• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

B. Penerimaan Diri

5. Ibu Rumah Tangga dengan HIV

Ibu rumah tangga merupakan suatu peran yang otomatis diterima seorang perempuan ketika mulai berkeluarga (Frieze, 1978). Frieze (1978) menambahkan bahwa peran ibu rumah tangga diantaranya peran sebagai pendidik, pelayan, pengatur hingga pengurus bagi anggota keluarga. Ibu rumah tangga berperan sebagai seorang ibu dan istri yang wajib memberi pengasuhan rumah tangga dan memberi pelayanan yang menyenangkan kepada suami dengan sebagian besar waktu yang dihabiskan di rumah (Kartono, 2006).

Menurut Frieze (1978) terdapat tujuh bentuk permasalahan yang dihadapi oleh perempuan yang memilih sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga, yakni:

a. Minimnya persiapan karena perempuan tidak mendapatkan latihan yang cukup sebelum memasuki kehidupan rumah tangga, sedangkan pendidikan formal yang sebelumya diperoleh jarang sekali dapat diterapkan dalam memenuhi tugas-tugas rumah tangganya (Frieze, 1978).

b. Tidak terorganisasinya waktu dan aktivitas karena tanggung jawab rumah tangga yang timbul secara spontan dan tidak dapat diramalkan. Tidak mudah untuk mengatur anak-anak tepat sesuai dengan keinginan ibu, seperti waktu

bermain, makan hingga belajar. Kesibukan akan bertambah ketika anak-anak membutuhkan perhatian intensif dari orangtuanya, ataupun juga bila ada anggota keluarga yang sakit (Frieze, 1978).

c. Rendahnya status sebagai ibu rumah tangga karena pekerjaan rumah tangga tidak menjanjikan prestise yang tinggi. Pekerjaan rumah tangga lebih sering diasosiasikan dengan pekerjaan-pekerjaan dan penyediaan makanan. Pandangan di masyarakat memandang bahwa sebagaian besar waktu ibu rumah tangga dihabiskan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kasar yang tidak menuntut kemampuan khusus (Frieze, 1978).

d. Pekerjaan rumah tangga tidak menuntut kemampuan khusus, sehingga kurang mendorong para ibu rumah tangga untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya. Ibu rumah tangga mengalami kesulitan untuk menemukan teman sebaya dan tingkat intelektual yang setara dalam lingkungan terdekatnya, sehingga ibu rumah tangga jarang mendapatkan kesempatan untuk mendiskusikan hal-hal yang dapat menstimulasi kemampuan intelektualnya. Dalam keadaan demikian para ibu menjadi cenderung untuk mengabaikan kemampuan intelektualnya (Frieze, 1978).

e. Tidak ada reward atas pekerjaan yang telah dilakukan. Reward yang mungkin didapat para ibu rumah tangga adalah pujian dari suami dan anak-anaknya, akan tetapi kondisi demikian jarang terjadi. Suami dan anak-anak pada umumya lebih mudah bereaksi terhadap hal-hal yang tidak dikerjakan dengan baik yang lebih lanjut dapat menimbulkan penilaian negatif (Frieze, 1978). f. Isolasi sosial yang disebabkan oleh terbatasnya aktivitas ibu rumah tangga di

adalah suami, akan tetapi para suami yang telah mengahabiskan sebagaian besar waktunya diluar rumah dalam kaitannya dengan pekerjaan (Frieze, 1978).

g. Ketergantungan pada suami dalam hal keuangan dan status sosial (Frieze, 1978).

Menurut Haroen, Juniati, dan Windani (2008) kondisi psikologis perempuan dengan HIV positif dapat menjadi indikator kualitas hidup yang dimiliki. Haroen, Juaniti, dan Windani (2008) menambahkan terdapat tiga bentuk kondisi psikologis pada perempuan dengan HIV yakni mudah emosional, merasa ketakutan akan menularkan HIV, dan penyangkalan status HIV. Kondisi-kondisi psikologis tersebut selanjutnya akan berdampak kepada perjalanan hidup perempuan dengan HIV positif. Perempuan lebih rentan terinfeksi HIV sebagai akibat dari adanya peran tradisional yang dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat (UNICEF Indonesia, 2012). Umumnya, perempuan usia dewasa menjalankan peran sebagai seorang ibu rumah tangga. Hal ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh Kemenkes RI pada tahun 2013 terkait Estimasi dan Proyeksi HIV-AIDS di Indonesia Tahun 2011-2016, yang menemukan bahwa terjadi peningkatan jumlah infeksi HIV-AIDS pada kelompok ibu rumah tangga di setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2013) . Hingga saat ini, belum terdapat data pasti terkait jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV-AIDS. Hal ini disebabkan rendahnya kesadaran ODHA untuk melakukan pendataan secara resmi dengan menggunakan kartu tanda penduduk, sehingga tidak dapat dilakukan pencatatan secara pasti perihal jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV-AIDS.

Semenjak tahun 2010, semakin banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV, padahal sehari-harinya sibuk di rumah dan tidak memiliki pengetahuan tentang HIV.

Hal ini sejalan dengan pendapat dr. Nafsiah Mboi SpA, MPH Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada masa kabinet Indonesia Bersatu II, bahwa hingga tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah penularan HIV dari suami kepada istrinya (Wardah, 2013). Sadli (2010) menambahkan bahwa di kalangan masyarakat beredar mitos dan stereotype bahwa seorang ibu rumah tangga adalah perempuan baik-baik. Perempuan baik-baik tidak mungkin terkena HIV-AIDS, sehingga kelompok ibu rumah tangga tidak dijadikan sasaran kampanye atau edukasi mengenai HIV-AIDS.

Menurut Dalimoenthe (2011), seorang ibu rumah tangga dapat menjadi kelompok rentan dari penularan HIV-AIDS karena suami yang melakukan penyimpangan sosial, baik karena sering berganti-ganti pasangan atau karena pecandu narkoba. Disamping itu, seorang ibu rumah tangga tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran yang memadai terkait HIV-AIDS. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi ibu rumah tangga menjadi sangat rentan terhadap penularan (Dalimoenthe, 2011). Pertama adalah faktor biologis dari struktur dalam vagina yang terdapat banyak lipatan membuat permukaannya menjadi luas dan dinding vagina sendiri memiliki lapisan tipis yang mudah terluka. Faktor kedua adalah faktor sosial-kultural yang memposisikan perempuan sukar menolak hubungan seksual dengan pasangannya karena perempuan tidak memiliki kekuasaan untuk menyarankan penggunaan kondom dalam hubungan seksual. Ketiga adalah faktor ekonomi bahwa perempuan umumnya sangat bergantung secara ekonomi kepada laki-laki. Ini menyebabkan perempuan tidak memiliki posisi tawar menolak hubungan seksual dengan pasangannya.

Ibu rumah tangga secara umum telah memiliki permasalahan sendiri terkait peran di rumah seperti yang dikemukakan oleh Frieze (1978). Ketika ibu rumah tangga

terinfeksi HIV, akan menambah pelik permasalahan yang dihadapi oleh ibu rumah tangga. Menurut Nursalam dan Kurniati (2008), terdapat empat bentuk perubahan pada individu dengan HIV yang dapat menghadirkan permasalahan di kemudian hari, yakni perubahan respon biologis (imunitas), respon adaptif psikologis, respon adaptif spiritual, dan respon adaptif sosial. Perubahan-perubahan sebagai dampak HIV mengakibatkan kehidupan yang dijalani oleh ibu rumah tangga berstatus HIV positif menjadi semakin kompleks dan rentan terhadap konflik.

Dokumen terkait