• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Pola Asuh Permisif

2.3.3. faktor yang mempengaruhi pola asuh

Menurut Mussen (1994) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orangtua, yaitu sebagai berikut:

a. Jenis kelamin

Orang tua pada umumnya cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibandingkan terhadap anak laki-laki

b. Ketegangan orangtua

Pola asuh seseorang bisa berubah ketika merasakan ketegangan ekstra. Orangtua yang demokratis kadang bersikap keras atau lunak setelah melewati hari-hari yang melelahkan orangtua bisa selalu bersikap konsisten. Peristiwa sehari-hari dapat mempengaruhi orangtua dengan berbagai cara.

c. Pengaruh cara orangtua dibesarkan

Para orang dewasa cenderung membesarkan anak-anak mereka dengan cara yang sama seperti mereka dibesarkan oleh orangtua mereka. Namun, kadang-kadang orangtua membesarkan anak dengan cara yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan waktu mereka dibesarkan.

dengan latihan dan komitmen, para orangtua dapat mempelajari tugas- tugas yang secara canggung. Dengan komitmen dan latihan tugas-tugas berat dapat terselesaikan.

d. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal suatu keluarga akan mempengaruhi cara orangtua dalam menerapkan pola asuh. Hal ini bisa dilihat bila suatu keluarga tinggal di kota besar, maka orangtua kemungkinan akan banyak mengkontrol karena merasa khawatir, misalnya melarang anak untuk pergi kemana-mana sendirian. Hal ini sangat jauh berbeda jika suatu keluarga tinggal di suatu pedesaan, maka orangtua kemungkinan tidak begitu khawatir jika anak-anaknya pergi kemana mana sendirian.

e. Sub kultur budaya

Budaya disuatu lingkungan tempat keluarga menetap akan mempengaruhi pola asuh orangtua. Hal ini dapat dilihat bahwa banyak orangtua di Amerika Serikat yang memperkenankan anak-anak mereka untuk mepertanyakan tindakan orangtua dan mengambil bagian dalam argumen tentang aturan dan standar moral.

f. Status sosial ekonomi

Keluarga dari status sosial yang berbeda mempunyai pandangan yang berbeda tentang cara mengasuh anak yang tepat dan dapat diterima, sebagai contoh: ibu dari kelas menengah kebawah lebih menentang

ketidak sopanan anak dibanding ibu dari kelas menengah keatas. Begitupun juga dengan orangtua dari kelas buruh lebih menghargai penyesuaian dengan standar eksternal, sementara orangtua dari kelas menengah lebih menekankan pada penyesuaian dengan standar perilaku yang sudah terinternalisasi.

Jadi dari ketiga jenis pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Pola asuh orangtua yang biasa diandalkan adalah pola asuh orangtua demokratis karena orangtua dalam memberikan pujian, hukuman dan berkomunikasi dengan anak-anak mereka akan turut mempengaruhi terbentuknya kemampuan berpenyesuaian yang baik dalam lingkungannya. Sebagai faktor pola asuh demokratis orangtua merupakan kekuatan yang penting dan sumber utama dalam pengembangan kemampuan sosial anak.

2.4. Keluarga

2.4.1. pengertian keluarga

Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan dengan kita. Keluarga menurut Friedman (1998) adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu yang mempunyai peran maasing-masing yang merupakan bagian keluarga. Menurut UUD No. 10 tahun keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

suami-Dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional, seperti yang tertulis dalam peraturan pemerintahan (PP) No. 21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah.

Menurut duvall dan logan (1986) keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Allender dan Spradley ( dalam Ariani, 2006) mengemukakan bahwa struktur keluarga terdiri dari dua kategori umum yaitu keluarga tradisional seperti keluarga inti, keluarga besar, keluarga suami istri tanpa anak, janda/duda (single parent), keluarga usia lanjut, dan non tradisional seperti homoseksualitas, keluarga yang mempunyai anak tetapi tidak menikah, dan hidup bersama tanpa menikah.

David (1992) mengkategorikan keluarga berdasarkan pengertian sebagai berikut :

1. Keluarga seimbang

Keluarga yang ditandai dengan keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Dalam keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Setiap

anggota keluarga saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Anak-anak measa aman, walaupun tidak selalu disadari. Dianatara keluarga saling mendengarkan jika bicara bersama, melalui teladan dan dorongan orangtua. Setiap masalah dihadapi dan diupayakan untuk dipecahkan bersama.

2. Keluarga kuasa

Keluarga ini lebih menekankan kekuasaan daripada relasi. Pada keluarga ini, anak merasa seakan-akan ayah dan ibu mempunyai buku peraturan, ketetapan, ditambah daftar pekerjaan yang tidak pernah habis. Orang tua bertindak sebagai bos dan pengawas tertinggi. Anggota keluarga terutama anak-anak tidak memiliki kesempatan atau peluang agar dirinya didengarkan.

3. Keluarga protektif

Keluarga ini lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lain. Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat dihindari karena lebih menyukai suasana kedamaian.

4. Keluarga kacau

Keluarga ini kurang teratur dan selalu timbul konflik. Orangtua kurang peka terhadap kebutuhan anak-anak. Anak sering diabaikan dan diperlakukan secara kejam karena kesenjangan antara anak dan orang tua. Orangtua sering bersikap kasar terhadap anak. Hampir sepanjang waktu mereka dimarahi atau ditekan.

5. Keluarga simbotis

Keluarga simbotis dicirikan oleh orientasi dan perhatian keluarga yang kuat bahkan hampir seluruhnya terpusat pada anak-anak. Keluarga ini berlebihan dalam relasi. Orangtua sering merasa terancam karena meletakkan diri sepenuhnya pada anak-anak, dengan alasan “demi keselamatan” . orangtua banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan dan memenuhi keinginan anak.

Dokumen terkait