• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

SIPASI PRESEN

C. fAKToR yANg MEMPENgARUHI PARTISIPASI PEMILIH DI PEMILIHAN gUBERNUR DAN WAKIL gUBERNUR PRoVINSI

1. Faktor Internal

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa faktor internal yang mempengaruhi partisipasi pemilih yakni :

a. Keraguan pemilih terhadap kemanfaatan Pemilihan

Salah satu faktor internal dalam diri pemilih sehingga tidak hadir dalam pemilihan saat pemungutan suara di TPS, terkait dengan alasan pemilihan belum memberi kemanfaatan bagi pemilih sendiri. Keraguan pemilih terhadap sistem pelembagaan pemilu atau pemilihan sepenuhnya belum diyakni dengan baik oleh pemilih. Faktor ini secara psikologi memiliki ciri kepribadian yang kurang toleran, perasaan tidak aman dan khawatir serta kurang mempunyai tanggungjawab.

Sistem yang digunakan oleh Indonesia sebagai suatu negara demokarsi moderen, bahwa pemilu atau pemilihan sebagai bentuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam konteks demikian sistem pemilu belum diyakini oleh banyak pemilih dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Pelaksanaan Pilkada belum diyakni sebagai sarana untuk memajukan kepentingan masyarakat didaerah.

Dalam riset ini ditemukan bahwa pemilih memiliki doktrin keyakinan yang kuat terhadap pelaksanaan pemilihan yang belum bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Pengakuan pemilih yang ditemukan saat diwawancarai mengapa tidak datang ke TPS saat saat hari pemungutan suara, mereka menjawab pemilihan belum memberi manfaat kesejahteraan bagi dirinya, keluarga dan masyarakat. Pemilh seperti ini meyakni bahwa pemilihan belum memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Pilkada yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat didaerah belum memberikan relasi terhadap legitimasi aspirasi masyarakat.

Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Sistem demokrasi mempunyai asumsi kalau kedaulatan terletak di tangan rakyat. Melalui pilkada, rakyat dapat memilih kepala daerah yang dapat memperjuangkan kepentingannya.

Pilkada  juga merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilih dengan keraguan bahwa pemilihan belum memberi manfaat bagi pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. lewat pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali.

Masyarakat sesusunguhnya menggantungkan harapan­

nya baik pada partai politik maupun pemerintah untuk mewu judkan kesejahteraan. Secara konsepsional bahwa kesejahteraan merupakan suatu kondisi dimana terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Dengan kata lain bahwa kesejahteraaan bisa dilihat melalui kualitas hidup dari segi materi atau fisik seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam dan dari segi mental seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya dan spiritual. Namun dalam keyakinan pemilih, faktanya berbeda harapan terhadap pelaksanaan pilkada dengan realitas mereka. Jawaban pemilih yang sangat skeptis adalah bahwa mereka tidak dapat berobat di rumah sakit jika sakit. Tidak dapat menyekolakan anaknya kejenjang yang lebih tinggi, masih dibawah garis kemiskinan. Kondisi sosial ekonomi itulah yang selajutnya pemilih memiliki keraguan untuk dapat dan hadir ke TPS saat pemungutan suara.

b. Faktor Kesibukan Pekerjaan

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi partisipasi pemilih dalam menggunakan hak konstitusional pemilih yakni kesibukan dalam pekerjaan.

Faktor pekerjaan adalah pekerjaan sehari­hari pemilih.

Berdasarkan hasil riset bahwa faktor pekerjaan pemilih memiliki kontribusi terhadap jumlah orang yang tidak memilih. Banyak pemilih berdasarkan hasil temuan riset ini tidak datang ke TPS saat Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020 disebabkan karena kesibukan pekerjaannya. Para pemilih beralasan bahwa lebih mementingkan perkejaannya ketimbang datang ke TPS. Disini faktor keadaan sosial ekonomi dan pendapatan pemilih lebih diutamakan. Pergi bekerja ketimbang datang memilih menjadi alasan utama ketidakhadiran pemilih di TPS. Ditemukan pada pemilih yang berada di Morowali lebih mementingkan pekerjaannya dengan bekerja diperushaan mendapatkan insentif dan lembur yang tinggi bayarannya ketimbang berlibur sehari untuk datang memilih. Pemilih ini menyatakan bahwa mereka akan rugi jika tidak bekerja di perusahaan, pendapatan mereka akan berkurang jika tidak bekerja sehari saja. apalagi pihak perusahaan tambang menaikan insntif lembur. Begutilah pula pemilih yang ada dikota Palu, lebih mementingkan sibuk bekerja daripada datang ke TPS. Pemilih yang bekerja disektor infomal seperti pedagang di pasar, buruh bangunan, buruh tani lebih memilih bekerja agar tetap mendapatkan pendapatan sehari hari, ketimbang datang ke TPS di hari pemungutan suara. alasan pekerjaan untuk mendapatkan biaya hidup memeliliki faktor

determinan dalam partisipasi pemilih di Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah. Jika dilihat rata rata penduduk Sulawesi Tengah yang bekerja disektor informal maupun pertanian dapat dilihat daam tabel berikut :

Tabel : Jumlah Data Penduduk berdasarkan Pekerjaan di Sulawesi Tengah

Data Jumlah Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama dan lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Sulawesi Tengah, 2019

Status

sendiri 143.427 41.057 120.805 305.289 21,20%

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/

buruh tidak dibayar

167.466 23.653 70.429 261.548 18,17%

Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar

20.227 19.742 16.742 56.711 3,94%

Buruh/

Karyawan/

Pegawai 43.839 86.820 346.912 477.571 33,17%

Pekerja bebas

di Pertanian 71.053 ­ ­ 71.053 4,94%

Pekerja bebas di

nonpertanian ­ 44.792 9.179 53.971 3,75%

Status

dibayar 149.421 17.173 47.022 213.616 14,84%

Jumlah/Total 595.433 233.237 611.089 1.439.759 100,00%

Sumber : di olah dari Data BPS Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka 2020

Berdasarkan tabel diatas, bahwa masyarakat yang bekerja sebagai buruh atau karyawan mencapai 33,17%, berusaha sendiri 21,20%, berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar 18,17%, Pekerja keluarga 14,84%. Data diatas menun­

jukan 4 (empat) jenis pekerjaan tertinggi merupakan faktor determinan dari ketidakhadiran pemilih di TPS. Pekerja informal sebagaimana diatas, turut memberikan kontribusi terha dap ketidakhadiran pemilih di TPS. Hal ini disebabkan kesi bukan pemilih bekerja mementingkan pekerjaannya untuk tetap mendapatkan pendapatan keluarga meski disaat pemilihan.

Data di atas menunjukkan sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah bekerja di sektorinformal, dimana penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya bekerja.

Banyak dari sektor informal yang baru mendapatkan penghasilan ketika mereka bekerja, tidak bekerja berarti tidak ada penghasilan.Kemudian ada pekerjaan masyarakat yang mengharuskan mereka untuk meninggalkan tempat tinggalnya seperti para pelaut, penggali tambang, bekerja diluar daerah. Kondisi seperti ini membuat mereka harus tidak memilih, karena faktor lokasi mereka bekerja jauh dari TPS.

Ditemukan hasil wawancara saat FgD di Kabupaten Morowali dan Kota Palu, bahwa saat pemungutan suara Pemilihan gubernur dan Wakil gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2020, pemilih lebih mementingakn pekerjaannya ketimbang datang memilih di TPS. Faktor kesibukan pekerjaan cukup singifikan pada faktor internal membuat pemilih untuk tidak memilih. Pemilih dalam kondisi seperti ini di hadapkan pada dua pilihan menggunakan hak pilih yang akan mengancam berkurang penghasilannya atau pergi bekerja dan tidak memilih.

c. Kesadaran Pemilih

Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi politik masyarakat sehingga turut mempe­

ngaruhi terhadap persentase partisipasi pemilih. Dalam konteks ini paramenter ukurannya berhubungan dengan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik terlibat dalam proses partisipasi politik.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, hasil riset menun­

jukan bahwa kesadaran politik pemilih ini yang cukup rendah.

Beberapa gejala yang harus mendapat perhatian, antara lain: Pertama, adanya sebagian kelompok dalam kehidupan politik mereka hanya sekedar ikut­ikutan, terutama dimana kelompok remaja atau pemilih lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor; seperti ikut­ikutan kawan, pengaruh, serta pengaruh dari oknum­oknum peserta pemilu. Kedua, adanya beberapa kelompok remaja lainnya yang beranggapan bahwa berpartisipasi dalam kehidupan politik hanyalah sia­

sia, karena berpartisipasi dalam kehidupan politik tidak akan mempengaruhi proses pemelihan yang sedang berlangsung.

Dokumen terkait