• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan

5. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pemberdayaan

Dari pembahasan dan wawancara dengan subyek dan informan penelitian dapat di peroleh faktor pendukung dan faktor penghambat kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam program pekarangan terpadu di Desa Sambirejo. Faktor pendukung dari kegiatan pemberdayaan ini adalah pendidikan formal, luas lahan pekarangan, partisipasi, aksesibilitas informasi dan kapasitas organasi lokal. Pendidikan formal keluarga subyek mayoritas SMP, dimana dengan pendidikan yang relatif tinggi untuk kalangan petani sudah bisa melakukan kegiatan membaca dan menulis, sehingga sangat membantu petani dalam memahami konsep dari program pekarangan terpadu ini. Selain itu, dengan pendidikan yeng relatif tinggi petani bisa secara kreatif melakukan seni penataan pekarangan sesuai kemauan dan kemampuan petani dan sumberdaya yang ada di sekitarnya.

Luas lahan pekarangan menjadi salah satu faktor mendukung dalam pemberdayaan masyarakat ini karena dengan luas lahan pekarangan petani yang relatif luas tapi kurang dimanfaatkan dengan baik, membuat petani merasa diharuskan untuk melakukan pengolahan guna menambah pendapatan keluarga sesuai dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri. Partisipasi masyarakat Desa Sambirejo yang aktif merupakan salah satu faktor pendukung dalam pemberdayaan masyarakat, dimana dengan masyarakat desa yang aktif dalam mengikuti kegiatan penyuluhan, tertarik dengan materi yang disampaikan, bersedia menerapkan program di pekarangan miliknya sendiri dengan kemampuan yang mereka miliki merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang aktif. Hal ini juga di pengaruhi oleh kapasitas organisasi lokal yang memberikan sarana untuk selalu terlibat langsung dengan kegiatan pertanian dan kemasyarakatan di desa, misalnya penyuluhan dan pelatihan bersama anggota dan PPL Desa Sambirejo. Kapasitas organisasi lokal menjadi salah satu faktor pendukung dilihat dari pelaku program semuanya mengikuti organisasi di pedesaan, minimal adalah anggota dari kelompok tani dan kelompok wanita tani. Karena dengan menjadi anggota dari organisasi

pedesaan ini memudahkan petani dalam mendapatkan subsidi, informasi dan pengetahuan yang banyak dari berbagai pihak. Informasi yang di peroleh merupakan informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian, kebijakan pemerintah, program pembangunan, dan lain sebagainya. Petani sebagian besar bisa mengakses informasi dari PPL Desa Sambirejo Bapak Sunaryo dan juga Bapak Siswo Hartono selaku Ketua Gapoktan Desa Sambirejo.

Faktor penghambat dalam pemberdayaan masyarakat petani adalah jumlah anggota keluarga dan akuntabilitas. Jumlah anggota keluarga dapat manjadi faktor penghambat pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pekarangan terpadu karena sebagian dari petani memiliki jumlah anggota yang sedikit dan mempunyai anak yang masih kecil, selain itu petani yang mempunyai pekerjaan lain selain menjadi petani yang juga menjadi penghambat kegiatan pengelolaan pekarangan karena waktu yang banyak digunakan untuk melakukan kegiatan yang lebih utama, misalnya bertani di sawah dan menjadi pedagang. Selain itu, akuntabilitas atau pertanggungjawaban serta keterlibatan pemerintah desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat juga bisa menjadi faktor penghambat karena pendanaan teknis kegiatan pekarangan terpadu ini dipenuhi oleh petani sendiri, tanpa ada bantuan finansial dari pemerintah untuk melaksanakannya, dan juga pemerintah sendiri tidak pernah melakukan pemantauan atau evaluasi dari kegiatan tersebut, seluruhnya kegiatan pendampingan di serahkan kepada PPL. 6. Peningkatan Ketahanan Pangan Keluarga Petani

Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan jangka waktu ketersediaan makanan pokok di perdesaan biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara musim tanam dengan musim tanam berikutnya (Suharjo dkk, 1985). Jenis makanan yang dikonsumsi di desa Sambirejo adalah nasi sebagai makanan pokok, sedangkan sebagian penduduk juga masih mengkonsumsi tiwul sebagai makanan khas daerah Gunungkidul. Selain itu, ketersediaan pangan berupa ubi kayu yang banyak di

budidayakan di daerah Gunungkidul juga menjadi prioritas bagi petani untuk menanamnya sebagai tambahan pendapatan karena selain bisa dijual juga bisa dimanfaatkan sebagai makanan sehari-hari dan sayuran. Sehingga ketersediaan pangan antara musim tanam dengan musim berikutnya bisa di penuhi dengan adanya tiwul dan bahan makanan lainnya misalnya membeli beras dipasar.

Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan pangan jika mempunyai persediaan pangan dan anggota rumah tangga dapat makan 3 (tiga) kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut. Dengan adanya bukti bahwa di daerah tertentu masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi makan dapat menggambarkan keberlanjutan ketersediaan pangan dalam rumah tangga dimana salah satu cara untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu adalah dengan mengkombinasikan bahan makanan pokok yaitu beras dengan tiwul/ubi kayu. Walaupun jumlah protein dari tiwul lebih rendah disbanding beras, namun hal ini bisa di imbangi dengan lauk pauk yaitu lele atau telur ayam yang mengandung protein tinggi.

Kualitas/keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari „ada‟ atau „tidak‟nya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga. Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk- pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan/atau nabati. Dari hasil pekarangan terpadu ini di tekankan pada pemenuhan gizi keluarga dari komoditas yang dibudidayakan di pekarangan, misalnya Sayuran yang mengandung vitamin dan mineral, telur ayam dan daging ayam yang mengandung protein dan lemak sehingga sebagian gizi keluarga bisa

terpenuhi. Selain itu hasil penjualan dari pekarangan juga bisa dimanfaatkan untuk membeli lauk pauk yang memenuhi gizi.

7. Rumusan Intensifikasi Pekarangan di Masa Depan

Pekarangan terpadu merupakan salah satu kegiatan dari intensifikasi pekarangan yang merupakan salah satu upaya pelestarian sumberdaya sekitar khususnya pekarangan bagi keluarga petani yang mayoritas miskin untuk meningkatkan nilai ekonomis konsumsi keluarga petani. kegiatan intensifikasi pekarangan yang diterapkan di lahan pekarangan masyarakat petani dengan menerapkan intensifikasi pekarangan secara alami, bukan konvensional. Intensifikasi pekarangan alami mengarahkan petani untuk menggunakan segala sesuatu yang ada di lingkungan sendiri, menggunakan input lokal dari alam dan dari dalam usaha tani tersebut misalnya, pupuk berasal dari limbah kolam ikan, kotoran ternak dan kompos, sedangkan bibit berasal dari anakan produk sendiri atau mengusahakan varietas yang baik dengan membeli ke pasar, tenaga kerja dari anggota keluarga sendiri sehingga bisa menghemat biaya tenaga kerja, pemanfaatan input dari lingkungan sekitar,tanpa perlu mendatangkan input dari luar yang akan menambah beban biaya petani serta mengarah pada pertanian organik yang aman bagi keluarga petani, sedangkan hasil panen dimanfaatkan sendiri.

Seperti yang diungkapkan oleh sutanto (2002), bahwa “Pengembangan pekarangan harus lebih menitikberatkan pada ketersediaan sumberdaya dan pengetahuan yang dimiliki petani setempat. Sedangkan intensifikasi pekarangan alami untuk petani kecil dilakukan dengan lebih menitik beratkan pada penyiapan petak pertanaman dengan pengolahan tanah, daur ulang hara, membangun kesuburan tanah, keanekaragaman pertanaman dan keseimbangan ekosistem secara terpadu”. Keadaan yang seperti ini merupakan sebuah inovasi baru bagi petani pedesaan sehingga masih sangat membutuhkan perhatian dan dampingan dari pihak yang bertanggungjawab, yaitu pemerintah dan PPL. Program pekarangan terpadu di Desa Sambirejo sangat tepat untuk di terapkan pada saat sekarang sebagai sarana menuntun petani di Desa Sambirejo dan sekitarnya untuk lebih memperhatikan potensi

yang ada di lingkungan sekitar secara mandiri dengan memanfaatkan pekarangan dengan seoptimal untuk mencapai pertanian organik serta guna meningkatkan ketahanan pangan keluarga petani.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

1. Konsep dari intensifikasi pekarangan merupakan perpaduan antara tiga unsur utama dalam pekarangan yaitu pertanian, peternakan dan perikanan yang pada dasarnya tergantung dengan ketersediaan sumber daya dan pengetahuan yang dimiliki petani setempat.

2. Proses pemberdayaan masyarakat petani dalam program pekarangan terpadu meliputi:

a. Penyuluhan, yang dilakukan di kelompok tani dan kelompok wanita tani sebagai bahasan jika petani dan wanita tani tertanya mengenai pekarangan terpadu pada waktu kegiatan penyuluhan berlangsung. b. Pelatihan, dilakukan selama dua kali dilokasi pekarangan

percontohan pada saat petani dan wanita tani mengharapkan bantuan PPL dalam teknis kegiatan yang meliputi:

1) Penataan lahan pekarangan, dimana pekarangan di bagi menjadi bagian halaman depan, halaman samping dan halaman belakang dengan ditanami tanaman sayuran, buah, hias dan obat-obatan , ternak dan juga kolam ikan.

2) Pengembangan ternak, dilakukan dengan pelatihan membuat kandang ayam dan kambing, serta pemeliharaan ternak kambing dan pemeliharaan ternak lain yang dimiliki.

3) Pengembangan ikan, dilakukan dengan pemilihan bibit ikan lele, persiapan pembibitan, pembuatan kolam terpal dan pemeliharaannya.

4) Budidaya tanaman pekarangan, dilakukan dengan memilih komoditas yang cocok ditanam di iklim Desa Sambirejo, antara lain: mangga, mentimun, cabe, terung dan ain sebagainya.

3. Peningkatan produktivitas lahan pekarangan dan pendapatan petani setelah pelaksanaan program pekarangan terpadu di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul, yaitu:

a. Peningkatan produktivitas lahan pekarangan setelah melaksanakan program pekarangan terpadu pada tanaman buah belum terlihat pasti karena bibit mangga yang baru berumur 2 tahun. Sedangkan untuk komoditas tanaman sayur sebesar 96,6 kg/masa panen di kali 5 kali masa panen yaitu 483 kg/2 tahun ini, dan produktivitas ikan lele per 3 bulan rata-rata sebesar 388 kg/masa penen, sedangkan selama 2 tahun ini telah panen selama 5 kali, sehingga produktifitas ikan lele yaitu 1.940 kg/2 tahun ini.

b. Pendapatan yang diperoleh dari pekarangan tiap bulannya rata-rata sebesar Rp. 335.000,- sedangkan pendapatan total tiap bulannya rata- rata sebesar Rp. 2.246.428,- Peningkatan pendapatan petani dari pekarangan berasal dari hasil budidaya tanaman sayur, ternak kambing dan budidaya ikan lele sangat dirasa manfaatnya oleh petani.

4. Faktor pendukung pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pekarangan terpadu yaitu:

a. Pendidikan formal petani dan wanita tani yaitu sampai SMP sehingga mempengaruhi tingkat adopsi inovasi untuk melaksanakan pekarangan terpadu.

b. Luas penguasaan lahan dimana luas rata-rata lahan pekarangan petani subyek rata-rata sebesar 210-400 m2, sehingga sangat berpotensi untuk di laksanakan pekarangan terpadu.

c. Aksesitas informasi petani dan wanita tani mengenai program pekarangan terpadu diperoleh dari PPL dan Ketua Gapoktan.

d. Partisipasi masyarakat petani dalam kegiatan pekarangan terpadu termasuk dalam kategori tinggi, karena pelaksanaan, monitoring, evaluasi sampai pemanfaatan hasil petani melakukan sendiri. Walau terkadang di bantu oleh PPL sebagai pendamping program.

1) Partisipasi petani dan wanita tani dalam tahap perencanaan dalam kategori cukup tinggi meliputi intensitas kehadiran rapat pengambilan keputusan, memberikan gagasan/ pertanyaan dalam rapat, dan memberikan tanggapan atas gagasan/pertanyaan yang diberikan dalam rapat perencanaan

2) Partisipasi petani dan wanita tani dalam kegiatan pekarangan terpadu pada tahap pelaksanaan dalam kategori tinggi, dapat dilihat dari kehadiran petani dalam penyuluhan, keterlibatan petani dalam kegiatan penataan tanaman pekarangan, keterlibatan dalam pengembangan ternak, keterlibatan petani dalam pengembangan perikanan di pekarangan serta keterlibatan petani dalam penentuan jenis tanaman di pekarangan.

3) Partisipasi petani dan wanita tani dalam kegiatan pekarangan terpadu pada tahap pemantauan dan evaluasi dapat dikatakan sangat tinggi artinya bahwa petani terlibat langsung dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi, karena segala bentuk pemantauan dan evaluasi dilaksanakan sendiri oleh petani sebagai pemilik pekarangan walau terkadang PPL juga memantau

4) Partisipasi petani dan wanita tani dalam kegiatan pekarangan terpadu pada tahap pemanfaatan hasil dalam kategori sangat tinggi dapat dilihat dari adanya peningkatan produktivitas, pendapatan dan ketahanan pengan keluarga petani.

e. Kapasitas organisasi lokal dalam kegiatan pekarangan terpadu sangat dirasa oleh petani dan wanita tani memberikan manfaat dalam memecahkan masalah pertanian, peternakan dan bantuan teknis berupa subsidi melalui kegiatan penyuluhan.

5. Faktor penghambat pemberdayaan masyarakat petani dalam kegiatan pekarangan terpadu, yaitu:

a. Jumlah anggota keluarga, dimana keluarga petani rata-rata empat orang dan mempunyai anak yang masih kecil, selain itu terdapat

anggota keluarga yang mempunyai pekerjaan lain, sehingga waktu digunakan untuk melakukan kegiatan pekarangan sangat minim. b. Akuntabilitas pemerintah, dimana pemerintah desa tidak melakukan

kegiatan dalam kegiatan pemantauan/evaluasi sehingga petani kurang merasa di perhatikan, selain itu petani merasa membutuhkan bantuan modal yang diharapkan dari pemerintah.

6. Peningkatan ketahanan pangan keluarga terjadi karena adanya peningkatan produktivitas dan pendapatan keluarga, dilihat dari kecukupan pangan keluarga untuk makan semua anggota keluarga sebanyak tiga kali sehari karena ketersediaannya bahan pangan yang sudah tersedia di pekarangan dan kualitas pangan yang baik karena budidaya di lakukan sendiri.

7. Rumusan intensifikasi pekarangan masa depan sangat menentukan dari keberadaan input dari alam sekitar dan bersifat lokal sehingga petani tidak tergantung pada input dari luar yang membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Sehingga petani akan lebih kreatif dan mendiri dalam melaksanakan intensifikasi pekarangan untuk keluarga petani.

B. SARAN

1. Bagi Pemerintah Desa Sambirejo, sebaiknya ikut berpartisipasi dalam pemantauan dan evaluasi dari kegiatan pekarangan terpadu agar petani lebih termotivasi.

2. Bagi petani dan wanita tani, sebaiknya lebih memperhatikan keadaan pekarangannya dan lebih kreatif memanfaatkan apa yang ada di lingkungan sekitar guna meningkatkan kelestarian dan ketahanan pangan keluarga.

3. Bagi penyuluh pertanian, sebaiknya melakukan pemantauan langsung pada lokasi pekarangan terpadu untuk mengetahui keadaan pekarangan tiap petani dan juga memudahkan dalam evaluasi.

Anastasi, Thomas E. 1974. Desk Guide To Communition. Addison-Wesley Publishing Company. Philippines.

Arifin, Bastanul. 2007. Diagnosis ekonomi Pangan dan Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Astrid S. 1994. Pembangunan Masyarakat Pedesaan Suatu Telaah Analitis Masyarakat Wamena, Irian jaya. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Awang , B. 1999. Kebijakan pangan nasional. PT. Dharma karsa utama. Jakarta Buckett, M. 1988. An Introdution To Farm Organisation and Management.

Pergamon Press. U.S.A.

Bungin, B. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Cooper, E. 1995. Agriscience Fundamentals and Applications. Delmar Publishers. Tokyo.

Cambers, Robert. 1996. Partipatory Rural Appraisal Memahami Desa Secara Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta

Cheryl E. Czuba. 1999. Empowerment. University of Connecticut Cooperative

Extension System. Haddam,

Connecticut.cczuba@canr1.cag.uconn.edu Diakses pada hari Minggu tanggal 13 Juni 2010.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia. Bandung Davran, Müge. 2004. Participation of Women Farmer and Women Agricultural

Engineer to Water Management in Turkey From the Gender Point of View: Threads and Opportunities. http://www.fao.org.. Diakses pada hari Minggu tanggal 30 Agustus 2009.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatra. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Jagung.http://209.85.175.104/search?q=cache:3JAzv7bAohYJ:www.d enpasarkota.go.id. Diakses Pada Tanggal 25 Oktober Pukul 17.00 WIB.

Hawkins, HS. Van den Ban, AW. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Hernanto. F. 1984. Petani Kecil Potensi dan Tantangan Pembangunan. Ganesha. Jakarta

Ibrahim, 2003. Dasar-dasar Penyuluhan pertanian. Erlangga. Yogyakarta. Kontjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.

Mardikanto, T dan Sri Sutarni. 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian. LSP3. Surakarta

. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. UNS Press. Surakarta. . 1994. Bunga Rampai Pembangunan Pertanian. UNS Press.

Surakarta.

. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. UNS Pers. Surakarta . 2009. Membangun Pertanian Modern. UNS Pers. Surakarta . 2009. SistemPenyuluhanPertanian. UNS Pers. Surakarta Matsui, Yayori. 2002. Perempuan Asia. Obor Indonesia. Jakarta.

Moleong, L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Mosher, A. T. 1978 Menggerakkan dan Membangun Pertanian Syarat-Syarat Pokok Pembangunan dan Modernisasi. Yasaguna. Jakarta.

Mubyarto. 1994. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Adtya Media. Yogyakarta.

Nawawi, H dan Mimi. 1996. Penelitian Terapan. Gadjah Mada University. Yogyakarta.

LIPI

Prijono, OS dan AMW Pranarka. 1996. Pemberdayaan; Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta. CSIS.

Prayitno dan Lincolin. 1987. Petani Desa dan Kemiskinan. BPFE. Yogyakarta. Rachmadi. 1988. Informasi dan Komunikasi Dalam Percaturan Internasional. PT.

Alumni. Bandung.

Raharto, Aswatini dan Haning Romdiati. 1999. “Identifikasi Rumah Tangga Miskin”, dalam Seta, Ananto Kusuma et.al (editor), Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, hal: 259-284. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesan dan Pertanian. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Reinjntjes, Bertus. 1992. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta. Robbins. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Erlangga. Jakarta.

Sajogyo, Pudjiwati. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. CV Rajawali. Jakarta

. 1994. Menuju Gizi Baik Yang Merata di Pedesaan dan Di Kota. Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Salikin, Karwan. 2005. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Slamet, Y.1989. Konsep-konsep Dasar Partisipasi Sosial. Pusat Antar

Universitas-Studi Sosial, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. UNS Press. Surakarta.

Soeharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama. Bandung.

Soetomo. 2007. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sugandhy, Aca. 2007. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta

Suhartono. 1995. Metode Penelitian Sosial. Remaja Roesdakarya, Bandung

Sulistiyani, Ambar. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gava Media. Yogyakarta.

Suryana, A. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE. Yogyakarta.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Penerapannya dalam Penelitian. UNS Press. Surakarta

Sutrisno. 1999. Pertanian Pada Abad 21. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

Usman, Sunyoto. 2003. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Wilkinson, A. 1998. Empowerment: theory and practice. Personnel Review. http://hermia.emeraldinsight.com

Yin, K. 2000. Study Kasus Tunggal (Desain dan Metode). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

DALAM PROGRAM PEKARANGAN TERPADU

DI DESA SAMBIREJO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

No

Nama Umur Pendidik

an terakhir Jumlah Anggota keluarga Pekerjaan lain anggota keluarga Luas Lahan usaha tani /m2 Luas Lahan pekarang an / m2 Pendapatan Usaha tani/bulan Pendapatan Non usaha tani/bulan Pendapatan bersih dari pekarangan/ bulan Total pendapatan/ bulan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. Suratman Lilis Siswo Suwono Sri Nuryani Fajarudin L Abdul Mukti Daryoto Encik Mursiyo Puji Wariyo Giyanto Siswo Hartono Sunaryo 35 55 37 53 32 67 40 30 53 32 54 40 58 54 SMP SMP SMP SD SMA SD SMP SMP SMA PT PT SMP SMA PT 4 7 6 5 3 5 4 4 5 4 4 4 4 4 Supir Pensiunan Guru - Pedagang Guru Pensiunan Guru Pedagang - Wiraswasta Guru - Pedagang Wiraswasta - 500 5000 7000 500 1000 5000 4000 3000 6000 4000 4000 3000 30000 5000 100 400 300 100 350 300 200 200 200 100 200 200 100 100 Rp. 700.000 Rp.1.500.000 Rp.1.600.000 Rp. 500.000 Rp. 800.000 Rp.1.900.000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 Rp. 800.000 Rp. 600.000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 Rp.3.000.000 Rp. 800.000 Rp. 300.000 Rp. 1.500.000 Rp. 500.000 Rp. 500.000 Rp. 1.700.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.200.000 Rp. 400.000 Rp. 400.000 Rp. 1.000.000 Rp. 600.000 Rp. 800.000 Rp. 1.000.000 Rp. 1.200.000 Rp. 200.000 Rp. 700.000 Rp. 300.000 Rp. 300.000 Rp. 700.000 Rp. 250.000 Rp. 150.000 Rp. 400.000 Rp. 300.000 Rp. 300.000 Rp. 400.000 Rp. 300.000 Rp. 300.000 Rp. 150.000 Rp. 1.200.000 Rp. 3.700.000 Rp. 2.400.000 Rp. 1.300.000 Rp. 3.200.000 Rp. 3.150.000 Rp. 2.050.000 Rp. 1.300.000 Rp. 1.500.000 Rp. 1.900.000 Rp. 1.700.000 Rp. 1.600.000 Rp. 4.300.000 Rp. 2.150.000  78.000 2.850 Rp.14.600.000 Rp.12.100.000 Rp.4.750.000 Rp.31.450.000 Rata-rata 200 Rp. 1.042.857 Rp. 864.286 Rp. 339.285 Rp. 2.246.428

No Pertanyaan Subjek/Informan Jawaban 1 Motivasi Anda memanfaatkan

pekarangan

Wariyo Menambah pendapatan keluarga dan memanfaatkan pekarangan yang tidak teratur.

2 Informan yang sudah melaksanakan pekarangan terpadu secara optimal

Pak Naryo (PPL) Bu lilis, dan dijadikan lokasi percontohan di tingkat desa. 3 Keterlibatan langsung dalam

kegiatan pekarangan terpadu

Bu Lilis Keluarga terlibat langsung sepagar manajer dan pelaksana, tapi kadang di bantu pekerja untuk membuat kolam dsb.

Fajarudin L Semua dilakukan keluarga sendiri 4 Yang bertanggungjawab dalam

program pekarangan terpadu

Bu Lilis Petani pemilik pekarangan sendiri sebagai penanggung jawab mutlak, Dan PPL sebagai pendamping Pak Daryoto

(Koordinator PPL)

Pemerintah Kelurahan, karena yang mengusulkan program ini. Tapi kenyataannya belum ada tindak lanjut dari pemerintah sendiri. Semua

diserahkan kepada petani agar mandiri dan di damping oleh PPL desa.

Giyanto Pemerintah Desa, tapi telah di serahkan ke PPL sebagai pendamping, Kelurahan hanya menerima leporannya saja. 5 Keterlibatan pemerintah pada

awal program

Puji Adanya penyuluhan besar untuk semua kelompok tani di Dsa Sambirejo dan pemerintah pusat mengusulkan program ini. Dengan catatan, modal berasal dari petani sendiri.

Sri Nuryani Cuma sekali waktu disuruh

memanfaatkan pekarangan, suruhbuat pekarangan terpadu, nanti akan di bantu penyuluh.

Ada juga bantuan kambing gaduhan, tapi udah lama itu.

Giyanto Pemerintah yang mengusulkan dan mengurusi semua program pertanian terpadu ke dinas, untuk program pekarangan terpadu di serahkan kepada PPL sebagai pendamping.

6 Keterlibatan pemerintah pada pelaksanaan program

Bu Lilis Penyuluh sering melihat ke pekarangan, kadang-kadang membantu memperbaiki kandang dan mengarahkan yang salah. Ada juga pemantauan dari dinas perikanan yang memantau keadaan perikanan saya.

program sebatas laporan lisan dari petani pelaksana.

Selanjutnya dari pihak petani sendiri yang mengevaluasi.

Wariyo Tidak ada evaluasi, hasil dimanfaatkan sendiri sama keluarga. Tapi jika ditanya ya tetap meningkat pendpatannya. Suratman Pemerintah tidak Tanya apa-apa, hanya

penyuluh yang menanyakan, tapi tetap keluarga dan tetangga yang menikmati hasilnya.

8 Mendapatkan informasi darimana?

Sri Nuryani PPL, di waktu ketemu dan penyuluhan. Ke Ketua KWT

Siswo Suwono Ke PPL dan Ketua Gapoktan 9 Organisasi lokal yang di ikuti Sri Nuryani dan

puji

KWT, Kelompok ternak ayam buras dan

Dokumen terkait