• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN ZAT- ZAT PSIKOTROPIKA TOKOH ARIMBI DALAM NOVEL JANGAN BERI AKU NARKOBA KARYA ALBERTHIENE ENDAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYALAHGUNAAN ZAT- ZAT PSIKOTROPIKA TOKOH ARIMBI DALAM NOVEL JANGAN BERI AKU NARKOBA KARYA ALBERTHIENE ENDAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh LUTFIA SATITI

NIM: 024114032

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

(5)

v

serta keinginanmu. Menjalani hasratmu akan menempatkan dunia pada pandangan bahwa engkau berbeda. Berbeda karena hidupmu lebih bermakna, memuaskan, penuh kebahagiaan, dan sangat menggembirakan. Hasrat membawamu pada kesempatan yang paling mungkin untuk meraih

(6)

vi

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,

(7)

vii

Studi ini menganalisis faktor- faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika yang dilakukan tokoh Arimbi yang terjerumus pada narkoba dalam novel Jangan Beri Aku Narkoba (JBAN) karya Alberthiene Endah. Tujuan dari penelitian ini, pertama, mendeskripsikan struktur penceritaan yang meliputi penokohan, karakterisasi, latar, dan amanat. Kedua, menjelaskan faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yang dilakukan tokoh Arimbi karena persoalan internal dan eksternal yang memberikan tekanan batin dan mental dalam kehidupannya.

Pendekatan yang digunakan dalam peneitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan yang digunakan untuk menganalisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat. Berdasarkan teori sosiologi terhadap karya sastra, gejala penyimpanga n sosial yang terdapat dalam novel dapat dianalisis. Penulis juga menggunakan pendekatan struktural seperti tokoh, latar dan amanat moral yang bertolak-ukur dari teori sastra menjadi dasar menemukan faktor-faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika tokoh utama dalam novel JBAN ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Melalui metode analisis deskriptif, penulis mendeskripsikan fakta- fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang terjadi, mengumpulkan dan memilih data yang berkaitan dengan masalah, lalu menganalisis dan menjelaskan. Langkah pertama, menganalisis ketiga unsur struktural, yaitu tokoh, latar dan amanat. Langkah kedua, menjelaskan faktor-faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika sesuai fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah internal dan eksternal tokoh utama.

Hasil analisis struktural menunjukkan bahwa 1) Tokoh utama terbagi dua, yaitu tokoh utama protagonis, Arimbi, dan tokoh utama antagonis, Mama dan Papa. Tokoh tambahannya yaitu Rajib da n Vela 2) Latar tempat yang terdapat dalam novel JBAN yaitu kantin sekolah, rumah sakit, bar dan diskotek, panti rehabilitasi di kawasan Jakarta. Latar waktu dalam novel JBAN yaitu malam hari, di sela-sela jam sekolah, pagi hari. Latar sosial dalam novel JBAN yaitu mencakup kebiasaan hidup, status sosial, dan sikap dan perilaku masyarakat khususnya di Jakarta. 3) Amanat yang dapat diambil yaitu pentingnya keharmonisan keluarga, pencegahan merokok, pentingnya diskusi antar-anggota keluarga dan menghindari pergaulan bebas.

(8)

viii

This study analyzes the cause factors of psychotropic use that is done by Arimbi as a drug user on Alberthiene Endah’s novel Jangan Beri Aku Narkoba. The main aims of this study, firstly, to describe the story structures including character, characterization, setting and the moral message. Secondly, to explain the cause factors of psychotropic use by Arimbi as a drug user regarding with her internal and external problem that pressure her much.

Literature sociology approach is applied as an approach. This approach is used to analyze the work of literature that is related with society. Based on the theory of sociology toward work of literature, social deviation on the novel can be analyzed. The writer also use structural approach such as character and characterization, setting and moral message that is based on the theory of literature become the guideline to find out the cause factors of psychotropic use by the major character on this novel.

The method that is conducted is descriptive analysis. Through this method, the writer describes the facts that related with the problem occurred, collect and select them, then analyze and explain in details. First step is to analyze three structural elements are character and characterization, setting and moral message. Second step is to explain the cause of psychotropic use as facts that are related with the internal and external problem of the major character.

The result of the structural analysis of the novel shows that 1) The major characters are divided into protagonist that is Arimbi and antagonists are her mother and father. The minor characters are Rajib, Vela, and Doctor Gunawan. 2) The settings of the novel are school canteen, hospital, night club and discothèque, and rehabilitation place on Jakarta area. Time setting of the novel is at night, on the school time, and in the morning. Social setting on the novel is covering the life custom, social status, and manner and behavior of people especially in Jakarta.3) Moral message that can be absorbed is the importance of good family relationship, avoid cigarette, and stay away of free sex.

(9)

ix

faktor Penyebab Penyalahgunaan Zat-zat Psikotropika Tokoh Arimbi dalam

Novel Jangan Beri Aku Narkoba karya Alberthiene Endah Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin menympaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya atas bimbingan dan bantuan sebelum dan sesudah terselesainya

skripsi ini kepada:

1. Drs. Yoseph Yapi Taum, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak memberikan sumbangan ide kepada penulis dengan kesabaran dari

awal sampai akhir penulisan ini.

2. Dra. Fr. Tjandraasih Adji, M. Hum, selaku pembimbing II yang telah

memberi banyak saran dan bantuan dengan penuh kesabaran sampai

penulisan skripsi ini selesai.

3. Drs. B. Rahmanto, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, SE. Peni

Adji, S.S, M. Hum, Drs. P. Ari Subagya, M. Hum, Drs. FX. Santosa, M.

Hum, Drs. Hery Antono, M. Hum, yang telah membekali banyak ilmu

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

4. Karyawan/karyawati sekretariat program studi Sastra Indonesia.

5. Karyawan/ karyawati Perpustakaan Pusat Universitas Sanata Dharma.

6. Bapak Heruprayitna, Ibu Puji, kedua kakakku, mbak Sekar dan Rahma,

atas dukungan, doa dan harapan yang diberikan kepada penulis.

7. Kedua sahabatku, Yuppy dan mas Kris, yang selalu setia menemani dan

memberi bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2002, antara lain Dwi Supatmi,

Luky, Eko, Yoshua, Wiwik, Lusy, dan Irena, yang selalu memberi

(10)

x

TuhanYang Maha Esa. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada

kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Saran dan

kritik penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kesusa straan Indonesia dan

pembaca pada khususnya.

Yogyakarta,

(11)
(12)
(13)
(14)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat

secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya,

masyarakat dapat memahami perubahan kont radiksi dan

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan

psike (Ratna, 2003: 342). Perilaku sosial dalam ilmu sosial seperti pertukaran status

peranan, interaksi sosial secara keseluruhan, dapat dideteksi melalui proses

pengamatan, dan dapat diindera secara sempurna (Ratna, 2003: 12).

Dalam karya sastra, melalui medium bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan,

keseluruhan perilaku sosial dapat dirasakan adanya (Ratna, 2004 : 12). Novel yang

berjudul Jangan Beri Aku Narkoba (JBAN)secara garis besar memuat penyimpangan

perilaku sosial yang dilakukan tokoh Arimbi dalam hal penyalahgunaan narkoba.

Penyalahgunaan narkoba sebenarnya sudah terjadi sejak zaman nenek moyang kita.

Pada saat itu, jenis narkoba yang dikenal adalah minuman keras, yaitu minuman yang

mengandung alkohol dengan kadar tinggi. Misalnya khamar (Arab), anggur (wilayah

Eropa dan sekitarnya), tuak (daerah Cina-Asia), arak (daerah Melayu/Asia

Tenggara). Di Jepang minuman sake yang pada mulanya dipakai sebagai penghangat

(15)

Jepang, disalahgunakan menjadi minuman keras untuk mabuk- mabukan (Handoyo,

2004: 3).

Persoalannya sekarang, seiring kemajuan zaman dan teknologi sudah banyak

ditemukan jenis obat yang sering disalahgunakan. Bahkan obat-obat anti-alergi

seperti CTM juga dipakai untuk teler (Handoyo, 2004: 3). Akibatnya selain moral

menjadi rusak, nama baik keluarga dan masyarakat tercemar.

Masalah sosial generasi muda ada dua ciri, yaitu keinginan untuk melawan

(radikalisme, delinkuensi) dan sikap penyesuaian yang membabibuta terhadap ukuran

moral generasi tua (apatis) (Sukanto, 1982: 385) Dua persoalan inilah yang akan

diangkat untuk diteliti dalam studi faktor-faktor penyebab penya lahgunanan narkoba

yang dilakukan tokoh Arimbi dalam novel JBAN karya Alberthiene Endah.

Menulis serial lajang kota adalah hiburan tersendiri bagi Alberthiene Endah.

Penulis kelahiran Bandung 16 September ini mengaku menulis novel-novel

Metro-Pop adalah relaksasi di tengah kesibukannya di bidang jurnalistik dan menulis

biografi. Selain novel ringan Jodoh Monica, Cewek Matre, dan Dicintai Jo, penulis

telah menghasilkan novel psikologi, Jangan Beri Aku Narkoba...(JBAN) yang

difilmkan dengan judul Detik Terakhir. Alberthiene Endah berhasil meraih 2

penghargaan, pada Oktober 2004 mendapatkan penghargaan khusus dari Badan

Narkotika Nasional (BNN) dan Fan Campus dalam menanggulangi narkoba, dan Mei

2005, novel JBAN terpilih sebagai juara pertama Adikarya Award 2005 IKAPI

(16)

Narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) sudah menjadi momok yang

merusak, dan bahkan membunuh generasi muda. Ancaman zat adiktif itu pun bisa

muncul dari mana saja. Kenyataan tersebut yang mendorong novelis Alberthiene

Endah untuk menulis novel JBAN, yang diluncurkan di Jakarta. Meski merupakan

kisah fiksi, JBAN memiliki hubungan kuat dengan kisah anak salah seorang pejabat

terkenal di Jakarta. Novel ini memiliki ketebalan 248 halaman. JBAN diterbitkan

Gramedia Pustaka Utama. Novel ini berkisah tentang perjalanan dan proses kejiwaan

pecandu narkoba dalam membebaskan diri dari ketergantungan narkoba di dalam

situasi dan lingkungan yang tidak mendukung (Endah, 2004: www.kompas.co.id ).

Oleh karena itu, penelitian ini akan mengungkapkan penyebab penyalahgunaan zat

psikotropika tokoh Arimbi karena situasi dan lingkungan tidak mendukung.

Persoalan ini relevan dengan masalah sosial yang dialami sebagian generasi muda.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Sosiologi sastra

adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat (Ratna, 2004: 339).

Penelitian ini menganalisis masalah sosial yang terjadi di masyarakat yang

terkandung dalam novel JBAN. Selain itu juga menggunakan pandangan Handoyo

(2004 : 23-24) tentang narkoba beserta sebab-sebab penyalahgunaan baik dari faktor

internal maupun eksternal. Pandangan ini akan digunakan sebagai acuan dalam

mengkaji seluk-beluk penyalahgunaan zat- zat psikotropika. Sebelum melakukan

kajian-kajian sosiologis, penulis terlebih dahulu melakukan analisis terhadap struktur

penceritaan. Hasil dari analisis struktural tersebut dipakai sebagai dasar mengkaji

(17)

dalam novel ini bersumber dari ketidakseimbangan tokohnya, baik dalam keluarga

maupun masyarakat. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan anak-anak muda

sekarang, yang diwakili tokoh Arimbi banyak yang jatuh pada penyalahgunaan

zat-zat psikotropika? Jawabannya akan dibahas dalam penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, masalah-masalah

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah struktur penceritaan dalam novel Jangan Beri Aku

Narkoba karya Alberthiene Endah?

1.2.2 Apa saja faktor-faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika yang

dialami tokoh Arimbi dalam novel Jangan Beri Aku Narkoba karya

Alberthiene Endah?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan struktur penceritaan yang menyebabkan tokoh Arimbi

jatuh pada narkoba dalam novel Jangan Beri Aku Narkoba karya

Alberthiene Endah..

1.3.2 Menjelaskan faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba dalam

(18)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengembangan kritik sastra di Indonesia dengan pendekatan sosiologis.

1.4.2 Manfaat praktis: menambah wawasan tentang permasalahan sosial yang

tergambar dalam karya sastra khususnya nove l Jangan Beri Aku Narkoba

karya Alberthiene Endah.

1.5 Kerangka Pemikiran

1.5.1 Pendekatan Struktural

Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,

seteliti, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua

anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh

(Teeuw, 1984: 135). Dalam penelitian ini akan dipaparkan analisis struktural yang

berkaitan dengan tokoh, latar dan pesan moral, karena ketiga unsur tersebut

berhubungan dengan hal- hal yang menyangkut penyebab penyalahgunaan zat-zat

psikotropika. Ketiga hasil analisis struktur di atas akan menjadi dasar analisis

faktor-faktor penyebab penyalahgunaan zat psikotropika.

1.5.1.1 Tokoh

Tokoh cerita (character) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

(19)

dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nurgiyantoro, 2005: 165). Nur giyantoro

(2005: 176) membedakan tokoh-tokoh cerita dalam karya fiksi atas 5 jenis, yaitu :

tokoh utama-tokoh tambahan, tokoh protagonis-tokoh antagonis, tokoh

sederhana-tokoh bulat, sederhana-tokoh statis-sederhana-tokoh berkembang, sederhana-tokoh tipikal-sederhana-tokoh netral. Dalam

analisis ini peneliti hanya membahas tentang tokoh utama-tokoh tambaha n, karena

dalam novel ini tokoh utama dan tokoh tambahan menjadi fokus yang berkaitan

dengan penyebab penyalahgunaan zat psikotropika.

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang

bersangkutan. Tokoh utama dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua jenis,

yaitu tokoh utama protagonis dan tokoh utama antagonis, karena terdapat tiga tokoh

penting mendominasi cerita yang secara gradasi dapat disebut sebagai tokoh utama

protagonis dan tokoh utama antagonis. Sebaliknya tokoh tambahan adalah

tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itupun

mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek.

Analisis juga memuat tentang karakterisasi tokoh itu sendiri. Dalam analisis

tokoh ini dapat dibedakan ke dalam dua teknik dramatik dan analitik. Penampilan

tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada

drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan

secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Sedangkan teknik analitik,

pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau

(20)

tokoh ini untuk memaparkan sikap, sifat, karakter tokoh-tokoh yang ada

hubungannya dengan penelitian novel JBAN ini.

1.5.1.2 Latar

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiantoro, 2005: 216). Latar

memberikan pijakan cerita yang konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan

kesan realitis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah

sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran,

ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab

(Nurgiantoro, 2005: 217).

Latar dibedakan dua jenis, yaitu latar netral dan latar spesifik/tipikal. Latar

netral adalah latar yang sesungguhnya tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang

menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang dapat membedakannya

dengan latar- latar lain. Sifat yang ditunjukkan latar netral adalah sifa t umum,

misalnya desa, kota, pasar, hutan yang dapat berlaku di mana saja. Latar spesifik/

tipikal adalah latar yang memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang

menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial (Nurgiantoro, 2005: 221). Dalam

penelitian ini akan dianalisis latar netral, yaitu latar tempat, waktu dan sosial, karena

ketiga unsur latar tersebut menjelaskan latar yang bersifat umum tanpa menonjolkan

(21)

ini, sebagai pijakan menghubungkan lingkungan sosial cerita dan ketipikalannya

berdasarkan fakta cerita, berkaitan dengan sebab-sebab penyalahgunaan zat

psikotropika yang dilakukan tokoh Arimbi.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam

sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang di pergunakan mungkin berupa tempat-tempat

dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata,

misalnya Magelang, Yogyakarta, Juranggede, Cemarajajar, Kramat, Grojogan, dan

lain- lain yang terdapat di dalam Burung-burung Manyar. Tempat dengan inisial

tertentu, biasanya berupa huruf awal (kapital) nama suatu tempat, juga menyaran

pada tempat tertentu, tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri, misalnya kota M,

S, T, dan desa B seperti dipergunakan dalam Bawuk. Latar tempat tanpa nama jelas

biasanya hanya berupa peneyebutan jenis dan sifat umum tepat- tempat tertentu,

misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan sebagainya

(Nurgiantoro, 2005: 227). Fungsi dari analisis latar tempat ini untuk mengetahui

tempat-tempat dimana tokoh utama mengenal dan menyalahgunakan narkoba

Latar Waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan

dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2005: 230). Masalah waktu dalam karya

naratif bermakna ganda; di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu

(22)

terjadi dan dikisahkan dalam cerita (Genette via Nurgiyantoro, 2005: 231). Ada juga

karya sastra yang sama sekali tidak menonjolkan waktu historis, dan novel JBAN ini

tidak menonjolkan waktu historis tapi lebih fokus pada kisah nyata yang dibuat fiksi

oleh Alberthiene Endah tanpa mengurangi sisi faktanya. Fungsi dari latar waktu ini

untuk mengetahui kapan terjadinya transaksi narkoba dan si tokoh utama

mengkonsumsi narkoba dalam penyalahgunaan narkoba.

Latar sosial menyaran pada hal- hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata

cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain- lain yang tergolong latar

spiritual seperti dikemukakan sebelumnya (Nurgiyantoro, 2005: 233-234). Analisis

Latar sosial novel JBAN mencakup kebiasaan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan

status sosial yang mempengaruhi tokoh Arimbi terjerumus dalam narkoba. Fungsi

dari latar sosial ini intuk mengetahui dan memahami kebiasaan hidup, cara berpikir

dan bersikap dalam kehidupan sosial, khususnya dalam penelitian ini yaitu ruang

sosial si tokoh melakukan penyalahgunaan narkoba.

1.5.1.3 Amanat

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang

yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah yang

(23)

cerita adalah saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat

praktis, yang dapat ditafsirkan lewat cerita tersebut oleh pembaca. Ama nat

merupakan semacam petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal

yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti : sikap, tingkah laku, sopan

santun pergaulan. Melaui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca

diharapkan mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang diamanatkan pengarang

(Kenny via Nurgiyantoro, 2005: 321).

Amanat yang berupa pesan-pesan moral dibedakan dua wujud, yaitu pesan

religius dan kritik sosial. Pesan moral yang berwujud moral religius menjunjung

tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam harkat dan martabat serta

kebebasan pribadi yang dimiliki manusia. Sastra yang mengandung pesan kritik-

dapat juga disebut sastra kritik- biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi

hal- hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat (Nurgiyantoro,

2005: 331). Dalam penelitian amanat Novel JBAN ini akan dianalisis masalah sosal.

Fungsi dari analisis amanat yang mengndung unsur sosial ini untuk membuktikan

hal- hal yang menyimpang dari ajaran sosial keluarga maupun lingkungannya dalam

novel JBAN ini. Peneliti akan mendeskripsikan amanat atau pesan yang sesuai

dengan sifat-sifat kemanusiaan yang dapat dipetik manfaatnya.

1.5.2 Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan

(24)

selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan yang telah

menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas- luasnya, dan tidak

hanya dirinya sendiri. Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal balik yang

rumit dari faktor-faktor sosial dan kultural, dan karya sastra itu sendiri merupakan

obyek kultural yang rumit (Damono,1978 : 4).

Ada dua kecenderungan pokok dalam penelitian sosiologis terhadap karya

sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan anggapan bahwa karya sastra

merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Kedua, pendekatan yang

mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelahan dengan metode analisis teks

untuk mengetahui strukturnya, untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang

di luar sastra (Damono via Pradopo, 2002 : 258)

Sosiologi sastra dapat juga diklasifikasikan dalam 3 hubungan yang bersifat

deskriptif (bukan normatif) yaitu sosiologi pengarang, profesi pengarang dan intuisi

sastra. Masalah yang berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar

belakang sosial, status pengarang dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai

kegiatan pengarang di luar sastra. Kedua, adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal- hal

lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial.

Terakhir adalah permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Sejauh mana

karya sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan

perkembangan sosial (Wellek dan Warren, 1989: 111)

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra yang

(25)

menggunakan salah satu model analisis sosiologi karya sastra yaitu menganalisis

masalah- masalah atau gejala sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri,

khususnya masalah sosial tokoh utama dala m novel JBAN ini. Masalah atau gejala

sosial yang dianalisis berdasar pada hubungan yang bersifat deskriptif, yaitu

menganalisis isi karya sastra itu sendiri, tujuan serta hal- hal yang tersirat dalam karya

sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial.

1.5.3 Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Zat-Zat Psikotropika

Penyalahgunaan zat- zat psikotropika disebabkan oleh banyak faktor, baik

faktor internal maupun eksterna l. Penyebab penyalahgunaan zat- zat tersebut dilihat

dari faktor internal: faktor keluarga, ekonomi, dan kepribadian, dilihat dari faktor

eksternal yaitu faktor pergaulan bebas dan faktor penyebaran, penghasil, dan

undang-undang narkotika.

1.5.3.1 Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor

internal yang dapat mempengaruhi seseorang menyalahgunakan zat psikotropika

antara lain faktor keluarga, ekonomi, dan kepribadian (Handoyo, 2004: 23). Fungsi

dari analisis faktor internal adalah mengungkapkan apa yang menjadi penyebab

(26)

1.5.3.1.1 Keluarga

Jika hubungan seseorang dengan keluarga kurang harmonis (broken home),

maka seseorang akan lebih mudah merasa putus asa dan frustasi. Akibat lebih jauh,

orang itu akhirnya mencari kompensasi di luar rumah dengan menjadi konsumen

narkoba (Handoyo. 2004 : 23)

1.5.3.1.2. Ekonomi

Untuk dapat memperoleh narkoba harus mengeluarkan banyak uang, karena

harganya yang cukup mahal. Seseorang yang secara ekonomi cukup mamp u, tetapi

kurang memperoleh perhatian yang cukup dari keluarga atau masuk dalam

lingkungan pergaulan yang salah, akan lebih mudah terjerumus menjadi pengguna

narkoba (Handoyo, 2004 : 23).

1.5.3.1.3 Kepribadian

Kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku orang

tersebut. Apabila keperibadian seseorang kurang baik, labil, dan mudah terpengaruh

orang lain, maka akan lebih mudah terjerumus ke dalam jurang narkoba. Beberapa

hal yang dapat menyeret orang yang kepribadiannya lemah ke dalam lembah narkoba,

antara lain : adanya kepercayaan bahwa narkoba dapat mengatasi semua persoalan,

harapan dapat memperoleh kenikmatan dari efek narkoba yang ada untuk

(27)

tahu, dan juga kemampuan untuk menolak ajakan negatif masih rendah (Handoyo,

2004 : 23-24).

1.5.3.2 Faktor Eksternal

Bentuk faktor eksternal dari penyalahgunaan narkoba dalam penelitian ini

berasal dari berbagai faktor, antara lain; faktor pergaulan, faktor penyebaran

penghasil, dan undang- undang narkotika. Dalam analisis ini kedua hal tersebut akan

dipaparkan sesuai dengan kondisi negara Indonesia sekarang ini. Fungsi analisis

faktor eksternal adalah mengungkapkan penyebab penyalahgunaan zat psikotropika

yang dilakukan tokoh utama dari luar dirinya terutama dalam pergaulan yang kurang

terkontrol.

1.5.3.2.1 Faktor Pergaulan Bebas

Faktor eksternal cukup kuat mempengaruhi seseorang untuk

menyalahgunakan narkoba. Faktor ini berasal dari luar seorang, seperti faktor

pergaulan. Jika seseorang bergaul sembarangan, artinya masuk ke dalam pergaulan

anak-anak yang menjadi pengguna narkoba bisa berakibat fatal. Terlebih lagi bagi

seorang yang memiliki mental dan kepribadian yang cukup lemah akan lebih mudah

terjerumus (Handoyo, 2004 : 24).

Hal ini berkaitan pula karena kebebasan yang terlalu bebas atau biasa dikatakan

pergaulan bebas. Kebebasan adalah dasar kedewasaan moral dan independensi

(28)

manusia (Abdullah, 1986: 33). Jika kebebasan tersebut disalahgunakan dan tanpa

tanggung jawab maka moral pun menurun karena pergaulan bebas yang dijalani..

1.5.3.2.2 Faktor Pembuatan, Penyebaran, dan Undang -Undang Narkotika

Negara Indonesia dari waktu ke waktu seolah menjadi daerah tujuan favorit

atau langganan sindikat narkoba internasional karena melibatkan orang asing.

Sindikat mereka diduga sudah malang- melintang dan tersebar di Indonesia. Benang

merah tersebut terungkap dari berbagai kasus yang telah terungkap Sebagian dari

kasus tersebut ternyata melibatkan orang asing, terutama di Bali, sebagai daerah

tujuan wisata yang cukup dikenal di dunia internasional, ternyata Pulau Dewata juga

menyedot perhatian sindikat jaringan narkoba internasional. Bali ternyata juga

menjadi surga aktivitas illegal, terbukti Bali yang selama ini menjadi pintu masuk

orang asing ke Indonesia, juga dimanfaatkan untuk peredaran narkoba. Di Indonesia

sendiri, justru terkenal sebagai penghasil ganja. “kalau untuk ganja, seratus persen di

pasok dari dalam, terutama Aceh” kata Indradi, salah seorang pengamat narkotika

(Noname, 2005: www.bnn.go.id). Jakarta juga kota yang nyaman untuk peredaran

narkoba, misalnya daerah segitiga CIKAGO (Cikini, Kali Pasir, Gondangdia) ketiga

kampung ini masuk dalam ‘daerah merah’ narkoba (noname, 2005: www.bnn.go.id).

Pada tahun 1977, menteri kesehatan mengeluarkan empat buah surat

keputusan mengenai penciptaan bahan narkotika, penunjukan laboratorium

pemeriksaan narkotika, penetapan alat dan bahan di bawah pengawasan, dan

(29)

perundang-undangan yang ada sudah tidak sesuai dengan situasi, maka dikeluarkan

undang-undang baru, yaitu Undang-undang Republik Indonesia nomor 22 Tahun

1997 tentang narkotika, dan Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1997

tentang psikotropika.

Tujuan pengaturan narkotika dan psikotropika berdasarkan pasal 3, UU No.

22/1997 dan pasal 3, UU no.5/1997 sebagai berikut.

1) Menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan/ atau pengembangan ilmu penegetahuan.

2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.

3) Memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika (Handoyo, 2004: 9-10)

Larangan berdasarkan undang-undang narkotika ini tidak bisa mempengaruhi

aktivitas transaksi pengedar-pemakai. Walaupun peraturan hukum tentang narkotika

diterapkan sekeras-kerasnya, masih banyak bandar, pengedar dan pemakai yang

belum tertangkap, sehingga perputaran penyalahgunaan narkoba masih berlanjut

sampai tahun ini.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas,

langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat berikutnya (Ratna,

2003 : 34). Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu

(30)

etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan (Ratna, 2003 : 53). Peneliti

menganalisis struktur novel dan dilanjutkan dengan menguraikan penyebab

penyalahgunaan zat psikotropika oleh tokoh utama berdasar pada teori yang

digunakan.

1.6.3 Teknik Penelitian

Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dengan tahap pengumpulan data dan

penganalisisan data. Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik

simak dan catat, penyimakan terhadap isi dari novel tersebut kemudian dilanjutkan

dengan teknik catat pada kartu data. Teknik catat maksudnya pencatatan data yang

digunakan dengan alat tulis tertentu, sedangkan kartu data berupa kertas dengan

ukuran dan kualitas apapun dapat digunakan asal mampu memuat, memudahkan

pembacaan dan menjamin data (Sudaryanto, 1988 : 58). Peneliti mencatat hal- hal

yang berhubungan dengan penyalahgunaan zat- zat psikotropika yang dilakukan tokoh

Arimbi. Data yang telah tercatat dikumpulkan kemudian dianalisis menurut

sebab-sebab si tokoh terjun ke narkoba yang menghancurkan masa mudanya, lalu

(31)

1.6.4 Sumber Data Primer

Judul buku : Jangan Beri Aku Narkoba

Pengarang : Alberthiene Endah

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tebal Buku : 248 hlm :21 cm

Tahun Terbit : 2004

I.6.5 Sumber Data Sekunder

Dalam analisis ini peneliti menggunakan buku teori tentang narkoba yang di

tulis oleh Ida Listyarini Handoko. Teori ini sebagai acuan dalam menganalisis

faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba tokoh Arimbi. Selain buku di atas peneliti

menggunakan teori dari internet, buku sosiologi murni dan sastra maupun buku

psikologi lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penelitian ini sebagai berikut. Bab I pendahuluan berisi

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II berisi uraian struktur

penceritaan yaitu penokohan dan karakterisasi, alur, latar/setting, dan amanat moral

dari novel tersebut. Bab III berisi pembahasan tentang faktor-faktor penyebab

(32)

19

Penganalisisan unsur- unsur intrinsik dalam bab ini meliputi tokoh, latar, dan

amanat. Analisis tokoh dalam penelitian ini didasarkan pada pembedaan tokoh

berdasar pada frekuensi kemunculannya, menjadi tokoh utama dan tambahan. Tokoh

utama meliputi Arimbi, Mama, dan Papa. Tokoh tambahan meliputi Rajib, Vela, dan

Dokter Gunawan.

2.1 Tokoh

Pelaku cerita tidak lepas dari watak atau karakternya. Mulai dari kebiasan

hidup yang menampilkan sikap, sifat dan perilaku dari si tokoh dalam novel JBAN ini

yang merupakan bukti dari penyalahgunaan narkoba yang dilakukan tokoh Arimbi

(tokoh utama). Selain tokoh utama (Arimbi; protagonis) dan Mama dan Papa Arimbi

(antagonis) akan dibahas juga tokoh tambahan (Rajib dan Vela). Pembahasan tokoh

ini terbatas pada penyebab penyalahgunaan narkoba yang berkaitan dengan beberapa

tokoh. Karakter tokoh-tokoh dalam novel JBAN ini oleh pengarang digambarkan

dengan dua metode analitik dan metode dramatik, novel JBAN akan dibahas berdasar

(33)

2.1.1 Tokoh Utama

Tokoh utama atau tokoh yang dimunculkan terus menerus dalam nove l JBAN

ini adalah Arimbi, Mama, dan Papa. Ketiga tokoh ini selalu muncul dalam setiap bab

cerita dan selalu mendominasi penceritaan kisah, oleh karena itu ketiga tokoh

memegang peranan penting dalam struktur penceritaan dan pantas disebut sebagai

tokoh utama. Tokoh utama dalam novel JBAN terdiri dua jenis yaitu tokoh

protagonis (Arimbi) dan antagonis (Mama dan Papa). Tokoh protagonis maupun

antagonis ini diklasifikasikan sebagai tokoh utama. Dalam novel JBAN ini tokoh

utama protagonis, Arimbi, merupakan tokoh yang menjadi fokus permasalahan dalam

penelitian penyalahgunaan narkoba ini. Sedangkan dua tokoh utama antagonis, Mama

dan Papa, merupakan tokoh yang selalu menentang tokoh protagonis baik secara fisik

maupun batin

2.1.1.1 Tokoh Utama Protagonis: tokoh Arimbi

Arimbi adalah seorang anak pengusaha sukses yang terkenal di masyarakat,

pengarang menggambarkannya secara dramatik, berikut kutipannya:

(1) Rajib sempat memberitahu saya latar belakang Arimbi, dan saya sangat kaget. Orangtuanya sangat populer. ”Pasangan Ruslan Suwito dan Marini Ruslan. Pengusaha papan atas yang punya pamor sangat baik di mata khalayak” (hlm.12).

Arimbi termasuk gadis keras kepala. Dia berkeinginan keras menjadi kurir

narkoba agar bisa pergi jauh dengan Vela, teman lesbiannya. Pengarang

(34)

(2) ”Saya tidak main- main. Saya serius. Jadikan saya kurir. Saya butuh uang. Saya tak akan melakukan ini di tempat kami tinggal nanti. Saya hanya melakukan ini dua atau tiga minggu saja. Saya butuh uang, ” kata saya memohon (hlm 166).

Arimbi memiliki sifat emosional, terlebih jika menyangkut narkoba. Pengarang

menggambarkannya secara dramatik. Berikut kutipannya:

(3) ” Ibu bodoh. Narkoba hanya akibat. Problem saya bukan itu. Ibu jangan mengkambinghitamkan narkoba. Dia tidak pernah eksis, kalau tidak ada manusia- manusia brengsek penyebab keinginan itu muncul!” (hlm. 118)

(4) ” Kalau begitu, Ibu harus mengajar semuanya. Teman-teman saya di luar sana, orangtua saya, lingkungan saya, semua! Jika saya merupakan bagian dari itu semua, kenapa hanya saya yang disudutkan!” saya lebih emosi (hlm 118)

(5) ” Lantas apakah saya tidak cukup alasan untuk dibereskan? Kenapa Mama menebus saya? Saya yang bersalah! Saya yang memaksa Rajib memberi pekerjaan untuk saya! Dia tidak sepantasnya dipukuli, Ma!” saya menjerit-jerit emosi dalam mobil (hlm.193)

Arimbi merasa frustasi karena ketidakseimbangan kehidupannya dalam

keluarga dan lingkungan masyarakat. Kekayaan tidak menjamin hidupnya bahagia

yang diinginkan. Pengarang menggambarkannya secara dramatik. Berikut kutipannya

(6) ... Saya sudah kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan hidup yang saya inginkan. Ketahuilah, Mbak, saya tak mau lagi menjadi anak mereka. Tak ingin segala kemewahan yang ada di rumah ini. Saya hanya mau menjadi diri sendiri (hlm. 204)

Arimbi menjadi lesbian karena pergaulannya. Pengarang menggambarkan secara

analitik, berikut kutipannya:

(35)

berubah dengan cepat dan tak lagi tertata. Kami bergerak, berguling, menusuk, meremas (hlm. 72)

(8) ... Saya tak perlu bertanya-tanya lagi tentang perasaan yang menjalar di tubuh saya setiap kali melihat perempuan menarik. Saya tahu , saya berbeda. Saya berani mengatakan bahwa saya lesbian. Tapi seperti juga merahasiakan bahwa saya pemakai, saya tak mau berterus terang bahwa saya lesbian (hlm. 89)

Arimbi merasa tidak nyaman dalam keluarga karena orangtua nya sering

bertengkar. Pengarang menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya :

(9) Sebab di rumah saya kerap ada pertunjukkan lenong di pagi hari. Lenong pertengkaran. (hlm.32)

(10) Pertengkaran itu selalu berulang.

Mama di pukul lagi, berdarah lagi, menyerah lagi, lantas mereka bulan madu lagi. (hlm 42)

Arimbi masih memiliki perasaan halus walaupun ia tidak senang dengan sifat

mamanya. Pengarang menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(11) Tapi, meskipun benci, saya selalu tak sampai hati pada mama. Terutama karena bisa saya bayangkan bagaimana rasa sakitnya.(hlm. 35)

Kondisi keluarga yang tidak harmonis membuat Arimbi bebas berperilaku,

suka bermain dengan teman-teman sekolahnya dan malas belajar. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(36)

Arimbi memiliki sifat pembohong pada orangtua. Pengarang menggambarkan

secara analitik, berikut kutipannya:

(13) Ternyata berbohong adalah pelepasan yang menyenangkan. O, betapa laknat kejujuran yang membiarkan remaja-remaja seperti diri saya hanya menjadi boneka goblok di rumah sendiri. (hlm 51)

(14) Saya mulai sering membohongi mama dengan mengatakan ujian akhir memerlukan belajar bersama yang lebih intensif. Lagi- lagi, rumah Helena menjadi kambing hitam (hlm. 40)

Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Arimbi merupakan anak

dari pengusaha sukses yang terkenal di masyarakat (kutipan 1). Arimbi memiliki sifat

keras kepala (kutipan 2). Arimbi memiliki sifat emosional (kutipan3, 4, dan 5). Dia

merasa frustasi karena ketidakseimbangan hidupnya (kutipan 6). Arimbi seorang

lesbian (kutipan 7 dan 8). Dia merasakan ketidaknyamanan karena orantua sering

bertengkar (kutipan 9dan 10). Arimbi memiliki perasaan halus (kutipan 11) Arimbi

menjadi pemalas dan suka bemain dengan teman-temannya (kutipan 12) Arimbi

memiliki sifat pembohong (kutipan 13 dan 14 ).

Melalui gambaran kehidupan, sifat dan sikap Arimbi di atas secara langsung

maupun tidak langsung baik melalui dialog maupun penjelasan dapat membuktikan

bahwa Arimbi merupakan tokoh utama yang dikategorikan protagonis, tokoh yang

menjadi fokus cerita bersifat protagonis. Tokoh Arimbi ini bukan tokoh yang bersifat

’hero’ seperti pengertian sesungguhnya dari tokoh protagonis, peneliti

mengkategorikan sebagai tokoh utama protagonis karena simpati dengan tokoh ini,

(37)

tokoh inilah yang mengungkapkan banyak visi isi cerita. Pengarang menggunakan

metode dramatik dan analitik dalam menggambarkannya secara bervariasi.

2.1.1.2 Tokoh Utama Antagonis: tokoh Papa

Papa, sebutan ayah yang dipakai Arimbi adalah pengusaha pemilik bisnis

properti, kelapa sawit di Sumatra dan usaha ritel di Jakarta. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(15) Begitu mengerti kata-kata, saya langsung tahu ayah, yang saya panggil papa, adalah pemilik bisnis perkebunan kelapa sawit di Sumatra, dan usaha ritel di Jakarta (hlm. 25).

Papa Arimbi penggemar barang-barang mahal, misalnya jas Armani atau

Zegna, dasi Prada, belasan sepato Tod’s, bahkan memiliki dua handphone dan satu

communicator. Dia terlalu sibuk, waktu untuk keluarga hanya sedikit. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(16) Papa penggemar penampilan mewah. Dia mengenakan jas Armani atau Zegna setiap hari. Dasinya Prada. Papa memiliki belasan sepatu Tod’s. Membawa tas kerja hermes. Dia mempunyai dua handphone dan satu communicator. Tiap malam dia membaca The Jakarta Post, Times,dan Business Week. Jika sudah bosan papa menonton CNN. Dia hanya menyisihkan sedikit waktu untuk mengobrol dengan mama. Dan mungkin hanya sekali dalam seribu pertemuan kami, dia mendaratkan ciuman di pipi saya (hlm.30).

Papa Arimbi bukan seorang suami yang setia, buktinya ia selingkuh dengan

seorang model yang bernama Angela. Pengarang menggambarkannya secara analitik,

(38)

(17) Papa tertawa dengan wajah remaja. Tangan kanannya melingkardi pinggang Angela yang sudah berbalut jaket jins dan celana ketat bahan kulit. Keduanya masuk mobil (hlm. 50).

Papa memiliki sifat pemarah dan suka memukul. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(18) Papa menjambak rambut mama dengan tangan kiri, dan menariknya kebelakang sehingga posisi tubuh mama melekung ke belakang dengan wajah tengadah (hlm. 39).

(19) ...Tahu-tahu saya melihat papa menarik sedikit tangan Mama. Lalu memelintirnya (hlm. 108)

Papa Arimbi pun sering tidak menepati janji. Pengarang menggambarkannya

secara dramatik, berikut kutipannya:

(20) Dan dia biasanya mengumbar janji kosong. ” Saya usahakan bisa makan malam di rumah,” katanya lagi. ” Cuaca sepertinya sedang cerah. Petang yang enak untuk diving. Saya akan selesai sebelum pukul tujuh”. Janji seperti ini kebanyakan tak pernah ditepati (hlm. 44).

Papa orang yang suka memaksakan kehendak pada keluarga. Pengarang

menggambarkannya secara dramatik, berikut kutipannya:

(21) Mama bergerak sedikit. ”Saya tidak pergi,” katanya pendek. Papa menoleh. ”Tidak pergi?”

”Saya kan sudah bilang , saya sakit. Kamu bisa pergi berdua dengan Arimbi. Atau siapa pun. Kamu tinggal memilih,” jawab mama cepat. ”Tapi nanti ada Haryo, Bimo, Glen. Semua dengan anak dan istri. Gila

apa tiba-tiba tak jadi ikut!” suara Papa melengking (hlm 38)

(39)

(23) ” Bukan. Kamu akan dikirim ke Los Angeles segera. Kami sudah berpikir ke sana kemari dan berpikir bahwa satu-satunya jalan terbaik untukmu adalah memberikan suasana yang benar-benar baru untukmu... Saya terenyak (hlm. 217).

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Papa Arimbi

seorang pengusaha kaya yang memiliki bisnis perkebunan sawit di Sumatra dan

usaha ritel di Jakarta ya ng menyukai barang-barang mahal (kutipan 15 dan 16). Selain

itu Papa Arimbi juga bukan suami yang setia (kutipan 17). Papa Arimbi juga

memiliki sifat pemarah dan suka memukul pada keluarga (kutipan 18 dan 19)

Dia juga papa yang tidak pernah menepati janji (kutipan 20). Memiliki sikap

memaksakan kehendak (kutipan 21 dan 22 dan 23).

2.1.1.3 Tokoh Utama Antagonis: Tokoh Mama

Mama Arimbi seorang ibu yang suka berfoya- foya dan bergaya hidup mewah.

Pengarang menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(24) Mama sering ke luar negeri. Ketika dia pulang, pembantu-pembantu di rumah akan sibuk mengangkut belasan tas atau kardus yang di boyong mama. Bisa dipastikan dari sepuluh bungkusan yang dibawa mama, tiga diantaranya adalah jatah saya (hlm 26).

(25) Ibu saya perempuan yang mudah tertawa dengan uang (hlm.35).

Secara fisiologis mama Arimbi wanita yang bertubuh langsing, ramah dan

menarik. Pengarang menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(40)

Mama Arimbi mempunyai bisnis event organizer di bidang pameran lukisan

dan memiliki kantor mewah di dekat rumah. Pengarang menggambarkannya secara

analitik, berikut kutipannya;

(27) Dia punya bisnis event organizer, terutama bergerak di bidang pameran lukisan. Di rumah kami, ada le mari besar khusus untuk brosur pameran, dokumen undangan, juga etek bengek lainnya. Mama punya kantor sendiri. Tak jauh dari rumah. Masih di sekitar kawasan mewah Kebayoran Baru. Tentu, kantornya lebih kecil dari rumah saya. Tapi sangat nyaman dan mewah (hlm 30).

Di mata masyarakat mama Arimbi dikenal dan disegani masyarakat. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya:

(28) Mama tahu, bagaimana menjual daya tarik. Nama dan wajahnya cukup dikenal di ibukota. Citra dirinya cukup baik. Saya melihat itu dari bunyi artikel dengan judul yang merdu tentang mama di majalah-majalah terkemuka. Setiap kali kami bepergian berdua, saya juga melihat senyum penuh tabik dari banyak orang kepada Mama. Mama orang yang sangat dihargai (hlm.31).

Mama Arimbi seorang wanita yang lemah. Pengarang menggambarkannya

secara analitik, berikut kutipannya;

(41)

Mama Arimbi juga seorang pemarah dan suka menampar. Pengarang

menggambarkannya secara dramatik, berikut kutipannya ;

(30) ”Mengaku kamuuu!” Mama mendekat. Matanya menyala nyala. Saya melihat kemarahan yang hebat. Dia seperti terbakar.

”Jangan bohongi Mama! Kamu sudah jadi pecandu narkotika, ya?” suaranya menggelepar. Dia maju lagi selangkah. Dan tiba-tiba saja sesuatu yang pedih menyambar salah satu pipi saya. Mama menampar (hlm 95).

(31) ” ...Dengar, Ari, pecandu narkoba bisa menjadi orang-orang yang pasif. Yang tak tahu harus berbuat apa jika tidak disuruh. Mereka tidak bisa memimpin, tidak punya inisiatif, tidak bisa mengeluarkan ide. Mereka jadi Bodoh! Nafas Mama kini agak tersengal. Dia menjadi sangat emosional (hlm. 196).

Mama Arimbi memiliki sifat individualistis. Dia tidak pernah memikirkan

perasaan Arimbi sebenarnya, statusnya yang penting. Pengarang menggambarkannya

secara dramatik. Berikut kutipannya:

(32) Dan jangan sampai ada yang tahu. Ini aib. Mau dikemanakan muka Mama, muka Papa! Ayahmu orang yang sukses, ibumu akatif di mana mana. Apa kata orang, kalau tahu kamu jadi seperti ini! (hlm. 196).

(33) Sekarang, kamu sudah ada di rumah ini. Kami sudah menyiapkan program penyembuhan untukmu. Please, jangan merusak semua pertolongan kami. Sekali ini saja, kasihanilah Papa dan Mama...” Mama menggeleng-gelengkan kepalanya (hlm. 196).

Mama Arimbi ternyata juga bukan istri yang setia. Dia selingkuh dengan

seorang pelukis yang kebetulan lukisan- lukisannya sering dia pamerkan lewat bisnis

(42)

(34) Setelah Papa pergi, Mama menelepon kekasihnya. Lebih lama. Berjam-jam. Mengutuk Papa. Tertawa. Menertawai nasibnya. Lalu menggoda kekasihnya. Tertawa lagi (hlm. 108)

(35) ”Tapi dia langsung pergi bersama pria itu. Itu lho pelukis yang naksir ibu Non itu!” (hlm. 92).

Berdasarkan pada kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Mama

Arimbi adalah seorang wanita yang suka berfoya-foya dan bergaya hidup mewah

(kutipan 24 dan 25). Secara fisiologis Mama Arimbi memiliki tubuh yang langsing,

ramah dan menarik (kutipan 26). Memiliki bisnis event organizer bidang pameran

lukisan (kutipan 27). Mama Arimbi wanita terkenal dan disegani dalam masyarakat

(kutipan 28). Mama Arimbi wanita yang lemah (kutipan 29). Dia ibu yang memiliki

sifat pemarah (kutipan 30 dan 31). Mama Arimbi seorang individualistis (kutipan 32

dan 33. Dia seorang istri yang tidak setia (kutipan 34 dan 35).

2.1.2 Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang frekuensi pemunculannya lebih sedikit

secara keseluruhan, namun berkaitan erat dan sangat mendukung tokoh utama.

Walaupun pemunculannya tidak sentral, pengaruh tokoh tambahan terhadap tokoh

(43)

2.1.2.1 Tokoh Rajib

Rajib adalah seorang pengedar narkoba bukan pemakai. Dia mengedarkan

narkoba untuk membiayai kuliahnya dan menghidupi keluarganya. Pengarang

menggambarkannya secara dramatik, berikut kutipannya :

(36) Kalau kamu pengen masalah kamu berhenti, hirup ini sampai bubuknya hilang. Kalau kamu memang nggak punya beban apa-apa, buang saja. Atau cicipin buat main- main. Asyik lagi! Yang lain udah pada nyobain. Efeknya lebih asyik dari rokok. Cobain deh di WC (hlm. 63)

(37) Rajib mengangkat bahu. ”Ibu saya mengudap penyakit asma yang parah, adik saya kelaparan. Ini bukan bahaya. Ini jalan keluar.” (hlm. 77).

(38) Dia bukan pelajar disini. Konon kabarnya dia hanya alumni. Dan di senang bertandang ke sekolah ini, setelah pulang kuliah. Entah dia kuliah dimana. Dia juga sering melatih basket. Para guru, beberapa sangat akrab dengannya. Kabarnya dulu dia siswa yang berprestasi. Anak-anak sekolah ini memanggilnya Rajib. Beberapa teman saya sering bertemu dengannya (hlm. 62).

Dulu Rajib adalah pacar Vela sebelum Arimbi mengenalnya. Pengarang

menggambarkannya secara dramatik, berikut kutipannya;

(39) ”Saya dulu pacaran dengan Rajib,” kata Vela ketika suatu siang kami telah melewati gelinjang penuh keringat (hlm. 73)

Rajib juga laki- laki yang penyayang, walaupun ia pernah disakiti Arimbi

karena telah menghancurkan Vela, ia tetap memperhatikan Arimbi. Dia menyuruh

salah satu teman wartawannya ke Panti tempat Arimbi didetoksifikasi untuk

mencegah Arimbi bunuh diri. Pengarang menggambarkannya secara dramatik,

(44)

(40) ”Rajib mempercayai saya untuk datang ke sini,” akhirnya hanya itu yang meluncur dari bibir saya.

Kamu wartawan?”

Saya mengangguk. ”Tapi saya ke sini bukan dalam urusan pekerjaan saya. Saya hanya ingin bertemu denganmu.”

Arimbi tertawa pelan. Serak. Wajahnya dipenuhi semburat merah. Dia tertawa dengan penuh emosi. ”Rajib selalu tepat menebak kapan saya akan bunuh diri!” Saya terperanjat (hlm.19).

Rajib termasuk orang yang bisa menepati janji dalam mengenalkan cara baru

mengkonsumsi narkoba Pengarang menggambarkannya secara analitik, berikut

kutipannya;

(41) Janji Rajib bahwa saya akan menemukan penghiburan yang lebih dahsyat dalam kelompok ini ternyata benar. Dari Vela, saya mendapat masukan baru tentang cara menyuntik (hlm. 70).

Walaupun sebagai pengedar, Rajib orang yang baik dan suka melindungi,

terutama pada Vela dan Arimbi saat mereka melarikan diri dari panti. Rajib

melindungi dan menghidupi mereka di rumah kontrakannya. Pengarang

menggambarkannya secara analitik, berikut kutipannya;

(42) Vela tahu, dia telah menjadi kekasih Rajib. Tapi dia tidak merasakan getar apa-apa. Yang dia tahu, semakin hari Rajib semakin melindungi dirinya (hlm. 79)

(43) Kami tinggal di rumah kontrakan Rajib untuk sementara. Kami tidak keluar rumah, karena takut ditemukan orang-orang yang kami kenal. Rajib memberi kami ruang tidur yang tak lain adalah kamarnya sendiri (hlm.161)

(44) Rajib juga berbaik hati membelikan kami bebrapa potong baju dan celana dalam (hlm 161).

(45)

dengan membawa tiga bungkus nasi lengkap dengan lauk-pauk (hlm. 161).

Melihat kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa Rajib seorang

pengedar (kutipan 36, 37 dan 38). Dulu dia pacaran dengan Vela (kutipan 39). Rajib

juga seorang laki- laki penyayang (kutipan 40).Dia juga seorang laki- laki yang bisa

menepati janji (kutipan 41). Walaupun pengedar dia orang yang baik hati, suka

melindungi (kutipan 42, 43, 44, dan 45).

2.1.2.2 Tokoh Vela

Vela adalah teman Arimbi dan Rajib. Secara fisiologis dia bertubuh kurus,

cantik, dan keturunan Menado-Belanda. Pengarang menggambarkannya secara

analitik, berikut kutipannya;

(46) Ada delapan orang yang berkumpul dengan paras yang sama. Bolong dan tidak peduli. Satu diantaranya seorang gadis yang bertubuh sangat ceking. Rambutnya kemerahan dengan paras yang sangat manis. Dia berdarah Menado-Belanda. Namanya Vela. Entah kenapa saya langsung menyenanginya. Terlebih karena matanya yang sayu dan lemah. Dia menggenggam tangan saya dengan kencang ketika kami berkenalan (hal. 70).

Vela gadis yang mudah mengambil hati, dengan keramahannya dia berhasil

membujuk Arimbi untuk datang ke kostnya. Pengarang menggambarkan secara

dramatik, berikut kutipannya;

(46)

Dia sama seperti Arimbi, seorang pemakai narkoba. Pengarang

menggambarkan secara dramatik, berikut kutipannya;

(48) ”Kamu terlalu lama. Saya sudah sakaw.... ,” katanya dengan suara bergetar. Keringat di dahinya sebesar butiran jagung. Dia tidak menyalakan api. Tidak meyiapkan aluminium foil seperti layaknya orang yang siap menikmati shabu (hlm.71).

(49) ”Saya menyimpan sedikit,” katanya sambil menarik laci di meja rendahnya. Selipat kertas putih kecil. Dia membukanya dengan hati-hati. Menjaga isi dalamnya agar tak jatuh. Serbuk put ih itu (hlm. 72).

Vela mempunyai sifat menimpakan kesalahan ke orang lain. Ia menyalahkan

Arimbi yang menyebabkan dia dan Rajib lebih menderita. Pengarang

menggambarkan secara dramatik. Berikut kutipannya:

(50) ”...Orang-orang seperti kamu banyak memanipulasi keadaan untuk menghancurkan diri. Kamu lari pada narkoba untuk mendapatkan keberanian palsu. Mencari jalan keluar. Kamu datang kepada saya seperti prajurit yang lepas dari kepungan lawan. Kamu sperti telah memenangkan hidup. Saya salah. Saya terkesima. Atau lengah. Saya melihat kamu sebagai harapan. Saya melihat kamu sebagai pelipur lara. Saya lupa. Kamu bukan saya. Kamu tidak seperti saya. Saya malah larut dalam tarikan tanganmu. Saya hanyut. Hanyut. Dan sekarang saya seperti ini. Rajib seperti ini. Semua karena kamu,” Vela tersedu. Kamu adalah kesalahan....” (hlm. 230).

Vela teman lesbiannya Arimbi. Pengarang menggambarkan secara analitik,

berikut kutipannya;

(47)

cepat dan tak lagi tertata. Kami bergerak, berguling, menusuk, meremas (hlm. 72).

Vela termasuk gadis yang penurut. Dia pun mudah terpengaruh saat Rajib

menawarinya sebagai pengedar. Pengarang menggambarkannya secara analitik,

berikut kutipannya:

(52) Vela menurut. Petualangannya yang lebih dahsyat Vela lakukan bersama Rajib. Menyisir diskotek-diskotek di Kuta yang dipenuhi bule. Menyusuri tongkrongan anak-anak muda di Yogja dan rutin menelusuri pinggiran Dago di Bandung. Berkali-kali mereka nyaris tertangkap polisi di bandara. Tapi akal Rajib begitu licin, sehingga mereka selalu saja bebas (hlm. 79).

Vela selalu hidup dalam penderitaan Selama tinggal di Jakarta, dia selalu

disakiti dan diperlakukan tidak baik oleh saudaranya dan pernah diperkosa.

Pengarang menggambarkan secara analitik, berikut kutipannya:

(53) Tapi dia di hina dan disakiti. Bekerja melebihi tugas pembantu. Tidak leluasa menonton televisi karena selalu disindir menghabiskan listrik orang tanpa membayar. Tidak bebas berdandan, karena satu-satunya bedak yang dia beli dari hasil menabung ditumpahkan dengan sengaja oleh sepupunya yang selalu siap menerkam. Dia tidur meringkuk di ranjang besi di bawah tangga dapur (hlm. 75).

(54) Semalam dia diperkosa. Dan sekarang dia merasa sengsara.

Vela menangis. Dia merasa diludahi. Dia merasa lebih tak berharga dari sekedar bukan siapa-siapa. Dia lebih sengsara dari gadis malang yang tidur di bawah tangga (hlm. 82).

(55) Tiga hari setelah penyiksaan di bak mandi itu, Vela meringkuk di kamar karena demam tinggi. Suhu tubuhnya panas, dan dia terus-terusan

(48)

Melalui kutipan-kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Vela seorang gadis

yang secara fisiologis bertubuh kurus, cantik, keturunan Menado-Belanda (kutipan

46). Vela gadis yang ramah (kutipan 47). Dia juga seorang pemakai narkoba (kutipan

48 dan 49). Dia mempunyai sifat menimpakan kesalahan ke orang lain (kutipan 50).

Vela teman lesbian Arimbi (kutipan 51) Vela gadis yang penurut (kutipan 52).

Hidupnya menderita (kutipan 53, 54, dan 55).

2.2 Latar

Salah satu unsur yang menjadi andil dalam membangun cerita yaitu latar.

Unsur latar ini memberikan pengertian suatu tempat, waktu dan lingkungan sosial.

Dalam novel JBAN ini ketiga pengertian tersebut yang akan dianalisis, lebih tepatnya

akan dianalisis latar tempat, latar waktu dan latar sosialnya. Latar tempat

memfokuskan pada tempat terjadinya peristiwa penyalahgunaan narkoba itu berada

berkaitan dengan penyebabnya. Latar waktu memfokuskan pada waktu terjadinya

peristiwa, misalnya pagi, siang, malam, pukul, esok hari, dan lainnya yang mengacu

pada waktu. Latar sosial memfokuskan pada tata cara berperilaku, kebiasaan hidup,

status sosial, keyakinan dan ada kemungkinan prinsip hidup dalam lingkungan sosial

yang dihadapi.

2.2.1 Latar Tempat

Novel JBAN ini merupakan kisah nyata yang difiksikan oleh Alberthiene,

(49)

khususnya kisah penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu latar yang diceritakan

terfokus pada tempat-tempat di Jakarta dan sekitarnya. Cerita ini berawal dari tempat

transaksi narkoba antara Arimbi dan Rajib. Transaksi ini terjadi saat Arimbi masih

sekolah yaitu tepatnya di sekitar area kantin sekolah. Berikut kutipannya:

(61) Kebanyakan di area kantin. Dia menyelipkan putaw dalam buku pelajaran. Dalam kotak permen karet, dalam selipan plastik kartu pulsa

handphone. Dalam apa saja. Kadangkala dimasukkan begitu saja ke saku

baju saya. Saya membayar empat ratus ribu rupiah untuk satu gauw putauw (hlm. 69).

Bar dan diskotek, tempat Arimbi berkumpul dan pedta narkoba bersama

teman-teman sesama pecandu..Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(62) Kelompok itu me mang baik. Menerima saya dengan sikap yang baik. Kami lantas sering bepergian bersama. Ke berbagai bar dan diskotek (hlm. 70).

Di kamar kost Vela, tempat Arimbi dan Vela bercinta. Mereka meluapkan

kesepian dengan berhubungan seperti itu. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan

berikut:

(63) Saya mendatangi kamar kostnya yang tak seberapa luas di daerah karbela. ” Kemarilah....” panggilnya sayup.

Saya mendekat. ”Mendekatlah. Saya butuh kamu....”

(50)

Rumah sakit di selatan Jakarta, tempat Arimbi akan didetoksifikasi. Rumah

sakit pertama Arimbi setelah diketahui bahwa dia pecandu narkoba. Hal ini dapat

dilihat melalui kutipan berikut:

(64) Saya diturunkan di sebuah rumah sakit di selatan Jakarta. Tangan saya kembali dicengkeram ketika kaki saya menjejak tanah. Saya terus digiring. Melewati lorong panjang dengan ruangan-ruangan berkaca di pinggirnya (hlm. 99).

Panti Rehabilitasi di Cisarua, tempat Arimbi dirawat. Orangtua Arimbi

memilih panti ini supaya Arimbi dapat sembuh sacara total, karena panti rehabilitasi

ini terbaik di Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat melelui kutipan berikut:

(65) Kami berkendaraan jauh. Melewati tol Jagorawi. Menembus Cisarua. Mencapai puncak. Berkelok, menikung, dan berhenti di depan pagar besar dari kayu. Ada di tengah perkampungan . Rumah yang sangat besar. Besar sekali. Beberapa menit kemudian, saya tahu di dalamnya ada begitu banyak orang. Dengan sorot mata yang sama dengan saya. Saya tahu sekarang. Saya barada di dalam panti rehabilitasi (hlm. 114).

Di sebuah diskotek, tempat Arimbi mengedarkan narkoba dan tertembak

polisi saat bertransaksi dengan pembeli. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(66) Keuntungan terbesar dari diskotek ini datang dari penjualan barang. Saya terus berjalan, masuk ke dalam. Melangkah sesuai denah yang saya hafal. Melewati tubuh-tubuh yang bergoyang. Menerjang bunyi musik yang menusuk gendang telinga. Saya menerobos gelap dengan sussah payah, karena lampu disko tak memberi penerangan sempurna. Saya terus berjalan. Melewati area DJ, memasuki ruang belakang, menembus lorong yang sedikit panjang. Mencari tikungan. Berjalan lurus lagi. Manaiki tangga, dan mencari pintu itu. Saya mengetuk dan masuk (hlm. 176).

(51)

”Berhenti!” suara menggelegar dari pria berbdan tegap memcah suasana. Saya tak menoleh. Saya harus pulang. Saya menerobos lorong. Hendak menuruni tangga.

”Berhenti!” teriakan itru berbunyi lagi. Saya tak peduli. Saya berlari. Dorrrr! Saya terjengkang (hlm. 178).

Di kantor polisi, saat Arimbi diinterogasi tentang pengiriman barang yang dia

lakukan. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(68) ”Apalagi yang kamu tahu seputar pengiriman barang itu?” polisi bertubuh gempal rupanya belum lapar. Saya sudah hampir lemas karena perut saya belum terisi apa-apa sejak pagi.

” Saya mengirimnya sendirian.” (hlm. 190).

(69) Mereka mengulang kembali rentetan pertanyaan yang sama. Sekitar tiga jam saya di ruangan itu. Dan pada menit- menit terakhir tubuh saya sudah bersimbah keringat (hlm. 191).

2.2.2 Latar Waktu

Latar ini menunjukkan waktu terjadinya peristiwa. Dalam novel ini latar waktu

terbatas pada pagi, siang, malam, dan pukul berapa peristiwa itu terjadi. Dalam latar

ini akan dideskripsikan waktu Arimbi menggunakan dan mengedarkan narkoba, saat

Arimbi ingin bertemu dengan Vela, juga kapan Arimbi dimasukkan ke rumah sakit

untuk didetoksifikasi.

Setiap dua hari sekali dan di sela-sela jam pelajaran sekolah, Rajib mengirim

narkoba untuk Arimbi.. Hal ini dapat dilihat melelui kutipan berikut:

(70) Rajib mengirimkan barang di sela-sela jam pelajaran sekolah (hlm. 69).

(52)

Malam hari sekitar pukul 20.30, Arimbi ke kost Vela, karena sudah tidak betah

di kurung di rumah. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(72) Hati saya sudah mantap. Te lah saya tinggalkan rumah mewah berpilar enam itu. Saya sudah muak dengan kebohongan di dalamnya. Tak ada taksi. Hanya mikrolet. Hanya dengan dua kali bertanya, saya pastikan nomor mikrolet ke arah rumah kost vela di Karbela. Tiga kali ganti mikrolet. Pukul 20.30 saya sudah berjalan di jalan menuju rumahnya. Tak ada ojek (hlm.109).

Pagi hari, ketika Arimbi dibawa ke rumah sakit oleh beberapa pria untuk di

obati. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(73) Keesokan paginya kamar saya digedor. Saya masih berdaster dengan bau tubuh tak sedap. Itu bukan ketukan pintu mbok Rip. Mana berani dia seberingas itu. Pintu digedor bebrapa kali. Saya mengumpat dalam hati. Saya paksakan kaki berjalan menuju pintu. Ketika terkuak, tubuh saya menjadi lunglai. Mama serta beberapa pria yang tak saya kenal. Ada tiga pria. Semua bertampang asing (hlm. 98).

(74) Sebelum ketakutan itu berubah menjadi jeritan, tubuh saya sudah dicengkeram. Saya panik. Dua laki- laki memegang tangan saya. Lainnya mendorong kasar bahu saya dari belakang (hlm 98).

Malam hari saat Arimbi pertama kali mengirim barang (narkoba). Hal ini

dapat dilihat melalui kutipan berikut:

(53)

2.2.3 Latar Sosial

Latar ini merujuk pada situasi sosial yang terjadi dalam lingkungan

masyarakat. Misalnya kebiasaan hidup, status sosial, cara berpikir dan bersikap,

keyakinan, ataupun tradisi. Dalam penelitian ini hanya dibahas beberapa hal yang

berkaitan dengan kebiasan hidup (kutipan 77,78, dan 79), status sosial (kutipan 83

dan 84), dan cara berfikir dan bersikap (kutipan 80,81 dan 82) tokoh Arimbi dalam

kehidupan sehari- harinya yang membuatnya terjerumus narkoba dan tertekan karena

kondisi keluarganya yang tidak baik. Pengarang menggambarkan latar sosial di

sekolah, diskotek atau bar, arena biliar dan panti rehabilitasi yang sebagian besar di

daerah Jakarta dan sekitarnya. Berikut kutipan-kutipan yang berkaitan dengan latar

sosial.

(77) Saya menjadi ragu. Sebab tak saya dapati nafsu ketika melihat siswa pria paling baik di kelas. Tapi saya bisa sangat bernafsu pada lekuk seksi siswi paling memuakkan di dalam kelas (hlm. 59).

(78) Rajib sudah seminggu pergi ke Bali. Sudah tiga hari kami puasa putaw. Saya sudah mencoba membelinya dari seorang kenalan pengedar di belakang Kartika Candra. Mereka hanya memberi saya sejumput kecil (hlm. 112)

(79) Di sebuah arena biliar di bilangan Sudirman, saya pernah mabuk hebat setelah menenggak bergelas-gelas wiski (hlm. 55).

(80) Ketika pertama kali berkeliling ke sudut-sudut tempat ini, bayangan saya tentang panti rehabilitasi ini lenyap-nyap! Tak ada kamar kumuh dengan dipan tanpa kasur. Tak ada lantai semen dan sumur tempat para pecandu disiram berember-enber air. Tak ada kamar mandi bau dan berlumut tempat para pecandu direndam dan dikurung (hlm. 119).

(54)

busana lingerie. Angela ada. Papamu juga pasti ada. Kamu musti datang biar percaya,” katanya serius (hlm.47- 48).

(82) Tidak terlau banyak yang saya bawa. Nilainya hanya belasan juta rupiah saja. Dengan volume ketergantungan orang-orang di diskotek itu yang sudah mencapai kadar super madat, barang di dalam tas saya paling hanya cukup untuk memenuhi sepuluh pembeli saja.(hlm. 175).

(83) ”Ari. Tolong kami untuk terakhir kalinya. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin menolong kamu. Ke psikolog, ke panti, memanggil guru ke rumah. Membebaskan kamu dari penjara. Sekarang kamu sudah ada di rumah ini. Kami sudah meyiapkan program penyembuhan untukmu. Please, jangan merusak semua pertolongan kami. Sekali ini saja, kasihanilah Papa dan Mama...” Mama mengeleng- gelengkan kepala. Kemudian dia menatap saya lagi (hlm. 196).

(84) Tak ada yang tahu selain kami, Ari. Nenek, kakek, Oma, Opa, sanak saudara tidak ada yang tahu. Dan jangan sampai ada yang tahu. Ini aib. Mau dikemanakan muka Mama, muka Papa! Ayahmu orang yang sukses, ibumu aktif di mana- mana. Apa kata orang, kalau tahu kamu jadi seperti ini!” sekarang suara Mama sudah meninggi (hlm. 196).

Latar sosial yang merujuk pada kebiasaan hidup (kutipan 77,78, dan 79) dapat

dijelaskan kebiasaan hidup Arimbi setelah mengalami ketergantungan narkoba.

Arimbi mulai menyukai sesama jenis karena merasa benci dengan laki- laki yang

disamakan dengan figur papanya, setiap melihat perempuan baik di kelas maupun

tempat lain ia merasa tertarik. Demikian juga dengan kebiasaan minum (mabuk) dan

mengkonsumsi putauw, jika sudah berkumpul dengan lingkungan pergaulannya

kebiasaan itu akan terus berlanjut.

Latar sosial yang merujuk pada cara berfikir dan bersikap (kutipan 80,81, dan

82) dapat dijelaskan bahwa latar yang menyangkut cara berpikir dan bersikap tokoh

(55)

Ketiga tempat tersebut menjelaskan kelogisan cara berfikir dan bersikap tokoh

Arimbi dalam menjalani penyembuhan, menbuktikan kebenaran tentang papanya dan

keberaniannya menjadi kurr narkoba.

Terdapat pula latar yang menyangkut status sosial yang dimiliki orang tua

Arimbi (kutipan 83 dan 84), karena orangtua Arimbi termasuk kalangan atas, mereka

berusaha semaksimal mungkin untuk menyembunyikan masalah Arimbi agar status

mereka tidak turun dan tercemar. Maklum mereka adalah pengusaha dan aktivis

sukses yang lebih mementingkan perkembangan prestisenya.

2.3 Amanat

Novel yang berkualitas adalah novel yang mengandung pesan-pesan moral

yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya. Menurut Sudjiman (1988 :

57), dalam sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral, atau

pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika

pemasalahan yang diajukan dalam cerita diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka

jalan keluar itulah yang disebut amanat. Dalam novel JBAN ini peneliti akan

menjelaskan amanat moral yang dapat diambil setelah menganalisis. Amanat moral

tersebut adalah sebagai berikut.

2.3.1 Pentingnya Keharmonisan keluarga

Keharmonisan keluarga merupakan dasar penting untuk mempertahankan

Referensi

Dokumen terkait

As a local online travel agent in Indonesia, Klikhotel.com strives to give the best service to its customers. One factor that has proven time to time that could

[r]

Dan urang dalam arti kriteria orang yang “ideal” dalam konstruksi nilai masyarakat Minangkabau, dalam pemaknaan ini, kata urang tidak berdiri sendiri, biasanya

109 Desain Form menu tampil data barang masuk .... 110 Desaian Form Menu Tampil Barang

CNNs have become the de-facto standard for many tasks in computer vision and machine learning like semantic segmentation or object detection in images, but have no yet led to a

Penulis menyadari bahwa, keberhasilan dalam menyelesaikan tulisan ini tentu saja tidak terlepas dari adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu, memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kompetensi guru SMK Kristen di Kabupaten Klaten berdasarkan jenis kelamin, usia, pengalaman

[r]