NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Endang Sri Rahayu
H 0406028
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
1) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Dosen Pembimbing Utama
3) Dosen Pembimbing Pendamping
ABSTRAK
The endurance of food is the most important part of food right fulfil. The farmers have strategic posotion within the food endurance, because the farmer is the food producer and also the biggest consument. The ability for producing food by themselves is one off the effort to fulfil the need of food and increase productivity and quality of farmer society’s food endurance. So that, an empowerment of farmer society is done in order to increase the farmer’s ability to achieve the purposes.
The method that is used is qualitative with descriptive approach. The research location purposively was at Sambirejo Village, Ngawen District, Gunungkidul Regency. The informant and subject appoinment was done with purposive and snowball sampling. The kind of data source that is used was informant, subject, and archive or documentation. The validity of data that is used was source and method triangulation and informat review. The data analysis that is used was data reduction, data presentation, and conclusion drawing or verification and analisis score median.
According to the research result, it can be concluted that: 1) Concept from yard intensification was the use of yard unitedly, 2) Process of society empowerment in united yard program consist of instruction activity and training about the order of yard, the development of breeding animal, fish and yard plant, 3) internal factor in the empowerment society was education level, that majority was junior high school, the wide of yard is about 0,2 ha. Sum of the little familiy member is four people. Meanwhile, the external factor consist of the hight society participation, lack of goverment accountability, the capacity of local organization, that gave advantage for farmer society and information access that was very easy from Farmer Group Leader, Gapoktan Leader and PPL. 4) The increase of yard produktivity can be seen from the harvest result of vegetable, fruit, breeding, animal and fish, besides the incrase of farmer family income. 5) Supporter factor of farmer society empowerment was participation, local organization capacity, informant access, yard wide and education level, meanwhile obstacle factor was goverment accountability and sum of familiy member. 6) Intensivication yard formula in the future was with intenfivication approach of yard naturally to aim at organic agriculture using source existed in the yard. The empowerment of society is necessary to give mitifation and support the farmer for doing the increase life quality activity of family selfly.
Endang Sri Rahayu1)
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS2) Emi Widiyanti, SP, MSi3)
1) Mahasiswa Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Dosen Pembimbing Utama
3) Dosen Pembimbing Pendamping
ABSTRAK
Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan. Petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan, karena petani adalah produsen pangan sekaligus konsumen terbesar. Kemampuan untuk memproduksi pangan secara mandiri merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan produktifitas dan kualitas ketahanan pangan masyarakat petani. Sehingga dilakukan suatu pemberdayaan masyarakat petani guna meningkatkan kemandirian petani dalam mencapai tujuan tersebut.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Lokasi penelitian secara purposive yaitu di Desa Sambirejo, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Penentuan informan dan subyek dilakukan secara purposive dan snowball sampling. Jenis sumber data yang digunakan adalah informan, subyek dan arsip atau dokumen. Teknik pengumpulan datanya adalah wawancara, observasi, dan dokumenter. Validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode serta review informan. Analisis data yang digunakan adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi serta analisis median skor.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1)Konsep dari intensifikasi pekarangan merupakan pemanfaatan pekarangan secara terpadu. (2)Proses pemberdayaan masyarakat dalam program pekarangan terpadu meliputi kegiatan penyuluhan dan pelatihan mengenai penataan lahan pekarangan, pengembangan ternak dan ikan serta budidaya tanaman pekarangan (3)Faktor internal dalam pemberdayaan masyarakat yaitu tingkat pendidikan yang mayoritas SMP, luas lahan pekarangan rata-rata 0,2 Ha dan jumlah anggota keluarga yang kecil(empat orang). Sedangkan faktor eksternal meliputi partisipasi masyarakat yang tinggi, akuntabilitas pemerintah yang kurang, kapasitas organisasi lokal yang memberikan manfaat bagi masyarakat petani dan aksesitas informasi yang mudah dari ketua kelompok tani, ketua Gapoktan dan PPL. (4)Peningkatan produktivitas lahan pekarangan dilihat dari kenaikan hasil panen dari tanaman sayuran, buah, ternak serta ikan, selain itu juga terjadinya peningkatan pendapatan keluarga petani. (5)Faktor pendukung pemberdayaan masyarakat petani adalah partisipasi, kapasitas organisai lokal, aksesitas informasi, luas lahan pekarangan dan tingkat pendidikan, sedangkan faktor penghambat adalah akuntabilitas pemerintah dan jumlah anggota keluarga. (6)Rumusan intensifikasi pekarangan masa depan adalah dengan pendekatan intensifikasi pekarangan secara alami menuju pertanian organik dengan pemanfaatan sumberdaya yang ada di pekarangan. Pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan untuk memotivasi dan menggerakkan petani untuk melakukan kegiatan peningkatan kualitas hidup keluarga secara mandiri.
Endang Sri Rahayu
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS2) Emi Widiyanti, SP, MSi3)
v
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RINGKASAN ... xi
SUMMARY ... xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Kegunaan Penelitian... 4
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5
B. Kerangka Berfikir... 32
C. Dimensi Penelitian ... 33
III.METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 36
B. Lokasi Penelitian ... 37
C. Teknik Cuplikan (Sampling) ... 37
D. Jenis dan Sumber Data ... 38
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 41
F. Validitas Data ... 45
vi
C. Keadaan Pertanian dan Peternakan ... 62
D. Keadaan Perekonomian ... 67
E. Keadaan Pendidikan ... 68
V. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN A. Sajian Data ... 70
1.. Gambaran Umum Keadaan Program Pekarangan Terpadu... 70
2.. Konsep Program Intensifikasi Pekarangan di Desa Sambirejo... 72
3.. Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Program Pekarangan Terpadu... 73
4.. Peningkatan Produktivitas Lahan Pekarangan dan Pendapatan petani dalam Program Pekarangan Terpadu... 83
5.. Faktor Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Program Pekarangan Terpadu ... 88
6.. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Program Pekarangan Terpadu ... 100
7.. Rumusan Intensifikasi Pekarangan Masa Depan... 104
B. Pembahasan ……….... 106
1.Konsep Program Intensifikasi Pekarangan di Desa Sambirejo... 106
2.Proses Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Program Pekarangan Terpadu... 107
3.Peningkatan Produktivitas Lahan Pekarangan dan Pendapatan petani dalam Program Pekarangan Terpadu... 111
4.Faktor Pemberdayaan Masyarakat Petani dalam Program Pekarangan Terpadu ... 114
vii
B. Saran ... 126
DAFTAR PUSTAKA
viii
Tabel 3. Pedoman Pemberian Skor dalam Penelitian... 52
Tabel 4. Luas Lahan Desa Sambirejo Menurut Penggunaan Tanah... 56
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Sambirejo... 57
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Desa Sambirejo... 58 Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Sambirejo. 60 Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Sambirejo... 61
Tabel 9. Luas Panen Tanaman Pangan Di Desa Sambirejo... 62
Tabel 10. Luas Panen Tanaman Hortikultura Di Desa Sambirejo... 64
Tabel 11. Luas Panen Tanaman Perkebunan Di Desa Sambirejo... 65
Tabel 12. Keadaan Peternakan di Desa Sambirejo... 66
Tabel 13. Keadaan Perikanan di Desa Sambirejo... 67
Tabel 14. Keadaan Kelembagaan Perekonomian di Desa Sambirejo... 68
Tabel 15. Keadaan Lembaga Pendidikan di Desa Sambirejo... 68
Tabel 16. Produktivitas Tanaman Buah di Pekarangan ... 83
Tabel 17. Produktivitas Ternak di Pekarangan ... 84
Tabel 18. Produktivitas Tanaman Sayuran di Pekarangan ... 85
Tabel 19. Produktivitas Ternak dan Ikan di Pekarangan ... 87
Tabel 20. Distribusi Petani dan Wanita tani berdasarkan Tingkat Pendidikan. 88 Tabel 21. Distribusi Petani dan Wanita tani berdasar Luas Lahan Pekarangan 89 Tabel 22. Distribusi Petani dan Wanita tani berdasar Jumlah Anggota Keluarga……… 90
Tabel 23. Partisipasi Petani dan Wanita tani dalam Tahap Perencanaan……. 91
Tabel 24. Partisipasi Petani dan Wanita tani dalam Tahap Pelaksanaan…….. 93 Tabel 25. Partisipasi Petani dan Wanita tani dalam Pemantauan dan Evaluasi 97 Tabel 26. Partisipasi Petani dan Wanita tani dalam Tahap Pemanfaatan
Hasil...
ix
Gambar 3. Skema Model Analisis Data Interaktif ... 50
Gambar 4. Denah Pekarangan Terpadu ... 78
Gambar 5. Kandang Kambing di pekarangan ... 79
x Lampiran 2. Hasil Wawancara
Lampiran 3. Pedoman Wawancara
Lampiran 4. Catatan Harian Penelitian
Lampiran 5. Produktivitas Lahan Pertanian
Lampiran 6. Partisipasi Subyek
Lampiran 7. Triangulasi
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9. Peta Desa Penelitian Desa Sambirejo.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak
atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak azasi manusia.
Ketahanan pangan juga merupakan bagian sangat penting dari ketahanan
nasional. Dalam hal ini hak atas pangan seharusnya mendapat perhatian yang
sama besar dengan usaha menegakkan pilar-pilar hak azasi manusia lain.
Untuk mewujudkan kondisi ketahanan pangan nasional yang mantap,
subsistem ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi) dalam
system ketahanan pengan diharapkan dapat berfungsi secara sinergis, melalui
kerja sama antar komponen-komponen yang digerakkan oleh pemerintah dan
masyarakat (Suryana, 2003)
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan
pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk
membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak
manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam
ketahanan pangan, dimana petani adalah produsen pangan sekaligus kelompok
konsumen pangan terbesar. Petani harus memiliki kemampuan untuk
memproduksi pangan secara mandiri dan juga harus memiliki pendapatan
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Salah satu
upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan serta meningkatkan produktifitas
dan kualitas ketahanan pangan masyarakat petani dapat dilakukan secara
beranekaragam. Dengan demikian diperlukan pendekatan-pendekatan yang
pelaksanaannya mengikutsertakan masyarakat termasuk memanfaatkan
sumberdaya alam yang tersedia dilingkungan.
Peranan masyarakat dalam pembangunan sangatlah mutlak diperlukan.
Tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan
masyarakat sebagai objek semata. Penempatan masyarakat sebagai subjek
pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat dapat berperan serta
secara aktif mulai dalam kegiatan pembangunan pedesaan. Terlebih apabila
kita akan melakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas.
Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya,
dan hal ini tentu akan mampu memberikan masukan yang sangat berharga.
Masyarakat lokal dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal
yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokallah
yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta potensi sumberdaya
alam yang dimiliki oleh daerahnya.
Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi dalam peningkatan kinerja
petani pedesaan adalah pemanfaatan pekarangan. Usaha di pekarangan jika
dikelola secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan itu sendiri,
disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat
memberikan sumbangan pendapatan bagi rumah tangga. Lahan pekarangan
sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna, yaitu untuk menghasilkan
bahan makan sebagai tambahan hasil sawah dan tegalnya, sayur dan
buah-buahan, unggas, ternak kecil dan ikan, rempah, bumbu-bumbu dan
wangi-wangian, bahan kerajinan tangan, serta uang tunai.
Pencanangan program pertanian terpadu pada tahun 2008 yang
disetujui oleh Dinas Pertanian Gunungkidul diharapkan untuk direalisasikan
oleh masyarakat petani di wilayah Kabupaten Gunungkidul terutama
Kecamatan Ngawen yang tepatnya di Desa Sambirejo untuk menjalankan
program pekarangan terpadu. Program pekarangan terpadu ini pertama kali
dilakukan di Desa Sambirejo yang merupakan salah satu desa percontohan di
Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul sehingga diharapkan masyarakat
Desa Sambirejo sendiri mampu meningkatkan peran ”Desa Mandiri” dalam
membangun Agricultural Comunity Development yang berbasis pada
partisipasi masyarakat sesuai dengan tujuan dari program pertanian terpadu
yang dilaksanakan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa
B. Perumusan Masalah
Memberdayakan masyarakat merupakan upaya peningkatan kualitas
keluarga yang mandiri dan ketahanan keluarga yang tinggi dalam
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam mencapai ketahanan pangan keluarga dapat
dicapai melalui peningkatan produktivitas sumberdaya alam yang ada
dilingkungan sekitar yaitu pekarangan.
Lahan pekarangan sebenarnya mempunyai fungsi multiguna, baik dalam
bentuk tata lahan maupun budidaya tanaman, beternak serta budidaya ikan
untuk menambah nilai ekonomis dari pekarangan. Secara berkesinambungan,
pekarangan dapat menyediakan kebutuhan sehari-hari keluarga petani.
Pentingnya pengembangan program pekarangan terpadu sehingga menarik
untuk diteliti yaitu terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat terhadap
intensifikasi pekarangan secara alami untuk menuju pertanian terpadu di Desa
Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disusun suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep program intensifikasi pekarangan di Desa Sambirejo
Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul?
2. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat petani dalam program
pekarangan terpadu di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten
Gunungkidul?
3. Seberapa besar terjadi peningkatan produktivitas lahan pekarangan dan
pendapatan petani setelah pelaksanaan program pekarangan terpadu di
Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul?
4. Apasajakah faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi
pemberdayaan masyarakat petani di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen
Kabupaten Gunungkidul?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji konsep program intensifikasi pekarangan di Desa Sambirejo
Kecamatan Ngawen Kabupaten Gunungkidul.
2. Mengkaji proses pemberdayaan masyarakat petani dalam program
pekarangan terpadu di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten
Gunungkidul.
3. Mengetahui seberapa besar terjadi peningkatan produktivitas lahan
pekarangan dan pendapatan petani setelah pelaksanaan program
pekarangan terpadu di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten
Gunungkidul.
4. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi
pemberdayaan masyarakat petani di Desa Sambirejo Kecamatan Ngawen
Kabupaten Gunungkidul.
5. Mengetahui rumusan intensifikasi pekarangan di masa depan.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini untuk menambah wawasan peneliti serta
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian UNS
2. Bagi Pemerintah dan instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan selanjutnya mengenai program peningkatan
produktivitas pekarangan dan pendapatan masyarakat petani.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
4. Bagi Petani, sebagai bahan pembelajaran untuk menentukan tindakan
pelestarian lingkungan dan peningkatan produktivitas rumah tangga petani
guna mancapai ketahanan pangan rumah tangga petani pedesaan.
A. Tinjauan Pustaka
1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah proses untuk memperbaiki orang dengan cara
membangun dan menyebarkan pengaruh wewenang. Untuk dapat
melakukan hal tersebut, seseorang atau suatu organisasi harus memiliki
kekuasaan. Dengan demikian kekuasaan merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Teori
penerimaan wewenang pada dasarnya terletak pada pihak yang
dipengaruhi (influencee), bukan pada pihak yang mempengaruhi
(influencer)(Kinlaw, 1999).
Menurut Prijono dan Pranarka dalam Sulistiyani (2004), menyatakan
bahwa pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama
adalah to give power or aurthority, pengertian yang kedua to give ability ti
or eneble. Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan
kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada
pihak yang kurang/belum berdaya. Di sisi lain pemaknaan pengertian
kedua adalah memberikan kemampuan atau kebudayaan serta peluang
kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
Pemberdayaan atau empowerment secara singkat dapat diartikan
sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada
masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) serta
kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) alternative perbaikan
kehidupan yang baik. Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai
proses terencana guna meningkatkan skala/upgrade utilitas dari objek
yang diberdayakan. Dasar pemikiran suatu objek atau target group perlu
diberdayagunakan karena objek tersebut mencapai keterbatasan,
ketidakberdayaan, keterbelakangan dan kebodohan dari berbagai aspek.
Oleh karena itu guna mengupayakan kesetaraan serta untuk mengurangi
kesenjangan diperlukan upaya merevitalisasi untuk mengoptimalkan
utilitas melalui penambahan nilai (Mardikanto, 2009).
Czuba (1999) menyatakan bahwa:
“Empowerment is a construct shared by many disciplines and arenas: community development, psychology, education, economics, and studies of social movements and
organizations, among others”.
Pemberdayaan adalah sebuah upaya pembangunan bagi barbagai
disiplin ilmu dan wilayah; pembangunan masyarakat, psikologi,
pendidikan, ekonomi dan ilmu pengetahuan dari kehidupan sosial serta
organisasi dan lain sebagainya.
Pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan
meningkatkan memandirian masyarakat. Sejalan dengan itu,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan
masyarakat (miskin) untuk berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan
mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung jawab
(accountable) demi perbaikan kehidupan. Oleh karena itu,
memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk terus menerus
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat bawah yang tidak
mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
(Mardikanto, 2009).
Wilkinson (1998), menyatakan bahwa:
“Empowerment in the workplace is regarded by critics as
more a empowerment exercise, the idea of which is to change the attitudes of workers, so as to make them work harder
rather than giving them any real power”
Pemberdayaan adalam tempat bekarja yang dihargai dari kritik
sebagai pelatihan pemberdayaan, sebuah gagasan yang mengetahui
perilaku dari manusia sehingga akan membuat mereka bekerja lebih keras
sesuai kemampuan mereka
Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat,
inti dari pemberdayaan adalah meliputi tiga hal, yaitu pengembangan
(enabling), memperkuat potensi atau daya (empowering), dan terciptanya
kemandirian (autonomy). Bertolak dari pendapat ini, berarti pemberdayaan
tidak saja terjadi pada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan, akan
dapat dikembangkan hingga mencapai kemandirian (Winarni, 1998).
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa
yang mereka lakukan tersebut. Untuk menjadi mandiri perlu dukungan
kemampuan berupa sumberdaya manusia yang utuh dengan kondisi
kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumberdaya lainnya yang
bersifat fisik material (Sulistiyani, 2004).
Faktor yang mempengaruhi kegiatan pemberdayaan masyarakat
terdiri dari faktor lntern dan faktor ekstern. Faktor intern seperti
pendidikan, pekerjaan, luas lahan pekarangan dan jumlah anggota
keluarga. Sedangkan faktor ekstern seperti partisipasi, aksesitas informasi,
kapasitas organisasi lokal, dan akuntabilitas. Menurut Sudarwati (2003),
faktor intern merupakan faktor pendorong untuk bekerja yakni biasanya
disebabkan oleh desakan atau kesulitan ekonomi keluarga sedangkan
faktor ekstern merupakan faktor penarik untuk bekerja yakni adanya
kesempatan kerja yang ditawarkan. Menurut Muhdar (2008), faktor
internal biasanya berasal dari dalam diri sendiri. Sementara faktor
eksternal bisa berasal dari lingkungan rumah atau teman kondisi keluarga
yang kurang kondusif. Namun faktor internal dan eksternal dapat
mendorong atau menghambat kemajuan seseorang.
Pemberdayaan menunjukkan kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan dalam (a). Memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga mereka
memiliki kebebasan(freedom), dalam arti bukan saja bebas
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari
kebodohan, bebas dari kesakitan. (b). Terjangkau sumber-sumber
produktif yang memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan, dan (c) Partisipasi dalam proses pembanguanan dan
keputusan-keputusan yang pemberdayaanya dilihat dari proses, tujuan dan cara
Menurut Sulistiyani (2004), pemberdayaan masyarakat merupakan
suatu proses yang akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang
harus dilalui meliputi:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar
dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-keterampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian.
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah masyarakat. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah instansi sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan
dan mempunyai pengetahuandan kemampiuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya (Soeharto,2009).
Proses pemberdayaan oleh penyuluh pertanian memiliki tujuan yang tidak terbatas pada “better farming, better business, dan better living”, tetapi untuk menfasilitasi masyarakat dalam mengadopsi inovasi dan
pemasaran demi peningkatan pendapatan (Mardikanto, 2009).
Upaya peningkatan pendapatan petani melalui kegiatan usahatani
secara mandiri sekarang sudah banyak beralih pada usahatani komersial,
yaitu usaha tani yang menjual sebagian atau seluruh produksinya kepada
pihak luar. Menurut Popkin dalam Mardikanto (2009), mengemukakan
cirri-ciri usaha tani komersial yaitu:
a. Menyukai inovasi (perubahan). Usahatani komersiil selalu mencari
inovasi demi perubahan demi peningkatan produksi dan
ancaman, malainkan justru dinilai sebagai peluang menuju perbaikan
usaha tani dan kehidupannya.
b. Memerlukan pasar. Karena usahatani komersiil selalu berusaha untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya, maka mereka sangat
membutuhkan pasar sebagai tempat menjual (kelebihan) produksi
yang tidak habis dikonsumsi sendiri. Pada perkembangan lebih lanjut,
pasar juga diperlukan sebagai sumber input dan peralatan yang
dibutuhka, serta sebagai sumber informasi/inovasi yang sangat
dibutuhkan bagi perbaikan menajemen, perbaikan teknik berusahatani
serta peningkatan efisien usahataninya.
c. Hubungan eksploitasi. Yaitu hubungan kerjasama bisnis yang saling
mengeksploitasi demi peningkatan pendapatan.
Pemberdayaan masyarakat petani dalam program pekarangan
terpadu adalah kegiatan teknis yang dilakukan guna manjalankan program
pekarangan terpadu di Desa Sambirejo. Kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan meliputi: penyuluhan, Penataan lahan
pekarangan, pengembangan ternak di pekarangan, pengembangan ikan di
pekarangan, dan pemilihan tanaman pekarangan.
2. Faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat
a. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berhubungan dengan kegiatan
yang berasal dari luar lingkup bidang kajian. Menurut Mardikanto
(2009), Pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang
harus diperhatikan antara lain: aksesibilitas informasi, keterlibatan
atau partisipasi, akuntabilitas dan kapasitas organisasi lokal.
1) Aksesibilitas Informasi
Informasi dan komunikasi merupakan bagian hakiki dari
kehidupan manusia, sebagaimana juga manusia merupakan bagian
dari masyarakat. Hanya orang atau suatu bangsa yang mempunyai
banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dengan
akan terjadi di suatu masyarakat atau negara. Dengan informasi
pula, orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan
diperbaiki hidupnya ( Rachmadi, 1988).
Aksesibilitas informasi merupakan kebutuhan yang harus di
perhatikan kelancarannya dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat karena informasi merupakan kekuasaaan baru
kaitannya dengan peluang, layanan, penegakan hokum, efektivitas
negosiasi dan akuntabilitas (Mardikanto, 2009).
Pearson (2004) mengatakan bahwa:
“A pit fall top be avoided in organizing the collection of information in the assumption that no one else has carried out any relevant previous work on the commondity systems to be studied”
Dapat di artikan bahwa:
Kesulitan yang perlu diwaspadai dalam mengatur kumpulan
informasi yang menganggap bahwa tak seorangpun mampu
bekerja secara relevan dan semua anggota kelompok organisasi
masih melakukan proses belajar.
Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses
informasi bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat
dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi
peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Oleh sebab
itu, pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi
ketidakberdayaan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan
akses, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, adanya kondisi
kemiskinan yang dialami sebagaian masyarakat, dan adanya
keengganan untuk membagi wewenang dan sumber daya yang
berada pada pemerintah kepada masyarakat
(Sumardi dan Evers, 1982).
Petani di pedesaan tak kalah aksesnya terhadap informasi ,
media elektronik berupa televisi, radio dan HP senantiasa melekat
kegiatan pendampingan petani selalu mengakses internet dan
harian pertanian yang nantinya akan disampaikan kepada petani.
Aliran informasi yang terjadi di masyarakat petani adalah bermula
dari pemerintah pusat, pemerintah kabupaten, kecamatan,
penyuluh pertanian lapangan dan akhirnya kepada petani,
sehingga akses petani terhadap informasi yang dibutuhkan biasa
memasai (Rachmadi, 1988).
Golongan petani yang inovatif biasanya banyak
memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti: LEmbaga
ppendidikan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas-dinas
terkait, media massa, tokoh-tokoh masyarakat (petani) setempat
maupun dari luar, maupun lembega-lembaga komersial. Berbeda
dengan golongan inovatif, golongan masyarakat yang kurang
inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari
tokoh-tokoh (petani) setempat, dan relative sedikit memanfaatkan
informasi dari media masa (Mardikanto, 2009).
2) Kapasitas Organisasi Lokal
Kapasitas yaitu kemampuan untuk menunjukan/memerankan
fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Kapasitas
organisasi lokal berkaitan dengan kemampuan bekerjasama,
mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilisasi sumberdaya
untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi
(Mardikanto, 2009).
Pengembangan kapasitas manusia dapat berupa
pengembangan wawasan dan tingkat pengetahuan, peningkatan
pegetahuan, peningkatan kemampuan untuk merespons dinamika
lingkungannya, peningkatan skill, peningkatan akses pada
informasi, peningkatan akses dalam proses pengambilan
keputusan. Sebagai perubahan yang terencana, yang direncanakan
adalah bagaimana memberikan ransangan dan dorongan agar
2009).
Kapasitas yang selalu berkembang meliputi kapasitas untuk
mengorganisasi dan mengelola tindakan bersama dalam rangka
memenuhi kebutuhan melalui pemanfaatan sumber daya dan
peluang, serta antisipasi tantangan dan kelola masalah sosial yang
muncul. Dengan demikian, pengembangan organisasional yang
dapat meningkatkan kemampuan dalam struktur manajemen,
proses dan prosedur dalam pencapaian tujuan juga dapat
ditempatkan sebagai bagian penting dalam pengembangan
kapasitas masyarakat (Soetomo,2009).
Organisasi lokal merupakan kelompok yang tumbuh dari
bawah. Kelompok ini memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya pada mereka yang terlibat untuk saling bantu dalam
memecahkan persoalan. Dengan cara koordinasi secara ekonomis
beban yang harus ditanggung oleh seorang yang membangun
sebuah kondisi akan terkurangi. Prinsip resiprokal ini
mnampaknya telah diterima dengan baik dikalangan penduduk
desa dan yang menjadi catatan penting, kebanykan petani atau
penduduk miskin terlibat dalam pranata organisasi ini
(Mubyarto, 1994).
Setiap masyarakat hidup dalam bentuk dan dikuasai oleh
lembaga-lembaga sosial tertentu. Yang dimaksudkan lembaga
(institution) disini adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik
formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan
anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari
maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu
(Mubyarto, 1994).
Peranan organisasi pedesaan dalam memecahkan problema
pertanian Indonesia antara lain membantu pemerintah dengan
usaha-usaha yang dapat membuat pemerintah desa lebih mandiri
organisasi pedesaan dapat meningkatkan ketrampilan anak muda
desa menjadi tenaga buruh yang profesional (Hagul, 1992).
3) Partisipasi
Partisipasi adalah keterlibatan aktif dan bermakna dari massa
penduduk pada tingkatan berbeda seperti: a) pembentukan
keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan b) Pelaksanaan
program-program dan proyek-proyek secara sukarela dan
pembagian yang merata, dan c) Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu
program. Jadi partisipasi masyarakat disini merupakan partsipasi
aktif baik dalam identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan,
monitoring maupun evaluasi dalam suatu kegiatan atau program
pembangunan (Awang, 1999).
Istilah partisipasi telah cukup lama dikenal khususnya di
dalam pengkajian peranan anggota di dalam suatu organisasi, baik
organisasi yang sifatnya tidak sukarela maupun yang sukarela.
Partisipasi sering diartikan dalam kaitannya dengan pembangunan
sebagai pembangunan masyarakat yang mandiri, mobilitas sosial,
pembagian sosial yang merata terhadap hasil pembangunan,
penetapan kelembagaan khusus, demokrasi politik dan sosial.
Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran dan
perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok
dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan (Slamet, 1994).
Ada beberapa alasan mengapa petani dianjurkan untuk
berpartisipasi. Pertama adalah mereka memiliki informasi yang
sangat penting untuk merencanakan program yang berhasil. Kedua
adalah mereka akan lebih termotivasi untuk bekerja dalam
kegiatan jika mereka ikut di dalamnya. Alasan ketiga adalah
masyarakat yang demokrtatis secara umum menerima bahwa
keputusan mengenai tujuan yang ingin mereka capai. Alasan
keempat adalah banyak permasalahan pembangunan pertanian
sehingga partisipasi kelompok dalam keputusan kelompok sangat
dibutuhkan. Partisipasi memungkinkan perubahan-perubahan yang
lebih besar dalam cara berpikir manusia. Perubahan dalam
pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan
perubahan-perubahan ini tidak akan berjalan lama jika perubahan-perubahan tersebut
dikarenakan menuruti agen penyuluhan dengan patuh dari pada
apabila mereka ikut bertanggung jawab di dalamnya
(Hawkins dan Ven den Ban, 1999).
Berkaitan dengan berbagai bentuk kegiatan partisipasi,
Yadav (1973) dalam Mardikanto (1988) mengemukakan tentang
adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi
masyarakat di dalam pembangunan, yaitu :
a) Partisipasi dalam pengambilan keputusan, yaitu menumbuhkan
partisipasi masyarakat melalui forum yang memungkinkan
masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses
pengambilan keputusan tentang program-program
pembangunan di wilayah lokal (setempat).
b) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, yaitu pemerataan
sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja dan uang
tunai yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh
masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan.
c) Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, dilakukan agar
tujuan kegiatan dapat dicapai seperti yang diharapkan, dan juga
diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersangkutan.
d) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil, yang bertujuan untuk
memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak. Di samping itu
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam
setiap program pembangunan yang akan datang.
Slamet (1994) mengemukakan adanya tiga bentuk kegiatan
partisipsi yaitu : (a) Parisipasi dalam tahap perencanaan, (b)
Partisipsi dalam tahap pelaksanaan, (c) partisipasi dalam tahap
pemanfaatan. Partisipasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)Partisipasi pada tahap perencanaan
Keterlibatan seseorang dalam perencanaan pembangunan
sekaligus membawa dalam proses pembentukan keputusan,
mencakup empat tingkatan yang pertama ialah mendefinisikan
situasi yang menghendaki adanya keputusan. Kedua, memilih
alternatif yang cocok untuk dipilih sesuai dengan kondisi dan
situasi, dan yang ketiga, menentukan cara terbaik agar
keputusan yang telah dibuat dapat dilaksanakan. Dengan
demikian dalam tahapan ketiga ini merupakan jabaran rencana,
operasionalisasi rencana. Berikutnya adalah mengevaluasi
akibat apa saja yang timbul sebagai akibat dari pilihan
keputusan itu.
b)Partisipasi pada tahap pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, pengukuran bertitik tolak pada
sejauh mana masyarakat secara nyata terlibat dalam
aktivitas-aktivitas riil yang merupakan perwujudan program-program
yang telah digariskan di dalam kegiatan-kegiatan fisik.
c)Partisipasi pada tahap pemanfaatan
Pada tahap pemanfaatan ialah partisipasi masyarakat di
dalam fase penggunaan atau pemanfaatan hasil-hasil kegiatan
pembangunan.
4) Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan upaya pemberdayaan masyarakat
yang perlu mengikutsertakan semua potensi masyarakat.
segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat.
Dalam hal ini pemerintah harus mengambil peranan lebih besar
karena mereka yang paling mengetahui mengenai kondisi, potensi
dan kebutuhan masyarakat (Mardikanto, 2009).
Akuntabilitas dalam pemberdayaan bisa dikatakan sebagai
upaya mengendalikan usaha-usaha kelompok karena kontribusi
individu mereka tidak dapat teridentifikasi. Tim yang kinerjanya
tinggi mengurangi kecenderungan semacam ini dengan tetap
memberikan mereka tanggung jawab baik ditingkat individu
maupun tingkat lain. Tim yang sukses memberi tanggung jawab
individu dan tanggung jawab bersama demi tujuan suatu tim
(Robbins, 2002).
b. Faktor Intern
Faktor intern yang mempengaruhi pelaksanaa pemberdayaan
masyarakat adalah faktor yang berasal dari dalam rumah tangga petani
itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain Luas lahan, tingkat
pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.
a. Luas Lahan
Menurut Prayitno dan Lincolin (1987), besarnya luas
garapan dapat meningkatkan produksi petani. Berhubungan
dengan kepemilikan tanah oleh petani miskin sudah sangat
terbatas, maka usaha yang dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan adalah dengan pendayagunaan seluruh potensi tanah
garapan yang dimiliki oleh petani. Selain itu ada beberapa upaya
lain misalnya berusaha menurut kemampuan dan keterampilannya.
Menurut Buckett (1988), menjelaskan bahwa:
“Land is primary agricultural resource but it varies
enormously in quality. This variation has a major influence on the type of farming practiced and upon
Dapat diartikan bahwa tanah merupakan sumber alam paling
penting dalam pertanian tapi mempunyai kualitas jenis tanah yang
sangat bervariasi sehingga akan memepengaruhi kualitas
kesuburan lahan tersebut. Bebarapa jenis tersebut memberikan
pengaruh besar dalam menentukan tipe pelatihan pertanian dan
menilai hasil pertanian.
Pearson (2004) mengatakan bahwa:
“Land is a fixed factor in agricultural production. Some land is lacated near an urban center and has residential or industrial uses. That periurban land is very valuable. But it is not relevant for assessing
land cost in agriculture for agricultural land”
Bahwa, lahan pakarangan merupakan salah satu faktor
penentu produksi pertanian. Beberapa lahan pertanian biasanya
dekat dengan pemukiman atau perusahaan industri. Tanah yang
berada di dekat pemukiman sangatlah bernilai tinggi. Tapi hal
tersebut tidak relevan jika tanah pertanian diubah menjadi non
pertanian.
Menurut Kuswardhani (1998), bahwa luas penguasaan lahan
akan menentukan partisipasi petani terhadap program. Luas
sempitnya lahan yang dikuasai akan mempengaruhi anggota untuk
mengolah lahan. Menurut Mubyarto (1979), hasil bruto produksi
pertanian dihitung dengan mengalikan luas lahan tanah dan hasil
persatuan luas. Dengan demikian semakin luas tanah garapan,
hasil produksi pertanian pun semakin tinggi.
Kegiatan perencanaan yang dilakukan untuk menanami
pekarangan dengan sayuran yang dapat digunakan sepanjang
tahun, perlu perencanaan yang mantap. Untuk itu perlu
mengetahui luas lahan pekarangan yang tepat. Luas pekarangan
sangat menentukan jumlah komoditas yang diusahakan dalam
kegiatan usaha tani, semakin besar lahan semakin tinggi
b. Pendidikan
Mardikanto (1993) menerangkan bahwa pendidikan
merupakan proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta.
Pendidikan formal merupakn jenjang pendidikan dari terendah
sampai tertinggi yang biasanya diterima di bangku sekolah.
Sedangkan pendidikan non formal biasanya diartikan sebagai
penyelenggaraan pendidikan terorganisir diluar sistem pendidikan
sekolah dengan isi pendidikan yang terprogram.
Darvan (2004) menjelaskan bahwa:
“Educational activities related to empowerment,
gender awareness etc. must be given to rural people. Both women and men should be taken into consideration together in this educational activity. However, women are dependent on their husband. So,
first of all men have to be persuaded about women’s
active participation in rural life, especially on
economic/productive roles”.
Jadi kegiatan pendidikan berkaitan dengan pemberdayaan.
Kesadaran akan persamaan gender harus disosialisasikan pada
masyarakat pedesaan. Baik laki-laki maupun wanita harus
bersama-sama terlibat dalam kegiatan pendidikan. Walaupun
semua itu juga tergantung kepala keluarga, sehingga pertama kali
suami harus diberitau mengenai pentingnya partisipasi wanita
terutama dalam meningkatkan ekonomi dan peran produktifnya
Menurut Mosher (1966) telah menempatkan arti pentingnya
program pendidikan untuk petani di pedesaan sebagai salah satu
factor pelancar pembangunan pertanian. Dalam proses adopsi
teknologi baru akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena adopsi teknologi baru akan berkembang dengan
cepatnya apabila masyarakat petani yang menerimanya cukup
menerapkannya sesuai dengan segala persyaratan yang harus
ditaati.
Salah satu indikator penting mengenai kedudukan social dan
mutu sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan penduduk.
Hal ini dapat tercermin dari komposisi berdasarkan tingkat
pendidikan yang diselesaikan oleh pendidik yang bersangkutan.
Dalam kaitannya dengan aktifitas ekonomi pendidik, secara tidak
langsung juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.
Sehingga tingkat pendidikan yang diselesaikan akan berpengaruh
terhadap tingkat pemilihan pekerjaan tertentu. Terutama yang
memerlukan ketrampilan khusus. Disamping itu tingkat
pendidikan dapat menggambarkan tingkat kecerdasan seseorang.
Maka bisa digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi
masyarakat secara umum dalam suatu wilayah (Sujarno, 1999).
c. Jumlah Anggota Keluarga
Anggota-anggota suatu rumah tangga petani bisa berfungsi
secara independen dan memiliki kebutuhan, orientasi serta tujuan
masing-masing yang berbeda. Mungkin ini beberapa subunit
dalam rumah tangga didalam tiap-tiap subunit itu berada di bawah
pengolahan seorang dewasa yang bertanggungjawab atas
rumahtangga secara keseluruhan. Dalam pengambilan keputusan
mereka, perempuan bisa memberi nilai yang lebih tinggi pada
perawatan lingkungan daripada anggota keluarga laki-laki
(Dankelman & Davidson, 1988).
3. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersediannya pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dengan
pengertian tersebut, terwujudnya ketahanan pangan dapat diartikan lebih
a. Terpenuhinya pangan yang cukup, bukan hanya beras tetapi mencakup
pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi
kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang
bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
cemaran biologis, kimia dan benda/zat lain yang dapat manganggu,
merugikan dan mambahayakan kesehatan manusia serta aman dari
kaidah agama.
c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dapat diartikan
pangan harus tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air.
d. Terpanuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan
mudah diperoleh setiap rumah tangga dengan harga yang terjangkau
( Suryana, 2003).
Konsep ketahanan pengan mengandung tiga dimensi yang saling
berkait yaitu: Ketersediaan pangan, aksesibilitas terhadap pangan dan
stabilitas harga pengan. Sesuatu yang diyakini para ahli adlah apabila salah
satu dari dimensi tersebut belum terpenuhi, suatu Negara belum bisa
dika\takan mempunyai ketahanan pangan yang baik (Arifin, 2007).
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI
No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen
yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan tanpa
fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun,
aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta dan kualitas/keamanan
pangan ( LIPI, 2004).
Ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam
pengukuran mengacu p ada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah
yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penentuan
jangka waktu ketersediaan makanan pokok di perdesaan (seperti daerah
penelitian) biasanya dilihat dengan mempertimbangkan jarak antara
Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur
berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota
rumah tangga dalam sehari. Dengan asumsi bahwa di daerah tertentu
masyarakat mempunyai kebiasaan makan 3 (tiga) kali sehari, frekuensi
makan sebenarnya dapat menggSulistiyanikan keberlanjutan ketersediaan
pangan dalam rumah tangga. Dalam satu rumah tangga, salah satu cara
untuk mempertahankan ketersediaan pangan dalam jangka waktu tertentu
adalah dengan mengurangi frekuensi makan atau mengkombinasikan
bahan makanan pokok (misal beras dengan ubi kayu)
(Raharto & Romdiati, 1999).
Indikator aksesibilitas atau keterjangkauan dalam pengukuran
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan
rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan
(missal sawah untuk provinsi Lampung dan ladang untuk provinsi NTT)
serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur
berdasarkan pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori:
Akses langsung (direct access), jika rumah tangga memiliki lahan
sawah/ladang dan Akses tidak langsung (indirect access) jika rumah
tangga tidak memiliki lahan sawah/ladang.
Kualitas atau keamanan jenis pangan yang dikonsumsi untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit
dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan
kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari „ada‟ atau „tidak‟nya bahan makanan yang mengandung protein hewani dan/atau nabati yang dikonsumsi dalam rumah tangga.
Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk
konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein
hewani dan/atau nabati (LIPI, 2004).
Cooper (1995) menyatakan bahwa:
“The body needs food with protein to build and rebuild its
that’s require protein.. Aproximately 3 to 5 percent of your body’s protein is rebuild each day.”
Jadi, tubuh membutuhkan makanan yang kandungan protein untuk
proses pembangunan dan pertumbuhan sel, rambut, kulit, gigi dan semua
bagian tubuh yang membutuhkan protein. Diperkirakan tiap hari tubuh kita
membutuhkan 3 sampai 5 persen protein untuk pembangunan.
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem ekonomi pangan yang
terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem. Subsistem utamannya
adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan.
Subsistem ketersediaan pengan mencakup aspek produksi, cadangan serta
keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan harus
dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan bersifat
musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, volume pangan yang
tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya, serta stabil
penyediaannya dari waktu ke waktu. Distribusi pangan mancakup aspek
eksistabilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata.
Sedangkan subsistem konsumsi menyangkut pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan
yang baik, sehingga dapat mengolah konsumsinya secara optimal
(Suryana, 2003).
4. Pekarangan Terpadu
Pekarangan adalah sebidang tanah sekitar rumah yang masih
diusahakan secara sambilan, sering disebut lumbung hidup, warung hidup
atau apotik hidup. Disebut lumbung hidup karena sewaktu-waktu
persediaan pangan pokok seperti beras, jagung dan sebagainya habis dapat
diperoleh bahan-bahan seperti buah dan sayuran untuk bahan makanan .
Bahan-bahan tersebut disimpan dalam pekarangan dalam keadaan hidup.
Disebut warung hidup, karena dalam pekarangan terdapat sayuran yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan komsumsi keluarga. Disebut sebagai
obat-obatan yang sangat bermanfaat dalam menyembuhkan penyakit secara
tradisional (Sajogjo, 1994).
Menurut Terra (1948) dalam Mardikanto (1994), mengatakan bahwa
pekarangan adalah tanah sekitar perumahan, kebanyakan berpagar keliling,
dan biasanya ditanami tanaman padat dengan beraneka macam tanaman
semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sehari-hari dan untuk
diperdagangkan. Pekarangan kebanyakan saling berdekatan, dan
bersama-sama membentuk kampung, dukuh atau desa.
Menurut Terra (1967) dalam Sajogjo (1994), mengatakan bahwa
lahan pekarangan di Indonesia memiliki multiguna. Fungsinya adalah
untuk menghasilkan: 1) bahan makanan sebagai tambahan hasil sawah dan
tegalnya; 2) sayuran dan buah-buahan; 3) rempah, bumbu-bumbu dan
wangi-wangi; 4) bahan kerajinan tangan; 5) kayu bakar; 6) uang tunai dan;
7) hasil ternak dan ikan. Tradisi mengelola pekarangan untuk
mengembangkan diversifikasi produk bahan pangan, dengan berbagai
tanaman (pohon, semak, tanaman menjalar) telah lama berlangsung dijawa
dan beberapa tempat diluar jawa. Namun, oleh karena intensitas
pengelolaan masih bervariasi, maka pembinaan masih sangat diperlukan.
Kelebihan pekarangan dalam kehidupan petani adalah secara
berkesinambungan dapat menyediakan kebutuhan sehari-hari keluarga
petani. Sistem pekarangan dalam mempertahankan produktivitasnya dapat
ditinjau berdasarkan:
a. Mempertahankan dan meningkatkan hasil tanaman secara
berkelanjutan
b. Meningkatkan pasokan energi yang berasal dari sumber daya lokal,
terutama kayu bakar.
c. Menghasilkan beraneka bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari atau dijual kepasar, termasuk kayu,
sayuran, toga, buah-buahan dan lain-lain.
d. Perlindungan dan sekaligus meningkatkan kualitas ligkungan,
e. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi petani sesuai dengan budaya
setempat (Sutanto, 2002).
Selain berfungsi sebagai perbaikan gizi, pekarangan juga berfungsi
sebagai bahan tambahan penghasilan. Bagi masyarakat yang tidak
mengharapkan pekarangan sebagai sumber pendapatan atau kebutuhan
sehari-hari, pekarangan difungsikan sebagai pemuas kebutuhan rohani
dalam bentuk keindahan. Hal itu disebut adanya penguasahaan penanaman
tanaman bungan atau tanaman hias. Sehubungan dengan hal tersebut,
pekarangan ditekankan sebagai lahan yang dapat ditanami tanaman bergizi
tinggi serta obat-obatan yang siap menghasilkan hasil setiap kali
dibutuhkan. Untuk itu, fungsi pekarangan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Letaknya harus berdekatan dengan rumah
b. Isinya beraneka macam kebutuhan rumah tangga
c. Hasilnya kecil untuk kebutuhan rumah tangga
d. Tidak memerlukan modal besar
(Soetriono, 2006).
Menurut Danoesastro (1978) dalam Mardikanto (1994), menyatakan
bahwa sedikitnya ada empat fungsi pokok pekarangan yaitu sebagai
sumber bahan makanan, sebagai penghasil tanaman perdagangan, sebagai
panghasil tanaman rempah-rempah atau obat-obatan, dan juga sumber
berbagai macam kayu-kayuan (untuk kayu bakar, bahan bangunan,
maupun bahan kerajinan). Hasil pekarangan yang bervariasi dapat
dihasilkan sepanjang tahun, dengan hasil yang segar. Bercocok tanam di
pekarangan dan pemeliharaannya dapat dilakukan setiap saat, tentu saja
mudah dijangkau, menghemat waktu, ekonomis, efisien dan efektif.
Pekarangan terpadu merupakan program peningkatan kemandirian
masyarakat petani dengan memanfaatkan sumberdaya sekitar yaitu
pekarangan. Karena pada umumnya pekarangan petani pedesaan
mempunyai potensi besar terhadap upaya ketahanan pangan bagi rumah
pekerjaan, menyalurkan hobi, dapat menjadi pengikat yang baik bagi
anggota rumah tangga, sehingga kebiasaan yang tidak perlu dapat
dikurangi. Demikian pula pengorbanan atau biaya untuk menanami
pekarangan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang
diberikannya, bahkan hasilnya pun berkualitas tinggi.
Pekarangan terpadu dilakukan melalui penanaman tanaman yang
berproduktif dan membuat taman pekarangan mampu memberikan
kesehatan yang memenuhi kepuasan jasmaniah dan rohaniah. Pemanfaatan
pekarangan dengan tanaman produktif seperti tanaman holtikultura
(tanaman buah-buahan, sayur-sayuran dan tanaman hias), rempah-rempah,
obat-obatan, bumbu-bumbuan dan lainnya akan memberikan keuntungan
yang berlipat ganda. Selain ditanami dengan tanaman dapat juga
memelihara ternak. Kotoran ternak itu dapat dimanfaatkan untuk dijadikan
pupuk. Begitu pula sampah atau daun-daunan bisa dijadikan kompos. Di
samping memberikan hasil bersifat kebendaan yang dapat memenuhi
kebutuhan jasmaniah, pekarangan juga memberikan hasil yang abstrak
yaitu ketenangan, keindahan dan kedamaian yang dapat memenuhi
kebutuhan untuk kesehatan rohaniah.
5. Rumah Tangga Petani
Rumah tangga petani merupakan sebuah gabungan yang unik antara
laki-laki dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak yang semuannya
memberikan pengelolaan, pengetahuan, tenaga kerja, modal, dan lahan
untuk usaha tani dan mengkonsumsi paling tidak sebagian dari hasil usaha
usahatani. Rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil usaha tani
merupakan pusat sekaligus objek pengambilan keputusan. Tiap rumah
tangga dan tiap individu di dalamnya memiliki kebutuhan dan keinginan
khusus, namun dilihat dari tindakan dan pertanyaannya rumah tangga
petani dengan lahan sempit tampaknya secara bersama memiliki berbagai
macam tujuan antara lain produktivitas, keamanan, kesinambungan dan
Menurut Dankelman & Davidson (1988) dalam Reijntjes (1992)
Anggota-anggota suatu rumah tangga petani bisa berfungsi secara
independen dan memiliki kebutuhan, orientasi serta tujuan masing-masing
yang berbeda. Mungkin ini beberapa subunit dalam rumah tangga didalam
tiap-tiap subunit itu berada di bawah pengolahan seorang dewasa yang
bertanggungjawab atas rumahtangga secara keseluruhan. Karena biasanya
perempuan yeng bertugas mengambil air, bahan bakar, tumbuhan
obat-obatan dan sebagainya, mereka ini secara langsung merugikan degradasi
lingkungan. Dalam pengambilan keputusan mereka, perempuan bisa
memberi nilai yang lebih tinggi pada perawatan lingkungan daripada
anggota keluarga laki-laki.
Petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi
sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti
luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan
pemungutan hasil laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani
berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor
produksi yang diketahui (Hernanto, 1993).
Ibu tani atau yang biasa disebut wanita tani, adalah wanita pedesaan,
baik dewasa maupun muda. Mereka adalah istri petani atau anggota
keluarga petani yang terlibat secara langsung atau tidak langsung, petani
atau sewaktu-waktu dalam kegiatan usaha tani dan kesibukan lain yang
berhubungan dengan kehidupan dan penghidupan keluarga petani di
pedesaan (Mardikanto dan Sri Sutarni, 1982).
Seorang wanita dalam kehidupan berumah tangganya harus bersedia
meluangkan waktu untuk bekerja dan berjuang menemukan identitasnya
sendiri. Seperti yang dinyatakan Kleiman (1980) sebagai berikut:
”Being a wife is a full time job and often women need to get
together just to talk about the realities of marrige. Wives often
struggle hard to find their own identity.”
Jadi seorang wanita selalu mempunyai pekerjaan yang penuh atau
banyak dan seringkali mereka membutuhkan waktu bersama hanya untuk
berjuang keras menemukan identitas dirinya sendiri.
Menurut Sajogyo (1983) menyatakan bahwa rumah tangga petani menerima pendapatan yang dikenal sebagai “single labour income” artinya secara nyata hasil kerja per unit kerja tidak dapat dipisahkan dari hasil unit
kerja lainnya. Pendapatan rumah tangga petani di pedesaan tidak hanya
melalui sektor pertanian tetapi juga di bidang lainnya seperti usaha
dagang, kerajinan tangan dan industri.
Ketahanan pangan rumah tangga petani dalam suatu kelompok, salah
satu indikatornya adalah dengan melihat besarnya produktivitas dari
rumah tangga petani tersebut. Produktivitas merupakan hasil persatuan
lahan, tenaga kerja, modal, waktu atau input lainnya. Orang luar
cenderung mengukur produktivitas usaha tani berdasarkan hasil total
biomassa, hasil komponen-komponen tertentu, hasil ekonomis dan
keuntungan, seringkali memandang perlu untuk memeksimalkan hasil
persatuan lahan. Keluarga petani dan individu-individu didalam keluarga
itu memiliki cara mereka sendiri untuk merumuskan dan mandefinisikan,
produktivitas, mungkin dengan satuan tenaga kerja yang dibutuhkan pada
saat penanaman atau penyiangan, atau dengan satuan air irigasi yang
dimanfaatkan. Memang penting sekali, bahwa orang luar perlu menyadari
parameter ini, karena parameter ini sangat menentukan bagi petani
( Reijntjes, C. Bertus H. Water, B, 1992).
6. Pertanian Terpadu
Menurut Matsui (2002), yang menjelaskan bahwa para petani
melaksanakan pertanian terpadu, memproduksi produk-produk pertanian
untuk konsumsi mereka sendiri tanpa merusak lingkungan. Mencakup
pengembangbiakan ikan, menanam pohon buah-buahan, menanam padi,
sayur mayur dan beternak. Wanita juga memainkan peran utama dalam
jenis pertanian semacam ini. Wanita juga ikut memikul tanggung jawab
besar bagi kehidupan jika kaum laki-laki harus meninggalkan rumah untuk
Menurut Hesaterman dan Thorburn (1994) dalam Mardikanto
(2009), menyatakan bahwa melalui kegiatan pertanian dan produksi
pangan yang terpadu sebagai satu kesatuan yang utuh, akan meningkatkan
efisiensi penggunaan sumberdaya alam, ekonomi, dan social. Termasuk dalam konsep ini adalah “Integrated and resource efficient crop and
livestock systems” yang mampu memelihara produktivitas, keuntungan
dan melindungi lingkungan, serta kesehatan petani dan keluarganya.
Pertanian terpadu merupakan usaha pertanian dengan dikelola secara
terpadu yaitu memadukan antara sumber daya yang memanfaatkan, yang
ada yang meliputi tanaman, keberadaan hewan ternak dan perikanan yang
diharapkan dengan adanya hubungan yang saling melengkapi dan
berkesinambungan sehingga tidak dikenal limbah sebagai produk
sampingan, semua hasil pertanian di asumsikan sebagai prooduk ekonomis
dan semua kegiatan adalah profit center, hasil sampingan dari salah satu
sub bidang usaha manjadi bahan baku atau bahan pembantu sub bidang
yang lainnya yang masih terkait.
Menurut Wididana (1999) dalam Salikin (2000), terdapat dua model
sistem pertanian terpadu, yaitu sistem pertanian terpadu konvensional dan
sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM (Effective
Microorganisme). Praktek-praktek pertanian terpadu konvensional ini
belum tentu merupakan sistem berkelanjutan, karena hanya mengandalkan
proses dekomposisi biomassa alamiah yang berlangsung sangat lambat.
Oleh karena itu, diperlukan sentuhan teknologi yang mampu mempercepat
proses pembusukan dan penguraian bahan-bahan organik menjadi unsur
hara yang dibutuhkan oleh tanaman atau hewan. Sedangkan model sistem
pertanian terpadu dengan teknologi EM memadukan budidaya tanaman,
perkebunan, peternakan, perikanan dan pengolahan daur limbah secara
7. Intensifikasi Pekarangan
Intensifikasi pekarangan merupakan usaha memanfaatkan
pekarangan secara intensif melalui penanaman lahan pekarangan dengan
tanaman yang bermanfaat dan produktif yang dipadukan dengan
pengembangan ternak dan ikan sehingga dapat menambah pendapatan dan
sumber gizi keluarga. Kegiatan intensifikasi pekarangan yang dilakukan
antara lain: daur ulang hara, penggunaan bahan-bahan lokal, penggunaan
tenaga intensif, keanekaragaman tanaman dan keseimbangan ekosistem
secara terpadu yang nantinya akan mampu meningkatkan ketahanan
pangan rumah tangga petani (Dinas Pertanian DIY, 1990).
Menurut Sutanto (2002), Intensifikasi pekarangan dilakukan dengan
dua cara yaitu konvensional dan alami. Intensifikasi pekarangan
konvensional mempunyai ketergantungan yang tinggi pada masukan dari
luar termasuk benih, bibit, pupuk kimia, pestisida dan kebutuhan lainnya.
Keberhasilan intensifikasi pekarangan konvensional sangat tergantung
pada penyediaan masukan dari luar usaha tani. Pengembangan pekarangan
harus lebih menitikberatkan pada ketersediaan sumberdaya dan
pengetahuan yang dimiliki petani setempat. Sedangkan intensifikasi
pekarangan alami untuk petani kecil dilakukan dengan lebih menitik
beratkan pada penyiapan petak pertanaman dengan pengolahan tanah, daur
ulang hara, membangun kesuburan tanah, keanekaragaman pertanaman
dan keseimbangan ekosistem secara terpadu.
Melalui intensifikasi pekarangan alami, bahan organik didaur ulang
dengan cara dikembalikan ketanah dalam bentuk kompos. Berbagai jenis
tanaman ditanam berbeda kedalaman perakaran dan limbah organic
dimasukan kembali kedalam tanah pada kedalaman yang berbeda.
Pendekatan intensifikasi alamu juga membatasi penggunaan pestisida
sintetis. Keanekaregaman jenis sayuran pada setiap petak pertanaman