• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

B. Penerimaan Diri

3. Faktor-Faktor yang Mendukung Penerimaan Diri

Hurlock (1973) mengemukakan tentang faktor-faktor yang mendukung penerimaan diri, yakni :

a. Adanya pemahaman tentang diri sendiri

Individu yang dapat memahami diri sendiri tidak bergantung pada kemampuan intelektual saja, tetapi juga pada kemampuan orang lain memahami dirinya, ketika kondisi ini terwujud maka, individu semakin dapat menerima diri secara efektif (Hurlock, 1973). Bastaman (1996) menambahkan bahwa pemahaman diri merupakan komponen utama yang menentukan keberhasilan individu untuk mencapai penerimaan diri. Pemahaman diri merupakan pengetahuan individu terkait kondisi diri sendiri.

b. Adanya hal yang realistis

Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan dengan pemahaman dengan kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya dengan memiliki harapan yang realistik (Hurlock, 1973).

c. Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan

Ketidakmampuan individu untuk mencapai tujuan hidup yang realistis dapat berasal dari hambatan yang berasal dari lingkungan yang tidak dapat dikendalikan, misalnya seperti diskriminasi ras, jenis kelamin, maupun agama. Ketika hal ini terjadi, individu yang mengetahui potensinya akan sulit untuk menerima diri. Ketika lingkungan mendorong individu untuk mencapai keberhasilan, maka individu akan merasa puas dengan pencapaian yang membuktikan bahwa harapannya adalah suatu hal yang realistis (Hurlock, 1973).

Bastaman (1996) menambahkan bahwa dengan adanya dukungan dari lingkungan dapat mendukung keberhasilan individu untuk mencapai penerimaan diri. Lingkungan yang dapat mendukung seperti kehadiran seseorang atau beberapa orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi bantuan di saat-saat yang diperlukan (Bastaman, 1996). Tidak adanya hambatan dan adanya dukungan sosial dapat memengaruhi penerimaan diri pada individu.

d. Sikap lingkungan yang menyenangkan

Individu yang mendapatkan sikap yang menyenangkan dari masyarakat lebih dapat menerima diri sendiri. Tiga hal yang mengarah kepada evaluasi sosial yang menyenangkan adalah tidak adanya prasangka terhadap individu dan anggota keluarganya, memiliki keahlian sosial dan mau untuk menerima kelompok (Hurlock, 1973).

e. Tidak adanya gangguan emosional yang berat

Stres secara emosional dapat mengarah kepada ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Ketidakseimbangan fisik yang diikuti oleh stres emosional dapat membuat individu bekerja dengan kurang efisien, mengakibatkan kelelahan, dan bereaksi secara negatif kepada orang lain. Tidak adanya stres dapat membuat individu melakukan yang terbaik untuk pekerjaannya. Kondisi seperti ini berkontribusi kepada evaluasi sosial yang baik yang menjadi dasar bagi evaluasi dan penerimaan diri yang baik pula (Hurlock, 1973).

f. Pengaruh keberhasilan

Pengaruh kegagalan dapat mengarah kepada penolakan diri, dan pengaruh kesuksesan dapat mengarah kepada penerimaan diri. Kegagalan yang seringkali

dirasakan individu akan membuat kesuksesan diartikan lebih bermakna (Hurlock, 1973).

g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik

Individu yang mengidentifikasikan diri dengan orang-orang yang menyesuaikan diri dengan baik dapat mengembangkan sikap yang positif terhadap hidup dan berperilaku yang mengarah kepada penilaian dan penerimaan diri yang baik (Hurlock, 1973).

h. Perspektif diri

Individu yang dapat melihat diri sendiri sama seperti orang lain melihat dirinya memiliki pemahaman diri yang baik dibandingkan dengan individu yang perspektif dirinya cenderung sempit dan terdistorsi. Perspektif diri yang baik dapat mendukung penerimaan diri (Hurlock, 1973).

i. Pola asuh di masa kecil yang baik

Penyesuaian diri individu di masa depan berawal dari masa kanak-kanak. Pengasuhan secara demokratis mengarah kepada pola kepribadian yang sehat. Selain itu pada pengasuhan ini, peraturan-peraturan yang dijelaskan kepada anak dapat membuat anak dihormati sebagai seorang manusia. Anak akan belajar untuk menghormati dirinya dan bertanggung jawab untuk mengendalikan perilakunya dengan kerangka peraturan yang telah ditetapkan (Hurlock, 1973).

j. Konsep diri yang stabil

Konsep diri yang stabil merupakan cara individu melihat dirinya dengan cara yang sama sepanjang waktu. Konsep diri yang baik mengarah kepada penerimaan diri, sedangkan konsep diri yang buruk mengarah kepada penolakan diri. Jika individu mengembangkan kebiasaan untuk menerima dirinya, maka hal

itu akan menguatkan konsep diri yang baik sehingga penerimaan diri akan menjadi suatu kebiasaan bagi individu (Hurlock, 1973).

Faktor-faktor yang mendukung penerimaan diri pada individu meliputi pemahaman akan diri sendiri, hal yang realistis, tidak ada hambatan di lingkungan, sikap lingkungan yang menyenangkan, tidak ada gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik, perspektif diri, pola asuh masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil.

4. DampakPenerimaan diri

Hurlock (1973) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori, yakni:

a. Dalam penyesuaian diri

Individu yang memiliki penerimaan diri, mampu mengenali kelebihan dan kekurangannya. Individu biasanya memiliki kepercayaan diri dan harga diri. Nurfajriyanti (2015) melakukan penelitian terkait hubungan penerimaan diri dan kepercayaan diri pada individu dengan individu tunanetra, hasil yang didapatkan bahwa terdapat yang sangat signifikan antara penerimaan diri dan kepercayaan diri pada individu tunanetra. Putra (2014) melakukan penelitian terkait hubungan penerimaan diri dan penyesuaian diri pada remaja dengan disabilitas, hasil yang ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan diri dengan penyesuaian diri.

Lebih lanjut menurut Hurlock (1973) bahwa individu dengan penerimaan diri yang baik lebih dapat menerima kritik demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan individu untuk menilai dirinya secara

lebih realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Satyaningtyas dan Abdullah (2010) melakukan penelitian terkait penerimaan diri dan kebermaknaan hidup pada penyandang cacat fisik, hasil yang ditemukan bahwa terdapat hubungan positif antara penerimaan diri dan kebermaknaan hidup, yang menyebabkan individu berkeinginan untuk mengembangkan diri. Sartain (Rohmah, 2004) menjelaskan bahwa dengan memiliki kesadaran untuk menerima dan memahami diri, maka individu dapat mengenali diri sendiri dan akan mempunyai keinginan untuk terus mengembangkan dirinya

Penerimaan diri bermanfaat bagi diri individu yakni dengan meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri, lebih lanjut individu mampu mencapai kepuasan akan kehidupan dan diri sendiri.

b. Dalam penyesuaian sosial

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, memiliki perasaan toleransi terhadap sesama yang dibarengi dengan rasa ingin membantu orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Individu yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian dan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang merasa rendah diri (Hurlock, 1973). Niyata (2009) melakukan penelitian terkait hubungan antara penerimaan diri dan penyesuaian diri pada wanita korban perceraian sirri, hasil yang ditemukan bahwa terdapat hubungan

positif antara penerimaan diri dengan penyesuaian sosial pada wanita korban perceraian nikah sirri.

Penerimaan diri bermanfaat bagi lingkungan sosial individu, dimana individu akan lebih mampu memperlakukan orang lain dan lingkungan secara tepat sehingga mudah beradaptasi dalam situasi dan kondisi lingkungan, sehingga akan berdampak pada penyesuaian diri dan sosial individu.

Penerimaan diri berdampak kepada kondisi individu yang meliputi kepercayaan diri dan harga diri, serta kepada kondisi lingkungan sosial yang meliputi kemampuan beradaptasi secara efektif.

C. HIV 1. Definisi HIV

HIV adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. Terdapat dua indikator utama pada fase AIDS yakni infeksi oportunistik dan jumlah CD4 kurang dari 200/mm3 (Libman & Makadon, 2007). HIV merupakan jenis retrovirus, yang melalukan replikasi pada sel dengan sejumlah tahapan. Tahapan pertama memasukkan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan infeksi, yaitu dari ribonucleic acid (RNA) menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) yang kemudian menyatu dengan DNA sel tuan rumah dan kemudian melakukan replikasi ke sel-sel lainnya dalam tubuh (Crandall, 1999).

Crandall (1999) menambahkan bahwa HIV memiliki enzim reverse

transcriptase (RT) yang dapat berfungsi mengubah informasi genetik untuk kemudian diintergrasikan ke dalam informasi sel limfosit yang diserang. Virus HIV menyerang limfosit T helper yang mempunyai reseptor CD4 dipermukaannya. Limfosit T helper

memiliki beragam manfaat bagi proses dalam tubuh manusia, diantaranya yakni menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun serta pembentukan antibodi. HIV tidak dapat disembuhkan, obat-obatan hanya dapat memperlambat laju perkembangan virus. Menurut Libman dan Makadon (2007), obat antiretroviral dapat merungai jumlah virus dan meningkatkan jumlah CD4, sehingga dapat memperbaiki kondisi kekebalan tubuh.

HIV merupakan jenis virus yang tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan, satu-satunya pengobatan yang dapat dilakukan adalah terapi ARV yang berfungsi untuk menekan laju pertumbuhan virus dan meningkatkan CD4 tubuh.

Dokumen terkait