• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN RATING

3.3. Pengumpulan Data 1. Jenis Data

4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal

Hasil analisis terhadap faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa faktor peluang eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan dan prospek kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman dan perlu diwaspadai adalah situasi politik dan keamanan dunia. Hasil analisis matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Faktor Eksternal

No Faktor Eksternal Bobot

(a) Rating (b) Skor (a x b) Peluang

1 Dukungan pemerintah daerah 0,075 4 0,30

2 Ketersediaan lahan petani 0,085 4 0,34

3 Dukungan perbankan 0,086 4 0,34

4 Prospek kelapa sawit 0,073 4 0,29

5 Penerimaan masyarakat petani 0,078 3 0,23 6 Kebijakan kredit revitalisasi 0,086 3 0,26

7 Komoditas andalan daerah 0,067 3 0,20

8 Perkembangan teknologi 0,068 3 0,21

9 Budaya kebun petani 0,081 3 0,24

Ancaman

1 Tren ekonomi 0,069 3 0,21

2 Perubahan kultur masyarakat 0,073 2 0,15

3 Keberadaan LSM daerah 0,071 2 0,14

4 Situasi politik dan keamanan dunia

0,088 1 0,09

Total 1,00 2,91

4.4. Analisis SWOT Kemitraan

Hasil yang diperoleh dari analisis matriks IFE dan EFE, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dengan analisis SWOT pada umumnya dan khusus untuk hal spesifik. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks IFE akan menjadi dasar dalam penyusunan analisis SW (strengths and weaknesses)

44

kemitraan. Faktor-faktor yang peluang dan ancaman yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks EFE dapat menjadi dasar dalam penyusunan analisis OT (opportunities and threats) kemitraan (Tabel 16).

Tabel 16. Matriks SWOT

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang (O)

• Melaksanakan kerjasama kemitraan yang dapat

memaksimalkan pemanfaatan potensi lahan dan sumber daya masyarakat dalam pengembangan usaha kelapa sawit

• Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun, serta mengembangkan kebun dan pabrik kelapa sawit

Ancaman (T)

• Melakukan pendekatan dan sosialisasi yang baik terhadap mitra sebagai antisipasi kemungkinan perubahan situasi eksternal

• Menciptakan peluang kerjasama kemitraan baru dengan

alternatif komoditas perkebunan yang lain

Dari Hasil analisis SWOT dapat disusun alternatif strategi yang dapat diprioritaskan melalui analisis matriks perencanaan strategik kuantitatif (QSPM) dengan melakukan analisis berdasarkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.Semakin tinggi angka jumlah nilai daya tarik total, maka alternatif strategi tersebut semakin menarik untuk diprioritaskan. Dari hasil pengolahan matriks QSP diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 17.

Hasil analisis matriks QSP menunjukkan bahwa alternatif strategi berbasis pada SO (strengths and opportunities) memiliki nilai total daya tarik yang paling tinggi, yaitu menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut mendapat prioritas utama dilaksanakan, karena dinilai paling menarik untuk dilaksanakan. Faktor-faktor utama yang mendukung strategi SO adalah kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintahan, hubungan masyarakat, keuangan, lahan, pemasaran, prospek kelapa sawit, dukungan perbankan, ketersediaan lahan petani dan dukungan pemerintah daerah. Sebagai prioritas berikutnya dipilih strategi berbasis pada ST (strengths and threats).

Tabel 17. Analisis Matriks QSP Alternatif strategi 1 (SO) Alternatif strategi2 (WO) Alternatif strategi 3 (ST) Alternatif strategi 4 (WT)

No Faktor Kunci Bobot

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor Internal a b axb c axc d axd e Axe

1 Kredibilitas mendapat akses modal

0,070 4 0,279 2 0,139 4 0,279 2 0,139

2 Sarana dan prasarana 0,072 2 0,144 3 0,216 2 0,144 3 0,216

3 Hubungan pemerintahan 0,069 4 0,274 3 0,206 4 0,274 3 0,206

4 Organisasi dan manajemen 0,062 3 0,185 2 0,123 2 0,123 2 0,123

5 Visi dan misi kemitraan 0,065 3 0,194 2 0,130 2 0,130 2 0,130

6 Hubungan masyarakat 0,064 4 0,256 3 0,192 4 0,256 2 0,128

7 Budaya kerja perusahaan 0,060 2 0,120 2 0,120 2 0,120 2 0,120

8 SDM 0,065 2 0,130 3 0,194 3 0,194 3 0,194

9 Keuangan 0,071 4 0,285 2 0,143 4 0,285 3 0,214

10 Lahan 0,074 4 0,296 2 0,148 4 0,296 3 0,222

11 Pemasaran 0,073 4 0,258 2 0,146 4 0,291 2 0,146

12 Produksi dan operasi 0,074 3 0,222 3 0,222 3 0,222 3 0,222

13 Pengalaman membangun kebun 0,072 1 0,072 4 0,288 2 0,144 4 0,288 14 Penelitian dan pengembangan 0,056 2 0,112 2 0,112 1 0,056 3 0,168 15 Sistem informasi manajemen 0,054 2 0,109 1 0,054 1 0,054 2 0,109 Total 1,00 2,94 2,43 2,87 2,62 Faktor Eksternal 1 Dukungan pemerintah daerah 0,075 4 0,301 4 0,301 2 0,150 3 0,225

2 Ketersediaan lahan petani 0,085 4 0,341 4 0,341 3 0,256 2 0,170

3 Dukungan perbankan 0,086 4 0,343 4 0,343 3 0,257 2 0,171

4 Prospek kelapa sawit 0,073 4 0,292 4 0,292 2 0,146 2 0,146

5 Penerimaan masyarakat petani 0,078 3 0,233 3 0,233 2 0,155 2 0,155 6 Kebijakan kredit revitalisasi 0,086 3 0,259 3 0,259 2 0,173 2 0,173

7 Komoditas andalan daerah 0,067 3 0,202 2 0,134 3 0,202 2 0,134

8 Perkembangan teknologi 0,068 2 0,137 3 0,205 3 0,205 3 0,205

9 Budaya kebun petani 0,081 3 0,244 3 0,244 2 0,163 3 0,244

10 Tren ekonomi 0,069 3 0,207 1 0,069 3 0,207 3 0,207

11 Perubahan kultur masyarakat

0,073 2 0,166 2 0,145 2 0,145 3 0,218

12 Keberadaan LSM daerah 0,071 2 0,141 3 0,212 3 0,212 2 0,141

13 Situasi politik dan keamanan dunia

0,088 1 0,088 2 0,175 4 0,351 4 0,351

Total 1,00 2,95 2,95 2,62 2,54

46

4.5. Alternatif Usulan Strategi

Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat disusun alternatif usulan strategi dalam mengembangkan usaha kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT. ATB dengan petani, maka alternatif usulan strategi tersebut adalah :

1. Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat,

2. Memaksimalkan peranserta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan,

3. Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan, baik bagi perusahaan inti dan petani,

4. Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra,

5. Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada masyarakat,

6. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit.

4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan

4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha bertujuan mengukur kelayakan usaha melalui parameter-parameter kelayakan yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap pengeluaran investasi. Berbagai asumsi harga, sarana dan hasil produksi, serta biaya proyek per hektar, digunakan dalam analisis tersebut. Luas areal kebun dalam analisis ini disesuaikan dengan rencana realisasi perusahaan, yaitu 7.200 Ha kebun inti dan kebun plasma 4.800 Ha.

Kriteria kelayakan yang dinilai mencakup NPV, PBP, IRR, PI dan BEP. Asumsi-asumsi penghitungan yang mendasari penilaian kelayakan investasi, antara lain luas lahan yang dibudidayakan 12.000 Ha. Asumsi harga jual CPO Rp. 5.007/kg dengan proyeksi peningkatan per tahun senilai dengan proyeksi tingkat inflasi Indonesia dibanding dengan tingkat inflasi Amerika per tahun. Nilai inflasi Amerika diproyeksikan stabil pada angka 2,5%, sedangkan tingkat inflasi Indonesia diproyeksikan 6,5% dan

akan mengalami penurunan setiap tahun sebesar 2,5% dari tingkat inflasi tahun sebelumnya. Asumsi produksi TBS, CPO dan PKO disajikan dalam Tabel 18. Proyeksi tersebut didasarkan pada standar produktivitas per usia tanaman per hektar.

Tabel 18. Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKOperusahaan inti

Tahun ke- Produksi TBS

(ton)

Produksi CPO (ton)

Produksi Palm Kernel

(ton) 0 - - - 1 - - - 2 - - - 3 - - - 4 7,000 1,540 315 5 21,000 4,620 945 6 40,500 8,910 1,823 7 65,500 14,410 2,948 8 98,400 21,648 4,428 9 123,800 27,236 5,571 10 138,200 30,404 6,219 11 152,600 33,572 6,867 12 165,000 36,300 7,425 13 175,400 38,588 7,893 14 180,800 39,776 8,136 15 183,200 40,304 8,244 16 180,200 39,644 8,109 17 175,200 38,544 7,884 18 168,800 37,136 7,596 19 163,800 36,036 7,371 20 158,800 34,936 7,146 21 149,400 32,868 6,723 22 144,400 31,768 6,498 23 135,000 29,700 6,075 24 130,000 28,600 5,850

a. Biaya Total Proyek

Biaya total proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan kebun. Pengeluaran biaya dilakukan secara bertahap selama lima tahun penanaman dan tiga tahun pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), termasuk pembangunan pabrik beserta

48

sarana dan prasarananya. Dalam periode tersebut, seluruh biaya yang dikeluarkan diperhitungkan sebagai investasi.

Total biaya proyek yang dikeluarkan Rp. 372,789,807,828, terdiri dari biaya proyek Rp. 242,931,881,497 dan bunga selama pembangun-an (Interest During Construction atau IDC) Rp. 129,857,926,331 (Proyeksi biaya total produksi tedapat dalam Lampiran 2).

b. Rencana Pendanaan

Pembangunan kebun dan pabrik secara keseluruhan termasuk kapitalisasi bunga dalam masa pembangunan (IDC) dan membutuhkan dana Rp. 372,789,807,828. Pendanaan pembangunan pabrik dan kebun direncanakan diperoleh dari pinjaman 65% dari total biaya proyek dan sisanya 35% diperoleh dari modal sendiri.

c. Biaya Modal Kerja

Modal kerja diperlukan untuk modal kerja kebun dan modal kerja pabrik. Modal kerja kebun digunakan untuk pemeliharaan tanaman produktif, panen dan transportasi. Biaya modal kerja pabrik digunakan untuk membeli sebagian bahan baku dari plasma, bahan penunjang, biaya tenaga kerja pabrik dan overhead.

d. Harga Pokok Penjualan

Berdasarkan biaya modal kerja kebun dan modal kerja pabrik, kemudian disusun harga pokok produksi dan penjualan. Harga pokok produksi merupakan akumulasi biaya kebun dan pabrik per tahun. Harga pokok mempertimbangkan produksi yang diestimasi terjual. Penjualan TBS diestimasi akan menyisakan persediaan TBS untuk satu hari, sedangkan penjualan minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit PKO akan menyisakan persediaan satu bulan. Harga pokok penjualan diperhitungkan sejak tanaman menghasilkan dan diperoleh penjualan.

e. Proyeksi Harga, Produksi, Pendapatan dan Pengembalian

Pinjaman

Penerimaan perusahaan setelah pabrik dioperasikan, akan berasal dari penjualan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan inti sawit PKO. Produksi TBS dari kebun menjadi bahan baku bagi

produksi CPO dan PK di pabrik. Proyeksi harga, produksi TPS serta nilai penjualan CPO dan PK disajikan dalam Lampiran 3, sedangkan proyeksi produksi, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman disajikan dalam Lampiran 4.

f. NPV

NPV merupakan ukuran nilai tambah bersih dalam nilai kini bagi investasi yang akan dilakukan. NPV juga mencerminkan keuntungan murni di atas biaya yang diinvestasikan. Nilai NPV untuk pengusahaan perusahaan inti adalah Rp. 446.039.000.000. Hal ini berarti bahwa pengusahaan kebun inti layak untuk dilaksanakan.

g. PBP

PBP digunakan untuk mengetahui risiko-waktu dana investasi akan tertanam dan kemudian dapat dipulihkan. Nilai PBP sebesar 9,87 berarti bahwa investasi total pengusahaan kebun kelapa sawit akan terpulihkan dalam waktu 9,87 tahun.

h. IRR

IRR merupakan indikator imbangan terhadap tingkat imbalan yang disyaratkan oleh investor yang berpatokan pada suku bunga. Nilai NPV di atas setara dengan tingkat imbalan internal 34,15% (sebelum pajak) atau 31,34% (setelah pajak). Perbandingan terhadap tingkat suku bunga SBI, sebagai alternatif investasi lain, yakni rata-rata sebesar 8,04% (periode November 2007-Mei 2008 (sumber : Bank Indonesia, 2008), menunjukkan bahwa dengan tingkat IRR 31,34% (setelah pajak) proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.

i. Net B/C

Net B/C adalah perbandingan antara nilai sekarang dari aliran kas masuk di masa yang akan datang. Pengusahaan perusahaan inti memiliki nilai net B/C sebesar 2,47, yang artinya layak untuk dilaksanakan, karena > 1.

j. BEP

BEP atau titik pulang pokok menunjukkan sejumlah pendapatan atau unit dimana penerimaan pendapatan pengusahaan perusahaan inti

50

sama dengan biaya yang ditanggungnya. BEP dapat ditentukan dengan satuan unit atau rupiah.

BEP unit pengusahaan perusahaan inti menunjukkan nilai 69.303 ton, yang artinya pada saat perusahaan inti menghasilkan 69.303 ton CPO, maka perusahaan akan mencapai kondisi BEP. Kondisi BEP tersebut juga akan dicapai pada saat pendapatan perusahaan mencapai Rp. 606.258.214.419.

k. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap beberapa faktor yang dinilai cukup nyata, yaitu volume produksi dan harga jual per unit. Melalui analisis sensitivitas ini ingin diketahui mengenai seberapa sensitif perubahan yang terjadi pada tiap-tiap faktor kelayakan (Tabel 19).

Tabel 19. Perbandingan hasil analisis sensitivitas

Parameter Analisis Kelayakan Harga CPO : Rp. 5.007/Kg 1) Produksi rataan TBS = 43,297 ton 2) Harga CPO : Rp. 2.703/Kg 1) Produksi rataan TBS = 43,297 ton 2) Harga CPO : Rp. 2.703/Kg 1) Produksi rataan TBS = 20,782 ton 2) NPV Rp. 446.039.000.000 Rp. -29.122.000.000 Rp. -5.382.000.000

PBP 9,87 tahun 14,54 tahun 14,74 tahun

IRR (sblm pjk) 34,15% 17,37% 20,11% IRR (stlh pjk) 31,34% 12,81% 14,66 %

PI 2,47 1,18 1,39

BEP (unit) 69.303 ton 370.877 ton 109.735 ton

BEP (Rp) Rp. 606.258.214.419 Rp 959.951.935.427 Rp. 296.613.705.000

Ket : 1) harga dasar asumsi CPO 2)

produksi rataan TBS per tahun, dengan luas total tanaman 12.000 Ha

Tabel di atas menunjukkan perbandingan mengenai dampak yang terjadi terhadap parameter kelayakan finansial sebagai akibat perubahan harga CPO dan produksi TBS. Penurunan harga jual CPO 50% dari harga yang diasumsikan sekarang, akan menyebabkan

turunnya nilai NPV menjadi Rp. -29.122.000.000. Selain nilai NPV yang negatif, lama waktu PBP bagi investasi menjadi lebih lama, yaitu 14,54 tahun. Nilai IRR turun hingga menjadi hanya 17,37% , sehingga secara umum hasil kelayakan membuat investasi tersebut bernilai negatif, atau tidak layak.

Penurunan jumlah produksi rataan TBS kelapa sawit sebesar 48% dari jumlah produksi semula, menyebabkan penurunan nilai NPV menjadi Rp. -5.382.000.000. Selain itu, jangka PBP lebih lama, yakni menjadi 17,74 tahun. Penurunan produktivitas TBS perlu di waspadai oleh pengelola kebun, karena akan menimbulkan potensi kerugian bagi investor, atau tidak layak.

4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian

Penentuan proyeksi hasil dan pembagian yang diperoleh dari kerjasama kemitraan antara petani dan PT ATB bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pendapatan rataan per hektar bagi petani dan PT ATB. Asumsi yang digunakan dalam menghitung proyeksi hasil dan pembagian adalah sesuai dengan luas lahan yang digunakan untuk kebun inti seluas 7.200 Ha dan kebun plasma 4.800 Ha. Pendanaan usaha yang digunakan berasal dari pinjaman 65% dan dana sendiri 35%, sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan dalam perhitungan proyeksi 15% per tahun.

Proyeksi hasil dan pembagian tidak mecakup pendapatan perusahaan dari pengolahan CPO dan PKO, namun hanya dari pendapatan penjualan TBS kelapa sawit. Pembagian biaya dan proyeksi hasil dilakukan dengan proporsi 60% untuk perusahaan dan 40% untuk petani. Proyeksi hasil yang akan diperoleh melalui kerjasama kemitraan antara petani dan perusahaan disajikan dalam Tabel 20.

a.Proyeksi hasil bagi PT. ATB

Proyeksi hasil yang disajikan merupakan proyeksi hasil kebun inti berupa penjualan TBS yang dihasilkan dari lahan seluas 7.200 Ha. Proyeksi hasil ini dilakukan dengan memperhitungkan biaya kebun, yaitu berupa biaya pemupukan dan biaya panen, serta pembayaran

52

cicilan pinjaman 35% dari pendapatan yang diterima dari penjualan TBS. Proyeksi hasil bagi PT. ATB per hektar tahun disajikan dalam Tabel 21.

b.Proyeksi hasil bagi petani plasma

Proyeksi hasil yang diterima oleh petani plasma merupakan proyeksi hasil dari konsep kerjasama kemitraan dengan PT. ATB. Proyeksi hasil digunakan untuk mengetahui pendapatan petani dari per hektar lahan yang diserahkan kepada perusahaan. Luas lahan yang diproyeksikan sebagai kebun plasma adalah 4.800 Ha. Dalam proyeksi ini, petani dibebani dengan cicilan pinjaman 35% dari pendapatan penjualan TBS hingga pinjaman berakhir. Proyeksi pendapatan yang diterima oleh petani plasma per hektar tahun disajikan dalam Tabel 22.

Mekanisme pola kemitraan inti plasma 60:40 oleh PT. ATB adalah :

1. Pola kemitraan 60:40 berada dalam satu wadah Koperasi; sebelum pembagian hak, petani belum dapat mengetahui letak kebun masing-masing, sebab dalam pembangunan kebun dan lahan dikonsolidasi 2. Pembagian sertifikat hak milik dilakukan setelah kredit secara

menyeluruh lunas, disaksikan oleh ahli waris dan para saksi

3. Sertifikat hak milik dibuat atas nama dan tidak dapat diperjual belikan sebelum lunas kewajiban

4. Ikatan kemitraan diperjanjikan antara perusahaan dengan koperasi di hadapan Notaris

5. Pengelolaan kebun sampai kredit dinyatakan lunas, dilaksanakan oleh perusahaan inti; setelah lunas terbuka opsi bagi kedua belah pihak untuk meneruskan atau menghentikan ikatan kemitraan

6. Selama dalam proses pelunasan kredit, petani dapat memperoleh hasil dengan perhitungan; hasil produksi (TBS) dikurangi biaya produksi dan operasi (sekitar 40%), dikurangi 35% untuk cicilan kewajiban

Pola kemitraan inti-plasma PT. ATB dapat digambarkan dalam skema di bawah ini (Gambar 7).

Gambar 7. Skema pola kemitraan PT. ATB dengan masyarakat ! " Pola Kemitraan 60:40

54

Tabel 20. Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT. ATB per tahun per hektar

TBS Tahun ke- Produksi (ton/Ha) Harga (Rp/Kg) Total Pendapatan (Rp) pokok pinjaman (Rp) IDC (Rp) total pinjaman (Rp) Biaya kebun (Rp) Pembayaran Cicilan (Rp) Pendapatan (Rp) a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0 - 1,101 - 3,850,963 3,850,963 - - - 1 - 1,142 - 3,802,718 192,548 7,846,230 - - - 2 - 1,183 - 1,930,433 892,954 10,669,617 - - - 3 - 1,224 - 1,538,238 1,600,443 13,808,298 - - - 4 7 1,264 8,846,605 1,120,077 2,071,245 16,999,620 4,405,000 1,554,562 2,887,043 5 11 1,304 13,687,698 - 2,549,943 17,995,001 5,230,500 2,960,019 5,497,179 6 11 1,343 15,259,224 - - 15,034,982 5,858,050 3,290,411 6,110,763 7 13 1,381 17,871,661 - - 11,744,571 6,653,336 3,926,414 7,291,911 8 13 1,419 18,923,078 - - 7,818,157 5,568,460 4,674,116 8,680,501 9 17 1,456 24,756,703 - - 3,144,041 6,715,827 3,144,041 11,726,570 10 19 1,492 28,356,572 - - 0 7,741,722 20,614,851 11 21 1,528 32,081,436 - - 0 8,905,637 23,175,799 12 23 1,562 35,533,734 - - 0 10,171,329 25,362,405 13 24 1,595 38,681,103 - - 0 11,542,154 27,138,949 14 25 1,627 40,814,515 - - 0 12,912,515 27,902,001 15 26 1,658 42,280,302 - - 0 14,322,646 27,957,656 16 25 1,688 42,333,992 - - 0 15,624,143 26,709,850 17 24 1,716 41,902,997 - - 0 16,956,405 24,946,591 18 24 1,743 40,967,625 - - 0 18,303,942 22,663,683 19 23 1,769 40,394,900 - - 0 19,855,853 20,539,047 20 22 1,794 39,757,797 - - 0 21,535,107 18,222,690 21 21 1,817 37,847,386 - - 0 23,014,688 14,832,698 22 20 1,838 37,073,776 - - 0 24,945,496 12,128,280 23 19 1,859 35,004,629 - - 0 26,624,591 8,380,039 24 18 1,878 34,108,180 - - 0 28,838,550 5,269,630 Rataan 16,573,245 5 3

Tabel 21. Proyeksi hasil bagi PT. ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%) TBS Tahun ke- Produksi (ton/ha) Harga (Rp/Kg) Pendapatan Penjualan TBS (Rp) Pokok pinjaman (Rp) IDC (Rp) Total pinjaman (Rp) Biaya kebun (Rp) Pembayaran Cicilan (Rp) Pendapatan (Rp) a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0 - 1,101 - 2,310,578 2,310,578 - - - 1 - 1,142 - 2,281,631 115,529 4,707,738 - - - 2 - 1,183 - 1,158,260 535,773 6,401,770 - - - 3 - 1,224 - 922,943 960,266 8,284,979 - - - 4 7 1,264 5,307,963 672,046 1,242,747 10,199,772 2,643,000 932,737 1,732,226 5 11 1,304 8,212,619 - 1,529,966 10,797,001 3,138,300 1,776,012 3,298,307 6 11 1,343 9,155,535 - - 9,020,989 3,514,830 1,974,247 3,666,458 7 13 1,381 10,722,997 - - 7,046,742 3,992,002 2,355,848 4,375,147 8 13 1,419 11,353,847 - - 4,690,894 3,341,076 2,804,470 5,208,301 9 17 1,456 14,854,022 - - 1,886,424 4,029,496 1,886,424 7,035,942 10 19 1,492 17,013,943 - - 0 4,645,033 0 12,368,910 11 21 1,528 19,248,861 - - 0 5,343,382 0 13,905,479 12 23 1,562 21,320,240 - - 0 6,102,797 0 15,217,443 13 24 1,595 23,208,662 - - 0 6,925,292 0 16,283,370 14 25 1,627 24,488,709 - - 0 7,747,509 0 16,741,200 15 26 1,658 25,368,181 - - 0 8,593,588 0 16,774,594 16 25 1,688 25,400,395 - - 0 9,374,486 0 16,025,910 17 24 1,716 25,141,798 - - 0 10,173,843 0 14,967,955 18 24 1,743 24,580,575 - - 0 10,982,365 0 13,598,210 19 23 1,769 24,236,940 - - 0 11,913,512 0 12,323,428 20 22 1,794 23,854,678 - - 0 12,921,064 0 10,933,614 21 21 1,817 22,708,431 - - 0 13,808,813 0 8,899,619 22 20 1,838 22,244,266 - - 0 14,967,297 0 7,276,968 23 19 1,859 21,002,778 - - 0 15,974,754 0 5,028,023 24 18 1,878 20,464,908 - - 0 17,303,130 0 3,161,778 rataan 9,943,947 54

56

Tabel 22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT. ATB per tahun hektar (40%)

TBS Tahun ke-

Produksi (ton/Ha) Harga (Rp/Kg)

Pendapatan (Rp) Pokok pinjaman (Rp) IDC (Rp) Total pinjaman (Rp) Biaya kebun (Rp) Pembayaran cicilan (Rp) Pendapatan (Rp) a b c = a x b c d e = (c + d) f g h = (c-f)-g 0 - 1.101 - 1.540.385 1.540.385 - - - 1 - 1.142 - 1.521.087 77.019 3.138.492 - - - 2 - 1.183 - 772.173 357.182 4.267.847 - - - 3 - 1.224 - 615.295 640.177 5.523.319 - - - 4 7 1.264 3.538.642 448.031 828.498 6.799.848 1.762.000 621.825 1.154.817 5 11 1.304 5.475.079 - 1.019.977 7.198.000 2.092.200 1.184.008 2.198.872 6 11 1.343 6.103.690 - - 6.013.993 2.343.220 1.316.164 2.444.305 7 13 1.381 7.148.665 - - 4.697.828 2.661.335 1.570.566 2.916.765 8 13 1.419 7.569.231 - - 3.127.263 2.227.384 1.869.646 3.472.201 9 17 1.456 9.902.681 - - 1.257.616 2.686.331 1.257.616 4.690.628 10 19 1.492 11.342.629 - - 0 3.096.689 0 8.245.940 11 21 1.528 12.832.574 - - 0 3.562.255 0 9.270.319 12 23 1.562 14.213.493 - - 0 4.068.532 0 10.144.962 13 24 1.595 15.472.441 - - 0 4.616.862 0 10.855.580 14 25 1.627 16.325.806 - - 0 5.165.006 0 11.160.800 15 26 1.658 16.912.121 - - 0 5.729.058 0 11.183.062 16 25 1.688 16.933.597 - - 0 6.249.657 0 10.683.940 17 24 1.716 16.761.199 - - 0 6.782.562 0 9.978.636 18 24 1.743 16.387.050 - - 0 7.321.577 0 9.065.473 19 23 1.769 16.157.960 - - 0 7.942.341 0 8.215.619 20 22 1.794 15.903.119 - - 0 8.614.043 0 7.289.076 21 21 1.817 15.138.954 - - 0 9.205.875 0 5.933.079 22 20 1.838 14.829.510 - - 0 9.978.198 0 4.851.312 23 19 1.859 14.001.852 - - 0 10.649.836 0 3.352.015 24 18 1.878 13.643.272 - - 0 11.535.420 0 2.107.852 Rataan 6.629.298 55

4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan PT. ATB dengan sistem bagi hasil 80:20

Penilaian kelayakan kemitraaan PT. ATB juga dilakukan dengan membandingkan proyeksi hasil pola kemitraan yang dilaksanakan dengan pola kemitraan yang telah lazim dilakukan, yaitu pola kemitraan dengan bagi hasil 80:20.

PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti plasma 60:40. Dalam pola ini, lahan yang semula adalah milik petani, diserahkan kepada perusahaan melalui koperasi. Lahan tersebut akan dibangun menjadi areal kebun kelapa sawit dan disertifikasi dalam dua jenis yang berbeda, yaitu Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat hak Milik (SHM). Seluas 60% lahan akan disertifikasi dalam bentuk HGU dan diperuntukkan bagi perusahaan inti, sedangkan 40% sisanya akan disertifikasi dalam bentuk SHM yang diperuntukkan bagi petani plasma. Perbedaan utama pola kemitraan 60:40 dengan pola bagi hasil 80:20 terletak pada status kepemilikan lahan, beban kredit investasi, dan pembagian hasil usaha.

Tabel 23. Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum

No. Aspek

Perbandingan Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40

1 Dasar

kemitraan

Bagi hasil yaitu 80% hasil bagi Inti, 20% hasil bagi petani

Bagi lahan 60% menjadi lahan Inti (HGU), 40% lahan petani (SHM). Konsekuensi bagi hasil yang diterima 60% hasil bagi Inti dan 40% hasil bagi petani 2 Kepemilikan

lahan

Lahan asal milik petani, dengan kemitraan 100% HGU bagi Inti

Lahan asal milik petani, dengan kemitraan 60% HGU bagi Inti dan 40% SHM milik petani 3 Andil para

pihak

Petani berinvestasi lahan, inti berinvestasi finansial, SDM dan teknologi

Petani berinvestasi lahan dan 40% pembangunan kebun, inti berinvestasi 60% pembangunan kebun, avalis pendanaan, SDM dan teknologi

58

Lanjutan Tabel 23.

No. Aspek

Perbandingan Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40 4 Pengelolaan Satu manajemen oleh Inti

seterusnya

Satu manajemen oleh Inti dengan opsi pengalihan pengelolaan sebagian kebun setelah kredit lunas

5 Penyerahan lahan

Petani peserta secara tertulis menyerahkan lahannya kepada Koperasi, selanjutnya oleh koperasi diteruskan kepada Perusahaan untuk dibangun kebun kelapa sawit

Petani peserta secara tertulis menyerahkan lahannya kepada Koperasi, selanjutnya oleh koperasi diteruskan kepada Perusahaan untuk dibangun kebun kelapa sawit

6 Beban kredit investasi pembangunan kebun

Petani peserta TIDAK dibebani kredit investasi pembangunan kebun

Petani peserta dibebani kredit investasi pembangunan 40% kebun

7 Pemilikan dan penguasaan lahan

Lahan petani tetap utuh kecuali dipotong fasilitas infrastruktur, tetapi dikuasai perusahaan (HGU bagi perusahaan)

Lahan setelah dipotong fasilitas infrastruktur, 40% akan dimiliki petani setelah kredit lunas (sertifikat bagi petani)

8 Proses kepemilikan

Tidak ada proses konversi kepemilikan, sepanjang masa kemitraan lahan menjadi HGU yang dikuasai perusahaan

Proses konversi menjadi hak milik dengan sertifikat dilaku-kan setelah kredit investasi pembangunan kebun lunas 9 Status lahan Lahan petani seluruhnya

diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan

Seluas 60% lahan petani diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan, sedangkan 40% sisanya menjadi hak milik bersertifikat bagi petani

10 Pengelolaan kebun

Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali

Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak

pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali, kecuali bila petani mengambil opsi pengalihan pengelolaan setelah kredit lunas

Lanjutan Tabel 23.

No. Aspek

Perbandingan Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40 11 Penerimaan

bagi hasil

Petani mulai memperoleh pembagian hasil 20% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan

Petani mulai memperoleh pembagian hasil 40% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan

transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan 12 Status lahan

setelah kemitraan selesai

HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani

HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani

Petani dalam kedua pola kerjasama tersebut menanggung beban biaya operasional, yaitu meliputi biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS sebelum menerima bagi hasil yang ditentukan. Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 lebih besar daripada pendapatan rataan petani dengan sistem bagi hasil 80:20. Pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 sebesar Rp. 6,629,298 per tahun/hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 Rp. 3,531,028 per tahun/hektar.

60

Tabel 24. Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil 80:20

TBS Tahun ke-

Produksi (ton/Ha) Harga (Rp/Kg)

Pendapatan (Rp)

Biaya kebun (Rp)

Pendapatan petani inti plasma 60:40

(Rp)

Pendapatan bersih bagi hasil petani (80:20) a B c = (a+b) d e f = (c-d) x 20% 0 - 1,101 - - - - 1 - 1,142 - - - - 2 - 1,183 - - - - 3 - 1,224 - - - - 4 7 1,264 3,538,642 1,762,000 1,154,817 888,321 5 11 1,304 5,475,079 2,092,200 2,198,872 1,691,440 6 11 1,343 6,103,690 2,343,220 2,444,305 1,880,235 7 13 1,381 7,148,665 2,661,335 2,916,765 2,243,665 8 13 1,419 7,569,231 2,227,384 3,472,201 2,670,923 9 17 1,456 9,902,681 2,686,331 4,690,628 3,608,175 10 19 1,492 11,342,629 3,096,689 8,245,940 4,122,970 11 21 1,528 12,832,574 3,562,255 9,270,319 4,635,160 12 23 1,562 14,213,493 4,068,532 10,144,962 5,072,481 13 24 1,595 15,472,441 4,616,862 10,855,580 5,427,790 14 25 1,627 16,325,806 5,165,006 11,160,800 5,580,400 15 26 1,658 16,912,121 5,729,058 11,183,062 5,591,531 16 25 1,688 16,933,597 6,249,657 10,683,940 5,341,970 17 24 1,716 16,761,199 6,782,562 9,978,636 4,989,318 18 24 1,743 16,387,050 7,321,577 9,065,473 4,532,737 19 23 1,769 16,157,960 7,942,341 8,215,619 4,107,809 20 22 1,794 15,903,119 8,614,043 7,289,076 3,644,538 21 21 1,817 15,138,954 9,205,875 5,933,079 2,966,540 22 20 1,838 14,829,510 9,978,198 4,851,312 2,425,656 23 19 1,859 14,001,852 10,649,836 3,352,015 1,676,008 24 18 1,878 13,643,272 11,535,420 2,107,852 1,053,926 rataan 6,629,298 3,531,028 59

4.8. Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat ditetapkan beberapa alternatif strategi seperti yang terlihat dalam matriks SWOT. Dari beberapa alternatif strategi yang sudah diformulasikan, dengan matriks QSP didapatkan prioritas strategi yang dapat diimplementasikan oleh PT. ATB, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan.

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan nilai NPV yang dihasilkan, dimana memiliki nilai keuntungan murni di atas biaya investasinya, yaitu mengerahkan sumber daya untuk mencapai pertumbuhan dengan teknologi tertentu. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain meningkatkan tingkat produksi dengan memaksimalkan potensi lahan yang ada dengan dukungan teknologi modern.

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai PBP yang dihasilkan 9,87 tahun, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap pola kerjasama atau menciptakan bentuk kemitraan yang lebih mengikat dan saling menguntungkan (misal dengan perjanjian kerjasama kemitraan minimal 10 tahun). Selain itu, strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan diversifikasi produk atau mengembangkan produk baru yang berkaitan dengan lini produk yang sudah ada, namun tetap memperhatikan mutu hasil produksi dan terus ditingkatkan secara berkesinambungan.

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai IRR yang menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan sebesar 31,43%, yaitu pengembangan pasar yang dimaksud adalah dengan penguasaan pasar di kota-kota besar di Indonesia dan meningkatkan informasi pasar, serta menambah saluran distribusi. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain membuka pasar baru dan menarik segmen pasar lain dengan mengembangkan produk yang unit dan khas untuk memikat segmen lain.

Implikasi manajerial yang berkaitan dengan nilai B/C ratio yang dihasilkan melebihi 1 yakni sebesar 2,47, dimana angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

62

satuan. Strategi yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan hal tersebut, yaitu dengan cara menginformasikan secara lebih jelas dan terbuka tentang pelaksanaan program kemitraan yang telah dilaksanakan, permasalahan, kendala dan manfaat yang dapat dihasilkan. Dapat pula dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan petani oleh manajemen perusahaan agar tercipta sinergi yang lebih baik.

Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai titik impas (BEP) yang dihasilkan 69.303 ton atau sebesar Rp. 606.258.214.419, yaitu perlu adanya komitmen dari manajemen perusahaan dan karyawan untuk melaksanakan program yang telah disusun dengan baik, mengembangkan dan memperbaiki standar kinerja, serta melatih keterampilan karyawan, agar hasil

Dokumen terkait