• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN

PT. ANUGERAH TANI BERSAMA DENGAN MASYARAKAT

(KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN

BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)

SULISTIANAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

dalam Tugas Akhir saya yang berjudul :

“Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)”

Merupakan gagasan dan hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas Akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2010

(3)

ABSTRACT

SULISTIANAWATI. Feasibility and Strategy Development of Oil Palm Plantation Business Patterns Partnership PT.Anugerah Tani Bersama with Local People (Case of Oil Palm Plantation in Musi Banyuasin Region, South Sumatera). Supervised by H. MUSA HUBEIS as Committee Chairperson, and HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as member.

Problems that become the base of oil palm development is how to find a mutually beneficial synergy between farmers and companies in the cultivation of oil palm plantation with the partnership pattern. Goal of this research is to evaluate the prospects of partnership between PT Anugerah Farmers Co (PT ATB) with ‘owner’ land farmers, to analyze the feasibility of cultivation of oil palm plantation partnership for PT ATB and farmers, and determine strategic development priorities of partnerships by the oil palm plantation partnership between PT ATB with the farmers.

Types of data used in this study the data in the form of investment costs, operating costs, and organizational management, partnership and farmers' income. The data in this study include primary and secondary data. Analysis carried out on various aspects relating to the strategy and the feasibility of developing oil palm plantations with the partnership developed, the partnership model, the analysis of plasma farmers' income, financial feasibility analysis, internal and external analysis. PT. ATB implement core-plasma partnership pattern with the farmers. Partnership core-plasma system that is applied is 60:40 partnership system. The results of the analysis indicate that the development plan of plantation and factory, in the technical assumptions and economic can be met, then the standard can be met quite feasible in all feasibility criteria. Total project investment will be recovered (PBP) in 9.87 years and net cash value (NPV) projects amounted to Rp 446.039 billion. Cash value of this project is equivalent to the internal exchange rate (IRR) of 34.15% (before interest), or 27.55% (after interest).

Internal factors that became the strength of the partnership are the land, marketing, finance, credibility to access capital, government relations and public relations. While the factors that are considered to be the weaknesses are experience to build plantation, research and development, and management information system. External factors that become opportunity for partnership is local government support, availability of farmers land, banking support, and the prospects of oil palm. While the factors considered as a threat is political and security situation of the world.

According to the results of QSPM analysis matrix, the prior alternative strategies is the SO (strengths and opportunities) based strategy is maximize cooperation partnerships with the potential of land owned by the community.

(4)

SULISTIANAWATI. Strategi Dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama Dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan). Di bawah bimbingan H. MUSA HUBEIS sebagai Ketua dan HARTRISARI HARDJOMIDJOJO sebagai Anggota

Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Minyak sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati dunia.

Permasalahan yang menjadi landasan pengembangan kelapa sawit adalah bagaimana menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan di dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan, menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan bagi PT ATB dan petani, dan menentukan prioritas stratejik pengembangan kemitraan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT ATB dengan petani.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal dan eksternal.

PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti-plasma dengan petani. Melalui pola kemitraan, secara kualitatif dapat diketahui peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang dapat dihilangkan melalui kerjasama kemitraan. Sistem kemitraan inti plasma yang diterapkan adalah sistem kemitraan 60:40. Hasil analisis menunjukkan bahwa rencana pengembangan kebun dan pabrik, dalam kondisi asumsi-asumsi teknis dan ekonomis dapat dipenuhi, maka standar cukup layak dapat dipenuhi pada semua kriteria kelayakan. Investasi total proyek akan terpulihkan (PBP) dalam waktu 9,87 tahun dan nilai tunai netto (NPV) proyek adalah sebesar Rp 446,039

miliar. Nilai tunai proyek ini setara dengan tingkat imbalan internal (IRR) sebesar 34,15 % (sebelum bunga) atau 27,55 % (setelah bunga). Secara umum hasil analisis aspek finansial, dengan asumsi-asumsi teknis dan ekonomi terpenuhi menunjukkan rencana pengembangan kebun dan pabrik sesuai kriteria kelayakan usaha dengan batas kritis relatif aman.

(5)

Faktor internal yang menjadi kekuatan bagi kemitraan adalah lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Faktor eksternal yang menjadi peluang bagi kemitraan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan, dan prospek kelapa sawit. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman adalah situasi politik dan keamanan dunia.

Berdasarkan hasil analisis matriks QSPM, alternatif strategi yang menjadi prioritas adalah strategi yang berbasis pada SO (strengths and opportunities). Alternatif strategi yang diusulkan adalah sebagai berikut (1) Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat, (2) Memaksimalkan peran serta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan. (3) Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan baik bagi perusahaan inti dan petani, (4) Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra, (5) Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada msyarakat, (6) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit, dan (7) Menciptakan peluang kerjasama kemitraan dengan alternatif komoditas perkebunan yang lain.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

STRATEGI DAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA KEMITRAAN PT. ANUGERAH TANI BERSAMA

DENGAN MASYARAKAT(KASUS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN BANYUASIN, SUMATERA SELATAN)

SULISTIANAWATI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

dengan Masyarakat (Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan)

Nama Mahasiswa : Sulistianawati

Nomor Pokok : F052050065

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof.Dr.Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS

(9)
(10)

anugerah yang diberikan-Nya, sehingga Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, sebagai ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan dorongannya dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir.

2. Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, sebagai anggota komisi pembimbing atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan dalam penulisan dan penyelesaian Tugas Akhir ini.

3. Dr.Ir. Sapta Raharja, DEA, sebagai penguji luar komisi dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

4. Seluruh staf pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu selama kuliah berlangsung.

5. Keluarga penulis, adik-adik yang senantiasa memberikan semangat hingga Tugas Akhir ini selesai.

6. Suami penulis, Ir. Budi Purwanto, ME dan ananda tercinta Kenang Ina Versiggi Subud atas segala pengorbanan yang tiada henti, baik moril dan materil, sehingga penulisan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Teman-teman angkatan VI Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan kepada semua pihak yang telah membantu selesainya Tugas Akhir ini.

Akhirnya penulis berharap, semoga Tugas Akhir ini berguna dan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Maka dari itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumajang pada tanggal 2 Maret 1965, sebagai anak pertama dari 5 (lima) bersaudara dari Bapak (alm.) Manilan dan Ibu (almh.) Suwarti. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1989. Pada tahun 2005 penulis diterima pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja pada PT Primakelola Agribisnis Agroindustri sejak 2001 – sekarang.

(12)

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.1.1. Karakteristik Komoditi ... 1

1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia ... 3

1.1.3. Pohon Industri ... 4

1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit ... 7

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 8

II. LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan... 9

2.1.1. Dasar Kebijakan... 10

2.1.2. Manfaat Kemitraan ... 10

2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit ... 11

2.2 Kelayakan Investasi ... 13

2.2.1. Net Present Value ... 14

2.2.2. Payback Period ... 15

2.2.3.Internal Rate of Return ... 16

2.2.4. Net B/C ... 16

2.2.5. Break Event Point ... 17

2.2.6. Analisis Sensitivitas ... 17

2.3. Strategi Perusahaan ... 18

2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan ... 18

2.3.2. Aspek Internal Perusahaan... 19

2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan ... 20

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu... 20

III. METODE KAJIAN ... 23

3.1 Kerangka Pemikiran Kajian ... 23

3.2. Lokasi dan Jadwal... 25

3.3. Pengumpulan Data ... 25

3.3.1. Jenis Data ... 25

3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh... 26

3.4. Metode Analisis ... 27

3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan... 27

3.4.2. Kelayakan Investasi ... 27

3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE ... 27

3.4.4. Analisis SWOT ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Keadaan Umum Perusahaan ... 33

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 33

(13)

4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT Anugerah Tani Bersama dan Petani... 35

4.2.1. Kekuatan ... 36

4.2.2. Kelemahan ... 38

4.2.3. Peluang ... 39

4.2.4. Ancaman ... 41

4.3. Analisis IFE dan EFE... 41

4.3.1. Faktor Lingkungan Internal ... 42

4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal ... 43

4.4. Analisis SWOT Kemitraan ... 43

4.5. Alternatif Usulan Strategi ... 46

4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan ... 46

4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha ... 46

4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian... 51

4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan ATB dengan sistem bagi hasil 80:20 ... 57

4.8. Implikasi Manajerial... ... 61

KESIMPULAN DAN SARAN... 63

1. Kesimpulan ... 63

2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(14)

No. Halaman 1. Luas areal perkebunan Kelapa Sawit menurut kelompok perkebunan pada

tahun 1997 – 2005... 3

2. Luas perkebunan Kelapa Sawit per provinsi... 4

3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain... 6

4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan... 21

5. Jenis dan jumlah responden ... 26

6. Model matriks IFE dan EFE ... 28

7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi ... 29

8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi ... 30

9. Matriks SWOT... 31

10. QSPM... 32

11. Dokumen dan legalitas... 34

12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik ... 34

13. Deskripsi faktor internal dan eksternal dari petani, PT ATB dan kemitraan petani – PT ATB ... 35

14.Analisis Faktor Internal... 42

15.Analisis Faktor Eksternal ... 43

16.Matriks SWOT... 44

17.Analisis Matriks QSP... 45

18.Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti ... 47

19.Perbandingan hasil analisis sensitivitas ... 50

20.Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT ATB per tahun hektar ... 54

21. Proyeksi hasil bagi PT ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%)... 55

22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT ATB per tahun hektar (40%)... 56

23.Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum ... 57

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Jumlah produksi minyak nabati utama dunia dalam juta metric ton ... 1

2. Produksi minyak Kelapa Sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 ... 2

3. Pohon industri Kelapa Sawit... 5

4. Mekanisme program kemitraan terpadu... 13

5. Kerangka pemikiran kajian ... 24

6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia ... 39

(16)

No. Halaman

1. Kuesioner... 68

2. Proyeksi biaya total proyek ... 76

3. Rencana biaya investasi kebun per hektar... 77

4. Proyeksi pendanaan ... 78

5. Proyeksi produksi dan harga TBS, CPO dan PK ... 79

6. Proyeksi produksi TBS, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman... 80

7. Proyeksi arus kas ... 81

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.1.1. Karakteristik Komoditi

Komoditas kelapa sawit merupakan primadona perdagangan ekspor Indonesia sejak dekade lalu. Kelapa sawit kini menjadi tanaman perkebunan yang penting dan selalu menjadi sorotan utama dalam kinerja peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Minyak sawit sebagai hasil pengolahan buah kelapa sawit utama merupakan minyak nabati paling berpotensi dalam perdagangan minyak nabati dunia, karena memiliki potensi pasar besar yang masih dapat dikembangkan.

Produksi minyak sawit dunia mencapai 43,22 juta Metric Ton (MT) atau 32,29% dari total produksi minyak nabati utama dunia pada tahun 2008 (USDA, 2008), sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1. Ton atau MT adalah satuan berat yang sama dengan 1.000 kg (Wikipedia bahasa Indonesia, 2009).

(18)

Hingga akhir tahun 2008, total volume produksi minyak nabati dunia mencapai 133,87 juta MT. Produksi minyak nabati dunia masih didominasi oleh produksi minyak kelapa sawit, dengan jumlah produksi mencapai 43,22 juta MT dan diikuti kemudian oleh produksi minyak kedelai 37,55 juta MT.

Produksi minyak sawit oleh perkebunan besar di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (2007), produksi minyak sawit pada tahun 2007 mencapai angka 11,81 juta ton dengan rataan pertumbuhan per tahun mencapai 28%. Produksi minyak kelapa sawit ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Produksi minyak kelapa sawit Indonesia dari tahun 2003-2007 (BPS, 2003-2007)

(19)

3

1.1.2. Potensi Industri Kelapa Sawit Indonesia

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh tiga kelompok usaha, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Badan Usaha Miliki Negara Negara (BUMN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Ketiga pengelola perkebunan tersebut terus mengembangkan areal perkebunan kelapa sawit melalui berbagai pola kerjasama, khususnya kerjasama antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar, baik BUMN maupun swasta melalui pola kemitraan (KKPA atau bentuk lainnya).

Puncak kinerja bisnis kelapa sawit Indonesia dimulai pada tahun 1990. Pemerintah merencanakan pertumbuhan pasar hingga tahun 2010 untuk pasar domestik sekitar 4-6% per tahun, sedangkan pertumbuhan pasar ekspor 8% per tahun.

Luas areal perkebunan kelapa sawit yang terbesar pada tahun 2005, adalah milik perkebunan besar swasta (PBS), yaitu 3.003.080 ha atau sekitar 53,6% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang mencapai 5.597.158 ha. Di lain pihak, luas areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan rakyat (PR) sebesar 1.917.037 ha atau sekitar 34,3% dan luas areal perkebunan kelapa sawit milik perkebunan besar negara (BUMN) sebesar 677.041 ha atau sekitar 12,1% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit (BPS, 2007).

Tabel 1. Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut kelompok perkebunan dari tahun 1997 – 2005

Luas Areal (Ha)

(20)

Areal tanaman kelapa sawit terluas pada tahun 2007 adalah Provinsi Riau 1,4 juta ha (23,19%), kemudian berturut-turut Provinsi Sumatera Utara 1,04 juta ha (17,18%), Sumatera Selatan 600 ribu ha (9,98%), Kalimantan Tengah 467 ribu ha (7,68%) dan Jambi 448 ribu ha (7,37%), seperti disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Luas perkebunan kelapa sawit per provinsi (dalam Ha)

Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006

Nanggroe Aceh Darussalam

257.684 262.151 249.011 254.261 283.283

Sumatera Utara 886.612 919.680 844.882 894.911 1.044.230

Sumatera Barat 270.047 306.496 279.798 282.518 310.281

Riau 1.238.106 1.319.659 1.340.036 1.277.703 1.409.715

Jambi 429.209 456.327 372.804 403.477 448.027

Sumatera Selatan 516.928 502.481 497.933 548.678 606.667

Bengkulu 70.409 80.218 126.252 147.125 162.440

Lampung 131.362 137.721 145.542 148.535 164.786

Bangka Belitung 90.065 94.886 119.635 130.037 138.367

Riau Kepulauan - - 6.849 13.698 14.936

Jawa Barat 6.251 6.242 8.070 8.744 10.666

Banten 16.983 19.200 12.614 14.076 17.322

Kalimantan Barat 406.372 416.807 358.175 381.791 434.459

Kalimantan Tengah 221.034 241.615 401.663 434.481 467.120

Kalimantan Selatan 138.634 141.638 172.650 134.621 146.320

Kalimantan Timur 191.146 201.871 171.581 201.236 219.906

Sulawesi Tengah 47.029 43.743 48.236 48.334 53.220

Sulawesi Selatan 83.085 78.932 13.925 16.018 19.244

Sulawesi Tenggara 13.285 4.078 4.106 466 613

Sulawesi Barat - - 52.476 57.476 61.590

Papua 52.817 49.812 51.051 39.090 43.232

Irian Jaya Barat - - 11.540 16.540 18.502

Jumlah 5.067.058 5.283.557 5.288.829 5.453.816 6.074.926

Sumber : Deptan, 2008

1.1.3. Pohon Industri

(21)
(22)

Berdasarkan Gambar 3, kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil atau CPO), inti kelapa sawit (Palm Kernel Oil atau PKO), tempurung, serat, tandan kosong dan sludge. CPO dan PKO adalah bahan baku yang penting dalam basic oleochemicals karena fatty acid dan fatty acid methylester diturunkan dari kedua minyak tersebut. Kedua bahan baku tersebut merupakan sumberdaya yang cukup berlimpah dan ramah lingkungan sehingga keberadaan keduanya sebagai stok bahan baku oleokimia menjadi lebih penting di abad ke-21.

Tabel 3. Produk turunan CPO dan fungsinya dalam industri lain (Gelder, 2004)

No Jenis Industri /

Produk Fungsi / Kegunaan CPO

1 Kulit Softening, Dressing, Polishing, Treating Agent

2 Metal Cutting Oil, Coolant, Buffing, Polishing Compound

3 Pertambangan Surface Active Agent, Oil Well Drilling

4 Karet Vulcanizing Agent, Softener, Mould-Release Agent

5 Elektronik Insulation, Special Purpose Plastic Component

6 Pelumas Biodegradable Base Oils, Hydraulic Fluids

7 Cat dan Coating Resin, Drying Oil, Protective Coating

8 Percetakan Printing Ink, Paper Coating, Photographic Printing, De-inking Surfactant

9 Plastik Stabilizer, Plasticizer, Mould-Release Agent, Lubricant, Anti-Static Agent, Antifogging Aid, Polymerization Emulsifier

Culture Media, Tabletting Aid, Sabun, Sampo, Krim, Lotion

14 Pangan Emulsifier, Confectionery, Specialty Fat, Cake, Pastry, Margarin, Es Krim

(23)

7

1.1.4. Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Permasalahan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sering menjadi penghambat adalah :

1. Keterbatasan adopsi teknologi pemeliharaan tanaman (Darmosarkoro, 2006). Petani tidak memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik, disebabkan adanya penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman, pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan.

2. Keterbatasan modal petani untuk membangun kebun kelapa sawit. Biaya investasi pembangunan kelapa sawit per hektar berkisar Rp. 34.000.000 - Rp. 40.000.000, dengan grace periode selama empat tahun.

3. Perusahaan banyak menghadapi konflik seperti penguasaan lahan, demonstrasi dan pencurian ketika menjalankan usahanya.

4. Konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk.

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Menemukan sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan didalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan, dapat dijabarkan sebagai berikut :

a.Bagaimana prospek kemitraan dapat dilakukan dalam kegiatan pengusahaan perkebunan kelapa sawit ?

b.Bagaimana kelayakan usaha PT ATB dan petani pola kemitraan ?

c.Bagaimana mengidentifikasikan dan merumuskan strategi di dalam pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan ?

1.3. Tujuan Penelitian

a.Mengevaluasi prospek kemitraan antara PT Anugerah Tani Bersama (PT ATB) dengan petani ‘pemilik’ lahan.

b. Menganalisis kelayakan pengusahaan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan bagi PT ATB dan petani.

(25)

II. LANDASAN TEORI

2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan

Kemitraan pada dasarnya mengacu pada hubungan kerjasama antar pengusaha yang terbentuk antara usaha kecil menengah (UKM) dengan usaha besar. Kemitraan yang baik dilaksanakan dengan pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia (SDM) dan teknologi.

Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Kemitraan diartikan sebagai hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan didefinisikan sebagai ”kerjasama antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”. Dengan rumusan seperti itu, para pelaku bisnis berada dalam posisi yang setara, mitra sejajar sekalipun secara ekonomis, mereka bekerja pada skala usaha yang berbeda.

Linton (1997) mendefinisikan kemitraan sebagai suatu sikap menjalankan bisnis yang diberi ciri dengan hubungan jangka panjang, suatu kerjasama bertingkat tinggi, saling percaya dan tiadanya kedudukan ”pembeli dan penjual” tradisional.

(26)

2.1.1. Dasar Kebijakan

Pemerintah telah menetapkan landasan hukum untuk mendukung program kemitraan. Landasan hukum tentang kemitraan di Indonesia tertera dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, diantaranya :

1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 tentang dasar demokrasi ekonomi.

2. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1232/KMK.013/ 1989 tentang penyisihan sebagian laba BUMN untuk pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK/.016/1994.

3. Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil a. Pasal 11 tentang Iklim Usaha

b. Pasal 26 s/d 32 tentang Kemitraan

4. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan a. Pasal 2 s/d 8 tentang Pola Kemitraan

b. Pasal 9 s/d 22 tentang Iklim Usaha dan Pembinaan Kemitraan

c. Pasal 23 s/d 28 tentang Koordinasi dan Pengendalian

2.1.2. Manfaat Kemitraan

Pengembangan kelembagaan kemitraan dalam sistem agribisnis telah memberikan dampak positif bagi keberhasilan pengembangan sistem agribisnis. Dampak positif tersebut (Sumardjo dan Darmono, 2004) adalah :

1. Keterpaduan dalam sistem pembinan yang saling mengisi antara materi pembinaan dengan kebutuhan riil petani, meliputi permodalan sarana, teknologi, bentuk usaha bersama atau koperasi dan pemasaran.

(27)

11

Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan.

3. Keterkaitan antarpelaku dalam sistem agribisnis (hulu-hilir) yang mempunyai komitmen terhadap kesinambungan bisnis. Komitmen ini menyangkut mutu dan kuantitas, serta keinginan saling melestarikan hubungan dengan menjalin kerjasama saling menguntungkan secara adil.

4. Terjadinya penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian.

2.1.3. Pola Kemitraan Inti Plasma dalam Perkebunan Kelapa Sawit

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dalam pasal 27 huruf (a), menjelaskan bahwa pola inti plasma adalah ”hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti yang membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya melalui penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha”.

Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pihak inti usaha besar atau menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.

(28)

hasil (profit sharing). Petani sebagai ‘pemilik’ lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya, petani mendapatkan pembagian keuntungan 20% dari total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit.

Dalam perkembangannya, pola inti plasma mengalami penyempurnaan menjadi pola kemitraan terpadu. Pola ini melibatkan beberapa pihak, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Usaha besar atau menengah sebagai perusahaan inti, dan (3) Bank.

Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan perusahaan inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.

Menurut Bank Indonesia (1997), pola kemitraan terpadu memiliki prinsip-prinsip berikut :

a. Hubungan bisnis antara usaha besar dan usaha kecil yang bermitra memiliki keterkaitan.

b. Kemitraan atas dasar hubungan bisnis yang menguntungkan. c. Adanya unsur pembinaan dan pengembangan oleh usaha

besar dan bank untuk usaha kecil.

d. Adanya komitmen dan rasa kebersamaan antara pihak-pihak yang bermitra.

(29)

13

Mekanisme Program Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme program kemitraan terpadu (Bank Indonesia, 2008)

2.2. Kelayakan Investasi

Tujuan dari prinsip pengelolaan keuangan adalah memberikan pemahaman tentang cara perusahaan memperoleh dan mengalokasikan dana yang dimilikinya dan memberikan pemahaman tentang menguji kelayakan suatu investasi (keputusan investasi) untuk semua bagian dari perusahaan, yaitu produksi, pemasaran, sumber daya manusia (SDM) dan lainnya juga sangat terpengaruh oleh keputusan investasi ini.

(30)

memperoleh keuntungan. Selain menjadi faktor yang sangat penting bagi kontinuitas masa depan perusahaan, investasi juga dipandang sebagai topik yang secara konseptual sulit dan kompleks.

Menurut Van Horne (2002) menyatakan bahwa keputusan investasi merupakan keputusan terpenting dari tiga keputusan dalam penciptaan nilai tambah bagi perusahaan, dimana dua keputusan yang lain yaitu keputusan pembiayaan dan keputusan deviden.

Menurut Warsini (2003), semakin besar dan semakin penting suatu usulan investasi, maka semakin tinggi prosedur administrasi dan pihak yang mempunyai wewenang menerima atau menolak investasi tersebut. Untuk itu perusahaan mengadakan klasifikasi proyek menurut kategori-kategori tertentu (aspek legalitas, teknis, manajemen, lingkungan, dan lain-lain). Semakin besar investasi yang dibutuhkan, akan semakin terperinci analisisnya.

Setelah semua informasi yang diperlukan terkumpul, maka investasi tersebut dapat dinilai atau dievaluasi tingkat kelayakannya. Umar (2003) menyebutkan bahwa pada dasarnya terdapat lima metode untuk menilai kelayakan finansial suatu investasi, yaitu : (1) Net Present Value (NPV); (2) Payback period (PBP); (3) Internal rate of return (IRR); (4) Net Bt/C; (5) Break Event Point (BEP). Selain itu, menurut Gitinger (1986), suatu proyek investasi senistif bisa berubah akibat empat masalah utama, yaitu harga, keterlambatan, pelaksanaan, kenaikan biaya, dan perkiraan hasil yang akan diperoleh.

Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :

2.2.1. NPV

(31)

15

Apabila NPV positif berarti investasi layak untuk dilaksanakan (diterima), sebaliknya apabila NPV negatif berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan (ditolak) (Gittinger, 1986) .

PBP merupakan metode yang menunjukkan berapa lama suatu investasi dapat kembali. PBP menunjukkan perbandingan antara initial cash investment dengan cash flownya dan hasilnya merupakan satuan waktu. Menurut Damodaran (2001) proyek yang mempunyai tingkat pengembalian lebih cepat dianggap mempunyai tingkat risiko lebih rendah bila dibandingkan dengan proyek yang mempunyai tingkat pengembalian yang lebih lama. Apabila PBP kurang dari suatu periode yang telah ditentukan atau lebih cepat tingkat pengembaliannya, maka investasi itu layak dilakukan. Apabila tidak, maka investasi tidak layak untuk dilaksanakan. Secara matematik menghitung PBP berikut (Damodaran, 2001) :

Nilai Investasi

PBP = X 1 tahun

Kas Masuk Bersih

(32)

2.2.3. IRR

Metode ini menggunakan tingkat pengembalian atas investasi yang dihitung dengan mencari tingkat diskonto (discount rate) yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang total arus kas sama dengan jumlah nilai sekarang total biaya investasi atau tingkat diskonto yang menjadikan NPV bernilai nol (Umar, 2003). Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto, maka proyek layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Gray dalam Latifah, 2009).

Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C < 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan (Gittinger, 1986). Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan, dinotasikan sebagai berikut :

(33)

17

Bt = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) Ct = benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) n = umur ekonomis usaha (tahun) i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (i = 1,2,3....n)

2.2.5.BEP

BEP atau titik pulang pokok atau titik impas adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan. Menurut Umar (2003), keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan adalah sama dengan biaya yang ditanggungnya.

BEP adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasionalnya tidak menderita kerugian dan tidak memperoleh keuntungan atau pada keadaan tersebut posisi keuntungan dan kerugian sama dengan nol (Alwi, 1993). Rumus perhitungan BEP adalah :

BEP (unit) = Biaya tetap : marjin kontribusi per unit BEP (Rp) = Biaya tetap : {1-(biaya variabel : penjualan)

2.2.6. Analisis Sensitivitas

(34)

sudah diasumsikan dapat mempengaruhi arus kas. Peubah-peubah tersebut, antara lain volume produksi, harga jual per unit, biaya tetap dan biaya variabel.

2.3. Strategi Perusahaan

2.3.1. Konsep Strategi Perusahaan

Pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis dengan menganalisa faktor-faktor strategik perusahan seperti kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) yang ada pada saat ini atau disingkat SWOT.

Menurut Rangkuti (2005), analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi lingkungan eksternal maupun internal. Identifikasi lingkungan eksternal penting untuk memonitor, evaluasi dan pengumpulan informasi dari lingkungan eksternal dan internal yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategi.

SWOT merupakan akronim dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman). Lingkungan eksternal terdiri dari peluang dan ancaman, yaitu hal-hal yang berada di luar organisasi. Lingkungan internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan, yaitu hal-hal yang berada dalam lingkup organisasi mencakup struktur, budaya dan sumber daya (Rangkuti, 2005).

(35)

19

meminimalkan kelemahan dan ancaman. Identifikasi dari SWOT adalah :

a. Strengths (Kekuatan)

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar yang dilayani. Kekuatan merupakan suatu kompetensi berbeda (distinctive competence) yang memberi perusahaan suatu keunggulan komparatif dalam pasar. Kekuatan berkaitan dengan sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan, pasar, hubungan pembeli - pemasok, dan lain-lain.

b. Weaknesses (Kelemahan)

Kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu industri.

c. Opportunities (Peluang)

Peluang merupakan situasi utama yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan/industri. Identifikasi dari segmen pasar, perubahan-perubahan dalam keadaan bersaing, perubahan teknologi, dan hubungan pembeli-pemasok menunjukan suatu peluang.

d. Threats (Ancaman)

Ancaman merupakan situasi utama yang tidak menguntungkan dalam lingkungan suatu perusahaan. Ancaman adalah rintangan-rintangan utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, daya tawar pembeli–pemasok yang meningkat, perubahan teknologi, kebijakan baru dapat merupakan ancaman bagi keberhasilan suatu industri.

2.3.2. Aspek Internal Perusahaan

(36)

faktor-faktor internal yang ada. Analisis faktor-faktor internal perusahaan dilakukan berdasarkan kredibilitas mendapatkan modal, pengalaman perusahaan dalam menangani proyek, sarana dan prasarana yang dimiliki, hubungan perusahaan dengan pemerintah daerah, sistem organisasi dan manajemen, visi dan misi, hubungan masyarakat, budaya kerja perusahaan, SDM, keuangan, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain.

Hal-hal di atas digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan perusahaan yang harus dimaksimalkan dan faktor-faktor kelemahan perusahaan yang harus diatasi. Kekuatan perusahaan adalah faktor-faktor yang mendukung penyelenggaraan program beradasarkan unsur internal perusahaan.

2.3.3. Aspek Eksternal Perusahaan

Analisis faktor eksternal digunakan untuk mendukung rencana strategik pengembangan perusahaan. Faktor-faktor eksternal perusahaan dapat dianalisis berdasarkan dukungan pemerintah setempat, dukungan perbankan, prospek komoditi, budaya masyarakat, situasi politik dan keamanan dunia, keberadaan LSM daerah, tren ekonomi dan perkembangan teknologi.

Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor berupa peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus dihindari. Peluang disini adalah hal-hal dari luar perusahaan yang apabila dicermati dan dimanfaatkan dengan baik, dapat menjadi keunggulan perusahaan.

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

(37)

21

Tabel 4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan

No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil

1 Haryadi (2004) Evaluasi Kemitraan Petani Sawit di

a. Melihat gambaran umum responden baik itu petani mitra maupun non mitra,

b. Mengetahui dan menganalisa atribut-atribut yang menjadi prioritas bagi petani mitra dalam mengikuti program kemitraan,

c. Mengetahui dampak dari program pelaksanaan kemitraan terhadap

a. Mengetahui lingkup kerjasama dan kinerja masing-masing organisasi petani, sehingga diketahui kekuatan dan kelemahannya,

b. Melihat aspek institusi (kelembagaan) dan aspek pemasaran dalam pelaksana-an kemitrapelaksana-an ypelaksana-ang saling mendukung antara petani dan mitra usahanya, c. Mempelajari dampak perbedaan

kelem-bagaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan, pengembangan usaha, dan potensi pembentukan modal petani.

(38)

Lanjutan Tabel 4.

No Peneliti Judul Tujuan Metode Analisis Hasil

3 Adrizal (1995) Kajian Investasi Sistem Penunjang Keputusan antar unsur yang terkait dalam sistem. dan data usaha tani yang berguna sebagai masukan model kelayakan industri.

4 Nasution (1997) Analisis Distribusi Laba antara Perusahaan Inti Dengan Petani Plasma Dalam Proyek PIR-TRANS Sawit XYZ

a. Mengetahui distribusi laba antara perusahaan inti dan petani plasma sejak konversi dilaksanakan (tahun yang pada saat itu menurut Biro Pusat Statistik (1995) Rp. 250.000 per bulan per petani, sementara hasil penelitian menunjukkan angka penerimaan hanya Rp. 90.841,- per bulan per petani untuk luasan 2 ha per petani

(39)

III. METODE KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pelaksanakan kerjasama kemitraan antara perusahaan dan petani dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui prospek kerjasama pola kemitraan secara umum, untuk itu dilakukan evaluasi berdasarkan analisa deskriptif analisis SWOT terhadap masing-masing pihak. Melalui hasil analisis tersebut dapat diketahui apakah melalui kerajasma kemitraan akan dapat diperoleh manfaat yang lebih baik bagi petani maupun bagi perusahaan.

Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis kelayakan kemitraan melalui analisis kelayakan usaha secara umum, yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan proyeksi hasil yang diterima secara keseluruhan dari hasil kerjasama kemitraan, proyeksi hasil yang diterima oleh perusahaan dan proyeksi hasil yang akan diterima oleh petani. Untuk menilai apakah proyeksi hasil yang diterima petani memiliki preferensi yang lebih baik, perlu dilakukan pembandingan dengan alternatif kemitraan lain. Alternatif yang dipilih sebagai pembanding adalah pola kemitraan bagi hasil 80:20 yang telah lazim digunakan dalam usaha kemitraan (Alamsyah, 1997).

(40)

Gambar 5. Kerangka pemikiran kajian

Analisis SWOT PT. Anugerah Tani Bersama

(ATB)

Evaluasi Rencana Kemitraan PT ATB

Analisis Kelayakan Kemitraan

Strategi Pengembangan Kemitraan Aspek Internal

Kemitraan

Aspek Eksternal Kemitraan Prospek

Kemitraan Analisis SWOT

Petani

Kelayakan Finansial Usaha (NPV, IRR,

PI, PBP, BEP)

Proyeksi hasil bagi petani dan PT ATB

Perbandingan pola kemitraan 80:20

(41)

25

3.2. Lokasi dan Jadwal

Penelitian berlokasi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dengan kegiatan meliputi pengumpulan data sekunder, kajian pustaka, pengambilan data primer di lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Waktu pelaksanaan penelitian selama 5 (lima) bulan, dimulai Nopember 2007 sampai dengan Maret 2008.

3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data biaya investasi, biaya operasi, manajemen dan organisasi, pola kemitraan dan pendapatan petani. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder :

a. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung melalui alat bantu kuesioner (Lampiran 1) kepada direksi, manajer dan asisten PT Anugerah Tani Bersama (ATB), pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin (Asisten Daerah 2, BAPPEDA dan Dinas Perkebunan) dan petani sebagai mitra (pengurus koperasi, manajer koperasi dan petani), dengan total responden berjumlah 55 orang. Pengumpulan data di lapangan disertai dengan pengamatan untuk mengetahui situasi, kondisi sosial ekonomi di sekitar penelitian dan mengetahui ketersediaan sarana prasarana yang telah ada di lokasi penelitian.

(42)

3.3.2. Teknik Pengambilan Contoh

Teknik pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja contoh yang diteliti sebagai responden. Metode ini digunakan dengan dasar pertimbangan responden menguasai permasalahan dan cukup mewakili aspirasi dari pihak-pihak yang terkait.

Responden yang dipilih dari perusahaan terdiri dari direksi, manajer dan asisten, dari pemerintah daerah Kabupaten Musi Banyuasin terdiri dari Asisten Daerah Dua (ASDA 2), BAPPEDA dan Dinas Perkebunan, serta dari mitra terdiri dari pengurus koperasi, manajer koperasi dan petani. Jenis dan jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis dan jumlah responden

No. Kriteria Responden Jumlah (orang)

(43)

27

3.4. Metode Analisis

Analisis dilakukan terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi dan kelayakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan yang dikembangkan, yaitu model kemitraan, analisis pendapatan petani plasma, analisis kelayakan finansial, analisis internal dan eksternal.

3.4.1. Analisis Prospek Kemitraan

Analisis prospek kemitraan dilakukan dengan cara mendiskripsikan kekuatan dan kelemahan petani plasma dan PT ATB sebagai perusahaan inti. Melalui deskripsi tersebut, secara kualitatif dapat diketahui peluang yang mungkin dimanfaatkan, ancaman yang dapat dihilangkan dan kelemahan yang dapat diatasi melalui kerjasama kemitraan.

3.4.2. Kelayakan Investasi

Ukuran kelayakan yang digunakan dalam penelitian ini mencakup : NPV, PBP, IRR, BEP, Net B/C dan analisis sensitivitas. Peubah yang digunakan untuk melihat hasil analisis sensitifitas adalah harga jual produk dan produktivitas yang dihasilkan.

3.4.3. Analisis Matriks EFE dan IFE

Analisis lingkungan eksternal atau External Factor Evaluation (EFE) digunakan untuk mengetahui faktor yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang harus dihindari. Analisis EFE dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (David, 2004) :

i. Tentukan dalam kolom 1 faktor strategis eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dan internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan

(44)

iii. Berikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3, tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon faktor tersebut, dengan memberi skala mulai dari 4 (sangat baik) hingga 1 (di bawah rataan).

iv. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.

v. Jumlahkan skor dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari skor bagi perusahaan.

Adapun bentuk matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Model matriks IFE dan EFE

Faktor Internal/Eksternal Bobot (a) menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu menggunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0, berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimilikinya.

(45)

29

pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.

Penentuan bobot setiap variabel eksternal dan internal dilakukan dengan menggunakan metode Delphi dengan selang pembobotan mulai dari 0,0 (tidak penting) sampai dengan 1,0 (sangat penting). Total bobot yang diberikan harus berjumlah sama dengan 1 (Marimin, 2004).

Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor baik internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirata-ratakan, dengan selang penilaian 1 sampai dengan 4. Nilai yang diperoleh dari matriks EFE mengindikasikan seberapa efektif perusahaan merespon peluang dan ancaman, sedangkan matriks IFE mengindikasikan seberapa besar kekuatan dan kelemahan mempengaruhi perusahaan (David, 2004).

Tabel 7. Penentuan bobot faktor strategik dengan metode Delphi Tingkat

Responden Rataan Bobot

1 X Y Z a A

1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan a = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)} adalah sama dengan jumlah responden

(46)

Tabel 8. Penentuan rating faktor strategik dengan metode Delphi

1 sampai dengan 4 adalah tingkat kepentingan faktor strategik 1 sampai dengan n adalah faktor-faktor strategik yang digunakan A = {(X*2)+(Y*3)+(Z*4)}

A = (a:q)x100%

3.3.4. Analisis SWOT

(47)

31

(48)

Tabel 10. QSPM

Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2

Faktor

Kunci Bobot

AS TAS AS TAS

Peluang

Ancaman

Kekuatan

Kelemahan

Jumlah

Total Nilai

Daya Tarik

AS : Nilai (skor) daya tarik

(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaaan Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), seluas 14.265,96 km2, memiliki banyak pusat produksi yang tersebar di beberapa tempat. Pusat-pusat produksi tersebut banyak menghasilkan komoditi berupa produk pertanian berupa beras, produk perkebunan utama berupa karet, kelapa, dan kelapa sawit, dan produk bahan galian/tambang dan barang-barang industri yang menunjang kegiatan sektor perdagangan di Kabupaten MUBA. Luas areal perkebunan tanaman karet rakyat sebesar 160.812 ha dengan produksi 98.741 ton, sedangkan luas perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat sebesar 20.575 ha dengan produksi 221.408 ton (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Banyu Asin, 2008). Potensi tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin.

PT. ATB merupakan perseroan dengan kegiatan usaha bergerak di bidang pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Perseroan ini didirikan dengan akta notaris No. 35 tanggal 23 Januari 2006 di Jakarta oleh notaris. Modal dasar perseroan berjumlah Rp 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah), terbagi atas 6.000 (enam ribu) saham, masing-masing saham bernilai nominal Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan oleh para pendiri senilai total Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).

Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin (Tabel 11).

(50)

Tabel 11. Dokumen dan legalitas

Dokumen Nomor Tanggal

Izin Lokasi Perkebunan Bupati Muba

023/KPTS/IUP/DISBUN/2006 31 Juli 2006

Izin Lokasi Bupati Muba 1683 Tahun 2006 2 Agustus 2006

Surat Keterangan Domisili Perusahaan

87/1.824.02.II/2006 15 Februari 2006

Akte Pengesahan Dep. HAM

C-08273 HT.01.01.TH.2006 21 Maret 2006

NPWP 02.467.055.6-028.000 23 Februari 2006

Akte Notaris Kecamatan yaitu Desa Epil (Kecamatan Lais), Desa Muara Teladan dan Desa Bandar Jaya (Kecamatan Sekayu), Desa Tanah Abang (Kecamatan Batanghari Leko) dan Desa Singadesa (Kecamatan Babat Toman), Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Kebun ini berjarak kurang lebih 124 km dari kota Palembang sebagai Ibukota Propinsi. Posisi lokasi secara geografis dan batas-batas fisik dari areal proyek perkebunan tersebut disajikan pada Tabel 12. Perseroan sudah mendapatkan izin lokasi perkebunan Kelapa Sawit dengan luas 15.000 Ha dari Bupati Musi Banyuasin pada tanggal 2 Agustus 2006 melalui keputusan Nomor 1683 Tahun 2006.

Tabel 12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik

No Uraian Lokasi

1 Posisi geografis

Bujur Timur 103° 46' - 104° 00' Lintang Selatan 02°37' - 02°56' 2 Batas-batas fisik

Utara Berbatasan dengan Talang Manunggal Hulu dan Talang

Depati, serta Talang Padang Alang dan Talang Kayukawan

Selatan Berbatasan dengan Desa Bailangu, Desa Lumpatan dan

Kecamatan Sekayu

Barat Berbatasan dengan Desa Simpangsari dan Desa

Singadesa

(51)

35

4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan

PT ATB mempunyai visi terwujudnya perusahaan yang unggul dan handal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit sebagai kawasan agribisnis agroindustri terpadu untuk tercapainya kesejahteraan stakeholder.

Visi tersebut dijabarkan dalam misi berikut :

a. Membangun dan mengembangkan kebun plasma dan inti melalui pola kemitraan;

b. Mengembangkan perusahaan inti sebagai champion penghela pertumbuhan dan pengembangan kebun, serta pemasaran dan pengembangan hasil industri turunannya;

c. Mengembangkan industri pengolahan hasil utama maupun sampingan, serta industri penunjang lainnya.

4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT. TB dan Petani

Evaluasi rencana kemitraan antara PT. Anugerah Tani Bersama (PT. ATB) dan petani dilakukan dengan melakukan analisis terhadap hasil SWOT dari masing-masing pihak. Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut, kemudian prospek kemitraan inti plasma antara petani dan PT. ATB dinilai secara deskriptif.

Tabel 13. Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal dari Petani, PT. ATB dan Kemitraan Petani – PT. ATB

(52)

Lanjutan Tabel 13.

Prospek kemitraan antara petani dan PT. ATB dikaji berdasarkan faktor-faktor SWOT secara deskriptif adalah :

4.2.1. Kekuatan (strengths)

a. Kredibilitas mendapat akses modal

Kredibilitas dalam mendapat akses modal menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan keuangan yang dirasakan oleh petani. Melalui kerjsama kemitraan, petani tidak perlu menyediakan dana tunai untuk dapat memiliki kebun kelapa sawit.

b. Sarana dan prasarana

Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin sebagai berikut : Izin Lokasi Perkebunan Bupati Muba, Izin Lokasi Bupati Muba, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, Akte Pengesahan Dep.HAM, NPWP, Akte Notaris Rusnaldy, SH.

c. Hubungan pemerintah

(53)

37

membantu kelancaran perijinan dan kegiatan operasional usaha perkebunan.

d. Organisasi dan manajemen

Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan lahan oleh petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi hasil (profit sharing). Petani sebagai ‘pemilik’ lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya, petani mendapatkan persetase pembagian keuntungan dari total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit.

e. Visi dan misi kemitraan

Kejelasan aturan atau kesepakatan antara PT. ATB dengan petani, sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan.

f. Hubungan masyarakat

Hubungan masyarakat (Humas) yang baik merupakan sebuah landasan yang diperlukan bagi petani untuk dapat maju dan berkembang. Dengan hubungan masyarakat yang baik, maka dapat memberikan situasi kondusif dan aman dalam melaksanakan kegiatan usaha. Humas dengan petani dan perusahaan dapat menjadi tolok ukur respon masyarakat terhadap kegiatan kerjasama kemitraan.

g. Budaya kerja perusahaan

(54)

h. SDM

Kemitraan ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian.

i. Keuangan

Ketersediaan akses untuk mendapat modal menjadi faktor yang mempengaruhi keuangan bagi usaha kemitraan. Melalui kerjasama kemitraan, dapat dibuka akses untuk memperoleh kredit Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).

j. Lahan

Melalui kerjasama kemitraan, faktor lahan yang sebelumnya menjadi faktor kelemahan PT. ATB, mampu ditutupi dan menjadi salah satu faktor kekuatan. Potensi lahan plasma yang dimiliki petani adalah 4.800 Ha.

k. Pemasaran

Pemasaran produk hasil kebun kelapa sawit dirasakan sebagai kelemahan bagi petani. Namun dengan kerjasama kemitraan, pemasaran hasil kebun menjadi lebih baik, karena selain lebih mudah, hasil yang dipasarkan juga memiliki nilai tambah lebih melalui pengolahan di pabrik pengolahan Kelapa Sawit.

4.2.2. Kelemahan

a. Pengalaman membangun kebun

Kerjasama kemitraan antara petani dan PT. ATB masih memiliki kelemahan dalam pengalaman membangun kebun. PT. ATB memiliki latar belakang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara, sedangkan secara demografis, masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) mayoritas memiliki latar belakang budidaya tanaman karet (luas areal perkebunan karet rakyat 160.812 Ha dan luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat 20.575 Ha).

b. Penelitian dan pengembangan

(55)

39

c. Sistem informasi manajemen

Keterbatasan sistem informasi manajemen menyebabkan petani tidak memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik, misalnya, penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman, pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan.

4.2.3. Peluang

a. Dukungan pemerintah daerah

Dukungan pemerintah daerah diberikan kepada usaha perkebunan melalui kemudahan dalam pemberian ijin dengan pelayanan satu atap.

b. Ketersediaan lahan petani

Ketersediaan lahan yang lebih luas dalam usaha perkebunan, akan dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan perusahaan. selain itu, potensi kemungkinan terjadinya inefisiensi pabrik dapat diperkecil.

c. Dukungan perbankan

Dukungan dari pihak perbankan terkait dengan fasilitas kredit KKPA dapat dimanfaatkan hanya melalui kerjasama kemitraan. Dengan demikian, peluang untuk memperoleh tambahan modal usaha semakin luas.

d. Prospek kelapa sawit

Prospek kelapa sawit dinilai masih cukup besar, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya konsumsi CPO. Konsumsi CPO dunia pada Desember 2008 (USDA, 2008) adalah 34.805.000 MT. Tren peningkatan konsumsi CPO dunia diperlihatkan dalam Gambar 6.

e. Penerimaan masyarakat petani

Luasnya areal perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin.

f. Kebijakan kredit revitalisasi

(56)

Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.

Gambar 6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia (telah diolah kembali USDA, 2008)

g. Komoditas andalan daerah

Sawit merupakan salah satu komoditi andalan untuk produk perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah setempat.

h. Perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi informasi semakin pesat merupakan peluang bagi PT. ATB sehingga lebih mudah memonitor perkembangan teknologi budidaya dan perkembangan industri sawit agar produknya dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman.

i. Budaya kebun petani

(57)

41

4.2.4. Ancaman

a. Tren ekonomi

Risiko tren ekonomi yang mungkin dihadapi oleh petani dapat diminimalisir juga melalui program kemitraan, karena risiko usaha ditanggung secara bersama-sama.

b. Perubahan kultur masyarakat

Perubahan kultur masyarakat yang menyebabkan konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk.

c. Keberadaan LSM daerah

Secara umum, ancaman-ancaman yang mungkin muncul dari kondisi sebelum bermitra dapat diminimalisir melalui kerjasama kemitraan, yakni keberadaan LSM daerah. Potensi ancaman dari keberadaan LSM daerah dapat diminimalisir karena program kerjasama kemitraan merangkul pihak masyarakat petani setempat.

d. Situasi politik dan keamanan dunia

Kondisi politik dan keamanan dunia dinilai sebagai ancaman dalam kerjasama kemitraan. Kondisi tersebut tidak sepenuhnya dapat dikendalikan, baik oleh perusahaan maupun oleh petani. Kemungkinan kondisi politik dan keamanan dunia yang buruk (tidak stabil) dan isu-isu negatif seperti rencana pemberlakuan EU Directive on Renewable Energy and Fuel Quality (DREFQ), yaitu kebijakan baru Uni Eropa terkait dengan penggunaan energi terbarukan yang menilai minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku biodiesel tidak berkualitas dan tidak ramah lingkungan pada tahun 2010, dinilai sebagai ancaman yang perlu untuk diantisipasi.

4.3. Analisis IFE dan EFE

(58)

berbagai faktor peluang yang dapat menguntungkan kerjasama kemitraan dan faktor ancaman yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan. Hasil analisis eksternal dievaluasi dengan menggunakan matriks EFE dan hasil analisis internal dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE.

4.3.1. Faktor Lingkungan Internal

Hasil analisis terhadap faktor internal menunjukkan bahwa faktor kekuatan internal yang dimiliki dalam kerjasama kemitraan ini terletak pada lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi untuk kekuatan berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden, dan rating yang rendah untuk kelemahan. Hasil analisis matriks IFE ditunjukkan dalam Tabel 14.

Tabel 14. Analisis Faktor Internal

No Faktor Internal Bobot

(a)

(59)

43

4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal

Hasil analisis terhadap faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa faktor peluang eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan dan prospek kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman dan perlu diwaspadai adalah situasi politik dan keamanan dunia. Hasil analisis matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15.

Tabel 15. Analisis Faktor Eksternal

No Faktor Eksternal Bobot

(a) 6 Kebijakan kredit revitalisasi 0,086 3 0,26

7 Komoditas andalan daerah 0,067 3 0,20

4 Situasi politik dan keamanan dunia

0,088 1 0,09

Total 1,00 2,91

4.4. Analisis SWOT Kemitraan

(60)

kemitraan. Faktor-faktor yang peluang dan ancaman yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks EFE dapat menjadi dasar dalam penyusunan analisis OT (opportunities and threats) kemitraan (Tabel 16).

Tabel 16. Matriks SWOT

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Peluang pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun, serta mengembangkan kebun dan pabrik kelapa sawit

Ancaman

Dari Hasil analisis SWOT dapat disusun alternatif strategi yang dapat diprioritaskan melalui analisis matriks perencanaan strategik kuantitatif (QSPM) dengan melakukan analisis berdasarkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.Semakin tinggi angka jumlah nilai daya tarik total, maka alternatif strategi tersebut semakin menarik untuk diprioritaskan. Dari hasil pengolahan matriks QSP diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 17.

(61)

45

Tabel 17. Analisis Matriks QSP

Alternatif

13 Situasi politik dan keamanan dunia

0,088 1 0,088 2 0,175 4 0,351 4 0,351

Total 1,00 2,95 2,95 2,62 2,54

Gambar

Tabel 4. Hasil penelitian terdahulu yang relevan
Gambar 5. Kerangka pemikiran kajian
Tabel 5. Jenis dan jumlah responden
Tabel 9. Matriks SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan perkebunan dengan pola kemitraan memiliki tujuan untuk mendorong peningkatan pendapatan petani, pembangunan wilayah, pembangunan sentra produksi dan pertumbuhan

pelaksanaan kemitraan dan pengelolaan usahatani kelapa sawit petani kelapa sawit yang bermitra dengan perusahaan. Personel adalah manusia yang melaksanakan kelakuan berpola. Personel

Dalam model ini pengusaha besar, pengusaha pengolahan hasil yang diwakili perusahaan bertindak sebagai perusahaan mitra atau inti melakukan kemitraan dengan petani

Selanjutnya penyerapan tenaga kerja petani pada usahatani kelapa sawit pola kemitraan PT Inti Indosawit Subur di Desa Danau Embat Kecamatan Maro Sebo Ilir Kabupaten Batang

Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha,

Surat Perjanjian Pembangunan &amp; Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Antara Perusahaan inti Dengan Calon Petani Peserta melalui

Program ini merupakan kerjasama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dengan Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) sebagai pengelola pusat perusahaan inti rakyat perkebunan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Bentuk kontrak pertanian yang dilakukan petani, baik pada lapisan 1 maupun pada lapisan 2 dengan perusahaan inti adalah melalui ikatan