• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN MIGRASI SIRKULER

Kegiatan sirkulasi sudah mulai dilakukan penduduk pada tahun 1990-an. Kebiasaan sirkulasi ini terus mengalami peningkatan terutama sejak kondisi perekonomian di desa semakin sulit karena sektor utama yang menjadi andalan di desa ini tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan hidup untuk sebagian penduduk desa. Jumlah penduduk yang melakukan migrasi sirkuler cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun namun jumlahnya tidak banyak. Pada saat krisis moneter terjadi, banyak lahan sawah milik petani yang dijual kepada petani kaya karena ketidaksanggupan para petani membiayai biaya pertanian di lahan mereka sendiri. Akibat dari itu, petani hanya memiliki lahan yang sempit bahkan ada petani yang menjual habis seluruh lahan pertaniannya. Karena banyak petani yang kehilangan lahan pertaniannya, banyak diantara mereka yang menjadi buruh tani di dalam desa dan ada yang masih berusaha menggarap lahan dengan cara menyewa lahan pertanian milik petani lain.

Kesempatan kerja di sektor pertanian pun semakin berkurang dengan tidak adanya lahan untuk digarap sendiri. Penduduk desa semakin kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di dalam desa yang pada akhirnya mereka memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar desa atau melakukan migrasi sirkuler ke kota. Pelaku migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir umumnya lebih banyak yang memilih melakukan migrasi secara sirkulasi daripada komutasi. Hal ini terjadi karena jarak antara desa dan daerah tujuan migrasi relatif jauh dan biaya transportasi yang cukup mahal, sehingga banyak para petani yang melakukan migrasi sirkuler biasanya hanya pulang ke desa setiap satu bulan atau dua bulan sekali tergantung situasi yang sedang mereka hadapi saat itu.

Saat peneliti mengambil data di lapangan, penduduk Desa terutama petani yang melakukan migrasi sirkuler ke kota jumlahnya hanya meningkat sedikit. Saat ini, hanya ada sekitar 10% penduduk yang melakukan migrasi sirkuler. Berdasarkan catatan kecil di lapangan ada beberapa alasan yang menyebabkan para petani tetap berada di desa atau tidak melakukan migrasi seperti petani lainnya, diantaranya: (1) Tidak memiliki modal baik modal kemampuan ataupun modal materil untuk melakukan migrasi, (2) Hasil dari bertani masih cukup bahkan lebih (bergatung pada hasil panen) bagi sebagian petani yang memiliki lahan pertanian sendiri dengan luas lebih dari 2 hektar, (3) Sebagian petani terutama buruh tani masih mendapatkan akses terhadap lahan pertanian yang cukup dari petani lain yang membuat mereka masih mampu bertahan di desa.

Para petani lain terutama petani kecil lebih memilih untuk melakukan migrasi sirkuler ke kota. Seseorang dalam melakukan migrasi sudah pasti dilatarbelakangi oleh faktor-faktor tertentu karena migrasi mempengaruhi individu dengan cara yang berbeda-beda. Pada kasus migrasi di Desa Pamanukan Hilir, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penduduk Desa Pamanukan Hilir dalam melakukan migrasi sirkuler. Faktor-faktor penyebab migrasi dibedakan menjadi faktor pendorong yang berasal daerah asal dan faktor penarik yang ada di daerah tujuan. Untuk lebih mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir akan dijelaskan pada bab ini.

Faktor Pendorong

Alasan bermigrasi merupakan kunci utama seseorang melakukan migrasi. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar seseorang melakukan migrasi. Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai migrasi menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan alasan kuat yang menjadi dasar dari pendorong utama sebagian besar migran untuk melakukan migrasi. Berdasarkan jawaban yang telah dikemukakan oleh responden yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler, terdapat beberapa alasan yang menunjukkan mengapa kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler. Pada Tabel 5 menunjukkan beberapa alasan responden yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.

Tabel 5 Alasan kepala keluarga dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler, Desa Pamanukan Hilir, 2014

No. Alasan Melakukan Migrasi Sirkuler Jumlah

Orang %

1 Kurangnya kepemilikan lahan pertanian di desa 30 100 2 Rendahnya pendapatan dan upah di sektor pertanian 25 83,3

3 Kurangnya kesempatan kerja di desa 23 76,7

Keterangan: responden dapat memberikan lebih dari satu alasan.

Tabel 5 menunjukkan bahwa kebanyakan alasan kepala keluarga di dalam rumah tangga petani melakukan migrasi sirkuler karena tidak memiliki alat produksi yakni kurangnya kepemilikan lahan pertanian di desa sehingga mempengaruhi pendapatan petani. Pendapatan dan upah yang rendah di sektor pertanian membuat petani kecil khususnya buruh tani tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini memaksa petani keluar desa mencari pekerjaan tambahan karena kurangnya kesempatan kerja di dalam desa. Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai beberapa faktor pendorong yang mempengaruhi terjadinya migrasi sirkuler di Desa Pamanukan Hilir. Faktor pendorong akan dibedakan atas faktor kurangnya kepemilikan lahan, rendahnya pendapatan atau upah yang diperoleh di sektor pertanian, dan kurangnya kesempatan kerja di desa.

Faktor Kurangnya Kepemilikan Lahan Pertanian

Lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir merupakan barang yang mahal bagi sebagian penduduk di desa. Lahan pertanian terutama sawah menjadi aset yang sangat penting bagi keluarga petani, baik sebagai sumber pendapatan utama maupun dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan keluarga. Oleh sebab itu, kepemilikan lahan sawah seringkali dijadikan ukuran tingkat kesejahteraan petani. Kondisi lahan pertanian di Desa Pamanukan Hilir masih banyak tersedia, namun akibat pada jaman krisis moneter banyak petani yang menjual lahannya kepada petani lain yang memiliki modal besar, akhirnya banyak penduduk sekarang terutama petani yang tidak memiliki lahan pertanian karena sudah habis dijual.

Mayoritas lahan pertanian yang ada di Desa Pamanukan Hilir saat ini hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Mereka yang menguasai lahan pertanian di desa merupakan para petani kaya yang memiliki lahan pertanian lebih dari 2

hektar sawah. Oleh karena sedikitnya lahan pertanian yang bisa dimiliki saat ini, membuat banyak petani yang tidak memiliki lahan pertanian memutuskan untuk menyewa lahan agar masih bisa menggarap sawah walaupaun dengan biaya yang sangat besar, namun ada pula yang memutuskan untuk mencari pekerjaan lain di luar desa seperti bermigrasi ke kota. Pemilikan lahan antara petani migran dengan petani non migran terdapat perbedaan yang umumnya petani migran jarang yang memiliki lahan pertanian. Data kepemilikan lahan pertanian antara migran sirkuler dengan non migran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut luas penguasaan lahan, Desa Pamanukan Hilir, 2014

Penguasaan Lahan

Rumah Tangga Petani

Total (%) Migran Sirkuler (%) Bukan Migran Sirkuler (%) < 2 ha 1 (3,3) 6 (20) 7 (11,7) 2 ha – 4 ha 1 (3,3) 6 (20) 7 (11,7) > 4 ha 0 (0) 2 (6,7) 2 (3,3) Tidak Punya 28 (93,3) 16 (53,3) 44 (73,3) Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100)

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan lahan pertanian antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan rumah tangga petani bukan migran sirkuler terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan petani yang melakukan migrasi sirkuler jarang yang memiliki lahan pertanian daripada petani yang tidak melakukan migrasi sirkuler. Biasanya yang lebih banyak memutuskan untuk bekerja di luar desa untuk bermigrasi sirkuler ke kota kebanyakan dari kelompok buruh tani desa.

Mencari lahan pertanian yang kosong untuk sekedar menggarap komoditas lain atau untuk membangun rumah baru di desa ini merupakan hal sangat sulit. Ini terlihat daripadatnya rumah-rumah penduduk dan jarak antara rumah yang sangat rapat sengaja disusun seperti itu agar tidak mengganggu ekosistem persawahan. Jarang sekali ditemui rumah penduduk desa yang memiliki lahan perkarangan, karena semua sisa lahan di dekat rumahnya sudah dimanfaatkan untuk membangun rumah keluarganya yang lain serta terkadang dipakai membuat warung. Pada umumnya rumah keluarga dan saudara mereka berada saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Menurut Erwidodo (1992) ada beberapa penyebab mengapa luas lahan pertanian di desa saat ini menjadi semakin sempit. Pertama yaitu, kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh petani lahan sempit (gurem) memaksa mereka untuk melepaskan lahan pertaniannya. Kedua, usaha pertanian sudah tidak lagi menguntungkan terutama pada petani yang berlahan sempit dan dalam kondisi keterbatasan modal usaha dalam membiayai lahan pertaniannya. Ketiga, daya tarik kota sebagai tempat untuk memperbaiki taraf hidup sudah begitu melekat diantara petani dan masyarakat pedesaan. Persepsi ini mendorong mereka untuk beralih profesi dan mencari pekerjaan lain di kota. Keempat, bertambahnya jumlah penduduk membuat banyaknya kebutuhan penduduk akan tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal tersebut, banyak penduduk yang mengalihfungsikan lahannya untuk membangun rumah.

Faktor Rendahnya Pendapatan dan Upah di Desa

Sektor pertanian di Desa Pamanukan Hilir telah mendominasi struktur perekonomian desa karena pekerjaan di sektor non pertanian kurang begitu diminati oleh penduduk desa. Berdasarkan penuturan Kepala Desa Pamanukan Hilir, mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani dan buruh tani, meskipun begitu terdapat juga penduduk desa yang bekerja diluar sektor non pertanian dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Penduduk lebih banyak yang bekerja sebagai buruh tani daripada petani pemilik karena saat ini hanya sedikit penduduk yang memiliki lahan pertanian. Sebagian besar penduduk sudah tidak memiliki lahan pertanian karena sudah habis dijual kepada orang lain baik yang berasal dari dalam desa maupun yang dari luar desa. Sempitnya kesempatan kerja di sektor pertanian dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan di desa telah mendorong sebagian penduduk terutama yang belum mempunyai pekerjaan dan ingin mendapatkan pendapatan lebih untuk mencari pekerjaan lain di kota. Pendapatan yang rendah di desa dipandang kurang begitu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Tingkat pendapatan yang diperoleh tidak seimbang dengan tingkat pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi desa yang tidak mendukung perekonomian penduduk menyebabkan terjadinya migrasi ke kota untuk meningkatkan tingkat ekonomi rumah tangga secara mandiri.

Sumber pendapatan utama rumah tangga yang tidak melakukan migrasi sirkuler (non migran) kebanyakan berasal dari sektor pertanian. Selain itu ada juga penduduk yang memperoleh pendapatan dari sektor perdagangan dan jasa. Selanjutnya pada rumah tangga yang melakukan migrasi sirkuler, sumber pendapatan utama diperoleh dari sektor non pertanian seperti perdagangan, jasa, dan swasta. Untuk melihat perbedaan tingkat pendapatan antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan rumah tangga petani non migran sirkuler dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut tingkat pendapatan, Desa Pamanukan Hilir, 2014

Pendapatan/bulan

Rumah Tangga Petani

Migran Sirkuler (%) Bukan Migran Sirkuler (%) < Rp.1.500.000 1 (3,3) 10 (33,3) Rp.1.500.000 – Rp.3.000.000 27 (90) 12 (40) > Rp.3.000.000 2 (6,7) 8 (26,7) Jumlah 30 (100) 30 (100) Rata-rata pendapatan Rp.2.663.000 Rp.1.934.000

X2 hitung = 16,733 > X2a (7,82) pada taraf nyata 5%, dari hasil pengujian statistik dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan antara petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler berbeda nyata. Pada tabel 7 terlihat bahwa ternyata tingkat pendapatan antara rumah tangga migran sirkuler dengan rumah tangga bukan migran sirkuler terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat pendapatan petani yang melakukan migrasi sirkuler pada umumnya lebih tinggi daripada petani yang tidak melakukan migran sirkuler.

Adanya tingkat pendapatan yang berbeda antara rumah tangga petani migran sirkuler dengan petani bukan migran sirkuler karena dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan kepala keluarga bukan migran sirkuler lebih banyak sebagai buruh tani dan petani tak berlahan, sedangkan jenis pekerjaan kepala keluarga migran sirkuler lebih banyak yang bekerja sebagai buruh bangunan, buruh pabrik, pedagang, pengumpul barang bekas, dan karyawan. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani migran sirkuler sebesar Rp.2.663.000 per bulan, sedangkan pendapatan rata-rata rumah tangga petani bukan migran sirkuler sebesar Rp.1.934.000 per bulan. Pendapatan rumah tangga petani bukan migran sirkuler lebih kecil bila dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga petani migran sirkuler. Pendapatan tersebut tidak semata-mata didapatkan hanya dari pendapatan kepala keluarga saja, melainkan pendapatan tersebut merupakan hitungan rumah tangga yang artinya pendapatan dari anggota keluarga lain juga ikut serta dihitung, seperti pendapatan dari istri. Kebanyakan kepala keluarga yang melakukan migran sirkuler merupakan buruh tani yang artinya mereka masih aktif bekerja di sektor pertanian, sehingga pada saat sedang tidak bekerja di kota mereka bekerja di lahan sawah milik orang lain sebagai buruh tani dan dari pekerjaan sebagai buruh tani tersebut mereka mendapatkan penghasilan tambahan dari sektor pertanian juga. Adanya perbedaan tingkat pendapatan atau upah antara desa dengan kota mendorong petani untuk meningkatkan pendapatan rumah tangganya dengan cara bekerja di kota, seperti pernyataan responden berikut ini:

“Saya mah kalau ada lahan di desa mendingan kerja di sini jadi tani, tapi karena ngga ada lahan makanya saya kerja di kota, upah buruh tani di sini mah ngga ngejamin bisa cukup buat makan keluarga, kalau upah kerja di kota lumayan masih bisa ngasih anak-anak jajan.” (Yd/40 tahun)

Faktor pendapatan dan upah merupakan alasan ekonomi yang mempengaruhi penduduk desa terutama buruh tani melakukan migrasi sirkuler. Mereka bekerja di kota dengan harapan agar dapat meningkatkan pendapatan rumah tangganya menjadi lebih baik. Karena itu, pendapatan yang rendah di desa menjadi salah satu faktor pendorong dalam mempengaruhi petani melakukan migrasi sirkuler ke kota. Adanya rumah tangga petani bukan migran sirkuler yang memiliki pendapatan cukup besar karena mereka memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan memiliki lebih dari satu sumber pendapatan yang tidak hanya mengandalkan dari sektor pertanian saja tetapi juga berasal dari luar sektor pertanian, seperti membuka usaha tambahan (warung, toserba, dll). Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan waktu kosong mereka sambil menunggu masa panen tiba, mereka membuka usaha lain untuk mendapatkan tambahan pendapatan rumah tangga, seperti yang diungkapkan oleh responden berikut:

“Saya buka warung sembako ini sudah lama, awalnya sih cuman buka

warung sembako kecil-kecilan buat nambah penghasilan selain dari hasil tani. Yah sambil nunggu masa panen tiba lah, daripada nganggur. Alhamdulillah sekarang warung sembako saya sudah lumayan besar.” (To/59 tahun)

Faktor Sempitnya Kesempatan Kerja di Desa

Penduduk Desa Pamanukan Hilir mayoritas bekerja sebagai petani, namun penduduk yang bekerja sebagai buruh tani lebih banyak jumlahnya. Relatif sedikit penduduk yang memiliki lahan pertanian dan berprofesi sebagai petani pemilik. Luas lahan yang dimiliki sangat erat kaitannya dengan pendapatan yang diperoleh petani dari hasil sektor pertanian. Selain itu, kesempatan kerja yang diberikan kepada para buruh tani juga sangat sedikit karena kebanyakan para petani sudah memiliki buruh taninya sendiri seperti patron yang telah mempunyai client-nya sendiri. Para petani kecil baik yang berlahan sempit maupun yang tidak berlahan serta buruh tani di Desa Pamanukan Hilir tidak dapat selalu menggantungkan pendapatannya hanya dari sektor pertanian karena selain pendapatan yang diperoleh dari hasil panen yang sedikit, kesempatan kerja yang ada juga terbatas sifatnya. Dengan demikian pendapatan tersebut tidak lagi sanggup mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga yang semakin melambung, maka mereka cenderung untuk mencari pekerjaan lain atau pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian untuk menambah penghasilan guna mencukup kebutuhan hidup. Akibat dari itu banyak penduduk desa yang beralih pekerjaan ke sektor non pertanian. Sempitnya peluang kerja di pedesaan membuka jalan bagi sebagian penduduk desa untuk mencari pekerjaan di daerah perkotaan dengan jalan melakukan migrasi Adanya peluang bekerja di kota akan mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi sirkuler sebagaimana dikatakan oleh para responden berikut.

“Udah banyak buruh tani di sini, jadi kalau mau ngeburuh di lahan punya orang juga udah udah susah. Mau buat usaha juga ngga bisa karena ngga ada modal. Jadi akhirnya saya pergi ke kota buat cari kerja disana soalnya banyak yang bilang kerja di kota penghasilannya lumayan” (De/35 tahun)

Penduduk desa yang melakukan migrasi sirkuler lebih banyak bekerja di sektor dagang dan jasa karena di daerah kota jenis pekerjaan tersebut sedang banyak dibutuhkan. Penduduk desa yang tidak melakukan migrasi sirkuler pada umumnya bekerja di sektor pertanian, dagang, dan jasa. Terdapat perbedaan antara pekerjaan yang dilakukan oleh kepala keluarga dari rumah tangga migran dengan non migran karena rumah tangga petani yang kepala keluarganya melakukan migrasi sirkuler masih aktif bekerja sebagai buruh tani meskipun sekarang menjadi buruh tani bukan pekerjaan utama mereka. Bagi mereka menjadi buruh tani saat ini semakin sulit dengan sempitnya kesempatan kerja untuk bekerja di lahan sawah milik petani lain. Namun, pada saat musim tanam serta musim panen sedang berlangsung di desa, buruh tani menjadi profesi yang banyak dicari orang desa. Dengan demikian para kepala keluarga yang melakukan migrasi sirkuler memiliki dua pekerjaan. Berbeda halnya dengan rumah tangga petani yang tidak melakukan migrasi sirkuler, tidak semua kepala keluarga memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian. Hanya sebagian kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tambahan di luar sektor pertanian, seperti bekerja menjadi pedagang di warung yang mereka buka dan menjual jasa kepada para penduduk desa yang membutuhkan tenaga buruh bangunan. Secara rinci jenis pekerjaan kepala keluarga pada rumah tangga petani migran dan non migran dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014

Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga Total (%) Migran Sirkuler (%) Bukan Migran (%) Sektor Pertanian Petani Pemilik 0 (0) 8 (26,7) 8 (13,3)

Petani Bukan Pemilik 2 (6,7) 6 (20) 8 (13,3)

Buruh tani 28 (93,3) 16 (53,3) 44 (73,3)

Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100)

Sektor Non Pertanian

Buruh Bangunan 15 (50) 6 (60) 21 (52,5)

Buruh Pabrik 5 (16,7) 0 (0) 5 (12,5)

Pedagang 3 (10) 4 (40) 7 (17,5)

Pengumpul Barang Bekas 6 (20) 0 (0) 6 (15)

Karyawan 1 (3,3) 0 (0) 1 (2,5)

Jumlah 30 (100) 10 (100) 40 (100)

Tabel 8 menunjukkan bahwa kepala keluarga migran sirkuler yang bekerja di kota lebih banyak memilih bekerja sebagai buruh bangunan, hal tersebut dikarenakan buruh bangunan tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pekerjaannya. Pengumpul barang bekas juga tidak semua orang mau pekerjaan seperti itu, namun dengan segala keterbatasan saat berada di kota hal tersebut mau tidak mau dijalankan oleh para migran sirkuler ini. Hanya sedikit yang memilih berdagang di kota atau bekerja di pabrik dengan menjadi buruh pabrik dan karyawan karena pekerjaan-pekerjaan tersebut membutuhkan keahlian khusus yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Agar mudah dalam menemukan perbandingan peluang kesempatan kerja antara kepala keluarga migran dengan bukan migran dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kepala keluarga pada rumah tangga petani migran sirkuler dan non migran sirkuler menurut jenis sektor pekerjaan, Desa Pamanukan Hilir, 2014

Jenis Sektor Pekerjaan

Kepala Keluarga Total (%) Migran Sirkuler (%) Bukan Migran (%)

Sektor Pertanian Saja 0 (0) 20 (80) 20 (50)

Sektor Pertanian dan Dagang 3 (30) 4 (0) 9 (15)

Sektor Pertanian dan Jasa 28 (70) 6 (0) 21(35)

Jumlah 30 (100) 30 (100) 60 (100)

Jenis-jenis pekerjaan yang telah disebutkan sebelumnya pada Tabel 8 di klasifikasikan ke dalam bentuk sektoral, yakni sektor pertanian saja, sektor

pertanian dan dagang, serta sektor pertanian dan jasa. Tabel 9 menunjukkan bahwa kepala keluarga migran sirkuler lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan jasa karena sektor tersebutlah yang tidak terlalu banyak membutuhkan keahlian khusus, hanya sedikit yang bekerja di sektor pertanian dan dagang karena berdagang membutuhkan modal dan usaha tertentu yang tidak bisa dilakukan oleh migran yang lain. Pada kepala keluarga yang tidak melakukan migrasi sirkuler, bekerja di sektor pertanian saja merupakan satu-satunya keahlian yang dapat mereka jadikan sebagai pekerjaan. Kepala keluarga yang juga menekuni pada sektor dagang dan jasa selain sektor pertanian, hanya dapat dilakukan oleh petani yang memiliki lahan.

Bagi penduduk migran maupun bukan migran, pekerjaan di luar sektor pertanian sudah menjadi alternatif untuk mengatasi sulitnya mendapatkan pekerjaan di sektor pertanian. Perkembangan perekonomian desa yang terbatas pada sektor pertanian dengan tingkat upah nominal yang relatif rendah merupakan salah satu faktor pendorong sebagian penduduk desa terutama buruh tani untuk bekerja di luar sektor pertanian dengan cara menjadi migran sirkuler ke daerah perkotaan. Di samping upah yang kecil, pekerjaan pada sektor pertanian umumnya dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Buruh tani hanya dapat bekerja pada saat musim tanam dan musim panen berlangsung di desa. Itu pun tidak selalu mendapatkan pekerjaan di sawah karena banyaknya jumlah buruh tani yang ada di desa mengharuskan para buruh tani bersaing satu sama lain sehingga kesempatan kerja di sawah menjadi semakin sempit. Hal tersebut menyebabkan pendapatan buruh tani sifatnya tidak kontinyu. Untuk memanfaatkan waktu kosong dalam menunggu masa panen, mereka melakukan migrasi sirkuler dengan mencari pekerjaan tambahan bahkan mencari pekerjaan utama di kota sebagai pengganti sementara akibat ketiadaan kesempatan bekerja menjadi buruh tani di desa agar dapat menghasilkan uang tambahan bagi rumah tangganya.

Faktor Penarik

Secara umum, migrasi merupakan salah satu jalan yang ditempuh penduduk desa untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Ternyata pendapatan rumah

Dokumen terkait