• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Produksi Pertanian

2.1.4. Faktor Produksi Tanaman Jagung

Pengusaha (dalam hal ini petani) akan selalu berpikir bagaimana ia

mengalokasikan input yang paling efisien untuk dapat memperoleh produksi (output) yang maksimal. Hubungan fisik antara input dan output disebut fungsi produksi yang bergantung pada sejumlah variabel : iklim dan cuaca, tanah, mutu bibit, alat-alat, pupuk, pestisida, modal dan tenaga kerja. Jumlah input yang tepat dapat ditentukan melalui perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian yang akurat. Daniel (2004) menyatakan bahwa masing – masing faktor produksi memiliki fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain.

Kelana (1994) mendefinisikan fungsi produksi sebagai proses perubahan dari input menjadi output. Suatu fungsi produksi menunjukkan output maksimum yang bisa diproduksi pada setiap kombinasi input dalam jangka waktu tertentu. Fungsi produksi yang eksplisit akan memberikan indikasi secara tepat kuantitas output yang akan di produksi pada tingkat input tertentu. Untuk dapat melakukan produksi yang baik maka penggunaan faktor produksi harus dikelola. Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan lingkungan lahan berada. Pembagian penggunaan lahan menurut topografinya sangat penting karena mencirikan karektiristik usaha tani didaerah tersebut. Topogarfi lahan menggambarkan kategori lahan antara lain : lahan dataran pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi yang diusahakan oleh penduduk

yang bertempat tinggal dilokasi tersebut. Elevasi atau ketinggian tempat dari muka laut mempunyai peranan dalam usaha tani. Berdasarkan ketinggian, tanah atau lahan dapat dibedakan :

1. Lahan dataran tinggi >= 700 m dari atas permukaan laut. Lahan dataran

tinggi terdiri dari lahan kering dataran tinggi dan lahan basah dataran tinggi.

2. Lahan dataran rendah <= 700 m dari permukaan laut. Lahan dataran rendah

terdiri dari lahan kering datan rendah, lahan sawah dataran rendah, lahan sawah tadah hujan, lahan pesisir, lahan rawa, dan lahan pasang surut.

Kesuburan lahan pertanian akan menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menentukan hasil yang lebih tinggi dari pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah. Lahan pertanaian berkaitan dengan tekstur tanah yang pada akhirnya menentukan jenis tanah : tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya. Jenis tanah perlu menjadi perhatian dalam usaha pertanian karena keadaan dan jenis tanah akan memberikan atau mengarahkan petani kepada pilihan komoditas, pilihan pemupukan, pilihan teknologi, serta pilihan metode dalam melakukan pengolahan tanah tersebut. Spesifikasi dari tanah tersebut memang tidak selamanya menjadi baku. Disamping diperlukan kesuburan fisis yang baik, juga diperlukan kesuburan kimiawi yang baik agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.

Modal merupakan semua harta berupa uang, tabungan, tanah, rumah, mobil dan sebagainya yang dimiliki. Modal tersebut dapat mendatangkan

penghasilan bagi si pemilik modal. Modal dapat dibagi dua yaitu :

1. Modal tetap, artinya barang-barang dalam proses produksi yang dapat

2. Modal bergerak, artinya barang-barang dalam proses produksi yang hanya bisa dipakai satu kali.

Dalam usaha pertanian dikenal modal fisik dan modal manusiawi. Modal fisik atau modal material yaitu berupa alat-alat pertanian, bibit, pupuk, ternak, dan lain-lain. Sedangkan modal manusiawi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan, latihan, kesehatan, dan lain-lain. Modal pertanian selalu diukur dengan uang, karena uang merupakan alat tukar yang sah dan berlaku di mana-mana. Oleh karena itu dalam usaha tani modal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi.

Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti membutuhkan tenaga kerja. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang tidak membutuhkan keahlian secara khusus. Usaha tani keluarga digerakkan dan dikelola dibawah pimpinan sang ayah. Bila terjadi kekurangan tenaga kerja, mereka biasanya saling tolong menolong antar famili atau antar keluarga yang bertetangga. Dengan semakin meningkatnya

kebutuhan manusia dan semakin majunya usaha pertanian, sehingga

dibutuhkan tenaga kerja dari luar keluarga yang khusus dibayar sebagi tenaga kerja upahan. Sebaliknya usaha pertanian skala besar, lebih banyak

menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dengan cara menyewa. Tenaga kerja dari luar tersebut memiliki keahlian seperti menggunakan traktor. Dalam analisa tenaga kerja diperlukan standarisasi untuk mengalokasikan sebaran penggunaan tenaga kerja selama proses produksi, sehingga kekurangan tenaga

kerja pada saat berlangsungnya kegiatan tersebut dapat dihindarkan. Oleh karena itu, tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan manusia atau penduduk. Melalui uraian diatas serta beberapa kajian yang telah dilakukan, maka fungsi produksi (hasil panen) khususnya pada tanaman jagung, dapat dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Dahlan et.al, (1996) menjelaskan bahwa penggunaan jenis bibit yang

digunakan masyarakat, khususnya pada tanaman jagung sangat menentukan jumlah hasil panen. Saat ini, terdapat 2 (dua) jenis, yaitu bibit lokal dan bibit hibrida. Bibit lokal merupakan hasil pembiakan dari tanaman sebelumnya yang dianggap oleh petani sebagai bibit yang baik, dengan pemilihan berdasarkan kriteria tertentu. Sedangkan bibit hibrida, merupakan pengembangan dari hasil uji lab yang dihasilkan oleh para produsen bibit, dimana kualitas dan produksi yang dihasilkan dapat diestimasi dan bibit ini harganya relatif lebih mahal daripada bibit lokal. Oleh karena itu, masyarakat petani cenderung lebih menggunakan bibit lokal yang diperoleh tanpa adanya tambahan biaya. Potensi hasil jagung varietas hybrida rata-rata mencapai 5-6 ton per hektar.

2. Swastika dkk (2001) mengemukakan pendapatnya bahwa senjang hasil antara

rata-rata produksi yang dicapai petani saat ini dengan potensi hasil kemampuan lahan masih cukup lebar. Selain itu, semakin besar luas lahan yang ditanami maka semakin besar hasil panen.

3. Kasryno (2002) menjelaskan bahwa penggunaan jenis lahan untuk budidaya

tanaman jagung juga menentukan hasil panen. Lahan yang relatif basah (baik sawah tadah hujan maupun sawah irigasi) cenderung lebih banyak menghasilkan panen daripada lahan kering. Salah satu penyebabnya adalah

tanaman jagung memerlukan kadar air yang relatif banyak dibandingkan tanaman lain. Hal ini sejalan dengan hasil penelitiannya, bahwa terdapat kecenderungan peningkatan penggunaan lahan basah untuk tanaman jagung yang dilaksanakan oleh para petani (diperkirakan saat ini areal pertanaman jagung pada lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan meningkat masing-masing menjadi 10-15% dan 20-30% terutama pada daerah produksi jagung komersial). Fenomena ini juga didukung oleh Mink et al. (1987) dimana hasil penelitian nya dengan jangka waktu pengamatan 18 tahun menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat pada lahan kering, 11% pada lahan sawah irigasi, dan sisanya (10%) pada lahan sawah tadah hujan.

4. Syafruddin et.al (1998) menjelaskan bahwa teknik penggunaan pupuk yang

tepat dan benar akan dapat meningkatkan mutu dan hasil panen tanaman jagung. Hal ini, ia buktikan dengan melakukan penelitian di Propinsi Sulawesi Selatan dimana hasil panen tanaman jagung meningkat secara signifikan melalui penggunaan pupuk NPK dan pupuk S. Bahkan pada lahan kering, Subandi (1998) mengemukakan bahwa dengan pemupukan berimbang produksi jagung di lahan kering di Nusa Tenggara dapat mencapai 3,4 hingga 6,5 ton per hektar.

Dokumen terkait