• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) untuk meningkatkan hasil belajar dan minat siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan pada materi sistem peredaran darah manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) untuk meningkatkan hasil belajar dan minat siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan pada materi sistem peredaran darah manusia"

Copied!
239
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES

TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR DAN MINAT SISWA KELAS VIII A SMP

KANISIUS KALASAN PADA MATERI SISTEM

PEREDARAN DARAH MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Ruth Lana Monika

NIM : 091434005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES

TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR DAN MINAT SISWA KELAS VIII A SMP

KANISIUS KALASAN PADA MATERI SISTEM

PEREDARAN DARAH MANUSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Ruth Lana Monika

NIM : 091434005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

K aryaku yang sederhana ini kupersembahkan

kepada:

Hati K udus Y esus dan Hati M ari a

K edua O rangtuaku

E yang dan S i mbah

A di kku C lara P etty A ngel a

M asku F alent F ebri aw an

S ahabat-S ahabatku

P rogram S tudi P endi di kan B i ologi

(6)

v

MOTTO

A pakah saya

Gagal atau sukses

B ukanlah hasil

Perbuatan orang lain. Sayalah yang menjadi pendorong D iri

Sendiri.

-E laine M axwell-

K arena itu A ku berkata kepadamu: apa saja yang kamu

minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya,

maka hal itu akan diberikan kepadamu.

(M arkus 11:24)

B ersukacitalah dalam pengharapan,

sabarlah dalam kesesakan,

dan bertekunlah dalam doa.

(7)

vi

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 06 Februari 2013 Peneliti

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA IMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Ruth Lana Monika

Nomor Mahasiswa : 091434005

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MINAT SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS KALASAN PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya, maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 06 Februari 2013 Yang menyatakan

(9)

viii

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAM GAMES TOURNAMENT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR DAN MINAT SISWA KELAS VIII A SMP KANISIUS KALASAN PADA MATERI SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA

Ruth Lana Monika Universitas Sanata Dharma

2013

Penelitian ini, bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan minat dalam pembelajaran Biologi pada materi “Sistem Peredaran Darah Manusia” pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (team games tournament).

Subyek dalam penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan, yang berjumlah 36 orang siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non tes dan teknik tes. Komponen pengumpulan data yang digunakan berasal dari hasil penilaian pretest, posttest, lembar observasi, dan angket/kuisioner. Model penelitian yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc. Taggart. Model ini terdiri atas tindakan yang dimulai dengan perencanaan tindakan, penerapan tindakan, mengobservasi dan mengevaluasi proses serta hasil tindakan, dan melakukan refleksi. Hasil refleksi dijadikan landasan untuk menentukan perbaikan serta penyempurnaan tindakan selanjutnya sampai mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ialah pencapaian nilai hasil belajar pada siklus I mencapai 8.33% dan siklus II mencapai 41.66%. Hasil penelitian ini telah menunjukkan peningkatan nilai rata-rata posttest pada siklus I sebesar 4.38 dan rata-rata posttest pada siklus II sebesar 6.54. Namun demikian, hasil ini belum mencapai target seperti yang diharapkan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (team games tournament) dapat meningkatkan hasil belajar dan minat belajar siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan pada materi “Sistem Peredaran Darah Manusia”.

(10)

ix

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING METHOD , TEAM GAMES TOURNAMENT TYPE TO IMPROVE THE LEARNING OUTCOMES AND STUDENTS' INTEREST IN THE SUBJECT MATTER

OF HUMAN CIRCULATORY SYSTEM OF CANISIUS JUNIOR HIGH SCHOOL KALASAN GRADE VIII CLASS A

Ruth Lana Monika Sanata Dharma University

2013

The purpose of this research is to improve the learning outcomes and students' interest in Biology class on the subject matter of “Human Circulatory System” at Canisius Junior High School Kalasan grade VIII class A by applying the cooperative learning method, which is called TGT (team games tournament).

The subjects in this study are the students of Canisius Junior High School Kalasan grade VIII class A, which consist of 36 students. In this research, the reseacher used both the non test and test technique as the instruments. The component of the data collection was derived from the results of the assessment of

pretest, posttest, observation sheets and questionnaires. The model which is used

in this research is the model of Kemmis and Mc. Taggart. The model consists of actions that begins from the planning the action, implementing the action, observing and evaluating the process, measuring the outcome, and then reflecting. The reflection results were extrapolated to determine the improvement and refinement further action to achieve the desired quality of learning.

The result of this research is the achievement of learning outcomes scores which reached 8.33% for the first cycle and 41.66% for the second cycle. It shows also the increasing average score of the first cycle posttest from 4.38 to 6.54 at the second cyle. However, this result has not yet reached the target as expected.

Based on the above result it shows that applying the cooperative learning method of TGT (team games tournament) type can improve the learning outcomes and students' interest in the subject matter of “Human Circulatory System” of the students of Canisius Junior High School Kalasan grade VIII class A.

(11)

x

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diberi judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Minat Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia”.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan doa yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yesus Kristus yang memberi rahmat kehidupan, penyertaan, kekuatan, dan keajaiban-keajaiban kepada penulis dari lahir hingga detik ini.

2. Bapak Rohandi Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc selaku ketua Program Studi Pendidikan Biologi Sanata Dharma Yogyakarta dan selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan tulus membimbing peneliti selama proses menyusun skripsi ini.

4. Ibu Heffi W., S. Pd. selaku wali kelas dan guru mata pelajaran Biologi kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan.

5. Segenap staf guru dan karyawan serta siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan yang telah membantu pelaksanaan penelitian.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Biologi yang telah membimbing dan mengajari penulis selama belajar di Pendidikan Biologi.

7. Segenap staf karyawan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dan melayani segala keperluan akademik peneliti.

8. Orang tua dan saudariku yang selalu memberikan dorongan baik moril maupun material kepada peneliti untuk tetap setia menjalani tugas studi. Berkat Allah Bapa selalu menyertai Bapak dan Ibu serta adikku Clara Petty tercinta.

9. Eyang dan Simbah yang selalu mendoakan dan menjadi sumber semangatku.

10.Mas Falent Febriawan yang dengan selalu memberi dukungan, memberi semangat dan berbagai bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat menjalankan tugas studi dengan baik.

11.Saudariku Cicilia Maryani dan Endri Ratna, sebagai sahabat untuk berbagi semangat, suka, duka dan yang selalu bersedia membantu.

12.Saudari-saudaraku Siska, Ana Rambu, Yani, Riris, Wiwik, dan Rio terima kasih atas bantuan dan semangat yang kalian berikan kepada penulis. 13.Semua teman-teman Pendidikan Biologi angkatan 2009 terima kasih atas

(12)

xi

kalian, perhatian teman-teman yang sangat berarti dan persaudaraan yang kita jalin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

14.Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan, yang telah memberikan doa, bantuan dan dukungan kepada peneliti.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca umumnya.

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Hipotesa ... 11

E. Indikator Keberhasilan ... 11

(14)

xiii

G. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 14

B. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ... 17

C. Hasil Belajar ... 20

D. Minat ... 22

E. Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

F. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament ... 27

G. Analisis Hubungan Karakteristik Materi Sistem Peredaran Darah Manusia dengan TGT... 33

H. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

I. Kerangka Pikir ... 38

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42

B. Setting Penelitian ... 43

C. Variabel Penelitian ... 43

D. Prosedur Penelitian ... 44

E. Instrumen Penelitian ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 54

G. Analisis Instrumen Penelitian ... 54

H. Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kegiatan Penelitian 1. Observasi Pendahuluan ... 59

(15)

xiv

3. Siklus II ... 67

B. Hasil Penelitian 1. Hasil Belajar Siswa ... 70

2. Minat Siswa ... 75

C. Pembahasan 1. Proses Pembelajaran IPA ... 77

2. Faktor yang Mempengaruhi Ketercapaian Hasil Belajar dan Minat ... 78

3. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Penerapan TGT ... 89

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 91

B. Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator Keberhasilan ... 11

Tabel 2. Perhitungan Poin Permainan untuk Empat Pemain ... 30

Tabel 3. Perhitungan Poin Permainan untuk Tiga Pemain ... 31

Tabel 4. Kriteria Penghargaan Kelompok ... 32

Tabel 5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Sistem Peredaran Darah Manusia ... 33

Tabel 6. Kriteria Gain/Tingkat Pemahaman Siswa ... 56

Tabel 7. Kategori Keaktifan Siswa ... 57

Tabel 8. Kategori Minat Siswa ... 58

Tabel 9. Tingkat Pemahaman Siswa Pada Siklus I... 72

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian ... 41

(18)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Hasil Penilaian Pretest Siklus I ... 72

Grafik 2. Hasil Penilaian Posttest Siklus I ... 72

Grafik 3. Hasil Penilaian Pretest Siklus II ... 74

Grafik 4. Hasil Penilaian Posttest Siklus II ... 74

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 96

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1. Siklus I Pertemuan 1... 102

2. Siklus I Pertemuan 2... 105

3. Siklus II Pertemuan 1 ... 109

4. Siklus II Pertemuan 2 ... 112

5. Siklus II Pertemuan 3 ... 115

Lampiran 3. Deskripsi Materi Sistem Peredaran Darah Manusia ... 118

Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa 1. Siklus I ... 128

2. Siklus II... 129

Lampiran 5. Kisi-Kisi Soal Evaluasi 1. Siklus I ... 134

2. Siklus II... 135

Lampiran 6. Instrumen Penelitian Tes 1. Soal Pretest Siklus I ... 136

2. Soal Posttest Siklus I ... 138

3. Soal Pretest Siklus II ... 140

4. Soal Posttest Siklus II ... 142

Lampiran 7. Penilaian Instrumen Tes 1. Pedoman (Kunci Jawaban) Penilaian ... 144

2. Pedoman Penskoran ... 145

(20)

xix

Lampiran 9. Lembar Observasi ... 148

Lampiran 10. Hasil Wawancara Dengan Guru Terkait Dengan Metode Pembelajaran ... 161

Lampiran 11. Kartu Soal dan Kartu Jawaban TGT 1. Soal Game Siklus I ... 162

2. Jawaban Soal Game Siklus I ... 164

3. Soal Game Siklus II ... 166

4. Jawaban Soal Game Siklus II ... 168

Lampiran 12. Langkah Team Games Tournament ... 170

Lampiran 13. Kartu Penghargaan ... 171

Lampiran 14. Pembagian Kelompok 1. LKS Siklus I ... 172

2. TGT Siklus I ... 173

3. LKS Siklus II ... 174

4. TGT Siklus II ... 175

Lampiran 15. Daftar Nilai Siswa Tahun Sebelumnya ... 176

Lampiran 16. Daftar Nilai Siswa 1. Siklus I ... 178

2. Siklus II... 180

Lampiran 17. Daftar Nilai Minat Siswa ... 182

(21)

xx

Lampiran 19. Presensi Siswa ... 185

Lampiran 20. Hasil Pretest dan Posttest 1. Siklus I ... 200

2. Siklus II... 208

Lampiran 21. Surat Ijin Penelitian ... 216

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia semakin dituntut untuk meningkat agar

dapat mengikuti perkembangan zaman yang berkembang dengan sangat pesat. Hal

ini dikarenakan untuk mengikuti perkembangan zaman diperlukan kualitas

pendidikan yang baik agar mampu mengikutinya.

Banyak hal yang mempengaruhi baik atau tidaknya kualitas pendidikan,

salah satunya adalah penerapan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah.

Penerapan model pembelajaran di sekolah berfungsi untuk menentukan tipe

pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan materi. Dari penentuan tipe

pembelajaran yang digunakan selanjutnya akan ditentukan metode pembelajaran.

Penerapan tipe pembelajaran ini akan menunjang dalam mengukur berhasil atau

tidaknya proses pembelajaran di dalam kelas. Hubungan ini dapat ditinjau jika

proses pembelajaran di dalam kelas berhasil, maka kualitas pendidikan juga akan

meningkat. Sebaliknya, jika proses pembelajaran di dalam kelas tidak berhasil,

maka efek yang terjadi adalah siswa pulang dari sekolah tanpa membawa

pengetahuan apa-apa dan menyebabkan kualitas pendidikan pun tidak dapat

meningkat. Sehingga pada akhirnya kegiatan belajar mengajar ini tidak mencapai

tujuan pembelajaran.

Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur

manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran

(Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2010:72). Guru akan berusaha menciptakan

(23)

dan memecahkan masalah. Salah satu usaha guru dalam menciptakan lingkungan

belajar bagi siswa tidak terlepas dari pemahaman guru tentang kedudukan model

pembelajaran, tipe pembelajaran, dan metode pembelajaran sebagai salah satu

komponen yang ikut serta menjadi bagian dalam keberhasilan kegiatan belajar

mengajar.

Selain penggunaan model pembelajaran, tipe pembelajaran, dan metode

pembelajaran yang tepat untuk menunjang proses belajar siswa terdapat pula

faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses belajar siswa. Menurut Winkel

(1983:23-42) faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa antara lain :

a. faktor-faktor pada pihak siswa meliputi : taraf intelegensi, motivasi belajar

(keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan

belajar), perasaan (senang, rasa puas, rasa simpati, rasa gembira), sikap

(kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu obyek

berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga atau

tidak berharga), minat (kecenderungan yang agak menetap dalam subyek,

merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung

dalam bidang itu), keadaan sosio-ekonomis (menunjuk pada kemampuan

finansial siswa dan perlengkapan material yang dimiliki siswa, keadaan ini

dapat bertaraf baik-cukup-kurang), keadaan sosio-kultural (menunjuk pada

lingkungan budaya yang di dalamnya siswa bergerak setiap hari. Meliputi

kemampuan berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua dan

anak, pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Keadaan ini dapat

bertaraf tinggi-cukup-kurang), dan keadaan fisik (menunjuk pada tahap

pertumbuhan, kesehatan jasmani, dan keadaan alat-alat indra. Keadaan ini

(24)

b. faktor-faktor di luar siswa meliputi : faktor-faktor pengatur proses belajar di

sekolah (kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher effectiveness,

fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa), faktor-faktor sosial di sekolah

(sistem sosial, status sosial siswa, interaksi antara guru dengan siswa),

faktor-faktor situasional (keadaan politik, ekonomis, keadaan waktu, tempat, musim,

dan iklim), dan faktor pada pihak guru (sikap dan sifat, serta gaya memimpin

kelas).

Ditinjau dari pernyataan Winkel terkait dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses belajar siswa, maka berdasarkan hasil observasi di SMP

Kanisius Kalasan didapatkan bahwa tingkat minat siswa masih kurang memenuhi

kriteria ketercapaian yang diharapkan. Sementara itu, penggunaan model

pembelajaran dan tipe pembelajaran di SMP Kanisius Kalasan sendiri masih

kurang bervariasi, dimana model pembelajaran dan tipe pembelajaran pada SMP

Kanisius Kalasan ini ditujukan guna meningkatkan minat dan keaktifan siswa

dalam kegiatan belajar mengajar sehingga suasana kelas lebih hidup dan

meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

Selain itu, berdasarkan observasi dan wawancara diperoleh hasil bahwa

hasil belajar belajar IPA khususnya Biologi dalam materi sistem peredaran darah

manusia pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan masih tergolong kurang.

Hal itu ditinjau berdasarkan hasil belajar siswa pada 2 tahun terakhir dalam materi

sistem peredaran darah manusia. Hasil belajar siswa yang mencapai KKM pada

tahun 2010/2011 dalam materi sistem peredaran darah manusia di kelas VIII A

SMP Kanisius Kalasan berjumlah 5 orang siswa dari 29 orang siswa, sedangkan

nilai di bawah KKM berjumlah 24 orang siswa. Ketuntasan belajar yang diperoleh

(25)

mencapai KKM berjumlah 3 orang siswa dari 24 orang siswa. Ketuntasan belajar

yang diperoleh sebesar 12,5%. Hasil tersebut tidak memenuhi kriteria ketuntasan

belajar seperti yang diharapkan. Kurangnya ketuntasan belajar siswa dalam proses

pembelajaran dikarenakan kurangnya minat belajar siswa sehingga siswa tidak

memiliki motivasi dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan kurang bervariasinya

model dan tipe pembelajaran serta kurangnya sarana media pembelajaran di

sekolah. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan kebosanan pada diri siswa untuk

belajar pelajaran IPA khususnya Biologi. Kebosanan siswa dalam mengikuti

pembelajaran menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah.

Minat dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai kecenderungan

yang timbul apabila individu tertarik terhadap sesuatu yang akan dipelajari dan

bermakna bagi dirinya sendiri. Seperti yang dikemukakan Effendi (1985:122-123)

minat merupakan sumber dari usaha yang timbul dari kebutuhan siswa yang

menjadi faktor pendorong dalam melakukan usahanya (belajar). Hal ini

menunjukkan bahwa minat sangat berkaitan dengan kebutuhan seseorang. Selain

itu, intensitas minat pada diri seseorang dapat dilihat melalui seberapa keras

usahanya dalam memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan objek yang menjadi

perhatian. Sehingga minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat

ditinjau dari keaktifan siswa yang kemudian dapat menimbulkan motivasi belajar

siswa.

Kegiatan pembelajaran merupakan suatu upaya untuk mencapai perubahan

tingkah laku baik yang menyangkut aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun

sikap siswa setelah memperoleh informasi. Dengan timbulnya minat belajar siswa

dalam proses pembelajaran maka dapat menimbulkan proses perubahan tingkah

(26)

dari praktik atau penguatan (reinforced practice) dan pengalaman tertentu yang

dilandasi untuk mencapai tujuan tertentu. Minat siswa yang menimbulkan

motivasi dapat membantu memahami dan menjelaskan perilaku siswa dalam

menentukan penguatan belajar, memperjelas tujuan belajar, dan menentukan

ketekunan belajar. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Uno (2008:23) yang

mengatakan bahwa “motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa

hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan

cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan yang

kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi kedua faktor tersebut

disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk

melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat”. Sardiman (2010:85)

juga berpendapat bahwa motivasi erat kaitannya dengan tujuan. Memberikan

tujuan pembelajaran pada siswa maka siswa akan mengetahui tujuan belajarnya,

dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai maka siswa akan lebih termotivasi

ketika belajar, sehingga siswa akan lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan

pembelajaran. Sardiman (2010:40) juga menyatakan bahwa siswa akan berhasil

dalam belajar apabila siswa tersebut mengetahui apa yang akan dipelajari dan

memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan demikian maka dalam

proses pembelajaran minat siswa sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan

motivasi belajar siswa.

Minat yang timbul di dalam diri siswa akan menyebabkan siswa

melakukan perubahan tingkah laku seperti aktif dalam mengikuti proses

pembelajaran. Keaktifan siswa ini merupakan salah satu prinsip utama dalam

proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar

(27)

siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Partisipasi aktif siswa sangat

berpengaruh pada proses perkembangan berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan

siswa dalam belajar membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses

pembelajaran dan mengambil keputusan. Selain itu, keaktifan siswa penting dalam

proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat

ditransfer begitu saja tetapi diolah sendiri oleh siswa terlebih dahulu. Oleh sebab

itu, keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat menentukan bagi keberhasilan

pencapaian tujuan pembelajaran dan kualitas pembelajaran. Sedangkan keaktifan

siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi

atau terlibat dalam proses pembelajaran. Agar siswa terlibat aktif dalam proses

pembelajaran, maka diperlukan berbagai upaya dari guru untuk dapat

membangkitkan keaktifan siswa. Guru perlu menciptakan kondisi yang

memungkinkan terjadinya proses interaksi yang baik dengan siswa, agar mereka

dapat melakukan berbagai aktivitas belajar dengan efektif. Upaya dalam

mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat diwujudkan melalui

penggunaan berbagai macam variasi model pembelajaran dan media

pembelajaran. Akan tetapi, pengajaran di SMP Kanisius Kalasan masih terpusat

pada guru, dimana siswa tidak berperan aktif dalam kegiatan di kelas sehingga

dalam pembelajaran tidak timbul minat belajar siswa. Oleh karena itulah,

diperlukan suatu tipe pembelajaran yang tepat, guna meningkatkan minat belajar

siswa di SMP Kanisius Kalasan.

Dari permasalahan tersebut peneliti ingin memperbaiki permasalahan

pembelajaran IPA khususnya Biologi pada materi sistem peredaran darah manusia

dengan menerapkan suatu tipe pembelajaran yang inovatif. Sejauh ini, ada

(28)

satunya adalah model pembelajaran kooperatif, dimana pada model pengajaran ini

para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang saling bekerja sama satu

dengan yang lainnya dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga suasana kelas

lebih aktif. Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat tiga tipe yang dapat

diadaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran dan tingkat kelas, yaitu Student

Team-Achievement Division (STAD) (Pembagian Pencapaian Tim Siswa), Team

Games Tournament (Turnamen Game Tim), dan Jigsaw II (Teka-Teki II).

Salah satu tipe pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan hasil

belajar dan minat siswa adalah TGT. TGT merupakan suatu inovasi baru dalam

tipe pembelajaran yang penggunaannya dilandasi dari hasil belajar dan minat

siswa yang tidak meningkat sewaktu menggunakan tipe-tipe pembelajaran

sebelumnya. Penggunaan TGT juga dikarenakan tingkat kesulitan materi sistem

peredaran darah manusia cukup tinggi. Sistem peredaran darah manusia itu sendiri

tidak dapat diamati secara langsung oleh siswa, sehingga dalam memahami materi

dibutuhkan kerjasama antar siswa untuk saling mendukung satu sama lain.

Kerjasama antar siswa dapat dibentuk dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dengan membentuk kelompok-kelompok belajar dan setiap

siswa bertanggung jawab akan pemahaman teman dalam satu kelompoknya.

Sehingga materi yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi dapat dipahami

oleh siswa dengan mudah dalam diskusi kelompok. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan Soetomo (1993:150) yang menjelaskan kegunaan metode diskusi yaitu

memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya

masing-masing termasuk kemampuan mengemukakan ide-ide baru, membantu siswa

untuk dapat menilai kemampuan dirinya, teman-temannya dan juga melalui

(29)

Selain itu, keunggulan teknik pembelajaran tipe TGT dibandingan dengan

tipe pembelajaran kooperatif lainnya adalah TGT memberikan kesempatan kepada

guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif positif.

Teknik pembelajaran tipe TGT akan membentuk pola pikir setiap siswa untuk

saling membangun dalam tim dan saling memberikan kepercayaan pada anggota

tim saat bermain dalam turnament. Dengan kepercayaan yang didapatkan dari

anggota tim maka anggota tim akan berusaha melakukan yang terbaik agar tim

mereka menjadi yang terbaik. Turnament dalam TGT akan memberikan warna

positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap permainan sehingga

akan tercipta minat belajar dan keaktifan siswa. Dalam pembelajaran guru

bertindak sebagai wasit memiliki tugas untuk menyelesaikan permasalahan yang

terjadi di dalam kelas. Iklim kelas yang terbentuk pada saat proses pembelajaran

akan mendukung siswa agar lebih termotivasi untuk belajar karena mereka berada

pada lingkungan kompetisi positif dan dituntut untuk menjadi yang terbaik serta

memberikan yang terbaik untuk timnya. Siswa juga akan merasa nyaman saat

proses pembelajaran berlangsung dan keaktifan siswa akan semakin meningkat.

Hal ini ditinjau dari terbentuknya interaksi antar siswa yang semakin meningkat

dengan kegiatan tim dan turnament. Interaksi siswa dengan guru juga akan

meningkat, karena guru bertindak sebagai wasit dan siswa dapat bertanya setiap

waktu. Sedangkan dalam pengaturan susunan tempat duduk disesuaikan dengan

kebutuhan untuk kegiatan kelompok dan kegiatan turnament. Pengaturan susunan

tempat duduk yang berkelompok akan membuat siswa lebih interaktif dalam

berdiskusi dengan siswa yang lainnya dan pada saat turnament diubah lagi agar

(30)

kondisi yang seperti ini maka TGT dapat meningkatkan minat siswa dalam

mendalami materi sistem peredaran manusia.

Sedangkan pengertian TGT (Team Games Tournament) secara umum

merupakan salah satu tipe pembelajaran yang termasuk dalam model

pembelajaran kooperatif, dimana tipe TGT ini membagi siswa dalam

kelompok-kelompok belajar dengan beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki

kemampuan, jenis kelamin, asal daerah yang berbeda. Sehingga ketika guru

memberikan tugas maka setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab

masing-masing untuk menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu, ketika ada anggota

kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota

kelompok lainnya dapat membantu menjelaskannya.

Menurut Slavin (dalam Gora dan Sunarto, 2010:61) pembelajaran

kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas

(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games),

pertandingan (tournament) dan perhargaan kelompok (team recognition). Dimana,

ciri-ciri tipe TGT ini adalah :

1. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

2. games tournament

3. penghargaan kelompok

Oleh sebab itu, tipe pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan

minat siswa akan mata pelajaran IPA khususnya Biologi. Karena dengan diadakan

semacam turnamen di dalam kelas yang dimana pemenang turnamen ini akan

diberikan suatu penghargaan, maka siswa akan terpacu untuk menjadi yang

terbaik. Persaingan sehat seperti ini jelas akan menimbulkan minat belajar dan

(31)

untuk mencari sumber-sumber pelajaran di luar kelas yang akan menunjang

kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengungguli kelompok lainnya.

Secara tidak langsung proses ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mereka

sendiri.

Dengan meningkatnya minat belajar dan keaktifan siswa, siswa juga akan

semakin kritis guna menghadapi suatu permasalahan yang timbul dari mata

pelajaran IPA khususnya pelajaran Biologi yang sedang mereka pelajari.

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari siswa akan meningkatkan kemampuan

siswa dalam memahami materi dengan mencari jawaban yang tepat, dan

pertanyaan ini tidak hanya dapat dijawab oleh guru mata pelajaran IPA khususnya

Biologi, namun juga dapat dijawab oleh teman kelompok mereka atau anggota

kelompok lainnya yang akan menimbulkan komunikasi yang tidak hanya satu

arah antara guru dengan siswa, namun juga memunculkan komunikasi 3 arah

yaitu, antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa.

Dengan hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana hasil belajar siswa

dapat dijadikan suatu patokan dalam mengukur berhasil atau tidaknya

pembelajaran yang diterapkan di kelas. Berdasarkan latar belakang di atas, maka

peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) untuk

Meningkatkan Hasil Belajar dan Minat Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius

Kalasan Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia.

B. Rumusan Masalah

Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team games

tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar dan minat siswa kelas VIII A

(32)

C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini mencakup mata pelajaran IPA khususnya

Biologi dengan Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam

kehidupan manusia dan Kompetensi Dasar 1.6 Mendeskripsikan sistem peredaran

darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Batasan ruang lingkup

dan fokus masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah hasil belajar siswa yang

dibatasi pada aspek kognitif tingkatan C1 dan C2 dan minat siswa dari hasil proses

belajar mengajar Biologi siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan tahun ajaran

2012/2013 pada pokok bahasan sistem peredaran darah manusia dengan

mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT).

Dalam hal ini, minat siswa sebagai kovariat yang mempengaruhi hasil belajar IPA

khususnya Biologi.

D. Hipotesa

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe team games tournament (TGT)

dapat meningkatkan hasil belajar dan minat siswa kelas VIII A SMP Kanisius

Kalasan pada materi sistem peredaran darah manusia.

E. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini meliputi hasil belajar (hasil posttest)

dan minat.

Tabel 1. Indikator Keberhasilan

Indikator Awal Target

Skor rata-rata kelas 49.79 71

% ketercapaian KKM 17.24% dan 12,5 % 75%

(33)

F. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :

1. menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT),

2. meningkatkan hasil belajar dan minat siswa kelas VIII A SMP Kanisius

Kalasan pada materi sistem peredaran darah manusia dengan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).

G. Manfaat Penelitian :

Manfaat dari penelitian ini secara khusus bagi :

1. peneliti

- menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan untuk proses

pembelajaran di kelas secara langsung

- mengetahui perbandingan hasil belajar dan minat siswa sebelum

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games

Tournament dengan sesudah menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Team Games Tournament

2. guru/sekolah

- melalui hasil penelitian ini diharapkan guru SMP memiliki

pengetahuan tentang teori model pembelajaran kooperatif tipe Team

Games Tournament sebagai salah satu bentuk inovasi pembelajaran di

SMP

- hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan guru

mengenai pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran

(34)

-

sebagai bahan acuan dan masukan bagi penelitian selanjutnya dalam upaya meningkatkan pengembangan alternatif pembelajaran IPA

khususnya Biologi di sekolah menengah pertama

3. siswa

- meningkatkan pemahaman/hasil belajar siswa dalam materi sistem

peredaran darah manusia.

- meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran

khususnya pembelajaran Biologi materi sistem peredaran darah

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan

dialami manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang

dari anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai

dengan prinsip pembelajaran sepanjang hayat (Suyono, 2011:1). Oleh karena

itulah, belajar merupakan suatu hak setiap manusia yang harus dipenuhi dengan

kualitas yang baik demi menghasilkan manusia yang baik pula. Dari belajar inilah

manusia mampu menguasai banyak hal demi kepentingannya sendiri maupun

kepentingan kelompok manusia.

Morgan (dalam Mulyati, 2005:3) memaparkan kesamaan pendapat para

ahli psikologi bahwa belajar yang merupakan proses mental dalam memahami

tingkah laku manusia, menyangkut beberapa faktor, yaitu asosiasi, motivasi,

variabilitas, kebiasaan, kepekaan, pencetakan dan hambatan. Sedangkan Mulyati

(2005:5) menyimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar individu

untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui

latihan-latihan dan pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena

peristiwa kebetulan.

Hamalik (2007:45) juga menjelaskan bahwa belajar meliputi tidak hanya

mata pelajaran, tetapi juga penguasaan, kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat,

penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan, dan cita-cita. Belajar

mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk

(36)

mendefinisikan belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas,

praktek, dan pengalaman.

Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti dapat

menyimpulkan belajar adalah suatu kegiatan yang akan membentuk terjadinya

perubahan pada diri individu dan merupakan suatu hak setiap manusia. Akan

tetapi, kegiatan belajar antar individu cenderung menghasilkan aktivitas belajar

yang tidak sama. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku

belajar di kalangan siswa. Sehingga menimbulkan kesulitan belajar. Hal ini

dikarenakan masing-masing individu memiliki kesulitan belajar yang

berbeda-beda.

Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:75-88) faktor-faktor

penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan dalam dua golongan, yaitu :

1. faktor intern (faktor dari dalam diri manusia itu sendiri), meliputi :

a. sebab yang bersifat fisik

1) karena sakit, sehingga menyebabkan saraf sensoris dan motorisnya

lemah dan mengakibatkan rangsangan yang diterima melalui inderanya

tidak dapat diteruskan ke otak,

2) karena kurang sehat yang menyebabkan mudah capek, mengantuk,

pusing, daya konsentrasi hilang, kurang semangat, pikiran terganggu

dan mengakibatkan penerimaan dan respon pelajaran berkurang, saraf

otak tidak mampu bekerja secara optimal memproses, mengelola,

menginterprestasi dan mengorganisir bahan pelajaran melalui

(37)

3) cacat tubuh yang dibedakan cacat tubuh ringan (seperti kurang

pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotor) dan cacat

tubuh tetap (seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kakinya).

b. sebab kesulitan belajar karena rohani

1) intelegensi, seorang anak mampu menyelesaikan persoalan dan kegiatan

belajar yang berdasarkan IQ nya,

2) bakat, berupa potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir,

3) minat, tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan

menimbulkan kesulitan belajar,

4) motivasi, berperan sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan,

mendasari, mengarahkan perbuatan belajar,

5) faktor kesehatan mental, kesehatan mental dan ketenangan emosi akan

menimbulkan hasil belajar yang baik,

6) tipe-tipe khusus seorang pelajar, tipe belajar anak berbeda-beda adanya

yang memiliki tipe visual, motoris, maupun campuran.

2. faktor ekstern (faktor dari luar manusia), meliputi :

a. faktor orang tua yang terdiri dari :

1) cara mendidik anak,

2) hubungan orang tua dan anak,

3) contoh/bimbingan dari orang tua,

4) suasana rumah/keluarga,

5) keadaan ekonomi keluarga.

b. faktor sekolah

1) faktor guru, meliputi guru tidak kualified, hubungan guru dan murid

(38)

anak, guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan

belajar, dan metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan

belajar,

2) faktor alat, ketersediaan alat yang tidak lengkap membuat penyajian

pelajaran yang tidak baik,

3) kondisi gedung,

4) kurikulum,

5) waktu sekolah dan disiplin yang kurang.

c. faktor media massa dan lingkungan sosial

1) faktor media massa, meliputi bioskop, TV, surat kabar, buku komik

yang akan menghambat belajar apabila anak terlalu banyak

menggunakan waktu untuk itu sehingga lupa akan tugas belajar,

2) lingkungan sosial, berupa teman bergaul (teman bergaul memiliki

pengaruh yang besar. Apabila anak suka bergaul dengan mereka yang

tidak sekolah, maka anak tersebut akan malas belajar sebab cara hidup

anak yang bersekolah dan tidak bersekolah berlainan), lingkungan

tetangga (corak kehidupan tetangga akan mempengaruhi anak-anak

sehingga dapat menyebabkan ada atau tidaknya motivasi anak untuk

belajar), dan aktivitas dalam masyarakat (terlalu banyak berorganisasi,

dan kursus bermacam-macam akan menyebabkan belajar anak menjadi

terbengkalai).

B. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

(39)

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006: 5). Hakikat IPA meliputi empat unsur

utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Keempat unsur itu merupakan ciri

IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain (Depdiknas,

2006: 6). Dalam pembelajaran IPA, keempat unsur tersebut harus bersinergi untuk

mempersiapkan generasi yang menyadari pentingnya IPA dan teknologi sehingga

bisa berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Ilmu

pengetahuan alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah

mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik,

sistematis, universal, dan tentatif. Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang

pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya (Pusat Kurikulum, Balitbang

Depdiknas).

Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami

alam sekitar secara ilmiah. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk

memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat

diidentifikasi. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak

berdampak buruk terhadap lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya diarahkan

dengan ciri-ciri sains yang ilmiah agar dapat menumbuhkan kemampuan berpikir,

bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting

kecakapan hidup. Karena melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta

didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama

(40)

Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

keterampilan proses dan sikap ilmiah. Hal ini dikarenakan pembelajaran IPA

memiliki tujuan yang berupa meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran,

meningkatkan minat dan motivasi, serta beberapa kompetensi dasar dapat dicapai

sekaligus.

Ilmu pengetahuan alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh

melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk

menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada

tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang

diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan

kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3) dikembangkannya

sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan

dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban,

menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang

gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang

akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal

dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah

dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo

Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun

hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk

menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang

diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen. Keterampilan dalam

mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses

(41)

menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan

eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan

menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan

sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan

gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses

dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka,

tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap

lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang

lain. (Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas).

C. Hasil Belajar

Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari

kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.

Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik

perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun

keterampilan motorik. Hampir sebagian besar dari kegiatan atau perilaku yang

diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. (Sukmadinata, 2009:102-103)

Sedangkan Sudjana (2010:22) berpendapat bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya.

Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a)

keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan

cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah

ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori hasil

belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi

(42)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan hasil belajar

adalah kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar yang dapat dilihat dari

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan

berpikir maupun keterampilan motorik. Hasil belajar yang diperoleh ini akan

ditindak lanjuti dengan evaluasi hasil belajar.

Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup: (a) evaluasi

mengenai tingkat peguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang

ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas, (b)

evaluasi mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum

pengajaran (Sudijono, 2011:30).

Menurut Sanjaya (2010:244-245) evaluasi memiliki beberapa fungsi,

yaitu:

a. evaluasi merupakan alat penting sebagai umpan balik bagi siswa. Melalui

evaluasi siswa mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang

dilakukan. Dari hasil evaluasi siswa dapat menentukan harus bagaimana

proses pembelajaran yang perlu dilakukannya,

b. evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana

ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan. Siswa

menjadi tahu bagian mana yang perlu dipelajari lagi dan bagian mana yang

tidak perlu,

c. evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program

kurikulum. Informasi ini sangat dibutuhkan baik untuk guru maupun untuk

para pengembang kurikulum, khususnya untuk perbaikan program

(43)

d. informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara individual

dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan

sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan serta pengembangan karier,

e. evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum, khususnya dalam

menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai,

f. evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang

berkepentingan dalam pendidikan di sekolah. Melalui evaluasi dapat

dijadikan bahan informasi tentang efektivitas program sekolah.

D. Minat

Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk

melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka

melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, maka mereka merasa berminat. Ini

kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan berkurang minat pun berkurang

(Elizabeth B. Hurlock, 1989). Sedangkan Surya (2004:71-72) berpendapat bahwa

minat yaitu seberapa besar individu merasa suka atau tidak suka kepada suatu

rangsangan. Sesuatu yang diminati akan lebih menarik perhatian.

Slameto (2010: 180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa

keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada

dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan

sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar

minat.

Winkel (2012:212) berpendapat bahwa minat diartikan sebagai

kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi

(44)

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa minat adalah suatu rasa ketertarikan atau ketidak tertarikan, rasa suka atau

tidak suka, dan rasa senang atau tidak senang terhadap mata pelajaran atau proses

pembelajaran tertentu yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Rasa tidak tertarik,

tidak suka dan tidak senang akan menghambat dalam belajar, karena tidak

menumbuhkan sikap positif dan tidak menunjang minat belajar. Sedangkan

apabila siswa merasa tertarik, suka dan senang akan menumbuhkan sikap positif

yang menunjang minat siswa dalam pembelajaran. Sehingga antara minat dan

perasaan senang memiliki hubungan timbal balik. Oleh sebab itu, minat sangat

berperan dalam pembelajaran. Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu

tindakan atau perilaku yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal

daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu

aktivitas ataupun pernyataan. Minat yang dimiliki siswa ini akan bermanfaat

dalam mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan pembelajaran. Hal ini

diperkuat oleh Hamalik (2007:182) yang menjelaskan minat khusus yang dimiliki

oleh siswa berdaya guna untuk mempelajari hal-hal lainnya.

Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk

memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut. Dengan

memberikan perhatian yang lebih tersebut menunjukkan siswa memiliki minat

yang tinggi. Sehingga semakin tinggi minat siswa semakin tinggi pula motivasi

yang dirasakan siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Surya (2004:67) bahwa

minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam menghadapi

suatu obyek. Prinsip dasarnya ialah bahwa motivasi seseorang cenderung akan

meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang besar dalam

(45)

jalan menimbulkan atau mengembangkan minat siswa dalam melakukan kegiatan

belajarnya. Pernyataan ini juga diperkuat oleh Djiwandono (2008:365) bahwa

minat belajar siswa ini akan berhubungan dengan motivasi belajar siswa. Karena

salah satu cara yang kelihatan logis untuk memotivasi siswa selama pelajaran

adalah menghubungkan pengalaman belajar dengan minat siswa. Minat siswa

dapat merupakan bagian dari metode mengajar.

E. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6

orang secara kolaboratif dan saling bekerja sama dalam mempelajari materi

pelajaran sehingga dapat merangsang motivasi antar siswa untuk belajar.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran

yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama

siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli

dan Sri Harimianto, 2011:55). Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan

dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk

mengasah pengetahuan dan menutup kesenjangan dalam pemahaman

masing-masing, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok. Model

pembelajaran kooperatif ini juga dapat membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan

pembelajaran di kelas, sehingga suasana kelas lebih hidup dibandingkan dengan

model lainnya seperti ceramah yang sampai sekarang masih banyak dipakai oleh

kebanyakan guru.

Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki

(46)

yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan

pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat

mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas

yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan

lainnya adalah tumbuhnya kesadaran bahwa siswa perlu belajar dan berpikir,

menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan

dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana

yang sangat baik untuk mencapai hal-hal semacam itu (Slavin, 2005:4).

Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar-benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan baik dan dapat

diaplikasikan untuk semua jenis kelas, termasuk kelas-kelas yang khusus

anak-anak berbakat, kelas pendidikan khusus, dan bahkan untuk kelas dengan tingkat

kecerdasan “rata-rata”, dan khususnya sangat diperlukan dalam kelas heterogen

dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif dapat membantu

membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukan menjadi suatu

masalah. Hal ini dikarenakan sekolah bergerak dari sistem pengelompokan

berdasarkan kemampuan siswa menuju pengelompokan yang lebih heterogen

sehingga pembelajaran kooperatif menjadi semakin lebih penting. Lebih jauh lagi,

pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk

mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda

dan antara siswa-siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan

teman sekelas mereka, ini jelas melengkapi alasan pentingnya untuk

menggunakan pembelajaran kooperatif dalam kelas-kelas mereka (Slavin,

(47)

Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan

materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok

dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,

3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku,

budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok

terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4)

penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan

(Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli dan Sri Harimianto, 2011:56-57).

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan para siswa

pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman yang dibutuhkan serta

menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi

oleh keberhasilan kelompok. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas

tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil akademik,

dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang

lebih mampu akan menjadi narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang

memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua,

pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut

antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi

tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk

bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan

(48)

Inti dari pembelajaran kooperatif adalah para siswa akan duduk bersama

dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang untuk menguasai materi yang

disampaikan oleh guru. Kerjasama yang dilakukan di dalam kelompok kooperatif

dapat meningkatkan pemahaman dan minat belajar dibandingkan dengan siswa

yang diatur dalam kelas tradisional. Hal ini didukung dengan teori kognitif dan

teori motivasi. Teori kognitif menekankan pada pengaruh dari kerja sama itu

sendiri sedangkan teori motivasi memfokuskan pada penghargaan atau struktur

tujuan dimana para siswa bekerja.

F. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT)

TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan

siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang

siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang

berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka

masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap

kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota

kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan

tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk

memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan

tersebut kepada guru.

Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah

menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik.

Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja turnamen,

dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil

dari kelompoknya masing-masing. Dalam setiap meja permainan diusahakan agar

(49)

dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan akademik,

artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar

setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada

saat pretest. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat

pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan

skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya

anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan

penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah

tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam

kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan

perhargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan

oleh Slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri

sebagai berikut :

a) siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

b) games tournament

c) penghargaan kelompok

Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dengan cara siswa

ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6

orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.

Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi

siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa

yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan

menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara

(50)

Games tournament dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing

merupakan wakil dari kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya,

masing-masing ditempatkan dalam meja-meja turnamen. Tiap meja turnamen ditempati 5

sampai 6 orang peserta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari

kelompok yang sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta

homogen. Permainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan.

Setelah itu permainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk

bermain (kartu soal dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan

kunci tidak terbaca). Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan

sebagai berikut. Pertama, setiap pemain dalam tiap meja menentukan dulu

pembaca soal dan pemain yang pertama dengan cara undian. Kemudian pemain

yang menang undian mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan

diberikan kepada pembaca soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai

dengan nomor undian yang diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan

secara mandiri oleh pemain dan penantang sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan soal selesai, maka

pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan ditangapi oleh penantang

searah jarum jam. Setelah itu pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan

skor hanya diberikan kepada pemain yang menjawab benar atau penantang yang

pertama kali memberikan jawaban benar. Jika semua pemain menjawab salah

maka kartu dibiarkan saja. Permainan dilanjutkan pada kartu soal berikutnya

sampai semua kartu soal habis dibacakan. Posisi pemain diputar searah jarum jam

agar setiap peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca

soal, pemain, dan penantang. Disini permainan dapat dilakukan berkali-kali

(51)

sebagai pemain, penantang, dan pembaca soal. Dalam permainan ini pembaca soal

hanya bertugas untuk membaca soal dan membuka kunci jawaban, tidak boleh

ikut menjawab atau memberikan jawaban pada peserta lain. Setelah semua kartu

selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja menghitung jumlah kartu yang

diperoleh dan menentukan berapa poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang

telah disediakan. Selanjutnya setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya

dan melaporkan poin yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.

Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh anggota kelompoknya pada

tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang

diterima oleh kelompoknya.

Penghargaan kelompok yang dilakukan dengan langkah pertama sebelum

memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung rerata skor kelompok.

Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan skor

yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok dibagi dengan banyaknya

anggota kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang

didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh

masing-masing anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh

seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2. Perhitungan Poin Permainan untuk Empat Pemain

Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh

Top Scorer 60

High Middle Scorer 40

Low Middle Scorer 30

Low Scorer 20

(52)

Tabel 3. Perhitungan Poin Permainan untuk Tiga Pemain

Pemain dengan Poin Bila Jumlah Kartu Yang Diperoleh

Top scorer 60

Middle scorer 40

Low scorer 20

(Sumber : Slavin, 2005:175)

Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ada beberapa

tahapan yang perlu ditempuh, yaitu :

a) mengajar (teach)

b) belajar kelompok (team study)

c) permainan (game tournament)

d) penghargaan kelompok (team recognition)

Mengajar (teach) dilakukan dengan cara mempresentasikan atau

menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus

dilakukan siswa, dan memberikan motivasi.

Belajar ke

Gambar

Grafik 3. Hasil Penilaian Pretest Siklus II ......................................................................
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Awal
tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan kriteria penghargaan yang
Tabel 3. Perhitungan Poin Permainan untuk Tiga Pemain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan pembentukan lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif... Perubahan nutrisi kurang

maka Pokja Pengadaan Barang, Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya Pada Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun Anggaran 2014 mengumumkan Paket tersebut di

sampel dalam penelitian ini adalah metode times series design , yaitu desain penelitian yang bermaksud untuk mengetahui kestabilan dan. kejelasan suatu keadaan yang

Banyak penonton sepak bola di stadion pada hari Sabtu adalah 2.678 orang, sedangkan pada hari Minggu sebanyak 4.795 orang.. Berapa orang jumlah penonton dalam dua

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Sikap dan Tindakan Mengenai Pemberian Cairan Rehidrasi Oral pada Bayi yang Terkena Diare di Beberapa Rumah

Berdasarkan kajian literatur mengenai sistem pendanaan KPS (Tabel 1), beberapa faktor kunci keberhasilan skema KPS pada pembangunan infrastruktur mencakupi kerjasama dan

Kelompok eksperimen terdiri dari 26 ibu hamil dengan intervensi pemberian Short Message Service dengan Gili- SMS® yang diberikan 3 kali yang berisi pengingat untuk

meganalisis harga saham.. peneliti menggunakan analisis fundamental. 392) dalam Alifa Widiastuti Nugroho (2016) mengungkapkan bahwa informasi yang dipublikasikan