• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor internal. Menurut Kotler (2003:219) terdapat dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor internal dan faktor

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

2.2.2.1. Faktor internal. Menurut Kotler (2003:219) terdapat dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Sedangkan faktor eksternal meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok referensi.

Hawkins dalam Supranto dan Limakrisna (2007:18) berpendapat bahwa ciri perilaku konsumen dibedakan atas dua yakni faktor internal dan eksternal. Yang disebut faktor internal meliputi preferensi, pembelajaran, memori, motivasi, kepribadian, emosi dan sikap. Sedangkan faktor eksternal meliputi: budaya, sub budaya, kelas sosial, demografi, keluarga dan kelompok referensi.

Faktor internal yang diteliti pada penelitian ini adalah: motivasi, persepsi dan sikap. Sedangkan faktor eksternal yang diteliti adalah: keluarga, kelas sosial dan kelompok referensi (acuan).

1. Motivasi

Suryani (2008:27) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan. Seorang konsumen tergerak untuk membeli produk karena ada sesuatu yang menggerakkan. Proses timbulnya dorongan sehingga konsumen tergerak untuk membeli suatu produk itulah yang disebut motivasi, sedangkan yang memotivasi untuk membeli dinamakan motif.

Sperling dalam Mangkunegara (2002:11) mendefinisikan motif “Motive is defined as tendency to activity, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is said to satisfy the motive”. Pengertian tersebut berarti motif sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri

(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Penyesuaian diri dikatakan untuk memuaskan motif.

Mowen dan Minor (2002:205) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan di mana seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan. Hal ini termasuk dorongan, keinginan, harapan atau hasrat.

Motivasi dimulai dengan timbulnya rangsangan yang memacu pengenalan kebutuhan. Rangsangan ini bisa berasal dari dalam diri konsumen. Perasaan lapar dan keinginan untuk mengubah suasana adalah contoh rangsangan internal yang dapat menimbulkan pengenalan kebutuhan (makan, bepergian). Rangsangan juga dapat berasal dari luar konsumen, sebagai contoh, dari iklan atau komentar teman tentang sebuah produk.

Kebutuhan akan timbul jika rangsangan menimbulkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan konsumen dan keadaan aktual konsumen tersebut. Artinya, pengenalan kebutuhan (need recognition) terjadi apabila seseorang merasa bahwa terdapat ketidaksesuaian antara keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkan.

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:34) mendefinisikan motivasi “Motivation can be described as driving force within individuals that impels them to action. This driving force is produced by state of tension, which exists as the results of an unfulfilled need”. Pengertian tersebut berarti motivasi dapat menjadi pendorong bagi individu yang mengajak mereka untuk bertindak. Dorongan ini sebagai hasil dari suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Solomon dalam Sumarwan (2004:34) mendefinisikan “Motivation refers to processes that cause people to behave as they do. It occurs when a need is

aroused that the consumer wishes to satisfy. Once a need has been activated, a state of tension exists that drives the consumer to attempt to reduce or eliminate the need”. Pengertian ini artinya bahwa motivasi mengacu pada proses yang menyebabkan orang untuk berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini terjadi ketika seseorang merasa ada sesuatu kebutuhan yang harus dipenuhinya.

Menurut Kotler dan Keller (2007:226), motivasi adalah kebutuhan yang cukup mampu untuk mendorong seseorang bertindak. Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu.

Kebutuhan ada yang bersifat biogenis, berupa kebutuhan yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus dan tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis, yaitu kebutuhan yang muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motivasi jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai.

Standford dalam Mangkunegara (2002:11) mendefinisikan “Motivation as an energizing condition of the organisme that serve to direct that organism toward the goal of a certain class”. Pengertian ini berarti motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah tujuan tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri konsumen yang perlu dipenuhi agar konsumen tersebut dapat menyesuaikan diti terhadap lingkungannya. Sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya.

Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut mendorong seseorang untuk melakukan tindakan memenuhi kebutuhan tersebut. Inilah yang disebut sebagai motivasi.

Motivasi konsumen akan berubah dan berkembang sejalan dengan berkembangnya pengalaman dan proses pembelajaran yang berlangsung. Kebutuhan akan berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Konsumen akan berinteraksi dengan konsumen lain. Berdasarkan interaksi tersebut, konsumen akan mendapatkan informasi-informasi penting berkaitan dengan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan. (Suryani, 2008:30)

2. Persepsi

Pengolahan informasi pada diri konsumen terjadi jika salah satu pancaindera konsumen menerima input dalam bentuk stimulus. Stimulus bisa berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, nama produsen. Iklan berbagai macam produk yang ditayangkan di televisi dan radio adalah stimulus yang dirancang khusus oleh produsen agar menarik perhatian konsumen, sehingga konsumen mau mendengarkan dan melihat iklan tersebut.

Produsen mengharapkan konsumen menyukai iklan produknya, kemudian menyukai produknya dan membelinya. Produsen, pemasar maupun pembuat iklan tidak menginginkan dana ratusan miliar yang telah dikeluarkannya untuk membuat iklan sia-sia, karena konsumen tidak memperhatikan, tidak memahami, bahkan tidak mengingat produk dan merek produk yang diiklankannya. Produsen

harus memahami bagaimana konsumen mengolah informasi. Pengetahuan ini penting bagi produsen agar ia bisa merancang proses komunikasi yang efektif bagi konsumen.

Engel, Blackwell dan Miniard dalam Sumarwan (2004:69) menyatakan, bahwa ada lima tahap pengolahan informasi (the information-processing), yaitu:

1. Pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan konsumen menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya

2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus yang masuk 3. Pemahaman (comprehension) : interpretasi terhadap makna stimulus 4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasif stimulus kepada

konsumen

5. Retensi (retension) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory) Mowen dan Minor (2002:207) menyebut tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman sebagai persepsi. Persepsi bersama keterlibatan konsumen (level of consumer involvement) dan memori akan mempengaruhi pengolahan informasi. Mowen dan Minor mendefiniskan persepsi sebagai “perception is the process through which individuals are exposed to information, attend to that information, and comprehend it”. Artinya, persepsi adalah proses di mana individu dihadapkan pada informasi, hadir untuk informasi tersebut, dan memahaminya.

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:70) mendefinisikan persepsi sebagai “perception is defined as the process by which an individuals

selects, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world”. Dalam pengertian ini persepsi didefinisikan sebagai proses dimana seorang individu memilih, mengatur, dan menafsirkan rangsangan ke ilustrasi yang penuh makna dan koheren.

Kotler dan Keller (2007:228) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan.

Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat sebagai orang yang agresif dan tidak tulus, sementara yang lain mungkin menganggap orang yang sama seperti orang yang pintar dan suka membantu. Jadi, setiap orang akan menanggapi secara berbeda terhadap wiraniaga.

Supranto dan Limakrisna (2007:166) mendefiniskan persepsi sebagai sebuah proses ketika sensasi diseleksi, diorganisasi dan diinterpretasikan. Sensasi merujuk kepada respon mendadak (segera) dari panca indera kita terhadap (mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mengetahui bau, mulut untuk bersuara dan jari-jari untuk merasa). Rangsangan (stimuli) dasar biasanya berbentuk sinar, warna, suara, bau dan tekstur.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi dapat dinyatakan sebagai proses menafsirkan sensasi-sensasi, dan memberi arti kepada

stimuli. Konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Persepsi merupakan penafsiran realitas, dan masing-masing konsumen memandang realitas dari sudut perspektif yang berbeda-beda.

Persepsi konsumen penting untuk dipahami bagi para pemasar dan produsen. Dua orang konsumen yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus yang sama, mungkin akan mengartikan stimulus tersebut berbeda. Bagaimana seseorang memahami stimulus akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan dan kebutuhannya, yang sifatnya sangat individual.

3. Sikap

Peter dan Olson dalam Sumarwan (2004:136) menulis “We define attitude as a person’s overall evaluation of a concept”. Melalui pengertian ini, Peter dan Olson mendefinisikan sikap sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap sebuah konsep.

Schiffman dan Kanuk dalam Sumarwan (2004:136) mendefinisikan sikap sebagai “Attitudes are an expression of inner feelings that reflect whether a person in favourably or unfavourably predisposed to some object (example: a brand, a service). Selanjutnya dikemukakan bahwa “an attitude is a learned predisposition to behave in a consistently favourable or unfavourable way with respect to a given object”.

Pengertian ini berarti sikap merupakan ekspresi perasaan batin seseorang ke beberapa obyek (contoh: merek, layanan). Selanjutnya dikemukakan bahwa sikap adalah kecenderungan yang dipelajari agar seseorang berperilaku dengan

cara yang konsisten baik menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap suatu objek tertentu.

Engel, Blackwell dan Miniard dalam Sumarwan (2004:136) mengemukakan, bahwa sikap menunjukkan sesuatu hal yang disukai konsumen dan yang tidak disukai. Definisi lain dikemukakan oleh Loudon dan Della Bitta dalam Sumarwan (2004:136) “An enduring organization of motivational, emotional, perceptual, and cognitive process with respect to some aspect of the individual world.

Definisi tersebut menggambarkan pandangan kognitif dari psikolog sosial. Dalam hal ini, sikap dianggap memiliki tiga unsur yakni kognitif (pengetahuan), afektif (emosi, perasaan) dan konatif (tindakan).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek yang disukai atau tidak disukai. Sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut.

Mowen dan Minor (2002:320) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu: fungsi utilitarian, fungsi pembelaan ego, fungsi pengetahuan dan fungsi nilai ekspresif. Keempat fungsi sikap tersebut bisa digunakan oleh pemasar sebagai metode untuk mengubah sikap konsumen terhadap produk, jasa atau merek. Pemasar yang menggunakan pendekatan fungsi sikap dalam mengubah sikap konsumen disebut sebagai pendekatan “mengubah fungsi motivasi dasar dari konsumen”.

1. Fungsi Utilitarian (The Utilitarian Function)

Fungsi sikap utilitarian mengacu pada ide bahwa orang mengekspresikan perasaan untuk memaksimalkan penghargaan dan meminimalkan hukuman yang mereka terima dari orang lain. Menurut pengertian utilitarian, sikap memandu perilaku untuk mendapatkan penguatan positif dan menghindari hukuman.

2. Fungsi Pembelaan Ego (Ego Defensive)

Fungsi sikap sebagai pembela ego adalah melindungi orang dari kebenaran mendasar tentang diri sendiri atau dari kenyataan kekejaman dunia luar. Fungsi pembelaan ego yang disebut juga fungsi pertahanan harga diri (self esteem maintenance function), mengandalkan pada teori psikoanalitik. Sikap (seperti prasangka terhadap kaum minoritas), berfungsi sebagai mekanisme pembelaan orang fanatik yang tidak mau mengakui kesalahan diri mereka yang paling mendasar.

3. Fungsi Pengetahuan (Knowledge Function)

Sikap juga dapat dipergunakan sebagai standar yang membantu seseorang untuk memahami dunia mereka. Dalam memainkan peran ini, sikap membantu seseorang untuk memberikan arti pada dunia yang tidak beraturan dan semrawut. Fungsi pengetahuan juga membantu menjelaskan beberapa pengaruh kesetiaan merek. Konsumen dapat menyederhanakan hidup mereka dengan mempertahankan sikap positif terhadap produk,. Kesetiaan merek dapat mengurangi waktu pencarian yang diperlukan untuk memperoleh sebuah produk dalam memenuhi kebutuhannya. Sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.

4. Fungsi Nilai Ekspresif (The Value-Expressive Function)

Fungsi nilai ekspresif dari sikap mengacu pada bagaimana seseorang mengekspresikan nilai sentral mereka kepada orang lain, yang juga disebut fungsi identitas sosial. Ekspresi sikap bahkan dapat membantu seseorang dalam mendefinisikan konsep diri mereka kepada yang lain. Fungsi nilai ekspresif dapat dilihat pada situasi di mana seseorang mengekspresikan pandangan positif tentang berbagai produk, merek, dan jasa dalam rangka membuat pernyataan tentang diri mereka.

2.2.2.2. Faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, dan kelompok acuan (referensi). Dalam penelitian ini, faktor eksternal yang diteliti adalah: keluarga, kelas sosial dan kelompok referensi.

1. Keluarga

Keluarga adalah lingkungan mikro, yaitu lingkungan yang paling dekat dengan konsumen. (Sumarwan, 2004:226). Keluarga adalah lingkungan di mana sebagian besar konsumen tinggal dan berinteraksi dengan anggota-anggota keluarga lainnya. Keluarga menjadi daya tarik bagi para pemasar karena keluarga memiliki pengaruh yang besar kepada konsumen. Anggota keluarga akan saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa.

Dua alasan utama, mengapa keluarga adalah bagian penting dari segi perspektif perilaku konsumen. Pertama: berbagai macam produk dan jasa dibeli oleh beberapa orang yang mengatasnamakan sebuah keluarga. Beberapa macam produk dibeli oleh sebuah keluarga dan dipakai secara bersama-sama oleh semua

anggota keluarga. Pembelian rumah seringkali diputuskan bersama oleh suami dan istri. Mereka mungkin akan meminta pendapat dari anak-anaknya atau mertuanya atau anggota keluarga yang lain mengenai rumah yang akan dibelinya. Rumah akan ditempati oleh semua anggota keluarga. Barang-barang furnitur seperti mebel, sofa, meja makan, tempat tidur dan lemari, dan barang-barang lainnya seperti televisi, VCD, peralatan dapur, dan kulkas adalah beberapa contoh produk yang dibeli oleh keluarga dan digunakan bersama oleh semua anggota keluarga. Selain produk, beberapa kegiatan lain seperti rekreasi, berbelanja di mal juga melibatkan semua anggota keluarga. Produk, jasa, merek yang dibeli oleh keluarga merupakan hasil interaksi dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga.

Kedua: produk dan jasa yang digunakan oleh keluarga seringkali dibeli oleh seorang anggota (individu), namun pengambilan keputusan pembelian suatu produk atau jasa tersebut dipengaruhi oleh anggota keluarga lain atau diputuskan oleh beberapa anggota keluarga atau diputuskan bersama oleh semua anggota keluarga. Pembelian makanan dan minuman untuk kebutuhan keluarga mungkin akan dilakukan oleh ibu, ayah, atau pembantu keluarga. Namun, ibu dan ayah akan meminta pendapat ganggota keluarga yang lain mengenai jenis makanan yang akan dibeli. Anak mungkin memiliki preferensi yang berbeda dengan orangtuanya, sehingga ia akan meminta dibelikan makanan-makanan tertentu yang menjadi kesukaannya.

Anggota keluarga saling mempengaruhi dalam keputusan pembelian dan konsumsi suatu produk atau jasa. Masing-masing anggota keluarga memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Seorang anggota keluarga mungkin

memiliki lebih dari satu peran. Berikut diuraikan beberapa peran anggota keluarga dalam pengambilan keputusan, yaitu sebagai berikut:

a. Inisiator (initiator)

Seorang anggota keluarga yang memiliki ide atau gagasan untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Ia akan memberikan informasi kepada anggota keluarga lain untuk dipertimbangkan dan untuk memudahkan pengambilan keputusan.

b. Pemberi pengaruh (influencer)

Seorang anggota keluarga yang selalu diminta pendapatnya mengenai suatu produk atau merek yang akan dibeli dan dikonsumsi. Ia diminta pendapatnya mengenai criteria dan atribut produk yang sebaiknya dibeli.

c. Penyaring informasi (gatekeeper)

Seorang anggota keluarga yang menyaring semua informasi yang masuk ke dalam keluarga tersebut. Seorang ibu mungkin tidak akan menceritakan mainan-mainan baru yang ada di toko kepada anak-anaknya, agar mereka tidak menjadi konsumtif. Seorang ayah mungkin tidak akan menceritakan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya kepada semua anggota keluarganya, agar mereka tidak menjadi tertekan.

d. Pengambil keputusan (decider)

Seorang anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah membeli suatu produk atau suatu merek. Ibu biasanya memiliki wewenang untuk memutuskan mengenai makanan apa yang baik bagi keluarga, dan menu apa yang disajikan sehari-hari. Seorang ibu mungkin akan meminta ijin kepada

bapak jika harus membeli barang-barang yang berharga mahal, atau keduanya mengambil keputusan bersama.

e. Pembeli (buyer)

Seorang anggota keluarga yang membeli suatu produk, atau yang diberi tugas untuk melakukan pembelian produk. Ibu mungkin akan menyuruh anaknya membeli beras yang sudah habis, atau menyuruh pembantu rumah tangganya untuk berbelanja setiap hari.

f. Pengguna (user)

Seorang anggota keluarga yang menggunakan atau mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. Sebuah produk mungkin akan dikonsumsi oleh semua anggota keluarga, misalnya: nasi. Akan tetapi, beberapa produk mungkin hanya dikonsumsi oleh anggota keluarganya yang berusia muda, misalnya: susu bayi atau diaper.