• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Habitat Penentu Pergerakan Harimau Hasil Translokasi 1 Harimau Residen

Rataan Luas Harian

SUNGAI BESAR

5.2.3. Faktor Habitat Penentu Pergerakan Harimau Hasil Translokasi 1 Harimau Residen

Harimau residen adalah faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan harimau hasil translokasi. Harimau adalah satwa soliter sehingga memiliki kecenderungan untuk menghindari pertemuan dengan harimau lain kecuali saat musim kawin. Begitu juga dengan harimau hasil translokasi ini, dari awal pelepasan di Selatan padang rumput Blangraweu, terlihat bahwa harimau langsung berpindah ke Selatan dan berputar mengelilingi padang rumput tersebut.

Dari hasil perangkap kamera yang dipasang, diketahui bahwa populasi harimau sumatera di daerah ini diperkirakan mencapai 3.11±2.45 ekor/100 km2 (Fata 2011) dengan tingkat perjumpaan relatif yang berkumpul di sekitar padang rumput. Banyaknya jumlah harimau yang ditemukan secara tidak langsung mengindikasikan kelimpahan pakan yang padat di padang rumput. Hal ini sependapat dengan Siswomartono et al. (1994) yang menyatakan bahwa habitat yang optimal untuk harimau sumatera adalah daerah peralihan antara hutan dan padang rumput. Lokasi seperti ini sangat mendukung kelangsungan hidup harimau sumatera karena tingginya kepadatan mangsa harimau.

Harimau translokasi ini berjenis kelamin betina, dan umurnya masih cukup muda yaitu 1,5 tahun. Ketika dilepasliarkan, harimau ini berkonflik dengan harimau residen, terutama 4 harimau betina di sekitar lokasi pelepasliaran. Harimau betina memiliki wilayah jelajah yang relatif kecil dibandingkan harimau jantan, dengan begitu harimau tersebut akan mudah mengontrol teritorinya ketika ada penyusup masuk. Harimau translokasi terjebak di antara empat teritori harimau residen. Menurut Gilad (2008), ketika sumberdaya yang terbatas diperebutkan oleh satu spesies yang sama maka akan terjadi kompetisi intraspesifik. Ketika melakukan eksplorasi, harimau translokasi berjalan jauh dan menemukan tanda-tanda teritori harimau residen di banyak lokasi. Harimau mampu membedakan umur dan kekuatan harimau lain dari jejak bau yang ditinggalkan harimau lain. Harimau translokasi tidak mampu bersaing dengan harimau residen.

Karena padatnya harimau di daerah tersebut serta harimau translokasi kalah bersaing maka harimau translokasi pun berpindah. Perilaku harimau yang soliter menjadikannya memiliki naluri untuk membentuk daerah jelajahnya masing-masing. Hal ini memaksa harimau translokasi berpindah dari Selatan ke Utara. Daerah padang rumput yang dianggap optimal untuk harimau justru dihindari oleh harimau translokasi ini. Ia justru bergerak melingkari padang rumput dan hanya sekali memotong padang rumput yang terletak di sebelah Utara. Terlihat jelas bahwa harimau translokasi cenderung untuk menghindari daerah yang telah penuh oleh harimau residen dan akhirnya bergerak meninggalkan daerah tersebut ke arah Utara.

5.2.3.2. Pakan Harimau

Pakan merupakan faktor penting dalam pergerakan harimau. Harimau bergerak mengikuti mangsa dan akan memangsanya dalam jarak yang cukup dekat (Grzimek 1975). Seidensticker et al. (1999) menyatakan bahwa setiap harinya harimau membutuhkan sekitar 5-6 kg daging dan berburu hingga 3-6 hari sekali, tergantung ukuran mangsanya.

Blangraweu sendiri memiliki kelimpahan pakan yang cukup tinggi. Hasil perangkap kamera menunjukkan bahwa pakan harimau yang paling banyak ditemukan adalah dari suku Cervidae yang beranggotakan rusa dan kijang. Kepadatan untuk kedua mangsa tersebut mencapai 75 ekor/km2 untuk kijang dan 59 ekor/km2 untuk rusa (Fata 2011). Dengan kepadatan mangsa seperti ini, mudah bagi harimau untuk menemukan mangsanya. Harimau tidak perlu bergerak jauh untuk menemukan mangsa. Hal ini terbukti dengan pendeknya jarak tempuh harian harimau translokasi yang hanya sebesar 1,84 km/hari. Berbeda dengan hasil penelitian Hutajulu (2007) yang menunjukkan angka pergerakan sebesar 7,23 km/hari untuk betina dewasa dengan kondisi satwa mangsa yang relatif sedikit, dalam artian tumpang tindih harimau dengan mangsa didominasi oleh beruk dan tidak ditemukan rusa sambar.

Pada umumnya, semakin tinggi tingkat kepadatan satwa mangsa maka daerah jelajah harimau akan semakin kecil. Sherpa & Makey (1998) menyatakan bahwa harimau yang tinggal di habitat baik dan mendukung memiliki wilayah

teritori yang lebih kecil dibandingkan harimau yang tinggal di wilayah yang kurang mendukung. Harimau translokasi justru menunjukkan tanda-tanda yang sebaliknya. Baik di Utara maupun di Selatan, daerah jelajah harimau translokasi terlalu luas untuk daerah dengan kelimpahan mangsa tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa harimau translokasi masih belum mendapatkan daerah jelajah yang stabil. Kemungkinan yang menyebabkan ketidakstabilan ini adalah ada persaingan dalam memperebutkan ruang antara harimau translokasi dengan harimau residen.

5.2.3.3.Tutupan Lahan

Kawasan Hutan Blangraweu dibedakan menjadi tiga jenis tutupan lahan, yaitu kawasan berhutan, padang rumput, serta kawasan nonhutan berupa ladang dan pemukiman. Pada dasarnya, harimau tidak terlalu tergantung pada tutupan lahan tertentu, tetapi satwa mangsa harimau sangat terkait erat dengan faktor habitat ini. Sedangkan harimau hanya membutuhkan tutupan lahan yang bagus untuk melindungi dirinya dari panas matahari yang menyengat. McDougal (1979) menyatakan bahwa suhu badan yang terlalu panas dapat membunuh harimau. Maka dari itu harimau menyukai tempat yang rimbun untuk berlindung.

Tutupan lahan di daerah Selatan sebagian besar adalah hutan primer serta hutan sekunder dan ladang kecil bekas pemukiman transmigran yang sudah tidak dipakai serta padang rumput seluas 9000 ha. Tutupan lahan seperti ini sangat sesuai dengan kebutuhan harimau translokasi. Keberadan padang rumput dikuatkan oleh pernyataan Siswomartono et al. (1994) yang menyebutkan bahwa habitat yang optimal untuk harimau adalah daerah peralihan antara hutan dan padang rumput. Akan tetapi, harimau translokasi menempati daerah ini hanya hingga bulan April.

Selanjutnya harimau translokasi justru berpindah ke daerah Utara. Hampir separuh (44%) atau 43 titik harimau translokasi berada pada jarak hingga 500 meter dari ladang, dan 54% diantaranya (23 titik) berada di dalam ladang. Daerah Utara ini memang dekat dengan ladang dan harimau translokasi sering mencari mangsanya di sekitar ladang. Hal ini menunjukkan bahwa harimau telah terdesak hingga kembali ke daerah dekat pemukiman untuk mempertahankan hidupnya.

5.2.3.4. Keberadaan Air

Sungai merupakan sumber air utama bagi harimau serta satwa mangsanya. Dalam memenuhi kebutuhannya, umumnya pada daerah jelajah individu harimau akan terdapat satu atau beberapa sungai. Bagi harimau, sungai sangat krusial karena selain untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, harimau juga membutuhkan air untuk mendinginkan tubuhnya.

Terdapat satu sungai besar yang menjadi muara bagi banyak anak sungai di sekitar Blangraweu yaitu sungai Meureudu. Daerah Blangraweu yang berkontur rapat serta berbukit-bukit membentuk banyak lipatan dan menjadi banyak sungai. Daerah seperti ini sangat cocok untuk menjadi habitat harimau. Selain sungai, keberadaan kubangan juga sangat membantu harimau ketika berjalan cukup jauh dari sungai, terutama ketika musim penghujan.

Meskipun terdesak oleh harimau residen, harimau translokasi tidak ada masalah sama sekali dalam memenuhi kebutuhan airnya. Harimau translokasi menghabiskan sebagian besar perjalanannya tidak jauh dari sungai. Tercatat 55% titik berjarak kurang dari 1 km dari sungai. Hanya 8% titik yang berjarak lebih dari 3 km. Sebagian besar perjalanannya melewati banyak sungai dan kadang menyeberang sungai besar.

5.2.3.5. Potensi Gangguan

Secara umum keseluruhan kawasan hutan Blangraweu di daerah Selatan memiliki kondisi hutan yang relatif baik. Sedangkan pada daerah Utara, keberadaan ladang yang jauh hingga mendekati daerah padang rumput cukup berpotensi mengganggu habitat hutan Blangraweu. Ancaman tersebut dikategorikan sebagai berikut.

a. Perburuan harimau

Kegiatan perburuan sebenarnya mulai berkurang dan sempat terhenti selama bergejolaknya konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintahan RI. Namun setelah damai, perburuan kembali marak. Pemerintah bekerja sama dengan LSM mencoba untuk menghentikan perburuan tersebut. Di daerah Selatan, banyak mantan pemburu harimau yang kemudian direkrut menjadi pasukan penjaga hutan (Ranger) yang dibina oleh FFI Aceh bekerjasama

dengan dinas kehutanan propinsi Aceh. Hasil wawancara dengan masyarakat juga menunjukkan bahwa masyarakat telah sadar bahwa harimau penting untuk mengontrol babi agar tidak masuk ke lading. Namun demikian menurut cerita dari ranger perburuan masih terjadi meskipun secara sembunyi-sembunyi. Kemudian di daerah Utara sendiri belum ada penanganan sehingga masyarakat kemungkinan masih memburu harimau. Penjualan kulit harimau hasil translokasi yang mati di daerah ini juga menunjukkan bahwa masih terjadi transaksi untuk tubuh harimau.

b. Perburuan satwa mangsa harimau

Perburuan satwa mangsa harimau pada kawasan ini umumnya dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan daging masyarakat sekitar kawasan karena tidak adanya pasokan daging konsumsi baik sapi atau kambing bagi masyarakat sekitar kawasan. Maka dari itu, satwa yang umum ditangkap adalah rusa dan kijang. Perburuan rusa dan kijang dilakukan secara tradisional menggunakan jerat tali atau dalam bahasa lokal disebut taren.

Keberadaan perburuan rusa dan kijang diketahui melalui banyak jerat (taren) terpasang yang ditinggalkan pemburu disepanjang jalur pemasangan perangkap kamera terutama pada hutan-hutan yang dekat dengan pemukiman dan memiliki akses yang realtif mudah. Selain itu juga sempat terjadi perjumpaan langsung dengan 3 orang pemburu rusa yang sedang membawa rusa hasil buruannya. Perangkap kamera juga beberapa kali menangkap pemburu yang sedang pulang membawa hasil buruannya.

c. Penebangan liar

Penebangan pohon merupakan masalah yang banyak dijumpai di kawasan yang memiliki akses terhadap jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor minimal roda dua. Penebangan pada kawasan ini banyak dilakukan pada jenis pohon meranti yang menghasikan banyak kayu setiap batangnya dan memiliki nilai jual yang tinggi serta memiliki kekuatan yang baik. Kayu jenis ini sebagian besar digunakan untuk membangun perumahan bagi masyarakat sekitar kawasan.

d. Perambahan/Pembukaan lahan

Perambahan hutan sering terjadi pada kawasan yang dekat dengan pemukiman. Kawasan hutan yang dirambah ada dua tipe yaitu hutan yang dirambah untuk pertama kalinya serta hutan yang dahulunya pernah dirambah untuk perladangan dan sempat ditinggalkan. Perambahan yang dilakukan pada kawasan yang pernah menjadi lahan pertanian dibuka kembali oleh masyarakat umumnya berada pada kawasan ynag tidak jauh dari pemukiman dan secara kasat mata telah terlihat seperti hutan kembali namun masih dijumpai adanya tanaman pertanian didalamnya seperti cabe dan pisang. Lahan yang dirambah masyarakat umumnya dialihfungsikan menjadi ladang kopi, coklat dan sawah. Kopi dan coklat merupakan komuditas pertanian andalan masyarakat kecamatan Mane dan Geumpang.

e. Kebakaran hutan

Kebakaran hutan yang pernah terjadi adalah pada kawasan padang rumput Blangraweu. Menurut informasi pemandu, padang rumput tersebut sengaja dibakar untuk memudahkan para pemburu memburu rusa saat padang rumput mulai pulih karena rumput yang hijau dan segar setelah terbakar sangat disukai rusa sambar. Selain merusak vegetasi padang rumput, kebakaran juga menyebabkan kawasan bekas terbakar menjadi rentan terhadap bahaya longsor. Pengaruh tingginya bahaya longsor akibat kebakaran terlihat saat terjadi hujan deras dimana pada kawasan bekas terbakar banyak dijumpai longsoran sedangkan pada kawasan padang rumput yang tidak terbakar hampir tidak ditemukan adanya kawasan yang longsor.

f. Pencari hasil hutan non kayu

Hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan adalah rotan, jernang, kayu cendana dan gaharu (kayu alin). Pencari cendana dan gaharu merupakan aktivitas pemanfaatan hasil hutan non kayu yang cukup mengganggu kawasan. Gangguan terbesar yang mereka akibatkan adalah kerusakan hutan pada saat mereka bermalam untuk istirahat. Pada saat bermalam mereka akan melakukan penebangan kayu yang mudah terbakar untuk memasak makanan. Jumlah mereka

yang selalu bekerja dalam kelompok yang banyak (sekitar 10-15 orang) mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan kayu yang mereka tebang.

Dokumen terkait