Penelitian Melalui Penyebaran Angket ... 55

a. Identitas Responden... 56

(18)

SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta... 59

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 66

e. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 68

3. Laporan Hasil Penelitian Wawancara dengan Para Guru Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 72

4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

a. Pemahaman Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 84

b. Pelaksanaan Pengembangan Religiositas Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 85

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 91

d. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas Siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta ... 94

D. Kesimpulan Penelitian ... 98

BAB IV. PANDUAN REFLEKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SMP KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA ... 101

A. Latar Belakang Penyusunan Panduan Refleksi ... 101

B. Tujuan Penyusunan Panduan Refleksi ... 102

C. Materi Pokok Panduan Refleksi ... 103

D. Petunjuk Penggunaa Panduan Refleksi ... 106

E. Contoh Panduan Refleksi ... 109

1. Materi (Belief): Percaya Keberadaan Allah ... 109

2. Materi (Practice): Mengikuti Ibadah... 110

3. Materi (Feeling): Merasakan Kehadiran Allah ... 112

4. Materi (Knowledge): Pendidikan Religiositas ... 113

5. Materi (Effect): Perilaku Sehari-hari ... 114

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Saran ... 116

(19)

LAMPIRAN ... 120

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Transkip Hasil Wawancara Guru ... (2)

Lampiran 3: Kisi-kisi dan Angket ... (6)

Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ... (14)

(20)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci yang

diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

Ef : Efesus

Mzm : Mazmur

B. Singkatan Dokumen Gereja

GE : Gravissimum Educationis

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen

tanggal 28 Oktober 1965.

LG : Lumen Gentium

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Gereja tanggal 21 November

1964.

GS : Gaudium Et Spes

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini

tanggal 7 Desember 1965.

SC : Sacrosanctum Concilium

Dekrit Konsili Vatikan II tentang Liturgi Suci tanggal 4

Desember 1963.

KGK : Katekismus Gereja Katolik

Terjemahan Indonesia dikerjakan berdasarkan edisi Jerman

oleh P. Herman Embuiri, SVD. Tahun 2014.

C. Singkatan Lain

IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia

BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional

PA : Putra Altar

IQ : Intelligence Quotient

PAK : Pendidikan Agama Katolik

R : Responden

(21)

P : Persentase

J : Jumlah siswa yang memilih alternatif jawaban tertentu

T : Jumlah total seluruh responden

dll : dan lain-lain

No : Nomor

SMP : Sekolah Menengah Pertama

Mapel : Mata Pelajaran

BNN : Badan Narkotika Nasional

MS : Microsoft Word

SJ : Serikat Jesus

IPA : Ilmu Pengetahuan Alam

SK : Surat Keputusan

KD : Kompetensi Dasar

KKM : Kriteria Kelulusan Minimal

KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

CTL : Contextual Teaching and Learning

PAIKEM :Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan

Menyenangkan

SDM : Sumber Daya Manusia

UKS : Unit Kesehatan Sekolah

HP : Handphone

(22)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner

2. Tabel 2.Kisi-kisi Wawancara

3. Tabel 3. Identitas Responden (N=60)

4. Tabel 4. Pemahaman Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan

Yogyakarta (N=60)

5. Tabel 5. Pelaksanaan Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan

Yogyakarta (N=60)

6. Tabel 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengembangan

Religiositas di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta (N=60)

7. Tabel 7. Upaya untuk Meningkatkan Pengembangan Religiositas Siswa SMP

Kanisius Kalasan Yogyakarta (N=60)

8. Tabel 8. Hasil Penelitian Wawancara dengan Para Guru di SMP Kanisius Kalasan

Yogyakarta

9. Tabel 9. Contoh Struktur Materi Panduan Refleksi

10.Tabel 10. Lampiran 3: Kisi-kisi dan Angket Penelitian

(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Religiositas mempunyai peran yang penting dalam menentukan arah

kehidupan dan perilaku seseorang. Religiositas adalah relasi antara pribadi dengan

Allah yang diwujudnyatakan dalam hidup di tengah masyarakat. Dengan memiliki

religiositas, seseorang bisa mengendalikan tingkah laku mereka dalam menghadapi

setiap persoalan hidup serta mampu mengambil keputusan yang tidak merugikan

pihak manapun, dan yang terpenting tidak bertentangan dengan ajaran Injil. Seorang

religiositas akan mampu secara kritis menilai perbuatan apa yang baik dan perlu

dilakukan, serta mengetahui perbuatan yang dinilai buruk dan tidak perlu dilakukan

(Sarwono, 1989: 91).

Bagi remaja, religiositas juga sangat penting dalam membantu pembentukan

konsep diri. Remaja yang memiliki religiositas akan secara kritis mengambil sikap

dan keputusan yang tidak bertentangan dengan pandangan masyarakat, sehingga

remaja yang religiositas, tidak akan mudah untuk terjerumus dalam tindakan yang

dapat merugikan pribadinya atau orang lain. Dengan religiositas remaja akan

berkembang menjadi pribadi yang utuh, karena remaja akan menyadari apa tanggung

jawab dan tugas-tugas mereka sebagai remaja. Remaja akan melakukan tindakan

yang mengembangkan pribadi dan mengembangkan masyarakat luas. Mereka

melakukan semua itu tanpa ada paksaan dari manapun, karena religiositas

menggerakkan hati yang terdalam remaja, sehingga remaja terdorong untuk

(24)

mereka sebagai remaja, baik itu saat ketika berada di sekolah atau ketika berada di

tengah-tengah kehidupan masyarakat (Sarwono, 1989: 71-91).

Religiositas remaja perlu dikembangkan untuk menciptakan kehidupan yang

harmonis antara pribadi dengan Allah dan sesama. Pada masa remaja, mereka

mengalami perubahan dalam minat religiositas. Masa remaja mengalami masa

keraguan religiositas, remaja banyak yang bersikap skeptis dalam menjalankan ajaran

atau perintah agamanya, bila ajarannya tidak sesuai dengan keinginannya, remaja

akan mencari kepercayaan baru dari orang terdekat mereka, baik itu teman, tetangga

dll. Di berbagai negara peristiwa seperti ini sering terjadi kepada remaja yang kurang

memiliki ikatan religiositas. Oleh sebab itu, sering remaja menjadi mangsa baru bagi

mereka kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk mempengaruhi

remaja mengikuti kultur baru yang belum tentu baik. Maka perlu bagi remaja untuk

memiliki religiositas yang kuat agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh budaya

baru yang dapat merugikan pribadi remaja dan orang di sekitar remaja yaitu

masyarakat (Hurlock, 1980: 222)

Realitas yang terjadi bila religiositas tidak dikembangkan adalah semakin

bertambah banyak remaja dengan begitu mudah mengambil tindakan atau tingkah

laku nekat, yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain. Seperti berita

akhir-akhir ini, banyak kasus kenakalan usia remaja yang sudah sangat memprihatinkan,

terlihat semakin bertambah setiap tahunnya remaja SMP yang kecanduan narkotika,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Data yang dikeluarkan oleh BNN (Badan

Narkotika Nasional) tercatat pada tahun 2014 pelajar tingkat SD dan SMP yang

(25)

44.768 jiwa dan mengalami peningkatan pecandu dari tahun ke tahun (Sumber:

bnn.go.id). Kenakalan remaja lainnya adalah begitu mudahnya remaja sekarang untuk

terpancing emosi dengan hal-hal kecil dan nekat menghabisi lawannya melalui

berbagai cara, salah satunya menggunakan zat kimia untuk melumpuhkan musuh

mereka yang sebenarnya masih berusia remaja (Sumber: kompas.com). Kasus remaja

lainnya adalah remaja sekarang semakin nekat untuk memperoleh apa yang mereka

inginkan, di Jakarta 4 remaja merampok sepeda motor teman sendiri (sumber:

merdeka.com). Di dunia dewasa ini remaja mempunyai intelektual yang baik, tetapi

kebanyakan dari mereka tidak diimbangi oleh moral yang baik pula, maka begitu

banyak remaja putri yang hamil di luar nikah dan jumlah kasus kelahiran remaja di

luar nikah setiap tahunnya semakin bertambah (sumber: liputan6.com)

Sekolah Katolik sebagai wujud kehadiran Gereja di dunia persekolahan

mempunyai peran penting untuk memberikan pertolongan dalam upaya

pengembangan religiositas, supaya para remaja mempunyai prinsip-prinsip moral

religiositas. Maka sekolah Katolik sungguh dapat mengembangkan pribadi siswa

secara utuh. Selain itu, sekolah Katolik juga perlu menciptakan suasana lingkungan

hidup bersama di sekolah untuk mendorong siswa agar memiliki religiositas, serta

sesuai dengan semangat Injil. Sehingga sebagai sekolah Katolik mampu

mengembangkan kepribadian siswa sebagai ciptaan baru yang cerdas dalam IQ dan

sekaligus memiliki religiositas sebagai pegangan dan pedoman siswa, supaya siswa

ketika mengambil keputusan dan tindakan tidak merugikan diri sendiri dan orang

lain, serta yang terpenting tidak bertentangan dengan semangat Injil dan pandangan

(26)

SMP Kanisius Kalasan sebagai sekolah Katolik sudah berupaya memberikan

sarana bagi siswa untuk mengembangkan religiositas mereka, yaitu dengan adanya

pendidikan religiositas, misa pelajar yang diikuti oleh seluruh siswa se-kecamatan

Kalasan dan rekoleksi siswa SMP Kanisius Kalasan yang diadakan sebulan sekali.

Selain itu juga setiap sebelum dan sesudah pelajaran diawali dengan doa. Di SMP

Kanisius Kalasan Yogyakarta juga selalu mendoakan doa Malaikat Tuhan (Angelus)

dengan speaker yang dipimpin oleh salah satu siswa yang bertugas, serta setiap ada

lomba SMP Kanisius Kalasan selalu mengadakan lomba yang menumbuhkan

religiositas, misal seperti lomba CCA (Cerdas Cermat Alkitab), lector, dan Mazmur.

SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta memiliki letak geografis yang strategis dalam

pengembangan religiositas siswa, karena letaknya yang bersebelahan dengan Gereja

Paroki Kalasan, setiap sebulan sekali di awal bulan selalu diadakan refleksi bersama,

yang dituliskan pada buku khusus, untuk mengetahui pergulatan siswa, dari refleksi

tersebut tentu sangat beragam ada siswa yang kuat religiositasnya, tapi ada juga siswa

yang kurang religiositasnya.

Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui sejauh mana upaya SMP

Kanisius Kalasan Yogyakarta sebagai sekolah Katolik dalam mengembangkan

religiositas siswa. Dalam rangka ini penulis memberi judul skripsi yakni

“PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA KANISIUS KALASAN YOGYAKARTA.”

Melalui penulisan skripsi ini, penulis ingin mengajak para pendidik

(27)

mengembangkan iklim religiositas di sekolah melalui berbagai macam metode yang

membantu siswa untuk mengembangkan religiositas agar menjadi pribadi yang utuh.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah pokok

dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik?

2. Bagaimana pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan

Yogyakarta?

3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengembangan religiositas siswa di

SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik.

2. Mengetahui bagaimana pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius

Kalasan Yogyakarta.

3. Mengembangkan religiositas siswa di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pendidik:

Memberikan sumbangan gagasan dan hasil penulisan demi tercapainya tujuan dan

maksud sekolah Katolik dalam mengembangkan religiositas siswa di SMP

(28)

2. Bagi Penulis:

Menambah pemahaman, pengalaman, pengetahuan serta wawasan akan

pentingnya peranan sekolah Katolik dalam mengembangkan religiositas siswa di

SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.

3. Bagi Sekolah SMP Kanisius Kalasan:

Supaya SMP Kanisius Kalasan selaku sekolah Katolik dapat lebih memperhatikan

perkembangan religiositas siswa.

4. Bagi Kampus PAK

Membantu Program Studi PAK untuk menyediakan data ilmiah mengenai

pengembangan religiositas siswa di sekolah Katolik.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis,

dengan memanfaatkan data dari studi pustaka yang relevan dan mendukung, serta

penelitian untuk memperoleh gambaran tentang upaya “Pengembangan Religiositas

Siswa Di SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta.”

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi menyeluruh skripsi ini,

penulis akan menggambarkan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama merupakan bagian pendahuluan dengan menguraikan tentang

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

(29)

Bab kedua menguraikan tentang pengembangan religiositas di sekolah

Katolik, yang terdiri dari lima bagian. Bagian pertama mengenai pengertian

religiositas. Bagian kedua mengenai aspek religiositas yang terdiri dari aspek

religiositas belief, aspek religiositas practice, aspek religiositas feeling, aspek

religiositas knowledge, dan aspek religiositas effect. Bagian ketiga mengenai

perkembangan religiositas remaja terdiri atas perkembangan remaja, 5 aspek dalam

perkembangan religiositas remaja, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan religiositas remaja. Bagian keempat mengenai dimensi religiositas di

sekolah Katolik yang meliputi sekolah pada umumnya, makna sekolah Katolik,

alasan keberadaan sekolah Katolik, tujuan sekolah Katolik, dan dimensi religiositas

pendidikan di sekolah Katolik. Bagian kelima mengenai usaha pengembangan

religiositas siswa di sekolah Katolik.

Bab ketiga menguraikan metodologi penelitian dan pembahasan hasil

penelitian terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama mengenai metodologi penelitian

yang terdiri dari permasalahan, tujuan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu

penelitian, sampel penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, dan

analisis data. Bagian kedua mengenai hasil penelitian dan pembahasan, meliputi

laporan pelaksanaan penelitian, laporan penelitian melalui penyebaran angket,

laporan hasil penelitian wawancara dengan para guru, dan pembahasan hasil

penelitian. Bagian ketiga mengenai kesimpulan penelitian

Bab keempat berisi uraian mengenai panduan refleksi sebagai upaya untuk

meningkatkan pelaksanaan pengembangan religiositas siswa di SMP Kanisius

(30)

panduan refleksi, tujuan penyusunan panduan refleksi, materi pokok panduan

refleksi, petunjuk penggunaan panduan refleksi, dan contoh-contoh panduan refleksi.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran yang

sebaiknya dilakukan untuk semakin membantu dalam pelaksanaan pengembangan

(31)

BAB II

PENGEMBANGAN RELIGIOSITAS DI SEKOLAH KATOLIK

Kondisi dunia dewasa seperti sekarang ini, memang menuntut setiap orang

untuk memiliki kemampuan intelektual yang sangat baik demi bisa bersaing dalam

dunia kerja, akan tetapi seharusnya juga dituntut untuk memperkembangkan

religiositas. Religiositas tidak dengan sendirinya berkembang, religiositas dalam

lingkungan sekolah memang memiliki peran penting dalam mengembangkan dunia

seperti sekarang ini yang memiliki kecenderungan untuk mementingkan kemampuan

intelektual, oleh karenanya religiositas dapat mengembangkan bagian pribadi siswa

secara utuh. Religiositas dapat berarti memeriksa lagi, menimbang-nimbang,

merenungkan, hati nurani yang terdalam. Bagaimanapun manusia religiositas dapat

diartikan, sebagai manusia yang berhati nurani serius, saleh, teliti dalam

pertimbangan batin dan sebagainya. Maka religiositas berbeda dengan agama. Agama

lebih menunjukkan kelembagaan, kebaktian kepada Tuhan atau kepada dunia atas

dalam aspek yang resmi, sedangkan religiositas lebih menunjuk ke bagian terdalam

dari pribadi manusia, yaitu hati nurani. Orang beragama belum tentu dia itu memiliki

religiositas, maka dapat dikatan juga religiositas itu melintasi agama-agama.

Pemahaman lebih lanjut tentang pengembangan religiositas di sekolah Katolik akan

dibahas dalam lima bagian. Bagian pertama mengenai religiositas, bagian kedua

mengenai aspek religiositas, bagian ketiga mengenai perkembangan religiositas

(32)

kelima membahas mengenai usaha pengembangan religiositas siswa di sekolah

Katolik.

A. Pengertian Religiositas

Pemahaman yang lebih luas mengenai pengertian religiositas akan lebih jelas

dan lebih lanjut dibahas dalam tiga bagian berikut. Bagian pertama mengenai

religiositas: bagian terdalam dari pribadi manusia. Bagian kedua tentang religiositas:

melintasi Agama-agama. Sedangkan bagian ketiga mengenai religiositas: melintasi

rasionalisasi.

1. Religiositas: Bagian Terdalam dari Pribadi Manusia

Religiositas menunjuk pada kedalaman pribadi manusia dalam berhubungan

dengan yang Ilahi, dan memuat kepercayaan, keterkaguman, hormat, penyerahan diri,

kasih sayang, dan lain-lain. Religiositas semata-mata bukan hanya tingkah laku

dalam keagamaan, misal pergei ke Gereja atau berziarah, tetapi lebih merupakan segi

kedalaman, segi batin manusia, walaupun segi seperti ini dapat diungkapkan dengan

berbagai cara misal pergi ke tempat Ibadah (Gereja atau Masjid dll). Religiositas

lebih melihat aspek yang ‘di dalam lubuk hati’ riak getaran hati nurani pribadi, sikap

personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas,

‘de coeur’ dalam Pascal, yaitu cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan

rasa manusiawi) ke dalam si pribadi manusia (Y.B.Mangunwijaya, 1982: 11).

Religiositas dapat diungkapkan melalui ritus agama maupun tidak,

maksudnya religiositas itu dapat diungkapkan melalui kegiatan yang berciri agama

(33)

Suci, ibadat dan lain sebagainya. Religiositas yang diungkapkan dalam bahasa non

agama misalnya kegiatan kemanusiaan, menolong orang yang sedang membutuhkan

pertolongan, berbagi berkat yang sudah diterima dari Allah untuk dibagikan kepada

sesama (waktu, tenaga, ekonomi dll).

Sejarah religiositas merupakan drama hilangnya dan ditemukannya kembali

nilai-nilai keagamaan yang berlangsung terus-menerus. Sejarah religiositas menyoroti

tentang kerinduan manusia akan kebutuhan-kebutuhan paling dalam dan paling

eksistensial yang tidak bisa dituntaskan dengan rumusan-rumusan doktrinal. Dengan

kata lain, setiap jaman mempunyai tantangannya yang unik dalam menemukan serta

mengungkapkan pengalaman-pengalaman keberagamaan (Moedjanto, 1995: 209).

2. Religiositas: Melintasi Agama-agama

Religiositas Juga dapat dikatakan sebagai suatu karya nyata yang tidak

terbatas pada agama-agama tertentu, tetapi religousitas justru menjadi pendorong

seseorang untuk meningkatkan kualitas diri dalam hubungannya dengan yang Ilahi

yang berdampak pada kemakmuran atau kesejahteraan umat manusia. Y.B

Mangunwijaya menulis tentang religiositas itu sebagai berikut:

“Pada tingkat religiositas, bukan peraturan atau hukum yang berbicara, akan tetapi keiklasan, kesukarelaan, kepasrahan diri kepada Tuhan. Dalam rasa hormat takjub, namun pula dalam rasa cinta. Dalam suasana pujian yang tidak lagi mencari menang. Karena tergenang oleh rasa syukur penuh rendah diri, sebab kita sadar bahwa yang menang bukan agama ini atau agama itu melainkan Tuhan Allah sendiri, yang Maha Agung, namun juga Maha pemurah dan Maha kasih (Mangunwijaya, 1991: 6)”.

Tumbuhnya sikap religiositas pada diri seseorang akan menumbuhkan sikap

cinta kasih kepada sesama, baik itu manusia atau alam ciptaan Tuhan, sehingga

(34)

menghargai dan muncul rasa peduli terhadap sesama dan alam. Berbicara mengenai

religiositas biasanya tidak terlepas dari kemrosotan kualitas penghayatan orang dalam

beragama. Religiositas, dengan demikian merupakan salah satu bentuk kritik terhadap

kualitas keberagamaan seseorang terhadap agama sebagai lembaga dan ajaran. Kritik

dimaksudkan untuk membuka jalan supaya kehidupan orang beragama menjadi

semakin intens. Moedjanto (1995: 208) mengatakan bahwa semakin orang

religiositas, semakin hidupnya menjadi nyata. Religiositas pertama-tama tidak

dipertentangkan dengan ketidak beragaman seseorang dengan ireligiositas.

Religiositas lebih berkaitan dengan sikap orang untuk menjaga kualitas

keberagamaannya dilihat dari dimensinya yang paling mendalam dan personal yang

sering kali berada di luar kategori-kategori ajaran agama yang resmi. Religiositas

sangat sulit untuk diukur atau dinilai dari gejala-gejala lahiriah semata. Religiositas

merupakan isi, dasar dari agama atau hidup keagamaan manusia. Maka jika tanpa

religiositas hidup keagamaan jadi tanpa arti dalam menjalaninya atau dapat dikatakan

dalam hidup beragama akan menjadi sesuatu yang hampa, karena religiositas yang

menentukan kualitas hidup beragama. Orang yang rajin mengikuti peraturan

keagamaan, belum tentu manusia itu religiositas. Berdasarkan dari beberapa definisi

tersebut dapat disimpukan bahwa religiositas dapat diartikan sebagai suatu keadaan

yang ada di dalam diri seseorang yang mendorongnya bertingkah laku, bersikap, dan

bertidak sesuai dengan ajarannya.

3. Religiositas: Melintasi Rasionalisasi

Dalam sejarah Eropa, salah satu tantangan terbesar terhadap penghayatan

(35)

dipungkiri dan tidak dapat diabaikan, bahwa perkembangan zaman dapat

mempengaruhi pandangan seseorang salah satunya yaitu, munculnya rasionalisme,

semenjak saat itu orang-orang beragama tidak hanya dibantu untuk bersifat kritis,

namun sikap kritis ini mendorong orang untuk mengaitkan agama dengan

irasionalitas. Di Prancis, Pascal membela agama dan religiositas dengan meluncurkan

sebuah ungkapan yang masih termahsyur sampai sekarang: Hati mempunyai rasionya

sendiri (Moedjanto, 1995: 210). Maka religiositas mengembangkan segi terdalam dari

diri manusia, meskipun religiositas itu melintasi rasionalisasi, namun tidak ada satu

pertentangan sesungguhnya antara religiositas dan rasionalisasi, tetapi justru yang

utama rasionalisasi orang merupakan akal budi menghadapi setiap persoalan, karena

Allah yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman telah menempatkan

di dalam roh manusia cahaya akal budi.

B. Aspek Religiositas

Religiositas memiliki berbagai aspek, dalam Paloutzian ada 5 aspek

religiositas akan lebih jelas dibahas dalam lima bagian berikut. Bagian pertama

mengenai aspek religiositas belief. Bagian Kedua membahas tentang aspek

religiositas practice. Bagian ketiga membahas aspek religiositas feeling. Bagian

keempat mengenai aspek religiositas knowledge. Bagian kelima mengenai aspek religiositas effect.

1. Aspek Religiositas Belief

Aspek religiositas belief, mengacu pada apa yang diyakini sebagai bagian dari

(36)

bagaimana menonjol bahwa kepercayaan dalam kehidupan seseorang. Misalnya,

keyakinan akan keberadaan Tuhan adalah ideologi agama, dengan kata lain aspek

belief merupakan dimensi ideology, memberikan gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam ajaran agamanya. Misalnya: percaya adanya

surga, Neraka, malaikat, kiamat, dan lain-lain (Paloutzian, 1996: 15).

2. Aspek Religiositas Practice

Aspek religiositas practice, mengacu pada serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menyatakan keyakinan agama tertentu.

Penekanannya bukan pada efek agama mungkin memiliki pada "non religiositas"

aspek kehidupan sehari-hari seseorang, tapi pada tindakan spesifik yang merupakan

bagian dari dirinya religiositas. Maka aspek practice dapat disebut sebagai dimensi ritual, yakni sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual

agamanya. Misalnya: mengikuti Misa kudus pada hari minggu (Paloutzian, 1996: 16).

3. Aspek Religiositas Feeling

Aspek religiositas feeling, berkaitan dengan dalam jiwa dan dunia emosional

individu. Selain pengalaman peristiwa yang orang mungkin memberi label

"pengalaman religiositas", dimensi perasaan meliputi hal seperti keinginan untuk

percaya pada suatu agama, rasa takut tentang tidak religiositas, rasa kesejahteraan

yang berasal dari keyakinan, dan sejenisnya merupakan dimensi perasaan,

memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami individu.

Misalnya: merasa dicintai Tuhan, merasa dosanya diampuni, merasa doanya

(37)

4. Aspek Religiositas Knowledge

Aspek religiositas knowledge, merupakan dimensi intelektual, yaitu seberapa

jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya, terutama yang

terdapat dalam Kitab Suci ataupun karya tulis lain yang berpedoman pada Kitab Suci.

Misalnya: orang mengetahui maksud dari hari raya agamanya, hukum atau dogma

ajarannya, memahami isi Kitab Suci dan lain sebagainya (Paloutzian, 1996: 19).

5. Aspek Religiositas Effect

Aspek religiositas effect, mengacu pada perilaku, tetapi tidak perilaku yang merupakan bagian resmi dari praktik keagamaan itu sendiri. Sebaliknya, referensi di

sini adalah untuk efek agama seseorang memiliki di sisi lain "non religiositas" segi

kehidupan seseorang. Yakni mengungkapkan sejauh mana perilaku seseorang

dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: Mau

mengampuni kesalahan sesama yang telah menyakitinya dengan sengaja atau tidak

sengaja, mendoakan dan mencintai musuhnya, dan lain-lain (Paloutzian, 1996: 19).

C. Perkembangan Religiositas Remaja

Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Masa remaja

dipandang sebagai periode yang sangat penting, di mana pada masa remaja mulai

ditandai dengan pemekaran yang tidak hanya terlihat dari fisik, tetap juga pola

perubahan minat religiositas, yaitu semakin menyadari akan pentingnya religiositas

bagi dirinya atau keraguan akan religiositas. Masa remaja juga mampu untuk melihat

(38)

wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan menangkap humor. Memiliki falsafah

hidup tertentu, remaja mulai mengetahui kedudukannya di masyarakat dan

mengetahui bagaimana harus bersikap di dalam masyarakat. Beberapa kelompok

keagamaan menganggap masa remaja sebagai saat yang tepat untuk mengembangkan

religiositas baik itu di sekolah maupun ketika berada di tengah masyarakat.

1. Perkembangan Remaja

Menurut Hurlock (1980: 222) perkembangan remaja ditandai oleh beberapa

sikap. Perkembangan itu adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan Pikiran dan Mental

Periode remaja memang disebut sebagai periode keraguan religiositas.

Wagner menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan keraguan religiositas tersebut

adalah tanya-jawab religiositas. Menurut Wagner para remaja ingin mempelajari

agama berdasar pengertian intelektual dan tidak ingin menerima begitu saja. Mereka

meragukan agama bukan karena ingin “agnostic” atau “ateis”, melainkan karena

mereka ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna. Mereka ingin mandiri

dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri ( Hurlock, 1980: 222).

b. Perkembangan Perasaan

Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja untuk menghayati peri

kehidupan dalam lingkungannya. Kehidupan religiositas akan cenderung mendorong

dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religiositas pula. Perubahan minat religiositas

selama masa remaja lebih radikal dari pada perubahan dalam minat akan pekerjaan.

Adanya perubahan minat akan agama pada remaja tidak mencerminkan kurangnya

(39)

penggunaan keyakinan serta kotbah dalam penyelesaian masalah sosial, politik dan

ekonomi (Hurlock, 1980: 222).

c. Sikap dan Minat

Sikap dan minat remaja terhadap perkembangan religiositas dapat dikatakan

sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama

yang mempengaruhi mereka.

2. 5 Aspek dalam Perkembangan Religiositas Remaja

Remaja dilihat sebagai periode yang sangat penting dalam

memperkembangkan sikap religiositasnya, di mana ditandai dengan pemekaran diri

yang tidak hanya bersifat secara fisik tetapi juga dalam religiositasnya. Beberapa

kelompok keagamaan memandang masa remaja sebagai saat “penyadaran”,

maksudnya bahwa masa remaja adalah saat di mana keimanan yang tadinya bersifat

pinjaman, kini menjadi miliknya sendiri (Hamalik, 1995: 108). Dalam pernyataan

tersebut terdapat anggapan bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana remaja

telah siap untuk melakukan pertobatan atau siap untuk menceburkan dirinya serta

terlibat langsung dalam memperkembangkan sikap religiositasnya mereka dalam

kehidupan. Dalam membahas perkembangan religiositas remaja, kiranya perlu

mengetahui aspek akan sikap religiositas remaja.

a. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Belief.

Sebagian besar para remaja menganut keyakinan agama dan kepercayaan

akan keperluan beragama dalam situasi kehidupan sehari-hari remaja. Dalam

(40)

sehari-hari dan dapat menolongnya untuk dapat mengatasi konflik atau permasalahan yang

sedang mereka hadapi, serta dapat mengatasi keragu-raguan yang dialami oleh

remaja. Dalam kesadaran mengenai masalah yang dialami oleh remaja, ada yang

masih kurang bersikap toleran terhadap dogma-dogma yang mereka anggap kuno.

Dalam hal seperti ini remaja memerlukan agama yang dapat menolongnya untuk

mengolah masa transisi yang dialami oleh para remaja (Supriyati, 1988:359).

b. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Practice.

Kesadaran remaja akan mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya

ini erat kaitannya dengan situasi kehidupan remaja yang penuh tekanan, rasa kurang

aman dan rasa ingin tahu serta rasa ketidak pastian. Remaja membutuhkan agama

yang lebih spesifik yang dapat membimbing sikap serta tingkah laku mereka, karena

kesadaran beragama bagi remaja berarti penambahan minat dalam hal hidup

beragama yang mengarah pada suatu rekonstruksi sikap-sikap dan keyakinan

beragama. Sering orang menganggap remaja beragama dari hal practice saja, tetapi bukan dari keyakinan yang timbul dari dalam diri remaja. Minat beragama di

kalangan remaja timbul karena remaja merasakan bahwa nilai-nilai keagamaan yang

dibawanya sejak kecil sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan-kebutuhannya pada

masa remaja; tidak sesuai lagi dengan perkembangan aspirasi dan

gagasan-gagasannya (Supriyati, 1988: 360). Pada masa-masa seperti inilah kadang-kadang

remaja malas berdoa ke Gereja atau malas berdoa secara teratur. Keadaan ini bukan

karena remaja tidak percaya atau tidak taat lagi terhadap agamanya, tetapi remaja

sering merasa bosan dengan perayaan-perayaan rutin dalam upacara-upacara

(41)

bersama-sama remaja yang lain, tentu gerakan ini harus timbul melalui bagian

terdalam dari diri setiap remaja yang disebut sebagai religiositas remaja.

c. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Feeling.

Dalam perkembangan remaja terdapat kecenderungan mengalami perubahan

di dalam cara berpikir dan cara mereka merasakan kehadiran Allah “religiositas

feeling”. Perkembangan itu dipengaruhi oleh pengalamaan keagamaan yang menunjuk pada pengalaman subjektif individu dalam berhubungan dengan yang

Ilahi. Meskipun bersifat pribadi, tetapi tetap mempunyai elemen sosial, karena

mempengaruhi pribadi dalam menginterpretasikan pengalaman personal tersebut.

Pengalaman keagamaan yang personal itu berbeda-beda intensitasnya.

Pengalaman-pengalaman religiositas bisa berbentuk rasa damai, atau kagum yang bersifat sesaat

saja atau juga pengalaman mistik yang luar biasa. Isi dari pengalaman religiositas itu

berbeda-beda. Di dalamnya bisa terdapat pengalaman yang menggembirakan seperti

damai, harmonis, sukacita, merasa dicintai oleh Allah dan rasa aman. Namun dipihak

lain ada juga pengalaman yang tidak menggembirakan yang mengasilkan teror,

ketakutan, dan kecemasan. Sementara itu, isi dari pengalaman-pengalaman itu

bergantung pada religiositas tentang apa yang dihadapi, sehingga remaja dapat

memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan yang dialami individu, bahwa

remaja mempunyai perasaan dicintai oleh Allah tergantung dari pengalaman

religiositas yang dialami oleh remaja sebagai individu (Raho, 2013: 16).

d. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Knowledge

Besarnya minat remaja terhadap ilmu pengetahuan sangat dipengaruhi oleh

(42)

pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi, maka pendidikan akan dianggap seperti

batu loncatan saja, contoh konkritnya beberapa tahun terakhir kriteria kelulusan siswa

menitik beratkan pada ujian nasional, mereka cenderung untuk lebih serius

mendalami materi pelajaran yang diajukan di ujian nasional saja dan kurang

memperhatikan materi pelajaran yang lain (Hurlock, 1980: 220). Kurang minatnya

remaja terhadap ilmu pengetahuan tertentu biasanya menunjukkan cara-cara berikut,

remaja bekerja di bawah kemampuannya atau dalam mengerjakan tidak pernah

serius, peristiwa ini sering terjadi pada usaha dan upaya untuk mengembangkan

religiositas remaja dalam aspek knowledge, sehingga ketika ditanya siapa itu Kristus?, Apa maksud kedatangan Yesus Kristus di dunia?, mereka akan menjawab

dasarnya saja atau kulitnya dan tidak terpikirkan untuk mendefinisikan jawaban dari

pertanyaan tersebut, sebab mereka bekerja (berfikir) di bawah kemampuannya,

padahal sebenarnya para siswa memiliki potensi yang sangat besar untuk mampu

menjawab dengan lebih baik, dan bahkan mampu mengambil makna dari apa yang

mereka pelajari serta mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari mereka.

e. Perkembangan Religiositas Remaja dalam Aspek Effect

Orang tua atau guru tidak dapat lagi mengawasi remaja dari dekat seperti

yang dilakukan pada sat mereka masih anak-anak. Oleh karena itu remaja harus

mempunyai rasa tanggung jawab dalam pengendalian perilakunya sendiri. Bila dulu

pada saat masih anak-anak rasa takut yang ditimbulkan dari hukuman merupakan

pencegahan yang terbaik untuk anak supaya tidak melakukan kesalahan atau dapat

menekan perbuatan salah yang dilakukan, ketika mereka sekarang mencapai usia

(43)

yang hanya efektif bila ada perilaku yang nyata-nyata salah dan hukuman bagi

pelakunya. Bahkan sejumlah telaah mengenai kenakalan remaja menunjukkan bahwa

hukuman tidak hanya mencegah perbuatan yang salah tetapi malah menjadi

pendorong untuk berperilaku salah, maka ada istilah bagi para remaja, bahwa

“peraturan dibuat untuk dilanggar”, dan ketika remaja berbuat salah, mereka akan

mencari berbagai alasan untuk dapat menghindari kesalahan agar terbebas dari

berbagai bentuk hukuman dengan melakukan berbagai cara, yaitu dengan berbohong,

menyalahkan orang lain dll.

Peran suara hati dalam pengendalian perilaku remaja sangatlah penting untuk

menimbulkan sikap perilaku yang baik ketika berada di tengah-tengah masyarakat,

remaja yang memiliki suara hati yang matang tentu selalu merasa bersalah dan malu

ketika berperilaku yang tidak baik, rasa bersalah ini penting timbul dari dalam diri

setiap remaja, sehingga remaja selalu berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan

atau berbuat salah lagi, karena motivasi ini timbul dari dalam diri remaja itu sendiri.

Telaah-telaah mengenai perkembangan moral telah menekankan bahwa cara yang

efektif bagi semua orang untuk mengawasi perilakunya sendiri adalah melalui

pengembangan suara hati, yaitu kekuatan ke-dalam (batiniah) yang tidak memerlukan

pengendalian lahiriah (Hulrock, 1980: 226).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Religiositas Remaja

a. Faktor Keluarga

Faktor keluarga dalam perkembangan religiositas remaja mempunyai tempat

(44)

penting bagi perkembangan religiositas remaja khususnya menyangkut aspek belief dan aspek feeling. Aspek belief mengacu pada apa yang diyakini dari suatu agama,

seberapa kuat keyakinan diadakan dalam keluarga, dan bagaimana menonjol bahwa

kepercayaan kepada Tuhan yang tumbuh dalam keluarga dapat mempengaruhi

tingkat kepercayaan remaja. Aspek feeling berkaitan dalam jiwa dan dunia emosional

individu. Pengalaman religiositas mempunyai tempat tersendiri dalam aspek feeling, karena menyangkut dimensi perasa yang meliputi hal seperti untuk percaya pada

suatu agama, rasa takut tidak religiositas, rasa kesejahteraan yang berasal dari Allah,

memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami remaja,

maka keluarga sebagai pendidik pertama dan utama mempunyai tempat yang khas

untuk ikut ambil bagian dalam mendampingi pengembangan religiositas remaja, agar

supaya mereka semakin dapat merasakan cinta kasih Allah. Karena orang tua juga

mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan berkewajiban untuk memberikan

pengalaman religiositas kepada anaknya, supaya dapat selalu melatih suara hati

remaja, sehingga nantinya anak mereka mampu memiliki tingkat perkembangan

religiositas dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Berkat Sakramen Baptis,

suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yaitu martabat

kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian orangtua mempunyai tugas

memperkenalkan Injil kepada anak mereka; dengan martabat imamat, orang tua

mempunyai tugas untuk mengajarkan kepada anaknya cara menguduskan hidup,

terutama dalam menghayati Sakramen-Sakramen dan hidup doa; dan dengan

martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk mengenalkan kepada anaknya tugas

(45)

b. Faktor Sekolah

Sekolah mempunyai peran yang sangat kuat dalam perkembangan religiositas

remaja secara khas menyangkut aspek religiositas knowledge dan religiositas feeling.

Aspek religiositas knowledge merupakan dimensi intelektual yang menyangkut seberapa jauh pengetahuan remaja terhadap ajaran agama yang dianutnya. Remaja

banyak menghabiskan waktunya di sekolah, selama remaja berada di sekolah banyak

sekali pengalaman-pengalaman remaja yang didapatkan ketika berdinamika bersama

teman, guru dan seluruh warga sekolah, oleh karena itu dengan banyaknya interaksi

yang terjadi, perlu menciptakan adanya perasaan yang baik. Sebagai sekolah Katolik

aspek religiositas feeling perlu dikembangkan agar remaja juga berkembang tidak hanya dalam hal intelektual, tetapi juga aspek religiositas feeling, sehingga remaja terbiasa untuk melatih perasaan yang dapat menggerakkan suara hati mereka

melakukan hal-hal yang baik. Oleh karena itu sekolah juga mempunyai makna yang

istimewa untuk terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi,

memperkenalkan harta warisan Gereja seperti dogma-dogma dan praktek-praktek

agamanya, meningkatkan kesadaran siswa akan tata-nilai yang baik, membantu untuk

mengelola religiositas siswa, sehingga siswa mampu bersikap jujur, rukun dan

terbuka terhadap sesama yang beraneka watak dan latar belakang yang berbeda-beda,

sikap saling peduli terhadap keadaan sekitar dan penderitaan orang lain. Semua

motivasi untuk melakukan perbuatan itu akan lebih baik jika muncul dari dalam diri

siswa itu sendiri. Maka sungguh sekolah mempunyai peran yang strategis untuk

perkembangan remaja, sehingga pekerjaan sebagai pendidik juga dapat disebut

(46)

hati, persiapan yang amat seksama, kesediaan tiada hentinya untuk membaharui dan

menyesuakan diri dengan kondisi dan keadaan siswa yang nantinya akan berdampak

pada perkembangan siswa secara utuh (GE, art. 5).

c. Faktor Masyarakat

Remaja juga merupakan manusia yang mempunyai tempat dan peran yang

khas dalam kehidupan di tengah masyarakat, sehingga sebagai keseluruhan

masyarakat dituntut untuk memperlihatkan sekaligus memberikan contoh-contoh

sikap religiositas yang baik bagi para remaja, secara khas dalam aspek religiositas

effect yang mengacu pada perilaku. Masyarakat majemuk yang tidak mengikatkan diri pada sikap religiositas dalam hidup sehari-hari akan kehilangan arah hidup dalam

kesejahteraan bersama, menjadikan nilai-nilai sosial yang dihayati sering tidak jelas

(KWI, 1996: 452). Masyarakat harus memberikan contoh atau pengalaman yang baik

kepada remaja, bahwa masyarakat mempunyai prinsip-prinsip mau menolong orang

dalam mengatasi masalah sosial, bersikap terbuka dan peduli terhadap sesama.

Prinsip saling berbagi, tolong-menolong seperti ini perlu diwujudkan secara nyata di

tengah masyarakat untuk memberikan teladan bagi para remaja, sehingga

masayarakat dalam hal ini sesuai dengan pengembangan aspek religiositas effect yang

mengacu pada perilaku yang tidak terbatas pada praktik keagamaan, tetapi lebih

terhadap segi perilaku kehidupan dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat.

d. Faktor Gereja

Gereja mempunyai peran dalam perkembangan religiositas remaja, terutama

(47)

dapat dikatakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual

keagamaannya. Karena Konsili Vatikan II menyebut Gereja “Persekutuan iman,

harapan dan cinta” (LG, art. 8), persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus

dengan iman dan cinta kasih (GS, art. 32). Tetapi Konsili juga mengajarkan bahwa

Gereja dibentuk kerena perpaduan unsur manusia dan Ilahi (LG, art. 8). Kesatuan

Gereja terjadi tidak hanya karena karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi

antar manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara anggota Gereja.

Komunikasi iman terjadi terutama dalam perayaan iman (KWI, 1996: 392). Remaja

sebagai anggota Gereja juga mempunyai tempat dan peran tersendiri di dalam

komunikasi iman yang terjadi dalam perayaan iman, tentu remaja dalam

keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan Liturgi (SC, art. 41), Gereja

mempunyai peran untuk mewujudkan keterlibatan remaja tersebut.

D. Dimensi Religiositas di Sekolah Katolik

Berkat kasih yang begitu besar dari Tuhan Yesus kepada umat-Nya, melalui

Konsili Vatikan II mengumumkan tentang pendidikan Kristen Gravissimum Educationis yang menguraikan secara khusus dalam hal pendidikan Kristen. Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan remaja secara alamiah

sama seperti di sekolah pada umumnya. Yang membedakan sekolah Katolik dengan

sekolah lainnya adalah usaha untuk selalu menciptakan suasana kekeluargaan di

sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil. Sekolah Katolik berusaha membimbing

siswa agar dapat berkembang secara utuh, baik dalam hal mengembangkan

intelektual tetapi juga sekaligus mengembangkan religiousitas siswa dari keseluruhan

(48)

1. Sekolah Pada Umumnya

Sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sekolah secara terus-menerus

mengembangkan daya kemampuan akal budi siswa melalui pendidikan yang

terstruktur dan sistematis. Tujuan dari sekolah adalah untuk menumbuhkan

kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisa budaya

yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran

akan tata-nilai, menyiapkan siswa untuk mampu mengelola kejujuran, menciptakan

suasana kerukunan antar siswa yang mempunyai latar belakang budaya, watak,

agama, suku yang berbeda, serta mengembangkan sikap saling memahami (GE, art.

5). Maka sekolah dapat juga disebut sebagai satuan pendidikan atau lembaga

pendidikan untuk proses belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan

memberi materi pelajaran, supaya peserta didik dapat berkembang baik dari aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Makna Sekolah Katolik

Sekolah Katolik mendapat perhatian lebih dari Gereja setelah Konsili Vatikan

II, secara khusus ditekankan dalam deklarasi Konsili tentang pendidikan Kristen

(Gravvisimum educationis). Melalui gagasan deklarasi itu dokumen GE

dikembangkan sedemikian rupa, dengan membatasi diri pada refleksi yang lebih

dalam pada sektor sekolah Katolik (Sewaka, 1991: 14). Dalam dokumen Konsili

Vatikan II, Gravvisimum Educationis, tentang pendidikan Kristen, menyatakan sekolah Katolik sebagai tempat dan medan yang khas kehadiran Gereja di sekolah.

Sekolah Katolik mengejar tujuan-tujuan budaya dan menyelenggarakan pendidikan

(49)

bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih, dan

membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus

berkembang sebagai ciptaan yang baru. Kedua: sekolah Katolik mengarahkan seluruh

kebudayaan manusia kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang

secara berangsur-angsur diperoleh siswa tentang dunia, kehidupan dan manusia

disinari oleh terang iman (GE, art. 8).

3. Alasan Keberadaan Sekolah Katolik

Konggregasi suci menyatakan, saat sekarang ini merupakan waktu yang tepat

berupa penegasan kembali nilai pendidikan sekolah Katolik bagi perkembangan para

remaja. Konggregasi suci menyadari ada masalah-masalah serius mengenai

pendidikan Kristen di dalam masyarakat yang majemuk. Karena itu perlulah

memusatkan segala perhatian kepada sifat dan ciri sekolah Katolik, yaitu memiliki

mutu keKatolikannya, artinya Kristus adalah dasar dari sekolah Katolik, terciptanya

lingkungan yang dijiwai oleh semangat cinta kasih, kepedulian, toleransi dan berbagi.

Konggregasi suci mempercayakan untuk menggembalakan kaum muda Katolik di

sekolah, dengan berdasar pada dokumen Gravvisimum Educationis, diharapkan kaum

muda mendapatkan sistem pendidikan yang efektif, sesuai dengan kebutuhan kaum

muda masa kini akan pendidikan yang utuh, baik dari segi intelektual dan juga segi

religiositas di sekolah-sekolah Katolik (Sewaka, 1991: 15).

4. Tujuan Sekolah Katolik

(50)

juga siswa harus memiliki religiositas dalam diri mereka, dengan cara

memperkenalkan warisan budaya kristiani, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai,

memupuk sikap saling toleransi terhadap sesama tanpa pilih-pilih, dan saling

memahami satu sama-lain. Maka dengan itu semua, dapat menciptakan hidup

berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan. Sehingga dengan sendirinya siswa akan

menjadi rasul awam yang mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus kepada sesama

di tengah hidup masyarakat luas (GE, art. 5).

5. Dimensi Religiositas Pendidikan di Sekolah Katolik

Konsili Vatikan II melalui dokumen Gravissimum Educationis mengupayakan

pendidikan Kristen bagi siswa yang berada di sekolah Katolik. Sebagai sekolah

Katolik, perlu menciptakan suasana lingkungan sekolah yang dijiwai oleh semangat

Injil Yesus Kristus, sekolah mengupayakan untuk membimbing remaja agar

berkembang menjadi pribadi yang utuh dan sekaligus sebagai ciptaan baru berkat

Sakramen Baptis terlaksana bersama-sama, agar cahaya iman dapat menerangi segala

sesuatu di dunia, tentang kehidupan dan pribadi manusia yang dipelajari secara

bertahap oleh siswa.

a. Dimensi Religiositas Iklim Sekolah

Kalangan ahli pendagogi sekarang maupun masa lalu, memberikan tekanan

yang begitu kuat pada iklim sekolah, sehingga menciptakan kondisi yang cocok

untuk proses pendidikan yang sedang berlangsung. Siswa mengikuti kegiatan belajar

mengajar yang diatur secara logis, sistematis dan diterima dengan bebas. Oleh karena

itu, unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan visi iklim

(51)

dan macam-macam kegiatan lainnya. Tentu semua itu harus dijiwai oleh semangat

cinta kasih kepada sesama, maka saat ada siswa yang masuk ke lingkungan sekolah,

mereka patut mendapat kesan bahwa ia memasuki suatu lingkungan baru yang

diterangi oleh cahaya iman kasih yang diwujudkan dalam hidup bersama sesama di

tengah masyarakat (Sewaka, 1991: 91). Maka hendaknya semangat Injil nampak jelas

dalam cara berpikir dan ketika mengambil keputusan atau tindakan, sehingga

memberikan dorongan kepada semua warga sekolah untuk memiliki religiositas yang

nampak dalam hidup sehari-hari mereka, dengan begitu mereka dapat mengetahui hal

baik atau buruk, agar apa yang dilakukan tidak bertentangan dengan budaya yang

sudah ada atau dengan Injil.

b. Dimensi Religiositas Kehidupan dan Karya Sekolah

Sekolah kerap kali disamakan dengan pengajaran, tapi sebenarnya kelas dan

pelajaran hanya merupakan bagian kecil dari kehidupan sekolah. Bersama dengan

pelajaran yang disampaikan oleh guru, ada partisipasi aktif para siswa secara

perorangan atau sebagai kelompok: studi riset, latihan, kegiatan prakurikuler, ujian,

hubungan dengan guru dan hubungan dengan satu sama lain, kegiatan kelompok,

pertemuan kelas, pertemuan sekolah. Sebagai sekolah Katolik, tentu semua kegiatan

itu menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil tempatnya berakar (Sewaka, 1991:

100). Prinsipnya bahwa manusia peduli terhadap suara hati yang berdampak pada

perkembangan religiositas mereka, yang diterapkan dengan jelas dalam kehidupan di

sekolah atau pun di dalam hidup sehari-hari. Misalnya: pekerjaan sekolah yang

(52)

tanggung jawab bila kesulitan muncul; menghargai sesama; loyal dan cinta kepada

sesama; jujur; toleran dan baik dalam segala hubungan.

c. Pengajaran Agama di Kelas dan Dimensi Religiositas Pendidikan

Magisterium menyatakan bahwa bersama dan bekerja sama dengan keluarga,

sekolah menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk berkatekese yang tidak

boleh diabaikan begitu saja. Tentu ini khusus menunjuk kepada sekolah Katolik,

karena ciri khas sekolah Katolik dan alasan yang mendasari keberadaannya, alasan

mengapa orang tua Katolik lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik,

justru adalah mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam keseluruhan

pendidikan para siswa (Sewaka, 1991: 108-109). Tentu tidaklah mudah

menyelaraskan kedua aspek tersebut, karena di satu sisi sekolah Katolik merupakan

lembaga pendidikan dengan cara dan metode serta tujuan pendidikan yang sama

dengan sekolah pada umumnya, tetapi di sisi lain sekolah Katolik sebagai komunitas

Kristen yang tujuan pendidikannya berakar dalam Kristus dan Injil-Nya. Maka perlu

juga diperhatikan secara khusus, sehingga antara usaha untuk meneruskan

kebudayaan secara serius dan kesaksian Injil yang kokoh tidak saling berbenturan,

tetapi malah saling melengkapi dan mendukung.

E. Usaha Pengembangan Religiositas Siswa di Sekolah Katolik

Sekolah Katolik mengusahakan perkembangan siswa pengetahuan IQ sama

seperti sekolah pada umumnya. Tapi yang membedakan sekolah Katolik dengan

sekolah pada umumnya adalah kebersamaan pada semangat Injil. Selain itu, Konsili

Gambar

Tabel 1. Kisi-Kisi Kuesioner
Tabel 2. Kisi-Kisi Wawancara
Tabel 3. Identitas Responden (N=60)
Tabel 4. Pemahaman Pengembangan Religiositas di SMP Kanisius Kalasan
+7

Referensi

Dokumen terkait

– kesulitan yang dialami dalam proses belajar mengajar. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Kalasan dengan mengambil subjek penelitiaan yaitu guru pembimbing mata

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MINAT SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS KALASAN

Penelitian ini bertujuan; 1) meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIIIA SMP Kanisius Kalasan melalui layanan bimbingan kelompok berbasis outbound ; 2) mengetahui

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara motivasi dan hasil belajar siswa SMP Kanisius Kalasan pada sub pokok bahasan pengertian

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BANGUN RUANG YANG MENCAKUP INTERTWINING DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IVB SD KANISIUS KALASAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012.. Antonius Kris

ABSTRAK PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION STAD TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI SISWA KELAS V SD KANISIUS

Pada tahap pertama (2010) penelitian ini berupa penelitian survey di 20 SD dan SMP di Yogyakarta. Teknik pengumpulan datanya dengan pengamatan, wawancara, FGD, dan

Tahap terakhir pada pengembangan instrumen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan implementasi dengan mengukur sejauh mana kecenderungan kedisplinan belajar SMP Negeri 2