• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dijalani a.Faktor Internal

commit to user 11

PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

C. Deskripsi Hasil Penelitian 1.Subjek I (IK) 1.Subjek I (IK)

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah yang dijalani a.Faktor Internal

a.1. Adanya dorongan biologis yang tidak terkontrol

Dorongan biologis yang dirasakan mendorong subjek untuk memenuhinya, yakni melalui perilaku seksual. Dorongan biologis tersebut juga menimbulkan rasa penasaran akan sensasi yang mungkin dirasakan jika melakukan intercourse. Hal tersebut semakin memicu subjek untuk benar-benar melakukan intercourse.

Tapi waktu dia bilang gitu ada rasa penasaran juga, kek apa ya rasanya kalo dimasukin? (W.S.I.01.337-338)

Ya tapi ya gimana ya? Nafsu soalnya, penasaran juga.

(W.S.I.01.390-391)

a.2. Kurangnya ketaatan menjalankan perintah agama ibadah

Subjek tahu bahwa perilaku seksual pranikah salah dan berdosa jika dilakukan. Berdasarkan observasi yang dilakukan, subjek juga melakukan ibadah sesuai agamanya. Namun subjek sendiri mengakui tidak bisa mengontrol libido dan rasa adiktif akan perilaku seksual pranikah padahal.

Nah, setau ko perbuatan ko ni menurut agama dan norma sosial gitu gimana? salah tak? Ya jelas salah lah.. dosa kan? Cuma ya.. karena udah ketagihan, susah jadinya mo menghentikan.

Udah jadi ketagihan gitu. Betul tu kata orang kalo seks tu adiktif. Susaaahh betol mo nyetop. (W.S.I.02.527-532)

a.3. Adanya keinginan untuk mengaktualisasikan rasa cinta melalui hubungan seksual

Subjek dan pacarnya melakukan intercourse pertama kalinya tanpa perencanaan. Saat itu pacar subjek meminta ijin untuk melakukan penetrasi dan subjek sendiri hanya merespon dengan diam karena bingung. Di satu sisi ada rasa takut dan di sisi lain ada rasa penasaran akan sensasi yang mungkin dirasakan jika melakukan penetrasi.

Sebenarnya nggak ada rencana, nggak direncanain juga sebetulnya. Biasanya kan kita cuma petting aja. Cuma waktu tengah petting gitu, ni waktu dah di penginapan ni ya.. dia bilang ke aku “boleh masukin apa nggak?” Trus ko jawab apa? diem aja? Iya diem aja. Abisnya aku bingung mo jawab apa. Di satu sisi aku takut, tapi waktu dia bilang gitu ada rasa penasaran juga, kek apa ya rasanya kalo dimasukin?

(W.S.I.01.330-338)

Subjek mengaku rela melepas keperawanannya atas dasar rasa sayang. Selain itu, bagi subjek pacarnya merupakan sosok yang berarti, yang telah bertindak sebagai kakak, teman dan saudara, membantu subjek dalam menghadapi masalahnya selama ini sehingga subjek tidak mau kehilangan sang pacar.

Aku rela melakukan semua ini karena aku sayang sama dia. Dia juga selama ini jadi sosok yang berarti buat aku. Jadi kakak, jadi sodara, jadi temen. Aku curhat sama dia, aku ada masalah minta solusi sama dia. Ya udah jauh banget. Ya itu juga mungkin yang buat ya makanya itu aku juga mau melakukan semuanya sama dia, karena itu. karena aku sayang sama dia, banget dan aku nggak mau kehilangan dia.

a.4. Penyaluran dari masalah yang sedang dihadapi

Permasalahan yang dihadapi subjek di masa-masa akhir SMA, termasuk masalah ujian akhir nasional, membuat subjek tertekan hingga mencari pelampiasan untuk menyalurkan rasa tertekan itu. Salah satu cara yang ditempuh subjek ialah melalui perilaku seksual.

Pokoknya waktu itu aku lagi stress lah gitu. Dah mau akhir-akhir gitu lah kayaknya juga. (W.S.I.01.354-356)

Makanya kadang kalo aku gelisah stress gitu, kalo nggak ada dia aku bisa masturbasi juga. Ya bisa bikin relaks lah.

(W.S.I.02.578-580)

a.5. Mekanisme pertahanan diri untuk menutupi kekurangan fisik yang dimiliki

Subjek mengaku takut jika ia menolak melakukan intercourse,

pasangannya malah memintanya pada perempuan lain. Itulah salah satu alasan hingga subjek akhirnya mau melakukan intercourse bersama pasangannya.

Mana cewek-cewek di sekitar dia tu sexi-sexi gitu, genit lagi, ganjen. Aku tu takut aja ntar gara-gara ee tak dapat dari aku kan, trus dia minta malah minta sama cewek lain gitu

(W.S.I.01.486-489) b. Faktor Eksternal

b.1. Pengaruh teman di lingkungan individu

Subjek memperoleh pengetahuan seksual dari teman-temannya, baik berupa cerita, gambar, maupun perbuatan. Subjek pernah membahas buku tentang seks bersama teman-temannya.

Kawan aku kan punya tante, nah tantenya tu mo kawin. Terus di kamarnya tantenya itu ada buku tentang seks gitu. Sama

kawan aku dibaca, trus pas lagi ngumpul, ngumpul-ngumpul gitu, diceritain isinya, ya mbahas itu. (W.S.I.01.258-261)

Subjek juga pernah melihat gambar porno yang diperlihatkan oleh salah satu temannya.

Tapi pertama kali aku ngeliat poto bokep itu ya yang di komputer sekolah tu lah. Waktu itu dikasi liat sama “M”, cuma bingung aku liatnya pas itu. (W.S.I.01.263-265)

Selain berupa cerita dan gambar, subjek juga mendalami seksualitas dari pacarnya dengan cara mempraktekkan perilaku seksual.

Lebih banyak lagi taunya ya pas SMA. Dari pacar aku.

(W.S.I.01.262-263) Dipraktekan. Hahaha.. Ya tak betul-betul prakteklah.. Cuma dijelasin gini, gini, trus gini, gini lho maksudnya abis tu gini, gitu-gitu lah. Keknya banyak ilmu yang ko dapat dari pacar ko. Emang ko dapat pelajaran apa aja dari dia? (W.S.I.01.275-279) Ya banyaklah. Pelajaran apa aja ya? Banyak. Ya semua-muanya. Tapi kayaknya aku sistemnya lebih learning by doing deh. Hahaha.. (W.S.I.01.281-283) Ya pokoknya aku ngertinya karena sekalian dipraktekan.

(W.S.I.01.287)

Pengaruh lainnya dari teman juga bisa terjadi secara tidak langsung. Pacar subjek berada di sekitar orang-orang yang rata-rata sudah melakukan perilaku seksual pranikah hingga ke tahap intercourse. Hal itu membuat subjek khawatir pacarnya akan terpengaruh hingga melakukan intercourse

bersama orang lain, padahal subjek sudah sangat menyayangi pacarnya dan hubungan mereka juga sudah cukup jauh hingga ke tahap hard petting. Oleh sebab itulah subjek akhirnya mau melakukan intercourse ketika diminta oleh sang pacar dengan harapan agar pacarnya tidak mencari pasangan lain untuk melakulan intercourse.

Aku juga ngeliat itu sih, ngeliat kawan-kawannya dia juga, rata-rata dah pada ML semua sama pacarnya gitu. Kayaknya

yang belum ML tu cuma cowok aku aja. Mana cewek-cewek di sekitar dia tu sexi-sexi gitu, genit lagi, ganjen. Aku tu takut aja ntar gara-gara ee tak dapat dari aku kan, trus dia minta malah minta sama cewek lain gitu. (W.S.I.01.483-489)

Ya cewek-ceweknya tu pada sexi-sexi gitu ya, maksudnya seksi.. seksi pakaiannnya minim lah. Kalo soal sexi ya aku tak kalah bohai. Tapi tu yang bikin nggak percaya itu tingkahnya mereka itu lho.. genit, trus suka goda-godain gitu, nggak tau lah maksudnya apa kan. Mereka juga udah biasa kan main sampe ML gitu dan selama ini udah pernah sama beberapa cowok juga kan. (W.S.I.02.548-552)

b.2. Ketidakberadaan dan kurangnya peran orang tua

Perilaku seksual yang dilakukan oleh subjek salah satunya disebabkan oleh kelengahan dan kurangnya kontrol dari orang tua. Kelengahan orang tua dalam menaruh barang-barang yang berhubungan dengan seksualitas bisa menimbulkan rasa penasaran pada anak, seperti yang terjadi pada teman subjek dimana teman subjek menemukan buku tentang hubungan intercourse

dan kemudian menceritakan dan membahas isinya bersama subjek dan teman-temannya yang lain tanpa sepengetahuan orang tua.

Kawan aku kan punya tante, nah tantenya tu mo kawin. Terus di kamarnya tantenya itu ada buku tentang seks gitu. Sama kawan aku dibaca, trus pas lagi ngumpul, ngumpul-ngumpul gitu, diceritain isinya, ya mbahas itu. (W.S.I.01.258-261)

Kurangnya pengawasan oleh guru sebagai orang tua di sekolah juga memegang peranan. Subjek mengaku mengenal gambar porno pertama kalinya melalui teman yang mengakses gambar tersebut menggunakan komputer sekolah, selain itu subjek juga mengaku pernah melakukan perilaku seksual di sekolah, seperti di kelas, ruang ekskul dan toilet sekolah.

Tapi pertama kali aku ngeliat poto bokep itu ya yang di komputer sekolah tu lah. (W.S.I.01.263-264)

Tempatnya ya macem-macem, di ruang kelas pernah, di ruang ekskul pernah, di toilet sekolah juga pernah. (W.S.I.01.428-430)

Subjek dan pacarnya juga berani melakukan tahapan seksual yang lebih jauh karena adanya restu dari orang tua untuk berpacaran bahkan mengijinkan menginap di rumah saat orang tua tidak ada. Restu dari orang tua membuat subjek dan pacarnya menjadi lebih yakin akan hubungan mereka dan ijin yang diberikan orang tua untuk menginap di rumah saat orang tua tidak ada dimanfaatkan oleh subjek dan pacarnya untuk melakukan intercourse di rumah.

hubungan kami kan udah lama juga gitu. (W.S.I.01.474-475)

Selain itu orang tua juga udah tau. (W.S.I.01.478) Sama maknya juga aku boleh kok disana, asal tak terus-terusan aja, hehe.. (W.S.I.01.468-469)

b.3. Tidak adanya kontrol sosial dari lingkungan sekitar

Subjek tinggal di kos, lingkungan sekitarnya juga rata-rata merupakan rumah kos. Masyarakat sekitar kos tidak begitu mempedulikan pergaulan mahasiswa kos di sekitar mereka. Hal ini secara tidak langsung membuat pergaulan mahasiswa yang memang sudah jauh dari orang tua dan keluarga menjadi lebih tidak dikontrol.

Ya daerah sini kost-kostan semua rata-rata. Masyarakatnya?

Kayaknya cuek-cuek aja tu. Paling itu bapak-bapak keamanannya yang suka ribut, soalnya disini sering kemalingan.. (W.S.I.01.149-154)

Teman-teman subjek di kos juga bersifat individual, tidak mempedulikan pergaulan satu sama lain, termasuk bila ada yang membawa teman laki-laki ke kamar.

Sama kawan-kawan kos ko dekat tak? (W.S.I.01.155) sekarang dah tak da lagi. Lagian anak-anak barunya pada individual soalnya. Malas pulak liatnya. (W.S.I.01.159-161) Kalo di kos kan tadi aku bilang kalo sekarang anaknya individual. Tak peduli juga kali mereka. (W.S.I.01.465-466)

b.4. Tersedianya fasilitas yang mendukung perilaku seksual pranikah

Subjek dan pacarnya sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah di berbagai tempat. Kebebasan dan kurangnya pengawasan dari pihak hotel maupun penginapan pada pasangan yang bukan suami istri untuk bisa memesan dan menggunakan kamar, dimanfaatkan oleh subjek dan pacarnya hingga bisa melakukan perilaku seksual hingga intercourse di hotel dan penginapan.

Di penginapan, di Parangtritis. Waktu kita pesan itu, ibunya nanya nya gini “satu kamar atau dua?” gitu. Ya heran aja, sebetulnya heran juga kenapa ibunya nanya satu atau dua, emang boleh satu berdua gitu? Ya mungkin karena itu juga kali ya, udah sering ada yang make kamar satu bedua gitu, cowok cewek. (W.S.I.01.314-324)

Waktu itu bukan pertama kalinya lho kami ke peginapan.. Lha memangnya pertama kalinya kapan? Pas SMA.

(W.S.I.01.343-347) Trus akhirnya ya udah kita nginep di hotel depan

matahari itu. Waktu itu resepsionisnya ee kalo mo pesen kamar itu pake KTP. Jadi ya kita pesan kamarnya dua. Pesen kamar dua satu standar satu ekonomi gitu kan. (W.S.I.01.361-365)

Walaupun pesen kamarnya dua tapi ya tidur bareng juga akhirnya. (W.S.I.01.368-369)

Subjek dan pasangannya juga pernah melakukan perilaku seksual di kos dan ruangan-ruangan sepi di sekolah. Hal itu disebabkan kurangnya pengawasan dari pihak sekolah dan kos. Selain itu subjek juga pernah memanfaatkan suasana pantai yang gelap dan kurang pengawasan untuk berperilaku seksual. Selain itu subjek dan pacarnya juga memanfaatkan

kesempatan di rumah pacarnya ketika orang tua pacarnya mengijinkan subjek menginap di rumah tersebut.

Tempatnya ya macem-macem, di ruang kelas pernah, di ruang ekskul pernah, di toilet sekolah juga pernah. (W.S.I.01.428-430) Di kos, di rumah pacar aku, di pantai juga pernah.

(W.S.I.01.463) Kalo di kos kan tadi aku bilang kalo sekarang anaknya individual. Tak peduli juga kali mereka. Di rumah pacar aku kan yang tinggal dia-dia aja, kawan-kawannya..

Sama maknya juga aku boleh kok disana, asal tak terus-terusan aja, hehe.. Kalo di pantai pas malam, gelap tak da yang liat. (W.S.I.01.465-470)

b.5. Maraknya media pornografi yang beredar dan mudah diakses Tersedianya media pornografi seperti buku dan gambar, serta kemudahan dalam memperolehnya membuat subjek mempelajari seksualitas di luar kontrol orang tua.

Kawan aku kan punya tante, nah tantenya tu mo kawin. Terus di kamarnya tantenya itu ada buku tentang seks gitu. Sama kawan aku dibaca, trus pas lagi ngumpul, ngumpul-ngumpul gitu, diceritain isinya, ya mbahas itu. (W.S.I.01.258-261)

Tapi pertama kali aku ngeliat poto bokep itu ya yang di komputer sekolah tu lah. (W.S.I.01.263-264)

b.6. Komitmen bersama pasangan

Subjek dan pasangannya berani melakukan tahapan yang lebih jauh dalam berperilaku seksual dikarenakan adanya komitmen yang sudah mantap diantara mereka, terlebih lagi hubungan yang dijalin juga sudah berlangsung lama.

Ya.. karena.. karena apa ya, karena hubungan kami kan udah lama juga gitu. Waktu ML itu aja udah berjalan tiga tahun gitu, kan jarang-jarangnya anak usia SMA gitu pacarannya udah lama gitu, trus apalagi bertahan sampe sekarang kan.

3. Dampak yang dirasakan setelah melakukan perilaku seksual pranikah