• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.6.5 Sumber Data Sekunder

1.7 Sistematika Penyajian

3.2.2 Faktor Pembuatan, Penyebaran, dan Undang -undang Narkotika

Narkotika tidak asing lagi didengar. Penyebaran di Indonesia bisa dari negara mana saja dan dari transportasi darat, laut maupun udara. Negara-negara pemasok barang-barang yang termasuk narkotika tersebut bisa dikatakan mempunyai wilayah kerja tertentu. Misalnya jenis mariyuana, diketahui Australia adalah pemasok utamanya, jenis heroin biasa dipasok dari kawasan segitiga emas seperti Myanmar, Thailand, dan Laos. Adapun jenis kokain, biasanya didatangkan dari Amerika Latin, seperti Colombia dan Brazil. Sedangkan untuk ekstasi dan sabu, sampai saat ini, China, Hongkong, dan Taiwán masih merajai (Noname, 2005: www. bnn. go. id). Indonesia sendiri adalah penghasil ganja yaitu di Aceh. Penyebarannya yang paling

besar di Bali dan Jakarta, sisanya sekitar kota Bandung, Yogyakarta, Bogor, Surabaya dan kota-kota kecil lain. Komunitas pemakai berasal dari banyak kalangan mulai dari anak sekolah, mahasiswa, pegawai negara sampai pejabat, bahkan polisi pun ada.

Berdasarkan pada hal di atas, tokoh Arimbi pun mudah mendapatkan narkoba dikarenakan penyebarannya yang tidak terbatas. Ia mendapatkan narkoba pun bisa dari sekolah, kampus, diskotek maupun jalan-jalan kampung sekitar Jakarta. Menurut penelitian sampai saat ini, keluarga, sekolah atau kampus sama sekali kurang berperan dalam mensosialisakan bahaya HIV/AIDS, sekolah atau kampus justru menjadi tempat yang paling aman untuk mendapatkan serta mengkonsumsi narkoba, karena jarang ada razia di kampus-kampus. Mereka mendapatkan informasi bahaya HIV/AIDS dari surat kabar. Jakarta memang kota yang nyaman untuk pengedaran narkoba, bahkan wilayah segitiga CIKAGO (Cikini, Kali Pasir, Gondangdia) biasa disebut sebagai kampung narkoba di Ibukota (Noname, 2005: www. bnn. go. id). Ketiga kampung ini ini disebut demikian bukan hanya banyak warganya yang menjadi pemakai, juga karena banyak pengedar. Arimbi yang memang dari kecil tinggal di Jakarta besar kemungkinan bisa terjerumus, didukung kondisi kejiwaannya yang labil dan mempunyai teman seorang pengedar, ia pun bisa mendapatkan barang dengan mudah.

Kriminolog Erlangga Masdiana, mengatakan bahwa persoalan pemberantasan peredaran narkoba di kampung padat Ibukota memang sangat sulit diatasi. Sebab, di kawasan seperti itu sudah tidak jelas siapa korban dan siapa pengedar. Anak-anak seusia Arimbi hanyalah sebagian kecil contohnya dari sekian juta penduduk

Indonesia. Bahkan di surat kabar Tempo (16/2) pernah menyebutkan bahwa remaja pengguna narkoba di Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok mulai mengonsumsi narkoba pada umur 9 tahun. Peenlitian ini dilakuk an oleh Asian Harm Redudtion Network (AHRN) (Noname, 2005: www. tempointeraktif. com). Data terakhir menyebutkan, di seluruh Indonesia diperkirakan ada sekitar 3 juta orang yang menjadi pengguna narkoba aktif. Uang yang berputar dalam bisnis ini minimal mencapai Rp. 9 milyar per hari.

Data terbaru dari surat kabar KR (6/6/07) wilayah perbatasan rawan narkoba bertambah lagi. Empat wilayah kecamatan di Bantul yang berbatasan dengan kota Yogyakarta, yaitu Sewon, Kasihan, Banguntapan, dan Sedayu, ditengarai menjadi tempat penyimpanan narkoba. “ Yang sering membuat masyarakat terkecoh dan aparat bisa kecolongan adalah karena pengguna atau pengedar narkoba dalam kesehariannya terlihat baik-baik. Pergaulan dengan masyarakat baik, kadang rajin beribadah, namun di luar justru menjadi pengedar atau pengguna narkoba”, kata Kasipidum Kejari Bantul, Widagdo Mulyo Petrus S.H. Selain 4 kecamatan di atas, berita terbaru dari Metro TV, tanggal 6 juni 2007, pukul 20.00 WIB dalam acara Save Our Nation, tempat baru produksi narkoba atau “pabrik narkoba” diketahui juga di dalam penjara, salah satu contoh penjara Mandailin, Sidoarjo, Jatim. Kenyataan ini diperkirakan terjadi karena adanya keterlibatan sipir penjara dan para napi yang dominan pecandu narkoba memiliki Hp untuk komunikasi dengan jaringan luar. Ini membuktikan lemahnya kinerja aparat hukum berkaitan dengan korupsi. Hal ini dapat

menambah jaringan sindikat narkoba di Indonesia yang kini telah menjadi masalah nasional.

Berkaitan dengan undang-undang narkotika, Arimbi mengonsumsi putauw

yang digolongkan sebagai heroin, melanggar pasal 2 UU No.22/1997 narkotika golongan I seharusnya mendapat hukuman paling lama 4 tahun karena hanya sebagai pengguna. Namun karena orangtuanya orang yang terkenal dan mampu menebus dengan uang, maka Arimbi bisa terbebas hukuman. Hal ini membuktikan bahwa undang-undang narkotika sudah tak berfungsi. Bukti lain, tertangkapnya Schapelle Corby, warga Australia yang membawa 4,2 kg mariyuana yang termasuk narkotika golongan I sebagai pengedar, hanya dihukum 15 tahun penjara, seharusnya pengedar maupun bandar dihukum mati.

Hukum di Indonesia memang tidak tegas. Demikian pula produsen, pembuat narkotika melanggar pasal 80 UU RI No. 22 tahun 1997 seharusnya dihukum mati juga agar sedikit demi sedikit mengurangi pengedar dan pemakai narkoba, karena kita semua tahu jaringan narkotika tidak bisa mati walaupun undang- undang diperketat. Semua tergantung dari tindakan polisi, aparat pemerintah lain serta partisipasi masyarakat. Kesimpulannya; pembuatan, penyebaran, dan undang-undang narkotika bisa menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi meluasnya jeringan dan transaksi narkoba karena penyebarannya yang tidak terbatas, pembuat maupun produsen yang hilang satu masih tumbuh seribu dan undang- undang narkotika yang kurang tegas.

3.3 Rangkuman

Berdasarkan hasil pendeskripsian faktor internal dan eksternal dapat dirangkum bahwa ketidakharmonisan keluarga, ekonomi yang berlebihan, kepribadian yang lemah membawa pengaruh yang dapat men-sugesti Arimbi untuk melakukan hal- hal baru dalam penyalahgunaan narkoba. Berawal dari hal atau cara baru dalam mengonsumsi sampai menjadi kurir narkoba. Penyebab penyalahgunaan narkoba dari faktor eksternal yaitu faktor produksi dan penyebaran menyebabkan meningkatnya pecandu, pengedar, bandar, dan meluasnya jeringan sindikat narkoba baik dari dalam negeri atau luar negeri. Demikian pula undang-undang narkotika yang kurang tegas belum mampu menghukum para sindikat narkoba dengan maksimal.

63

4.1 Kesimpulan

Novel JBAN ini merupakan sebuah novel fiksi yang dilatarbelakangi sebuah realitas yang menceritakan tentang seorang anak yang terjerumus narkoba beserta faktor- faktor penyebabnya. Seorang anak yang dimaksud adalah tokoh utama novel ini yang bernama Arimbi. Tokoh Arimbi ini mengalami delinkuensi moral dan disosiasi pikiran akibat dari ketidakharmonisan hidupnya dalam lingkungan keluarga dan sosial. Sehingga dia begitu mudah terpengaruh dan terjerumus dalam narkoba yang melanggar norma masyarakat.

Penokohan dalam analisis ini terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama yang mencakup dua kategorisasi protagonis dan antagonis, dan tokoh tambahan. Karakterisasi dari tokoh Arimbi sendiri, antara lain bersifat keras kepala walaupun masih memiliki perasaan halus, suka berbohong, pemalas. Sebagian Sifat atau karakter diatas dikarenakan karena tidak-adanya perhatian dan kasih sayang dari keluarganya, hanya kebutuhan fisik yang terpenuhi berlebihan. Karakter kedua orangtuanya, antara lain suka memukul, suka selingkuh, pemarah. Sebagian karakter tersebut dikarenakan mereka orang yang lebih mementingkan pekerjaannya, terlalu sibuk dengan urusan dunianya. Sedangkan karakter dari tokoh-tokoh tambahan sendiri berkisar antara lain pecandu dan pengedar yang terjerumus dalam lembah narkoba karena beban hidup yang menekan mereka (tokoh Rajib dan Vela).

Penggambaran karakter atau penokohan dalam novel JBAN ini hanya menggunakan dua metode yaitu metode dramatik dan analitik.

Latar yang terdapat dalam jalan cerita novel JBAN ini meliputi latar tempat, waktu dan sosial. Latar tempat berkisar tempat-tempat dimana Arimbi mengenal, membeli, menggunakan dan mengedarkan narkoba, antara lain sekolah (tempat dimana Arimbi mengenal narkoba), bar, diskotek, dan kost Vela (tempat menggunakan dan mengedarkan narkoba). Latar waktu berkisar waktu atau saat terjadinya peristiwa pembelian narkoba, waktu penggunaan, dan pengedaran narkoba yang dilakukan Arimbi, antara lain di sela-sela jam sekolah dan malam hari. Latar sosial dalam novel ini terfokus pada situasi-situasi sosial yang ada dan latar sosial yang menyangkut status sosial orangtuanya, antara lain situasi sosial yang terjadi dalam kafe dan arena biliar yang merupakan tempat nongk rong Arimbi dan kekhawatiran orangtuanya terhadap nama baik keluarga karena tingginya status sosial mereka dalam masyarakat. Amanat atau pesan moral dalam penelitian ini merujuk pada jalan keluar/solusi mengatasi dan menanggulangi masalah penyalahgunaan narkoba ini, antara lain pentingnya membentuk keharmonisan keluarga, pencegahan merokok, menghindari pergaulan bebas dan perlunya waktu untuk diskusi keluarga.

Berdasarkan kajian struktural dapat dianalisis faktor-faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika khususnya narkoba dalam novel JBAN ini. Dalam hal ini tokoh Arimbi dapat terjerumus dalam narkoba karena dua faktor utama, yaitu internal khususnya keluarga, kepribadian dan ekonomi, dan faktor eksternal pergaulan bebas dan faktor pembuatan, penyebaran, dan undang- undang narkotika.

Pada faktor keluarga dan kepribadian dapat diketahui bahwa Arimbi mengalami depresi karena orangtuanya yang krisis kasih sayang dan perhatian untuknya, dan dia juga mengalami disosiasi karena lemahnya kepribadian yang tidak terbentuk baik dari keluarga. Sedangkan dari faktor ekonomi, karena keadaan ekonomi orangtuanya yang lebih dari cukup membuat dia dengan mudah mencoba narkoba. Ketiga faktor ini merupakan penyebab dia terjerumus dalam narkoba, terutama faktor keluarga yang merupakan akar penyebab penyalahgunaan zat psikotropika ini khususnya narkoba. Faktor eksternal, khususnya pergaulan bebas juga merupakan faktor yang bisa dikatakan faktor penyebab yang parah, karena dengan bergaul bebas Arimbi lebih mudah terjerumus jauh pada penggunaan dan pengedaran yang lebih luas dari cara dan tempat pergaulannya. Sedangkan faktor pembuatan, penyebaran, dan undang-undang narkotika mempengaruhi meluasnya bandar, pengedar, pemakai dalam jaringan narkotika.

Dari semua hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa masalah narkoba pada generasi muda harus diperhatikan perkembangannya. Khususnya tokoh Arimbi, dapat diambil pelajaran bahwa faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika yang dilakukan Arimbi berawal dari keluarga yang tidak harmonis, kepribadian lemah sampai pada pergaulan bebas yang salah, juga mudahnya mendapatkan barang haram tersebut. Arimbi terjerumus pada narkoba karena tertekan hidupnya dalam keluarga, sehingga mendorongnya untuk mencari kompensasi lain yang bisa mengobati masalah hidupnya.

4.2 Saran

Studi ini hanya menyoroti fakta- fakta penyebab penyalahgunaan zat-zat Psikotropika secara sosiologi sastra. Saya menyarankan untuk peneliti berikutnya mengkaji novel ini dengan pendekatan psikologi sastra, karena terungkap dalam studi ini bahwa penyalahgunaan zat- zat psikotropika banyak disebabkan oleh faktor kematangan psikologis dan kepribadian yang lemah

67

Anoraga, Pandji dan Sri S. 1995. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Endah, Alberthiene. 2004. Jangan Beri Aku Narkoba. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

--- 2004. Mengungkap Kasus Narkoba Anak Pejabat Lewat Novel. website: www.kompas.co.id, didownload tanggal 4 Mei 2004.

---. 2004. “ Alberthiene Endah”. Website: www.gramedia.com. Gerungan, Dr. WA. 1987. Psikologi Sosial. Bandung : Eresco.

Handoyo, Ida L. 2004. Narkoba : Perlukah Mengenalnya?. Bandung: PT. Pakar Raya Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Noname, 2005. “Sindikat Narkoba makin Menggurita”. http// www.bnn.go.id, didownload tanggal 22 November 2005.

---, 2005. “Cikago, Potret Kampung Narkoba di Ibukota”. http// www.bnn.go.id didownload tanggal 21 Mei 2005.

---, 2005. “Pecandu Jakarta Mengonsumsi Narkoba Umur 9 Tahun”. http// www.tempointeraktif.com, didownload tanggal 16 Pebruari 2005.

---, 2007. “Wilayah Perbatasan Rawan Narkoba”. Berita tanggal 6 Juni 2007 di harian umum Kedaulatan Rakyat.

---, 2007. “Indonesia, Surga bagi Narkoba?”. Program Save Our Nation yang ditayangkan Metro TV pada tanggal 6 Juni 2007 pukul 20.00.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Cet 1. Yogyakarta: Gama Media.

Ratna, I Nyoman K. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

--- 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik: Bagian Kedua Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. .

Soekanto, Soejono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: C.V Rajawali.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Wellek, Rene dan Austin W. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia Anggota IKAPI.

LAMPIRAN

Sinopsis Novel Jangan Beri Aku Narkoba

Novel JBAN ini menceritakan tentang perjalanan tokoh Arimbi bergelut dengan narkoba. Dimulai dari rasa tertekannya karena kondisi keluarga yang tidak harmonis. Arimbi hidup dalam keluarga yang terpandang di sudut kota Jakarta. Kebutuhan materi selalu terpenuhi tapi perhatian dan kasih sayang orangtuanya kurang didapatkan, karena orangtuanya sibuk dengan dunianya masing- masing. Papanya dengan bisnis kelapa sawit dan propertinya yang sukses, mamanya dengan bisnis Event Organizer pameran lukisannya. Kesibukan orangtuanya inilah yang membuat Arimbi mencari kompensasi di luar untuk mencari kebahagiaan yang tidak dia dapatkan dari keluarga. Selain karena orangtuanya sibuk, kepercayaan terhadap orangtuanya juga pupus dikarenakan sifat orangtuanya yang tidak senonoh. Papanya selingkuh dengan seorang model, sedangkan mamanya selingkuh dengan pelukis.

Di sekolahnya, Arimbi berteman dengan pengedar narkoba yang bernama Rajib. Awalnya Rajib memberi putauw gratis, dari itulah Arimbi mulai ketagihan dan menemukan dunianya bersama kawan-kawan sesama pecandu narkoba. Mereka memakai narkoba di kafe, di kost teman maupun diskotek yang sarangnya narkoba Ini menunjukkan kepribadiannya yang kurang kuat karena terpengaruh menyalahgunakan narkoba. Selain itu dari narkoba, Arimbi pun masuk dalam dunia lesbian, karena ia merasa nyaman berhubungan dengan perempuan. Vela, nama teman lesbiannya pun juga merasa aman terlindungi bersama Arimbi. Mereka perempuan yang sama-sama kurang kasih sayang dan perhatian dari keluarga.

Sebelumnya, ketergantungan Arimbi tidak diketahui orangtuanya, tapi mamanya merasakan gelagat buruk terhadap tingkah laku Arimbi dan akhirnya tahu jika Arimbi pecandu narkoba. Arimbi pun dimasukkan ke panti Rehabilitasi daerah Cisarua. Selama di panti rehabilitasi, Arimbi selalu berusaha untuk bunuh diri karena dia merasa tidak ada gunanya tanpa narkoba dan Vela. Akan tetapi usaha bunuh diri

selalu gagal, maka ia pun berusaha untuk melarikan diri dari panti. Teman-teman panti ada yang membantunya, sehingga ia pun dapat keluar dari panti.

Setelah keluar dari panti, Arimbi merasa lebih menderita lagi karena Vela berada di panti yang penghuninya kurang ramah, selalu menyiksa penghuni baru sebagai pela jaran. Akan tetapi akhirnya Arimbi bisa membebaskan Vela dari penyiksaan dengan bantuan Rajib. Mereka berhasil mengeluarkan Vela, dan mereka bertiga tinggal di rumah kostnya Rajib. Rajib menyembunyikan Arimbi dan Vela, karena mereka berdua ‘buronan’ polisi. Beberapa minggu di kost Rajib membuat Arimbi merasa jadi beban. Oleh karena itu ia memohon pada Rajib untuk kerja menjadi kuli pengantar narkoba. Awalnya Rajib tidak percaya tapi Arimbi meyakinkan bahwa itu hanya sementara untuk dapat uang banyak agar ia dan Vela bisa pergi ke luar kota, setelah itu ia akan berhenti. Rajib pun mengizinkan, akan tetapi saat pertama kali Arimbi mengantarkan barang ke sebuah diskotek, malang nasibnya, karena hari itu tepat ada polisi yang mengrebek diskotek itu. Arimbi melarikan diri tapi dia tertembak. Peristiwa ini membuat orangtua Arimbi semakin marah. Setelah menebus Arimbi dari kantor polisi, mamanya memasukkan Arimbi kembali ke panti rehabilitasi.

1984. Lahir dan dibesarkan di Gambiran UH V/192, Yogyakarta. Pendidikan awal di TK Pamardisiwi Gambiran pada tahun 1989-1990. Sekolah Dasar tahun 1990-1996 di SD Rejoinangun III Kotagede, dilanjutkan di SMP N 10 Yogyakarta hingga tahun 1999. Pendidikan selanjutnya diselesaikan selama tiga tahun di SMU 2 Banguntapan, Bantul hingga tahun 2002.

Setelah lulus dari SMU melanjutkan kuliah di Universitas Sanata Dharma tahun 2002-2007 jurusan Sastra Indonesia. Selama menjadi mahasiswa Sastra Indonesia di USD pernah aktif di Bengkel Sastra, pernah mengikuti Musikalisasi Puisi yang diadakan komunitas Bengkel Sastra di SMU Santo Thomas, Solo tahun 2002, Puisikalisasi dalam ‘Pesta Telanjang’ yang diadakan Teater Seriboe Djendela tahun 2003, pentas Kapai-kapai tahun 2005, dan Finalis Lomba Membaca Puisi antar mahasiswa se-Yogyakarta tahun 2004 di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Tugas Akhir menyusun Skripsi dengan judul Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Zat-zat Psikotropika dalam Novel Jangan Beri Aku Narkoba karya Alberthiene Endah Tinjauan Sosiologi Sastra.

Dokumen terkait